DOKTER INTERNSIP
Oleh:
Ellen Eroica El Farid, dr.
160/IDI-NGW/IPRA/VI/2014
Pembimbing:
Kardimin, dr., Sp.KJ
1
pacarnya. Pasien tahu bahwa pacarnya suka mabuk-mabukan dan main
perempuan. Pasien merasa cemburu dan kecewa. Orang tua dan teman-
teman pasien sudah menasihati bahwa pacarnya bukan orang baik-baik
dan sebaiknya segera menghentikan hubungan ini. Tapi pasien enggan
memutuskan pacarnya karena masih cinta dan merasa lemah jika harus
hidup tanpa pacarnya. Pernah pasien minta putus, pacarnya menolak,
marah-marah, dan mengumpat seperti “asu” dan “bajingan”.
Pasien pernah menikah dua kali sebelumnya, tetapi kedua
suaminya meninggal. Saat ini pasien tinggal bersama kedua orang tua dan
dua orang anaknya. Sehari-hari, pasien hanya di rumah karena dilarang
pacarnya bekerja ataupun jalan-jalan dengan alasan tidak mau pasien
kenal laki-laki lain.
Pasien merasa sedih, pesimis, sering melamun, malas beraktivitas,
dan tidak ada harapan hidup. Pasien kerap merasa nyeri ulu hati dan
berdebar jika mulai kepikiran tentang pacarnya. Pasien menyangkal
mendengar bisikan maupun melihat sosok aneh. Selama pemeriksaan,
pasien terus menangis dan gelisah. Beberapa kali pasien menggoyang-
goyangkan kakinya hingga membentur meja.
Riwayat Kelahiran:
Tidak didapatkan
Riwayat Pendidikan:
Tamat SMP, lalu melanjutkan Kejar Paket C
Riwayat Pekerjaan:
Pasien tidak bekerja
Riwayat Pernikahan:
Pasien pernah menikah dua kali.
Suami pertama meninggal karena kecelakaan. Dari suami pertama
memiliki satu orang anak, saat ini kelas 1 STM
Suami kedua meninggal karena Diabetes Mellitus. Pasien berstatus
sebagai istri kedua. Dari suami kedua memiliki satu orang anak, saat
ini kelas 2 SD
Riwayat Sosial:
Pasien memiliki banyak teman dan suka bercerita bila ada
masalah
Faktor Keturunan:
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat gangguan jiwa
2
Faktor Pencetus:
Hubungan dengan pacar yang digantung
Faktor Premorbid:
Pasien adalah orang yang terbuka, namun mudah merasa khawatir
dan curiga
Faktor Organik:
Tidak ditemukan
Status Psikiatrik:
1. Kesan Umum: Pasien wanita, penampilan sesuai umur, mengenakan atasan
merah muda, jaket abu-abu, dan jilbab putih motif bunga merah muda. Selama
pemeriksaan, pasien terus menangis dan gelisah.
2. Kontak: (+) verbal, koheren
3. Kesadaran: compos mentis, tidak berubah
4. Orientasi: waktu, tempat, orang dalam batas normal
5. Daya Ingat: dalam batas normal
6. Mood / Afek: mood depresif dan cemas / afek serasi
7. Proses Berpikir: Bentuk: realistik; Arus: logorrhea; Isi : preokupasi terhadap
pacarnya. Waham (-)
8. Intelegensi: cukup
9. Persepsi: halusinasi (-), ilusi (-)
10. Psikomotor: agitasi
11. Kemauan: menurun
12. Insight: baik
Daftar Pustaka
Maramis, Willy F. et Albert A. Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa
Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.
Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya.
Maslim, Rusdi. 2003. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication) Edisi Ketiga. Jakarta: PT Nuh Jaya.
Tiller, John W. G. 2012. Depression and It’s Comorbidities: Depression and
Anxiety. MJA Open 1 Suppl 4, 1 October 2012, pp 28—31.
Hasil Pembelajaran
1. Mengetahui kriteria diagnosis gangguan campuran anxietas dan depresi
2. Mengetahui tata laksana psikofarmaka maupun psikoterapi untuk kasus
gangguan campuran anxietas dan depresi
SUBJEKTIF
Pasien bercerita bahwa dirinya merasa sedih dan khawatir karena
merasa hubungannya digantung oleh pacarnya yang tidak segera
memenuhi janji untuk menikahinya. Selain itu, pacar pasien suka
mabuk-mabukan dan main perempuan. Orang tua dan teman-teman
pasien sudah menasihati bahwa pacarnya bukan orang baik-baik dan
sebaiknya segera menghentikan hubungan ini. Tapi pasien enggan
memutuskan pacarnya karena masih cinta dan merasa lemah jika
3
harus hidup tanpa pacarnya. Pasien merasa sedih, pesimis, sering
melamun, malas beraktivitas, dan tidak ada harapan hidup. Pasien
kerap merasa nyeri ulu hati dan berdebar jika mulai kepikiran tentang
pacarnya. Pasien menyangkal mendengar bisikan maupun melihat
sosok aneh. Selama pemeriksaan, pasien terus menangis dan gelisah.
OBJEKTIF
Status psikiatri
Kesan umum : pasien kelihatan seusia umurnya, kesehatan fisik baik,
berat badan normal, tinggi badan normal, tidak ada
cacat fisik, berpakaian rapi, ekspresi muka sedih
Kontak : verbal (+), mata (+), relevan (+), lancar (+)
Kesadaran : kualitatif : normal,
Kuantitatif : GCS 4-5-6
Afek emosi : depresi
Proses pikir : bentuk: realistik
Arus : koheren
Isi : preokupasi
Intelegensi : normal
Persepsi : halusinasi (-), ilusi (-).
Kemauan : menurun
Psikomotor : normal
ASSESSMENT
Diagnosis Multiaksial (PPDGJ III)
Axis I: Gangguan campuran anxietas dan depresi (F41.2)
Axis II: Ciri kepribadian paranoid
Axis III: tidak ditemukan
Axis IV: masalah dengan pacarnya
Axis V: GAF scale saat pemeriksaan 80-71
GAF scale 1 tahun terakhir 100-91
PLAN
Diagnosis :
-
Psikofarmaka:
Kapsul: Trihexyphenidyl 2 mg
Trifluoperazine 1,5 mg
Fluoxetine 10 mg
Alprazolam 0,25 mg
2x1 kapsul
Psikoterapi supportif:
Menenangkan pasien, mendengarkan pasien bercerita, menunjukkan
empati
Mengajak pasien untuk menganalisis dan menemukan sendiri solusi dari
permasalahannya
4
Menyarankan pasien untuk melakukan aktivitas yang disukainya untuk
membantu mengalihkan perhatian pasien dari masalahnya dan
mengurangi kesedihan dan kekhawatiran pasien
Menyarankan pasien untuk datang lagi ke Poli Jiwa sambil mengajak
kedua orang tuanya
Konsultasi :
Pada pasien ini sebaiknya dikonsultasikan kepada Spesialis Kesehatan Jiwa
Rujukan :
-
Kontrol :
Kontrol ke Poli Psikiatri
5
TINJAUAN PUSTAKA
6
a. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung
tanduk, sulit konsentrasi, dsb.)
b. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai)
c. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering, dsb.)
7
Tidur terganggu
Nafsu makan berkurang
Sindrom depresi disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa
“aminergic neurotransmitter” (noradrenaline, serotonin, dopamine) pada celah
sinaps neuron di SSP (khususnya pada sistem limbic) sehingga aktivitas reseptor
serotonin menurun (Maslim, 2007). Mekanisme obat anti-depresi adalah
menghambat reuptake aminergic neurotransmitter dan menghambat penghancuran
oleh enzim monoamine oksidase, sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic
neurotransmitter pada celah sinaps neuron tersebut yang dapat meningkatkan
aktivitas reseptor serotonin (Maslim, 2007).
Psikofarmaka untuk depresi antara lain (Maslim, 2007):
a. Obat anti-depresi trisiklik (TCA)
Amitriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine
b. Obat anti-depresi tetrasiklik
Maprotiline, Mianserin, Amoxapine
c. Obat anti-depresi MAOI-reversible (MonoAmin Oksidase Inhibitor)
Moclobemide
d. Obat anti-depresi SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine,
Citalopram
e. Obat anti-depresi atypical
Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine
8
(reassurance), bimbingan dan penyuluhan, terapi kerja, hipnoterapi dan
narkoterapi, psikoterapi kelompok, serta terapi perilaku (Maramis, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
9
Maramis, Willy F. et Albert A. Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa
Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.
Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya.
Maslim, Rusdi. 2003. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication) Edisi Ketiga. Jakarta: PT Nuh Jaya.
Tiller, John W. G. 2012. Depression and It’s Comorbidities: Depression and
Anxiety. MJA Open 1 Suppl 4, 1 October 2012, pp 28—31.
10