Anda di halaman 1dari 8

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ramlan (1985:21) menjelaskan bahwa morfologi sebagai cabang ilmu

linguistik mempelajari seluk-beluk pembentukan kata dalam sebuah bahasa.

Morfologi membahas tentang kata, proses pembentukan kata, dan bagian-bagian kata.

Sehubungan dengan itu, Harimurti (2008:110) menjelaskan bahwa kata merupakan

satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. Kata merupakan

satuan terkecil dalam morfologi, akan tetapi menjadi satuan terbesar dalam sintaksis.

Seperti yang telah dikemukakan di atas, morfologi mempelajari segala sesuatu

yang merupakan proses pembentukan kata. Salah satu proses yang dipelajari dalam

morfologi yaitu reduplikasi. Reduplikasi merupakan pengulangan suatu kata yang

dapat atau tidak mengubah makna pada dasar katanya. Menurut Ramlan (1985:57),

reduplikasi merupakan pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun

sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak.

Simatupang (1983:15) mengatakan bahwa reduplikasi juga merupakan proses

morfemis yang mengubah bentuk kata yang dikenainya. Proses morfemis tersebut

oleh Edi Subroto (2013:21) merupakan hal terpenting yang menjadi masalah terhadap

perulangan yang menghasilkan kata ulang itu termasuk derivasi atau infleksi. Edi

Subroto melanjutkan, perulangan tergolong infleksi ketika termasuk sesuatu yang

dapat diramalkan atau otomatis dan memiliki keteraturan arti. Misalnya, kata ulang

commit to user

1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2

nomina. Rumah-rumah (N) memiliki dasar yang juga termasuk nomina, yaitu rumah.

Jadi, rumah-rumah berarti „banyak rumah dan beragam (bukan seragam)‟.

Sebaliknya, perulangan termasuk derivasi ketika memiliki ciri arti yang

berbeda. Misalnya, kata ulang pukul-memukul. Kata ulang itu termasuk verba dan

memiliki dasar yang juga termasuk verba. Namun, karena prosesnya berbeda dan

memiliki ciri arti yang berbeda, kata ulang tersebut termasuk derivasi.

Sehubungan dengan apa yang telah disinggung sebelumnya, ditemukan

penelitian terdahulu oleh Ermanto pada tahun 2008 dengan penelitiannya yang

berjudul Hierarki Morfologi pada Verba Reduplikasi Bahasa Indonesia. Dalam

artikelnya yang terdapat pada kumpulan jurnal Humaniora Vol. 20, ia

mengungkapkan bahwa pada verba reduplikasi terdapat empat hierarki morfologi.

Pertama, pola I adalah D + R derivasi + afiks infleksi. Hierarki morfologi menurut

pola I terdapat pada verba R transitif dengan dua proses, yakni (1) proses R derivasi

(Rpen, Rperf, Rpar) dan (2) proses afiksasi infleksi (kategori diatesis), seperti

memanggil-manggil, dipanggil-panggil. Kedua, pola II, yakni D + (R + afiks (proses

derivasi)), terdapat pada R intransitif dengan satu kali proses R dengan afiks secara

serempak (sebagai satu proses derivasi), seperti pukul-memukul, tergila-gila. Ketiga,

pola III, yakni D + R derivasi terdapat pada verba R intransitif dengan satu kali

proses R derivasi, seperti makan-makan, berdebar-debar. Keempat, pola IV yakni D

+ R derivasi + afiks infleksi (kategori ragam) dengan dua kali proses: (1) proses R

derivasi, dan (2) pengimbuhan afiks infleksi ber- yang menurunkan kata gramatikal

verba R intransitif kategori ragam formal, seperti lari-lari, berlari-lari.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3

Penelitian Ermanto tersebut mengarah pada teori Simatupang dengan tipe-tipe

reduplikasinya (lihat pada bab II), namun Ermanto lebih membahas hierarki

morfologi yang terdapat pada pola-pola reduplikasi tersebut. Seperti yang telah

disebutkan sebelumnya pada pola II, hierarki morfologi yang terdapat pada verba R

intransitif dengan pola II ini hanya memiliki satu proses, yakni pada D (verba

intransitif) terjadi proses R dengan afiks secara serempak (sebagai satu proses

derivasi) yang menurunkan verba R intransitif. Artinya, proses R dengan afiks secara

serempak adalah proses derivasi yang terjadi untuk menambahkan makna leksikal

tertentu dan akan mempengaruhi valensi verba, atau peran argumen, atau sifat lain

argumen (lih. Verhaar, 2012: 194).

Jika diperhatikan reduplikasi memiliki beberapa permasalahan yang menarik

untuk diteliti, namun masih sedikit yang menjadikan reduplikasi sebagai objek

penelitian. Oleh sebab itu, pada penelitian ini penulis akan membahas tentang

reduplikasi khususnya pada kelas kata adjektiva, karena adjektiva termasuk kelas kata

yang produktif. Selain itu, adjektiva juga memiliki beberapa fungsi dalam suatu

kalimat. Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, dijelaskan

tiga fungsi dari adjektiva, yakni (1) adjektiva yang memberikan keterangan terhadap

nomina berfungsi atributif, yaitu dapat mengungkapkan suatu kualitas atau

keanggotaan dalam suatu golongan, (2) adjektiva juga dapat berfungsi sebagai

predikat dan adverbial kalimat yang dapat mengacu ke suatu keadaan, dan (3)

adjektiva dapat menyatakan tingkat kualitas dan tingkat bandingan acuan nomina

yang diterangkannya (Hasan Alwi, et.al. 2003:171).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4

Dalam reduplikasi adjektiva tidak hanya bentuk dasar adjektiva saja yang

direduplikasikan, tetapi juga adjektiva berafiks. Proses serta makna yang ditimbulkan

dari bentuk dasar reduplikasi adjektiva dan yang berafiks tentu sangatlah berbeda.

Contoh reduplikasi adjektiva dengan bentuk dasar dan berafiks sebagai berikut:

(1) Untuk film idealis, atau “film aneh-aneh”, kata Nayoto ia konsekuen
untuk menggunakan biaya sendiri. (Kompas, 05-01-2014/h.17/014)
(D + R)
(aneh + R) → aneh-aneh

Bentuk adjektif aneh setelah direduplikasi menjadi aneh-aneh. Reduplikasi

pada bentuk aneh ini mempengaruhi perubahan makna pada bentuk aneh-

aneh. Bentuk dasar aneh memiliki makna tidak seperti yang biasa kita lihat,

ajaib, ganjil, setelah direduplikasikan maknanya menjadi macam-macam.

Dengan demikian kelas kata yang semula adjektif berubah menjadi adverbia

karena merupakan kata yang memberi keterangan pada kata sebelumnya,

yaitu film (N). Dari perubahan-perubahan tersebut, dapat disimpulkan bahwa

bentuk aneh-aneh termasuk derivasional.

(2) Presiden berpesan agar petugas memberikan pelayanan yang sebaik-


baiknya kepada warga yang datang. (Kompas, 05-01-2014/h.2/010)
((D + R) + se-/-nya)
((baik + R) + se-/-nya) → sebaik-baiknya

Bentuk sebaik-baiknya diturunkan dari leksem adjektiva BAIK. Leksem

BAIK memiliki makna elok, patut, teratur, mujur, beruntung,

menguntungkan, berguna, manjur, tidak jahat, selamat, selayaknya. Setelah

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5

leksem BAIK direduplikasikan dan mendapat afiks kombinasi se-/-nya,

maknanya menjadi sebaik mungkin, dengan sangat baik. Setelah

direduplikasikan dan mendapat konfiks se-/-nya, bentuk reduplikasi sebaik-

baiknya berubah peran menjadi adverbia. Bisa dilihat dari data di atas

“Presiden berpesan agar petugas memberikan pelayanan yang sebaik-

baiknya kepada warga yang datang”. Bentuk reduplikasi sebaik-baiknya di

sini berarti Presiden berpesan agar petugas memberikan pelayanan dengan

sebaik mungkin kepada warga yang datang. Dengan demikian, sebaik-

baiknya termasuk dalam derivasional karena terjadinya perubahan makna

dan kelas katanya.

Berdasarkan contoh-contoh di atas, reduplikasi pada kelas kata adjektiva

sangat menarik untuk dikaji karena permasalahan-permasalahan yang muncul dalam

setiap tipe reduplikasnya. Seperti contoh yang telah dipaparkan mengenai kelas kata

yang berubah setelah direduplikasi, perubahan makna pada kata dasar setelah

direduplikasi, kemudian hal itu menunjukkan bahwa bentuk reduplikasi tersebut

termasuk dalam derivasional atau infleksional. Di samping itu, dari beberapa

penelitian yang ada, belum ditemukan adanya penelitian sejenis yang membahas

reduplikasi khusus adjektiva. Permasalahan ini bertumpu pada bahan dasar adjektiva.

Permasalahan yang dikupas diarahkan pada bentuk dasar adjektiva yang

direduplikasikan, sehingga penelitian ini diberi judul Reduplikasi Adjektiva dalam

Bahasa Indonesia.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6

B. Pembatasan Masalah

Penelitian tentunya harus dibatasi agar tidak terlalu luas dan supaya fokus

terhadap satu hal. Adanya batasan masalah juga membuat agar penelitian ini lebih

terarah sehingga mempermudah penulis dalam menemukan jawaban-jawaban dari

permasalahan yang ada.

Pada penelitian ini, penulis membatasi masalah pada kelas kata adjektiva yang

direduplikasikan. Analisis ini mencakup tipe-tipe dan arti serta proses pembentukan

reduplikasi adjektiva dalam bahasa Indonsia ditinjau dari perspektif derivasi dan

infleksi.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tipe dan arti dari reduplikasi adjektiva dalam bahasa Indonesia?

2. Bagaimana proses pembentukan reduplikasi adjektiva dalam bahasa Indonesia

ditinjau dari perspektif derivasi dan infleksi?

D. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian pasti memiliki tujuan tertentu. Tujuan penelitian merupakan

arah dan maksud suatu penelitian dilakukan. Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan tipe dan arti reduplikasi adjektiva dalam bahasa Indonesia.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

2. Mendeskripsikan proses pembentukan reduplikasi adjektiva dalam bahasa

Indonesia ditinjau dari perspektif derivasi dan infleksi.

E. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian ilmiah harus mampu memberikan manfaat, baik secara

teoretis maupun praktis. Demikian pula pada penelitian ini yang diharapkan dapat

memberikan dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1. Manfaat teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah teori dari Simatupang mengenai

reduplikasi dalam bahasa Indonesia, khususnya pada kelas kata adjektiva. Dalam

teorinya, Simatupang menyatakan bahwa reduplikasi dalam bahasa Indonesia

pada kelas kata adjektiva hanya dapat berbentuk (D + R), ((D + R) + -an), dan (D

+ Rp). Akan tetapi, pada penelitian ini ditemukan 10 tipe pada reduplikasi

adjektiva dalam bahasa Indonesia.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan abgi materi pegajaran

bahasa Indonesia, khususnya dalam bidang Morfologi. Selain itu penelitian ini

diharapkan bisa menjadi referensi dalam mendeskripsikan reduplikasi dalam

bahasa Indonesia dengan kelas kata lain. Bagi peneliti bahasa lain, penelitian ini

diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang dapat menambah

wawasan para peneliti bahasa dalam mempelajari reduplikasi dalam bahasa

Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri atas lima bab, meliputi: pendahuluan, kajian pustaka dan

kerangka pikir, metode penelitian, analisis, dan penutup. Masing-masing bab

diuraikan sebagai berikut.

Bab pertama adalah pendahuluan. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab kedua adalah kajian pustaka dan kerangka pikir. Bab ini terdiri atas

tinjauan studi terdahulu, landasan teori yang terbagi atas teori morfologi, teori

reduplikasi, teori adjektiva, teori proses pembentukan kata, teori derivasi dan infleksi,

teori leksem, dan teori produktivitas, dan kerangka pikir.

Bab ketiga adalah metode penelitian. Bab ini terdiri atas jenis dan bentuk

penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data,

teknik penyajian analisis data, dan teknik penarikan kesimpulan.

Bab keempat adalah analisis data yang berupa tipe dan arti, serta proses

pembentukan reduplikasi adjektiva ditinjau dari persektif derivasi dan infleksi.

Analisis ini juga disertai dengan hasilnya.

Bab kelima adalah penutup. Bab ini terdiri atas simpulan dan saran dari

keseluruhan hasil penelitian.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai