Anda di halaman 1dari 11

REDUPLIKASI VERBA INFLEKSI BAHASA INDONESIA

Audrey Cahya Zephyrina1), Luthfia Nur’il Prameswari2)dan Bakdal Ginanjar3)


1) Universitas Sebelas Maret
E-mail: audreycz@student.uns.ac.id
2) Universitas Sebelas Maret
E-mail: luthfianuril31@student.uns.ac.id
3) Universitas Sebelas Maret
E-mail: bakdalginanjar@staff.uns.ac.id

Abstract: This study discusses the reduplication of verbs in Indonesian which are included in
inflection. The purpose of this research is to explain the patterns or types and meanings in the
reduplication of Indonesian verbs. The type of this research is descriptive qualitative. The data
source is taken from the Big Indonesian Dictionary 5th edition. The data is in the form of sentences
containing reduplicated forms of Indonesian verbs that have inflectional properties. Data collection
is done by observing and taking notes. The data were analyzed by the agih method and the
technique of describing the smallest element. The results found are nine patterns of reduplication of
Indonesian verbs, namely: (1) (D + R), (2) (D + Rpref), (3) ((ber- + D) + R), (4) (ber-/-an + (D +
R)), (5) ((D + R) + -an), (6) ((meN- + D) + R), (7) (D + (R + meN-)), (8) (meN-/-kan + (D + R)),
dan (9) ((ter- + D) + R).

Keywords: reduplication, verb, inflection

Abstrak: Penelitian ini membahas mengenai reduplikasi verba dalam bahasa Indonesia yang
termasuk ke dalam infleksi. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan pola-pola atau tipe dan
makna pada reduplikasi verba bahasa Indonesia. Jenis dari penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Sumber data yang diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi V. Data berupa kalimat yang
mengandung bentuk reduplikasi verba bahasa Indonesia yang memiliki sifat infleksi. Pengumpulan
data dilakukan dengan metode simak dan catat. Data dianalisis dengan metode agih dan teknik
menguraikan unsur terkecil. Hasil yang ditemukan adalah sembilan pola reduplikasi verba bahasa
Indonesia, yaitu (1) (D + R), (2) (D + Rpref), (3) ((ber- + D) + R), (4) (ber-/-an + (D + R)), (5) ((D
+ R) + -an), (6) ((meN- + D) + R), (7) (D + (R + meN-)), (8) (meN-/-kan + (D + R)), dan (9) ((ter- +
D) + R). Makna yang timbul dari proses reduplikasi tersebut adalah

Kata Kunci: reduplikasi, verba, infleksi


Pendahuluan
Bahasa merupakan sebuah alat komunikasi yang penting dalam kehidupan manusia.
Sebagai alat komunikasi, bahasa mengandung makna dan maksud serta tujuan yang
dituturkan. Maksud dan tujuan dari sebuah bahasa yang dituturkan harus dapat dimengerti
dan dipahami oleh pembaca dan pendengar. Oleh sebab itu, penutur dan lawan tutur harus
mampu menguasai bahasa mulai dari pembentukan kata hingga kalimat beserta maknanya.
Sebagai masyarakat yang menggunakan bahasa Indonesia harus memiliki pengetahuan
mendasar mengenai satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna. Makna yang ditangkap
dari suatu kata dalam kalimat atau tuturan merupakan acuan terhadap suatu konsep, ide,
maupun pikiran. Lambang bunyi dalam suatu bahasa terdapat dalam satuan-satauan bahasa
mulai dari terkecil, yaitu morfem, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.
Perkembangan teknologi juga memiliki pengaruh yang besar terhadap bahasa.
Berbagai macam kemajuan pada era sekarang memberikan kemudahan bagi para
penggunanya. Perubahan dan perkembangan yang terjadi di masyarakat menyebabkan
berkembangnya bahasa yang digunakan. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari berbagai
kosakata baru yang muncul dan digunakan. Munculnya perkembangan kosakata baru harus
diikuti masyarakat sehingga muncul pemahaman yang apik. Pemahaman yang baik akan
mempermudah masyarakat dalam memahami suatu kata yang telah mengalami perubahan
bentuk. Hal tersebut merupakan bagian dari ranah linguistik pada bidang morfologi.
Morfologi merupakan subdisiplin ilmu linguistik yang menelaah perihal bentuk kata
beserta perubahan bentuk yang terjadi dan makna yang ditimbulkan dari perubahan bentuk
tersebut1. Menurut Ramlan, morfologi adalah bagian ilmu bahasa mengenai seluk-belum
bentuk kata dan perubahan bentuk kata pada golongan dan arti kata 2. Secara umum,
morfologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk kata termasuk perubahan
bentuk yang terjadi. Perubahan atau proses morfologi yang terjadi pada kata dasar atau yang
belum dikenai perubahan apapun. Proses morfologi dibedakan menjadi (1) afiksasi, yaitu
proses penambahan afiks pada bentuk dasar (2) reduplikasi atau pengulangan, yaitu
pengulangan bentuk dasar dan (3) komposisi atau pemajemukan, yaitu penggabungan
morfem dasar yang satu dengan morfem dasar yang lain3. Afiks dalam bahasa Indonesia
dibagi menjadi prefiks, sufiks, infiks, konfiks, dan simulfiks.
Penelitian ini hanya berfokus pada proses morfologi redupikasi verba dalam bahasa
Indonesia. Proses pengulangan atau reduplikasi dilakukan dengan melakukan pengulangan
pada satuan gramatik, baik keseluruhan atau sebagaian dan baik disertai fonem maupun
tidak4. Dalam proses reduplikasi, terdapat jenis dan aturan yang harus diperhatikan dalam
menentukan apakah dapat dikatakan masuk ke dalam reduplikasi.
Ramlan melanjutkan bahwa pengulangan memiliki empat jenis, yaitu (a) pengulangan
menyeluruh, (b) pengulangan sebagian, (3) pengulangan yang bercampur dengan afiksasi,
dan (3) pengulangan disertai perubahan fonem5. (a) Pengulangan menyeluruh adalah
1
Pateda, M. (2002). Morfologi. Gorontalo: Viladan Gorontalo.

2
Ramlan. (2012). Morfologi : Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: C.V Karyono.

3
Chaer, A. (2007). Linguistik Umum. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.

4
Ramlan. (2012). Morfologi : Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: C.V Karyono.

5
Ramlan. (2012). Morfologi : Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: C.V Karyono.
pengulangan pada seluruh bentuk dasar, misalnya jalan-jalan, lampu-lampu, dan buku-buku.
(b) Pengulangan sebagian adalah pengulangan bentuk dasar secara sebagian, misalnya
segala-gala, lelaki, dan pertama-tama. (c) Pengulangan yang bercampur dengan afiksasi
dilakukan dengan mengulang secara keseluruhan dan dibubuhi afiks, misalnya kuda-kudaan,
macet-macetan, dan sedalam-dalamnya. (d) Pengulangan disertai perubahan fonem adalah
pengulangan dengan disertai fonem pada kata tersebut, misalnya lauk-pauk, gerak-gerik, dan
serba-serbi.
Proses reduplikasi dapat menyatakan beberapa makna, diantaranya ‘banyak’, ‘tak
bersyarat’, ‘yang menyerupai bentuk dasar’, ‘perbuatan yang dilakukan dengan santai’,
‘perbuatan saling’, ‘agak’, ‘tingkat paling tinggi yang dapat dicapai’, dan ‘hal yang
berhubungan dengan pekerjaan’. Terdapat dua hal yang daat menentukan bentuk dasar bagi
kata ulang. Pertama, pengulangan tidak mengubah golongan kata, misalnya bentuk
reduplikasi berkata-kata merupakan verba dengan bentuk dasar berkata. Kedua, bentuk dasar
merupakan satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa. Misalnya bentuk reduplikasi
menyadar-nyadarkan dibentuk dari kata dasar menyadarkan bukan menyadar.
Bentuk reduplikasi dapat ditemukan dan dikenali dengan mudah oleh pengguna
bahasa. Akan tetapi, terdapat hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses reduplikasi
bahasa Indonesia. Menurut Chaer, reduplikasi bahasa Indonesia memiliki beberapa catatan
yang perlu diketahui, yakni (a) Bentuk dasar pada reduplikasi bahasa Indonesi dapat berupa
morfem dasar. (b) Reduplikasi yang diikuti dengan pembubuhan afiks memiliki kemungkinan
tiga proses, yaitu reduplikasi dan afiks secara bersamaan, reduplikasi dahulu dan disusul
afiksasi, dan proses afiksasi dahulu kemudian disusul reduplikasi. (c) Proses reduplikasi pada
bentuk dasar yang berupa gabungan kata kemungkinan harus reduplikasi penuh. (d)
Reduplikasi dalam bahasa Indonesia tidak hanya bersifat infleksi tetapi banyak juga yang
bersifat derivasi. (e) Terdapat ahli yang menambahkan reduplikasi semantis. (f) Dalam
bahasa terdapat bentuk reduplikasi dengan perubahan fonem6
Kridalaksana berpendapat bahwa verba dalam Kamus Linguistik adalah kelas kata
yang memiliki fungsi sebagai predikat dan memiliki ciri morfologis seperti kala, aspek, dan
persona dalam beberapa bahasa7. Verba dalam bahasa Indonesia memiliki ciri dapat diawali
dengan kata tidak, misalnya tidak naik dan tidak dimungkinkan untuk diawali kata sangat
atau lebih, misalnya sangat jalan. Menurut Sudaryanto, verba adalah kata yang menandai
suatu perbuatan, dapat diterangkan dengan suatu perintah, dan berkaitan dengan proses
keberangsungan yang ditandai dengan kata sedang atau ‘lagi’ 8. Verba memiliki ciri-ciri dan
penanda yang membedakannya dari keas kata lain, yaitu (1) verba menempati fungsi sebagai
predikat, (2) verba berisi perbuatan baik berupa aksi atau proses, dan (3) verba yang
bermakna keadaan tidak diberi prefiks –ter9.
Dalam morfologi terdapat dua istilah yang menjelaskan sifat dari suatu perubahan
bentuk, yaitu derivasi dan infleksi. Menurut Verhaar10, infleksi merupakan perubahan
morfemis dengan tidak merubah identitas leksikal dari kata tersebut. Sementara itu, derivasi
adalah sifat perubahan yang menghasilkan kata dengan identitas morfemis lain pada
perubahan morfemis. Derivasi adalah perubahan bentuk yang menghasilkan morfem baru
6
Chaer, A. (2007). Linguistik Umum. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.

7
Kridalaksana, H. (2008). Kamus Linguistik (4th ed.). Jakarta: Gramesdia Pustaka Utama.

8
Sudaryanto, D. (1991). Bahasa dan Sastra Budaya. Jogjakarta: Gajah Mada University Perss.

9
Moeliono, A. (1992). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

10
Verhaar, J. W. . (2001). Asas-asas Linguistik Umum. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press.
yang tidak dapat diramalkan dan infleksi adalah perubahan bentuk yang menghasilkan bentuk
kata yanng berbeda dari sebuah leksem yang sama serta dapat diramalkan 11. Sifat
pembentukan kata infleksi dan derivasi memiki persamaan dan perbedaan. Persamaan kedua
sifat tersebut adalah infleksi dan derivasi memproses leksem guna membentuk turunan yang
berbeda, sedangkan perbedaan yang dapat dilihat adalah infleksi menghasilkan bentuk kata
dan derivasi menghasilkan leksem12.
Penelitian ini hanya berfokus pada sifat morfologi infleksi atau paradigmatis. Dalam
Kamus Linguistik, Infleksi adalah perubahan pada bentuk kata yang menunjukkan adanya
hubungan gramatikal, termasuk di dalamnya deklinasi nomina, pronomina, adjektiva, dan
konjungsi verba13. Infleksi juga dapat diartikan sebagai unsur yang ditambahkan pada suatu
kata dengan tujuan menunjukkan hubungan gramatikal kata tersebut dalam kalimat.
Penambahan tersebut dapat dilihat dalam bahasa Inggris, misanya kata book dengan books.
Kata yang memiliki sifat infleksi harus disesuaikan terlebih dahulu dengan kategori
gramatikal bahasa yang ada sebelum digunakan. Menurut Subroto, penentuan sifat infleksi
dan derivasi dilakukan dengan cara membandingkan perbedaan makna leksikal pada verba
afiksasi dan kata dasar yang ditunjukkan oleh perbedaan identitas14.
Berkaitan dengan morfologi, kata merupakan pembahasan yang berkaitan dengan
reduplikasi. Kata merupakan sebuah dasar dalam proses reduplikasi. Kata merupakan satuan
bahasa yang memiliki pengertian, kata disebut pula sebagai deretan huruf dan diapit dua
spasi15. Suatu kata memiliki batasan-batasan tersendiri yang menjadi ciri sebuah kata.
Pertama, kata memiliki susunan fonem dengan urutan yang tetap dan tidak dapat diubah.
Misalnya kata jamur memiliki urutan fonem /j/,/a/,/m/,/u/,/r/, urutan tersebut tidak dapat
diubah menjadi /a/,/u/,/m/,/j/,/r/. Kedua, setiap kata dapat berpindah tempat di dalam seuah
kalimat, posisi suatu kata dapat diisi, dipisahkan, dan digantikan dengan kata lain . Misalnya
kalimat Ayah membeli mobil itu kemarin, kalimat tersebut dapat dipindahkan menjadi
kemarin Ayah membeli mobil itu atau Ayah kemarin memeli mobil itu. Akan tetapi tidak
semua kata dapat dipindahkan secara manasuka, terdapat kaidah dan aturan untuk
memindahkan kata. Klasifikasi sebuah kata diperlukan untuk mempermudah seseorang
dalam berbahasa. Selain klasifikasi kata, terdapat pula proses pembentukan kata. Setiap kata
dasar perlu dibentuk menjadi sebuah kata gramatikal melalui proses morfologi. Hal tersebut
bertujuan mempermudah kata dasar untuk ditempatkan dalam sebuah kalimat.
Proses reduplikasi penuh dengan sifat infeksi pada sebuah verba transitif ditandai
dengan menurunkan verba redupikasi transitif yang menyatakan tindakan menurunkan verba
reduplikasi transitif dengan tindakan plural16. Terdapat istilah kata kerja transitif dan kata
kerja intransitif. Kata kerja transitif adalah kata kerja sebagai objek atau dapat diikuti dengan
kata lain, sedangkan kata kerja intransitif adalah kata kerja yang tidak dapat diikuti kata

11
Bauer, L. (1988). Introducing Linguistic Morphology. Great Britain: Edinburgh University Press.

12
Ermanto. (2008). Hierarki Morfologi Pada Verba Reduplikasi Bahasa Indonesia : Tinjauan dari Perspektif
Morfologi Derivasi dan Infleksi. Humaniora, 20, 89–101.

13
Kridalaksana, H. (2008). Kamus Linguistik (4th ed.). Jakarta: Gramesdia Pustaka Utama.

14
Subroto, E. (1985). Infleksi dan Derivasi (Kemungkinan Penerapannya dalam Pemerian Morfologi
Bahasa Indonesia). In Makalah dalam Pertemuan Ilmiah VII Bahasa dan Sastra Indonesia se-Jateng dan
DIY. Yogyakarta: Sarjana Wiyata Taman Siswa.

15
Chaer, A. (2007). Linguistik Umum. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
16
Bagiya, B. (2017). Infleksi dan Derivasi dalam Bahasa Indonesia. Journal of Language Learning and
Research (JOLLAR), 1(1), 32–40. https://doi.org/10.22236/jollar.v1i1.1240
sebagai objek atau kata lain 17. Contoh dari kata kerja transitif adalah memegang, menggali,
dan membeli. Kata kerja intransitif seperti mengudara, meninggi, dan membesar.
Penelitian yang relevan telah dilakukan sebelumnya oleh Putri (2018). Dalam
penelitian tersebut, dihasilkan 13 pola reduplikasi nomina bahasa Indonesia. Pola reduplikasi
nomina tersebut, yaitu tipe (1) (D + R), (2) (D + Rperf), (3) ((D + R) + ber-), (4) ((D + R) +
ber-/-an), (5) ((D + R) + meN-), (6) ((D + R) + meN-/-kan), (7) ((D + R) + -an), (8) (D + Rp),
(9) ((D + R) + ter-), (10) ((D + R) + -nya), (11) (( D + R) + di-/-i), (12) ((D + R) + di-/-kan),
dan (13) ((D + R) + se-). Terdapat dua pola yang bersifat infleksi dan 11 pola yang termasuk
ke dalam derivasi. Dua pola yang memiliki sifat infleksi bermakna ‘tak tunggal’ dan ‘iteratif’.
Sebelas pola dengan sifat derivasi memiliki makna ‘intensif’, ‘dalam jumlah’, ‘mempunyai’,
‘dalam keadaan’, ‘tindakan’, ‘saling’, ‘melakukan pekerjaan’, menyatakan perasaan’,
‘tindakan pasif’, ‘dalam keadaan’, ‘sekedar’, ‘menyerupai’, ‘kumpulan berbagai jenis D’,
‘iteratif’, dan ‘menyatakan waktu’.
Penelitian lain yang telah berkaitan dengan tulisan ini dilakukan oleh Ermanto (2008).
Hasil dari penelitian tersebut, verba reduplikasi memiliki empat pola hierarki morfologi. Pola
(1) D + R derivasi + afiks infleksi, pola (1) terdapat pada verba reduplikasi transitif dengan
dua proses, yaitu (a) R derivasi (Rpen, Rperf, Rpar) dan (b) proses afiksasi infleksi (kategori
diatesis. Pola (2) adalah D ( + R + afiks (proses derivasi)), pola ini terdapat pada reduplikasi
verba intransitif. Pola (3) adalah D + R derivasi pada verba reduplikasi intransitif. Pola (4)
adalah D + R derivasi + afiks infleksi (kategori ragam).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah fokus pembahasan yang
diambil. Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2018) adalah reduplikasi nomina, sedangkan
dalam penelitian ini adalah reduplikasi verba. Terdapat penelitian sebelumnya mengenai
reduplikasi verba dengan sumber bahasa daerah. Sementara itu, penelitian ini mengambil
reduplikasi verba dalam bahasa Indonesia. Penelitian yang dilakukan Ermanto (2008)
membicarakan reduplikasi verba dengan sifat derivasi dan infleksi. Akan tetapi, penelitian
tersebut hanya menghasilkan hierarki morfologi reduplikasi verba derivasi dan infleksi
dengan empat pola. Selain itu, dalam penelitian tersebut reduplikasi verba infleksi tidak
dibahas secara luas satu persatu sesuai dengan afiks namun berdasarkan jenis verba dan sifat
infleksi hanya ditunjukka karena adanya afiks infleksi. Penelitian ini menambahkan hasil
pada penelitian sebelumnya. Masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada reduplikasi
kelas kata verba yang bersifat infleksi.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mendeskripsikan pola pada
reduplikasi verba bahasa Indonesia dalam perspektif infleksi. Penelitian ini juga
mendeskirpsikan makna yang terdapat pada reduplikasi verba dengan sifat infleksi. Manfaat
yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai bahan bacaan guna memperluas
pengetahuan mengenai reduplikasi verba bahasa Indonesia. Selain itu, tulisan ini dapat
dijadikan rujukan atau sumber bagi penelitian dengan topik yang relevan di masa yang akan
datang. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian sebelumnya.

Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian
yang berupaya memahami makna dari suatu peristiwa atau kejadian yang memiliki
keterkaitan dengan masyarakat yang diteliti18. Penelitian kualitatif ini bersifat deskriptif, yaitu

17
Ramlan. (2012). Morfologi : Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: C.V Karyono.

18
Subroto. (1992). Penelitian Kwalitatif. Jakarta: Raja Grafindo Jaya.
peneliti mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dari reduplikasi verba. Kata-kata yang
mengandung reduplikasi verba dicatat dalam sebuah kalimat sehingga menjadi data.

Objek dari penelitian ini adalah reduplikasi verba bahasa Indonesia yang bersifat infleksi.
Data dalam penelitian ini adalah kalimat dalam bahasa Indonesia yang di dalamnya
mengandung reduplikasi verba dengan sifat infleksi. Sumber data dari penelitian ini adalah
sumber tertulis yang terdapat pada Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi V. KBBI dipilih
karena memuat kelas kata verba secara urut disertai dengan turunan kata, salah satunya
adalah bentuk reduplikasi. Selain itu, KBBI dipilih karena merupakan sumber data yang
dekat dengan peneliti dan berisi kata yang sesuai dengan EYD.

Metode yang dilakukan untuk pengumpulan data adalah simak dan catat. Penyimakan
dilakukan pada sumber data yang mengandung reduplikasi verba dan kemudian dilakukan
pencatatan. Setelah melakukan pencatatan, data dikelompokkan berdasarkan pola atau tipe
reduplikasi. Metode analisis data yang digunakan adalah metode agih, yaitu alat penentu yang
digunakan adalah bahasa itu sendiri seperti kata dan fungsi sintaksis19. Teknik yang
digunakan untuk menganalisis data adalah dengan menguraikan unsur terkecil. Teknik ini
dilakukan dengan menguraikan satuan bahasa berdasarkan unsur-unsur terkecilnya.

Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan analisis yang telah dilakukan mengenai reduplikasi verba dengan sifat
infleksi, ditemukan semibilan tipe pola reduplikasi verba. Sembilan pola tersebut antara lain
(1) (D + R), (2) (D + Rpref), (3) ((ber- + D) + R), (4) (ber-/-an + (D + R)), (5) ((D + R) +
-an), (6) ((meN- + D) + R), (7) (D + (R + meN-)), (8) (meN-/-kan + (D + R)), dan (9) ((ter- +
D) + R). Dalam penggunaannya sembilan pola tersebut memiliki makna, yaitu ‘tindakan yang
berulang-ulang’, ‘tindakan yang menyatakan saling’, ‘menyatakan jumlah yang banyak, dan
‘tindakan yang disengaja. Pola dan makna tersebut diuraikan secara rinci pada bagian
dibawah ini.
1. (D + R)
Reduplikasi tipe (D + R) merupakan bentuk pengulangan dari kata dasar (D)
yang direduplikasi secara penuh tanpa adanya imbuhan.
(1) Meskipun berniat coba – coba, Reni berhasil lolos ujian tes masuk CPNS
(coba + R) → coba – coba
Bentuk coba – coba pada data (1) diturunkan dari leksem coba tanpa diberi
imbuhan yang kemudian direduplikasi menjadi coba – coba. Data (1) juga termasuk
dalam infleksi reduplikasi dikarenakan kata coba yang direduplikasi menjadi coba –
coba tidak mengalami perubahan kelas kata. Kata dasar coba merupakan kelas kata
verba yang memiliki arti silakan; sudilah; dan tolong, sedangkan setelah mengalami
penguangan menjadi coba-coba masih termasuk ke dalam verba dan memiliki arti
menjelaskan kegiatan coba secara benyak atau berulang. Hal tersebut menunjukkan
bahwa redupikasi pada data (1) hanya memberikan makna gramatikal. Bentuk
reduplikasi seperti ini juga terdapat pada kata yang lain, yakni duduk – duduk, icip –
icip, ikut – ikut, ingat – ingat, kongko – kongko, lari – lari, main – main, manggut –
manggut, minta – minta, pilih – pilih, gail – gail.

19
Sudaryanto. (1993). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana
Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta: Muhammadiyah University Press.
2. (D + Rpref)
Bentuk reduplikasi tipe (D + Rpref) merupakan bentuk reduplikasi dari suatu
kata dasar yang ketika direduplikasikan mengalami perubahan fonem pada kata yang
diulang.
(2) Meskipun tas kesayangan Ibu berwarna merah, Ia masih kerap gonta – ganti
warna tas saat pergi
(ganti + R pref) → gonta – ganti
Pada data (2) dapat dilihat bahwa kata dasar dari bentuk reduplikasi itu adalah
ganti. Akan tetapi, setelah direduplikasi terjadi perubahan fonem /a/ menjadi /o/ dan
/i/ menjadi /a/ sehingga menjadi gonta-ganti. Pengulangan pada bentuk tersebut
dilakukan secara menyeluruh tetapi diikuti dengan perubahan fonem. Dalam kamus,
kata dasar ganti termasuk ke dalam verba cakapan yang memiliki arti berganti;
bertukar; dan berpindah. Setelah mengalami proses reduplikasi dengan perubahan
fonem, gonta-ganti masih termasuk ke dalam verba cakapan dengan arti berganti-
ganti. Hal tersebut menandakan bahwa setelah dikenai proses reduplikasi dengan
perubahan fonem memiliki sifat infleksi dan hanya memberikan makna gramatikal.
Makna gramatikal tersebut adalah ‘berganti, bertukar, atau berpindah secara
berulang’. Selain data (2) terdapat juga kata congak – cangik yang mengalami
reduplikasi perubahan fonem.
3. ((ber- + D)+ R)
Tipe ini merupakan reduplikasi yang didalamnya terdapat imbuhan afiks ber-
pada kata dasarnya.
(3) Karena masih belajar, Adik mengemudikan sepeda motor dengan berbelok – belok
((ber- + belok) + R) → berbelok-belok

Data (3) menunjukkan proses morfologi tipe (ber- + (D + R)) dikarenakan


terdapat imbuhan ber- dalam kata berbelok-belok yang diturunkan dari leksem belok.
Bentuk reduplikasi ini termasuk dalam reduplikasi infleksi dikarenakan kata belok
yang dieduplikasikan menjadi berbelok – belok tidak mengalami perubahan kelas kata
melainkan hanya memberikan makna gramatikal. Afiks ber- pada verba memiliki
makna ‘tindakan yang aktif’, tindakan tersebut dilakukan oleh subjek atau pelaku. Di
dalam kamus, kata belok termasuk ke dalam kelas kata verba dan memiiki arti
berkelok dan berlekuk. Setelah mengalami proses reduplikasi verba menjadi berbelok-
belok, kata tersebut masih tetap dalam kelas kata verba dan memiliki arti berkelok-
kelok dan berlekuk-lekuk. Makna gramatikal yang timbul adalah belokan yang
banyak. Bentuk ini juga dapat terlihat pada kata bercuit – cuit, bergilir – gilir,
berganti – ganti, bergoyang – goyang, berguling – guling, berhanyut – hanyut,
berharap – harap, berjaga – jaga, berjalan – jalan, berjalar – jalar, berlipat – lipat,
dan berulang – ulang.
4. (ber-/-an + (D + R))
Tipe ini merupakan reduplikasi yang didalamnya terdapat konfiks ber- dan
-an pada kata dasarnya. Afiks ber-/-an merupakan afiks yang memiliki fungsi sebagai
pembentuk kata kerja.

(4) Adik dan temannya sedang berkejar – kejaran di bawah pohon mangga
(ber-/an + (kejar + R)) → berkejar-kejaran

Bentuk data (4) termasuk dalam infleksi reduplikasi dikarenakan berkejar –


kejaran merupakan turunan dari leksem kejar (verba) yang direduplikasikan dan
diberi konfiks ber- dan -an menjadi berkejar – kejaran (verba) dan tidak mengalami
perubahan kelas kata. Di dalam kamus, kata dasar kejar memiliki arti susul dengan
berlari, sedangkan berkejar-kejaran memiliki arti bekerjaran. Hal tersebut
menunjukkan makna dari afiks ber-/-an dan reduplikasi yang dibubuhi pada kata dasar
kejar menyatakan makna ‘saling’ dan ‘berulang-ulang’. Tipe ini juga dapat dilihat
pada kata berhela – helaan, berlari – larian, bersalip – salipan, dan bersambut –
sambutan.
5. ((D + R) + -an)
Tipe ini merupakan proses reduplikasi verba yang terdapat imbuhan afiks –an
pada kata dasarnya. Imbuhan tersebut diletakkan pada pengulangan yang terdapat di
akhir.
(5) Ayah ikut – ikutan menangis setelah bergabung melihat film perjuangan
((ikut + R) + -an) → ikut – ikutan
Data (5) menunjukkan tipe ((D + R) + -an) yang diturunkan dari leksem ikut
yang kemudian direduplikasikan dan diberi sufiks -an menjadi ikut – ikutan. Bentuk
reduplikasi ini juga termasuk dalam infleksi dikarenakan kata tersebut tidak
mengalami perubahan kelas kata. Arti kata ikut dalam kamus adalah menyertai orang
bepergian dan melakukan sesuatu sebagaimana yang dikerjakan orang lain. Setelah
mengalami proses reduplikasi menjadi ikut-ikutan memiliki arti mengikuti saja
(pikiran, perbuatan, dan sebagainya) orang lain tanpa kesadaran. Hal tersebut
menunjukkan bahwa proses reduplikasi verba pada kata ikut memiliki makna
‘perbuatan yang dilakukan secara sengaja’. Reduplikasi sepeti ini juga tampak pada
kata aur – auran, gasak – gasakan, hitung – hitungan, hujan – hujanan, mati –
matian, tiru – tiruan, dan harap – harapan.
6. ((meN- + D) + R)
Pola ((meN- + D) + R) merupakan proses pengulangan dari kata dasar
kemudian direduplikasi dengan diubuhi dengan afiks meN-. Imbuhan yang diberikan
pada reduplikasi pola ini adalah dengan meletakkan afiks pada kata dasar yang
terletak di depan pengulangan itu sendiri. Afiks meN- memiliki satu fungsi sebagai
pembentuk verba. Verba yang dimasksud adalah fungsi dalam kalimat yang
berkedudukan sebagai predikat. Reduplikasi verba infleksional pada bentuk
reduplikasi tersebut dapat menyatakan ‘suatu tindakan yang berulang’.
(6) Rendi meloncat-loncat kegirangan saat mendapat sepeda baru dari ayahnya
((meN- + loncat) + R) → meloncat-loncat
Reduplikasi verba pada data (6) merupakan turunan dari kata dasar loncat.
Leksem loncat direduplikasi penuh dan diberi prefiks me- pada kata dasar sebelum
reduplikasi. Arti dari kata loncat adalah bergerak menjauhi permukaan secara
vertikal dengan menggunakan otot kaki atau lompat, bentuk meloncat-loncat berarti
meloncat berulang kali. Afiks meN- yang diimbuhkan menyatakan suatu tindakan
aktif transitif. Tindakan tersebut dilakukan oleh pelaku atau agen yang menduduki
fungsi subjek. Berdasarkan kategori kelas katanya, kata loncat termasuk ke dalam
kelas kata verba, setelah menjadi meloncat-loncat kelas kata yang dihasilkan tidak
berubah dan masih berada di kelas kata verba. Hal tersebut menunjukkan bahwa
makna dan kelas kata setelah mengalami reduplikasi tidak berubah dan hanya
memberikan makna gramatikal. Contoh lain dari pola ini adalah mencuri-curi,
mengelus-elus, menggebu-gebu, dan menggosok-gosok.
7. (D + (meN- + R))
Pola (D + (meN- + R)) adalah proses reduplikasi dari kata dasar dan direduplikasi
serta diberi afiks meN-. Imbuhan afiks meN- diberikan di belakang kata dasar atau
pada pengulangan itu sendiri. Reduplikasi verba dengan pola ini memiliki arti
‘tindakan yang dilakukan secara berbalasan’.
(7) Kebiasaan menjelang lebaran antar-mengantar maknan di antara tetangga
(antar + (meN- + R)) → antar-mengantar
Kata dasar dari reduplikas data (7) adalah antar yang kemudian direduplikasi.
Afiks meN- diberikan pada bentuk reduplikasi itu sendiri sehingga menjadi antar-
mengantar. Imbuhan meN- menyatakan makna perbuatan yang aktif transitif. Verba
transitif adalah verba yang dapat diikuti objek atau kata lain. Afiks meN- pada
reduplikasi verba memiliki makna perbuatan yang dilakukan oleh pelaku atau agen
dalam suatu kalimat. Kategori kelas kata dasar antar adalah verba dan bentuk
reduplikasi antar-mengantar memiliki kategori kelas kata yang sama yaitu verba. Arti
kata antar adalah bawa atau kirim, sedangkan arti antar-mengantar adalah saling
mengantar. Tidak terdapat perbedaan arti karena keduanya saling menerangkan suatu
tindakan, namun tindakan antar-mengantar dilakukan dengan cara berbalasan atau
tidak hanya sekali. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses reduplikasi yang terjadi
bersifat infleksi atau hanya memberikan makna gramatikal saja. Pola (D + (meN- +
R) juga terdapat pada : tukar-menukar, ancam-mengancam dan tolong-menolong.
8. (meN-/-kan + (D + R))
Tipe pola yang kedelapan adalah ((meN-/-an + D) + R) yang kata dasar dan
reduplikasi diberi imbuhan meN- dan –an. Imbuhan meN- diberikan pada kata dasar
sebelum reduplikasi dan imbuhan –an diberikan di reduplikasi itu sendiri. Reduplikasi
verba yang bersifat infleksional pada pola ini memiliki arti ‘tindakan secara sengaja’.
(8) Meskipun mendapat titipan rezeki yang banyak, Pak Udin tidak suka
menghambur-hamburkan uang
((meN-/-kan + (hambur + R) → mengahambur-hamburkan
Kata dasar contoh pola reduplikasi di atas adalah hambur dan dibubuhi
imbuhan meN- serta –kan. Imbuhan meN- diberikan pada kata dasar dan imbuhan –
kan diberikan pada bentuk reduplikasi itu sendiri di belakang sehingga menjadi
menghambur-hamburkan. Kata hambur memiliki arti ‘menghambur’ dan setelah
melalui proses reduplikasi menghambur-hamburkan memiliki arti ‘membuang-buang
atau menyebar-nyebarkan’. Arti tersebut menunjukkan tindakan yang disengaja dan
berulang sehingga tidak mengubah makna. Kelas kata hambur adalah verba dan saat
mendapat proses reduplikasi tidak mengalami perubahan kelas kata. Bentuk lain dari
pola ini adalah menghubung-hubungkan dan mengidam-idamkan.
9. ((ter- + D)+ R)
Pola yang terakhir adalah (ter- (D + R)) yang terbentuk dari kata dasar yang
mengalami proses reduplikasi dan diberi afiks ter-. Imbuhan ter- memiliki fungsi
untuk membentuk kata kerja pasif. Akan tetapi ada juga yang termasuk ke dalam kata
kerja intransitif. Reduplikasi verba pada pola ini memerikan makna ‘sudah dan dapat
dilakukan atau ketidaksengajaan’.
(9) Bella terkuai-kuai kegirangan setelah mendapatkan hasil UN yang memuaskan
((kuai + ter-) +R) → terkuai-kuai
Pada proses reduplikasi pada data (9) dibentuk oleh kata dasar kuai. Kata
dasar kuai kemudian mendapat prefiks ter- dan diikuti dengan reduplikasi menjadi
terkuai-kuai. Kata kuai memiliki arti ‘pekik atau teriak’ dan terkuai-kuai memiliki arti
‘memekik-mekik karena gembira’. Setelah mendapatkan proses reduplikasi dan afiks
ter- tidak mengalami perubahan arti, namun kejadian yang diterangkan dilakukan
berulang tidak hanya sekali. Kelas kata yang dihasilkan setelah mengalami proses
reduplikasi juga tidak berubah. Kata kuai merupakan kelas kata verba dan setelah
direduplikasi dan diberi afiks ter- masih pada kelas kata verba. Bentuk lain dari tipe
ini dapat terlihat pada bentuk reduplikasi terhinggut-hinggut, terguling-guling, dan
terpilah-pilah.

Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah dan analisis yang telah dilakukan pada reduplikasi verba
bahasa Indonesia yang bersifat infleksi, ditemukan sembilan pola. Sembilan pola reduplikasi
verba tersebut, yaitu (1) (D + R), (2) (D + Rpref), (3) ((ber- + D) + R)), (4) (ber-/-an + (D +
R)), (5) ((D + R) + -an), (6) ((meN- + D) + R)), (7) (D + (R + meN-)), (8) (meN-/-kan + (D +
R)), dan (9) ((ter- + D) + R). Proses reduplikasi dan penambahan beberapa afiks pada tidak
mengubah kelas kata dari verba masih tetap menjadi verba meskipun mengalami proses
reduplikasi dan imbuhan afiks. Sifat infleksi yang muncul hanya memberikan makna
gramatikal pada bentuk reduplikasi. Makna yang timbul berdasarkan proses reduplikasi dan
pembubuhan afiks antara lain tindakan yang berulang-ulang, tindakan yang menyatakan
kegiatan ‘saling’, menyatakan jumlah yang banyak, dan tindakan yang dilakukan secara
sengaja.

DaftarPustaka

Bagiya, B. (2017). Infleksi dan Derivasi dalam Bahasa Indonesia. Journal of Language
Learning and Research (JOLLAR), 1(1), 32–40.
https://doi.org/10.22236/jollar.v1i1.1240

Bauer, L. (1988). Introducing Linguistic Morphology. Great Britain: Edinburgh University


Press.

Ermanto. (2008). Hierarki Morfologi Pada Verba Reduplikasi Bahasa Indonesia : Tinjauan
dari Perspektif Morfologi Derivasi dan Infleksi. Humaniora, 20, 89–101.

Kridalaksana, H. (2008). Kamus Linguistik (4th ed.). Jakarta: Gramesdia Pustaka Utama.

Maya. (2017). Perspektif Morfologi Derivasional dan Infleksional pada Verba Berafiks
Bahasa Indonesia. Universitas Muhammadiyah Makassar.Skripsi

Putri. Dita Sukmawati (2018). Reduplikasi Nomina Bahasa Indonesia dalam Perspektif
Derivasi dan Infleksi. Universitas Sebelas Maret. Skripsi

Samingin. (2006). Morfologi Infleksional dan Derivasional dalam Proses Morfologi Bahasa
Indonesia.Universitas Tidar Magelang. Vol.26 No.2

Subroto. (1992). Penelitian Kwalitatif. Jakarta: Raja Grafindo Jaya.

Subroto, E. (1985). Infleksi dan Derivasi (Kemungkinan Penerapannya dalam Pemerian


Morfologi Bahasa Indonesia). In Makalah dalam Pertemuan Ilmiah VII Bahasa dan
Sastra Indonesia se-Jateng dan DIY. Yogyakarta: Sarjana Wiyata Taman Siswa.
Sudaryanto. (1993). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian
Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta: Muhammadiyah University Press.

Anda mungkin juga menyukai