Anda di halaman 1dari 29

Permasalahan Pilihan Kata

dan
Kerancuannya
Mata kuliah : Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia
Dosen Pengampuh : Ira Eko Retnosari, S.S., M.Pd.

Disusun oleh:
Kelompok 3
1. Eky Dyah Puji Rahayu (125200015)
2. Ewaldus Nggarai (125200105)
3. Nunung Sumarsih (125200082)
4. Rima Dwi Ariwati (125200156)

UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SURABAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dewasa ini kecenderungan orang semakin mengesampingkan pentingnya 


penggunaan bahasa,  terutama  dalam tata cara  pemilihan kata atau diksi.Terkadang
orang tidak mengetahui pentingnya penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan yang
benar,sehingga ketika berbahasa, baik lisan maupun tulisan,sering  mengalami 
kesalahan  dalam  penggunaan  kata, frasa, paragraf,  dan wacana.Pemahaman yang
baik dalam penggunaan diksi atau pemilihan kata sangat penting, agar tercipta suatu
komunikasi yang efektif dan efisien, bahkan mungkin  vital, terutama  untuk 
menghindari   kesalapahaman  dalam berkomunikasi.
Bahasa yang digunakan juga memiliki karakter berbeda-beda sehingga
penggunaan bahasa tersebut berfungsi sebagai sarana komunikasi dan identitas suatu
masyarakat tersebut. Sebagai makhluk sosial tidak bisa terlepas dari berkomunikasi
dengan sesama dalam setiap aktivitas. Dalam kehidupan bermasyarakat sering kita
jumpai ketika seseorang berkomunikasi dengan pihak lain tetapi pihak lawan bicara
kesulitan menangkap informasi dikarenakan pemilihan kata yang kurang tepat
ataupun dikarenakan salah paham.
Pemilihan kata yang tepat merupakan sarana pendukung dan penentu
keberhasilan dalam berkomunikasi. Dalam makalah ini, penulis berusaha menjelaskan
mengenai permasalahan dalam pembentukan dan pemilihan kata.

B. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembentukan kata?
2. Bagaimana syarat ketepatan diksi yang benar?

C. Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Mendeskripsikan proses pembentukan kata.
2. Mengetahui syarat pemilihan kata atau diksi dengan benar
BAB II
PEMBAHASAN
Pembentukan Kata
Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam dan dari luar bahasa Indonesia. Dari dalam
bahasa Indonesia terbentuk kosakata baru dengan dasar kata yang sudah ada, sedangkan dari
luar terbentuk kata baru melalui unsur serapan.

Kesalahan Pembentukan dan Pemilihan Kata


Pada bagian berikut akan diperlihatkan kesalahan pembentukan kata, yang sering kita
temukan, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis misalnya:.
1. Penanggalan awalan meng-
2. Penanggalan awalan ber-
3. Peluluhan bunyi /c/
4. Penyengauan kata dasar
5. Bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/ yang tidak luluh
6. Awalan ke- yang keliru pemakaian akhiran –ir
7. Padanan yang tidak serasi
8. Pemakaian kata depan di, ke, dari, bagi, pada,, daripada dan terhadap
9. Penggunaan kesimpulan, keputusan, penalaran, dan pemukiman
10. Penggunaan kata yang hemat
11. Analogi
12. Bentuk jamak dalam bahasa indonesia.

Definisi
Definisi adalah suatu pernyataan yang menerangkan pengertian suatu hal atau konsep istilah
tertentu. Dalam membuat definisi hal yang perlu di perhatikan adalah tidak boleh mengulang
kata atau istilah yang kita definisikan. 
Contoh definisi : 
Majas personifikasi adalah kiasan yang menggambarkan binatang, tumbuhan, dan benda-
benda mati seakan hidup selayaknya manusia, seolah punya maksud, sifat, perasaan dan
kegiatan seperti manusia. Definisi terdiri dari :
1) Definisi nominalis
Definisi nominalis adalah menjelaskan sebuah kata dengan kata lain yang lebih umum
di mengerti. Umumnya di gunakan pada permulaan suatu pembicaraan atau diskusi. 
Definisi nominalis ada enam macam, yaitu definisi sinonim, definisi simbolik, definisi
etimologik, definisi semantik, definisi stipulatif, dan definisi denotatif. 
2) Definisi realis
Definisi realis adalah penjelasan tentang isi yang terkandung dalam sebuah istilah,
bukan hanya menjelaskan tentang istilah. Definisi realis ada tiga macam, yaitu :
- Definisi esensial, yaitu penjelasan dengan cara menguraikan perbedaan antara
penjelasan dengan cara menunjukkan bagian-bagian suatu benda (definisi analitik)
dengan penjelasan dengan cara menunjukkan isi dari suatu term yang terdiri atas
genus dan diferensia (definisi konotatif).
3) Definisi diskriptif
yaitu penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-sifat khusus yang menyertai hal
tersebut dengan penjelasan dengan cara menyatakan bagaimana sesuatu hal terjadi.
4) Definisi praktis
Definisi praktis adalah penjelasan tentang sesuatu hal yang di jelaskan dari segi
kegunaan atau tujuan. Definisi praktis dibedakan atas tiga macam yaitu:
- Definisi operasional, yaitu penjelasan dengan cara menegaskan langkah-langkah
pengujian serta menunjukkan bagaimana hasil yang dapat di amati. 
- Definisi fungsional, yaitu penjelasan sesuatu hal dengan cara menunjukkan
kegunaan dan tujuannya. 
- Definisi persuasif, yaitu penjelasan dengan cara merumuskan suatu pernyataan
yang dapat mempengaruhi orang lain, bersifat membujuk orang lain. 

Kata Serapan
Kata serapan adalah kata yang di adopsi dari bahasa asing yang sudah sesuai
dengan EYD. Kata serapan merupakan bagian perkembangan bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia telah banyak menyerap terutama dalam unsur kosa kata. Bahasa
asing yang masuk dan memberi pengaruh terhadap kosa kata bahasa Indonesia antara
lain dari bahasa Sansekerta, bahasa Belanda, bahasa Arab, bahasa Inggris dan ada
juga dari bahasa Tionghoa. Analogi dan Anomali kata serapan dalam bahasa
Indonesia. Penyerapan kata ke dalam bahasa Indonesia terdapat 2 unsur, yaitu: 
- Keteraturan bahasa (analogi) : dikatakan analogi apabila kata tersebut memiliki
bunyi yang sesuai antara ejaan dengan pelafalannya. 
- Penyimpangan atau ketidakteraturan bahasa (anomali) : dikatakan anomali apabila
kata tersebut tidak sesuai antara ejaan dan pelafalannya.

Analogi
Karena analogi adalah keteraturan bahasa, tentu saja lebih banyak berkaitan dengan
kaidah-kaidah bahasa, bisa dalam bentuk sistem fonologi, sistem ejaan atau struktur
bahasa. Ada beberapa contoh kata yang sudah sesuai dengan sistem fonologi, baik
melalui proses penyesuaian ataupun tidak. 

AFIKSASI
Afiksasi merupakan nama lain dari morfem terikat. Morfem terikat merupakan
kata yang tidak dapat berdiri sendiri. Sedangkan kata yang dapat berdiri sendiri
disebut sebagai morfem bebas. Morfem bebas merupakan kata dasar yang dapat
berdiri sendiri. Kata dasar dapat berupa kata benda, kata sifat, kata kerja, dan lain-lain.
Penggabungan morfem bebas dan morfem terikat akan membentuk kata jadian.
Afiksasi dibedakan menjadi beberapa kelompok:

1.) PREFIKS (Awalan)


2.) INFIKS (Sisipan)
3.) SUFIKS (Akhiran)
4.) KONFIKS (Penggabungan antara Prefiks dan Sufiks)
5.) SIMULFIKS (Imbuhan gabung)
A. PREFIKS
1. Awalan Ber-
Sifat:
- Semua imbuhan Ber- + (kata benda, kata sifat, kata kerja, kata bilangan, 
kata keterangan) akan membentuk kata kerja.
- Mengalami morfofonemis menjadi be- pada kata yang dimulai dengan konsonan “r”, 
cth: beracun, dan kata yang suku pertamanya mengandung bunyi [-er], cth: 
bekerja, beternak.
- Mengalami morfofonemis menjadi bel- pada kata dasar ajar menjadi belajar.
- Memiliki fungsi sebagai pembentuk kata kerja intransitif.
- Bila dipasangkan dengan kata benda umum akan membentuk makna “mempunyai
atau memakai”, cth: berdasi, bersepatu.
- Bila dipasangkan dengan kata benda yang menyatakan alat angkutan atau kendaraan
akan membentuk makna “naik”, cth: bersepeda, berkuda.
- Bila dipasangkan dengan kata benda yang menyatakan suatu kejadian akan
membentuk makna “mengeluarkan atau menghasilkan”, cth: berkarya, bertelur.
- Bila dipasangkan dengan kata benda yang menyatakan zat akan membentuk makna
“berisi
atau mengandung”, cth: berair.
- Bila dipasangkan dengan kata ganti akan membentuk makna “memiliki atau
mempunyai”,
cth: beradik, berkakak.
- Bila dipasangkan dengan kata sifat akan membentuk makna “merasakan atau
mengalami”,
cth: bergembira, berduka cita.
- Bila dipasangkan dengan kata bilangan utama akan membentuk makna “kelompok
atau himpunan yang terdiri dari yang disebut pada kata dasarnya”, cth: berdua,
berlima.

2. Awalan Me-
Sifat:
- Bila dipasangkan dengan bentuk dasar berfonem awal vokal, k, g, h akan mengalami
morfofonemis menjadi meng-, cth: menghilang.
- Bila dipasangkan dengan bentuk dasar berfonem awal l, m, n, r, ng, ny, w, dan y
akan
mengalami morfologis, cth: melawan.
- Bila dipasangkan dengan bentuk dasar berfonem awal d, t, c, dan j akan mengalami
morfofonemis menjadi men-, cth: mendobrak
- Bila dipasangkan dengan bentuk dasar berfonem awal p, b, dan f akan mengalami
morfofonemis menjadi mem-, cth: membanting.
- Bila dipasangkan dengan bentuk dasar berfonem awal s, sy akan mengalami
morfofonemis
menjadi meny-, cth: menyapu.
- Bila dipasangkan dengan bentuk dasar bersuku satu akan mengalami morfofonemis
menjadi
menge-, cth: mengebom.
- Jadi, prefiks me- mempunyai beberapa variasi bentuk, yaitu men-, mem-, meny-,
meng-,menge-, dan yang tidak mengalami morfofonemis me-.
- Prefiks me- jika dipasangkan dengan kata dasar berbentuk apapun akan membentuk
kata kerja.
3. Awalan Pe-
Sifat:
- Membentuk kata benda.
- Bila dipasangkan dengan bentuk dasar berfonem l, m, n, r, ng, ny, dan w akan
mengalami morfologis, cth: pemain.
- Bila dipasangkan dengan bentuk dasar berfonem d, t, c, dan j akan mengalami
morfofonemis menjadi pen-, cth: pendatang.
- Bila dipasangkan dengan bentuk dasar berfonem p, b, dan f akan mengalami
morfofonemis menjadi pem-, cth: pembela.
- Bila dipasangkan dengan bentuk dasar berfonem s akan mengalami morfofonemis
menjadi peny-, cth: penyapu.
- Bila dipasangkan dengan bentuk dasar bersuku satu akan mengalami morfofonemis
menjadi penge-, cth: pengebom.
- Bila dipasangkan dengan bentuk dasar berfonem awal vokal, k, g, h akan mengalami
morfofonemis menjadi peng-, cth: pengasuh.
- Bila kata dasar yang melekat merupakan kata sifat, maka maknanya: alat untuk …
(pembersih), yang memiliki sifat … (pemarah), Yang menyebabkan … (pembersih),
yang bersifat … (pemuda)
- Bila kata dasar yang melekat merupakan kata benda, maka maknanya: pekerjaan
seseorang (petani), alat untuk … (penggaris, penghapus), yang membuat jadi…
(perusak).
- Bila kata dasar yang melekat merupakan kata kerha, maka akan memiliki makna
yang melakukan… (pemain, pekerja).
4. Awalan Per-
Sifat:
- Memiliki 3 macam bentuk, Per-, Pe-, dan Pel-.
- Membentuk kata kerja perintah, cth: Percepat!
- Bila dipasangkan dengan kata sifat akan membentuk makna “Menjadikan lebih …”,
cth:
pertegas, perkeras.
- Bila dipasangkan dengan kata benda akan membentuk makna “ Jadikan atau anggap
sebagai”, cth: perbudak.
- Bila dipasangkan dengan kata bilangan akan membentuk makna “Menjadi atau
Bagi”, cth: perlima (Bagi lima).

5. Awalan Di-
Sifat:
- Fungsi awalan di- adalah membentuk kata kerja pasif.
- Awalan di- jika dipasangkan dengan kata kerja, akan berarti melakukan pekerjaan
pasif.
- Awalan di- jika dipasangkan dengan kata benda akan membentuk makna: dikerjakan
dengan, dibubuhi/diberi, dibuat menjadi.
- Di- sebagai awalan dilafalkan dan dituliskan serangkai dengan kata yang
diimbuhinya.
6. Awalan Ter-
Sifat:
- Bila dipasangkan dengan kata kerja akan membentuk makna “ tiba-tiba, tak
disengaja, dapat di-, sudah di-, yang di-.”
- Bila dipasangkan dengan kata sifat akan membentuk makna “ paling…”, cth:
terpandai.
- Bila dipasangkan dengan kata benda akan membentuk makna “dikenai atau
sampai /kena”.
- Fungsi awalan Ter- antara lain, membentuk kata kerja pasif (terhukum), Membentuk
kata kerja aktif (tersenyum), Membentuk kata keadaan (terbaru), Membentuk kata
benda (tersangka).
7. Awalan Ke-
Sifat:
- Awalan Ke- tidak mempunyai variasi bentuk atau morfofonemis
- Fungsi awalan ke- antara lain: membentuk kata bilangan yang menyatakan tingkat
dan kumpulan, membentuk kata kerja pasif dengan arti tidak disengaja, membentuk
kata benda dengan arti “orang atau sesuatu yang di…”
- Bila dipasangkan dengan kata bilangan utama yang letaknya sesudah kata benda
akan membentuk makna: tingkat (cth: Ia duduk di kursi kedua), himpunan atau
kumpulan (cth: kedua orang itu teman saya).
- Bila dipasangkan dengan kata kerja tertentu akan bermakna “kena atau tidak
sengaja”, cth: ketipu, ketabrak.
- Bila dipasangkan dengan kata tua, kasih, dan kehendak akan menghasilkan makna
“orang
atau sesuatu yang di…”.

8. Awalan Se-
Sifat:
- Fungsi awalan se- adalah: membentuk kesatuan (serumah), membentuk
perbandingan (secantik), membentuk kata penghubung (sebelum, sesudah).
- Bila dipasangkan dengan kata dasar merupakan kata benda, maka maknanya: satu…
(sebuah, sepotong), seluruh… (sekampung), seperti…(semacam).
- Bila dipasangkan dengan kata dasar merupakan kata kerja, maka maknanya: sama…
(secantik), sampai… (sekenyang), sebatas… (sekuat).
- Bila dipasangkan dengan kata dasar merupakan kata kerja, maka maknanya adalah
segera setelah…, cth: sepulang, sesampai.
- Bila dipasangkan dengan kata dasar berawalan huruf apapun akan mengalami
morfologis tetap menjadi se-.
B. SUFIKS
1. Akhiran –kan
Sifat:
- Memiliki fungsi: membentuk kata imperative (berikan, terangkan), membentuk kata
kerja transitif (bungkukkan, acungkan).
- Bila dipasangkan dengan kata kerja akan membentuk makna “melakukan
perbuatan…”, cth: ambilkan.
- Bila dipasangkan dengan kata sifat akan membentuk makna “membuat jadi…”, cth:
damaikan.
- Bila dipasangkan dengan kata benda akan membentuk makna “memasukkan ke…”,
cth: gudangkan.
- Sufiks –kan searti dengan kata “pada, dengan, atas”, cth: berasaskan kesetiakawanan
=
berasas pada kesetiakawanan.
2. Akhiran –an
Sifat:
- Akhiran –an memiliki fungsi membentuk kata benda, cth: makanan.
- Bila dipasangkan dengan kata kerja akan membentuk makna: tempat (kubangan),
hasil pekerjaan (karangan), yang di- (minuman), alat untuk me- (timbangan), cara me-
(tendangan), dalam keadaan… (tiduran).
- Bila dipasangkan dengan kata bilangan dan kata sifat akan membentuk makna: yang
bersifat (asinan), banyak bilangan (ribuan).
- Bila dipasangkan dengan kata benda akan membentuk makna: banyak/ kumpulan
(rambutan), tiap-tiap (bulanan, tahunan), serupa/seperti (orang-
orangan),mengucapkan/memainkan (musikan, gitaran).

3. Akhiran –i
Sifat:
- Fungsi akhiran –i adalah membentuk kata kerja imperative (duduki, terangi) dan
membentuk kata kerja transitif yang berarti membuat jadi (tulisi).
- Bila dipasangkan dengan kata dasar merupakan kata kerja, maka maknanya adalah
memberi/membubuhi (garami, gulai), menghilangkan (kuliti), menjadi…(ketuai).
- Bila dipasangkan dengan kata dasar merupakan kata sifat, maka maknanya:
membuat jadi (yakini, awali).

C. INFIKS
Infiks –el-, -em-, -er-
Sifat:
Infiks memiliki makna :
- Menyatakan identitas- bila dilekatkan pada beberapa kata kerja, cth: gegar-gelegar,
gulung-gemulung.
- Menyatakan banyak- bila dilekatkan pada beberapa kata kerja atau beberapa kata
benda, cth: getar-geletar, laki-lelaki, jari-jemari.
- Berulang-ulang-bila dilekatkan pada beberapa kata kerja, cth: getar-gemetar.
- Menyatakan benda-bila dilekatkan pada beberapa kata benda, cth: gaji-gergaji,
suling-seruling.

D. KONFIKS
1. Ber-kan
Sifat:
- Fungsi imbuhan gabung ber-kan adalah membentuk kata kerja intransitive yang
dilengkapi dengan sebuah pelengkap.
- Bila dipasangkan dengan kata benda tertentu akan membentuk makna “menjadikan
yang disebut pelengkapnya sebagai yang disebut kata dasarnya”, cth: bersenjatakan,
berdasarkan.
- Imbuhan gabung ber-kan tidak memiliki variasi bentuk. Semua konsonan dan vokal
yang mendapat imbuhan gabung ber-kan akan mengalami morfologi.
2. Ber-an
Sifat:
- Fungsi imbuhan gabung ber-an adalah membentuk kata kerja intrnasitif.
- Bila dipasangkan dengan kata kerja yang menyatakan gerak akan membentuk makna
“banyak serta tidak teratur” (berlarian, beterbangan).
- Bila dipasangakan dengan kata kerja tertentu atau pada kata benda yang menyatakan
letak atau jarak, maka akan membentuk makna “saling atau berbalasan” (berpotongan,
bersebelahan).
- Imbuhan gabung ber-an tidak memiliki variasi bentuk. Semua konsonan dan vokal
mendapat imbuhan gabung ber-an akan mengalami morfologi.
3. Per-kan
Sifat:
- Imbuhan gabung per-kan bila dipasangkan dengan beberapa kata kerja tertentu akan
membentuk makna “jadikan bahan…” (pertunjukan).
- Imbuhan gabung per-kan bila dipasangkan dengan beberapa kata sifat tertentu akan
membentuk makna “jadikan supaya…” (perkenalkan).
- Imbuhan gabung per-kan tidak memiliki variasi bentuk. Semua konsonan dan vokal
yang mendapat imbuhan gabung per-kan akan mengalami morfologi.

4. Per-an
Sifat:
- Memiliki 3 bentuk : Per-an, Pe-an, Pel-an.
- Berfungsi membentuk kata benda.
- Bila dipasangkan dengan kata kerja tertentu akan mebentuk makna “melakukan hal”
(pergerakan).
- Bila dipasangkan dengan kata benda, maka akan membentuk makna “masalah
tentang…” (perekonomian, perhotelan).
- Biila dipasangkan dengan kata kerja tertentu akan membentuk makna “tempat ….”
(peristirahatan, persembunyian).
- Bila dipasangkan dengan kata benda yang menyatakan tempat akan membentuk
makna “daerah, wilayah, atau kawasan…” (pegunugnan, pedalaman).
5. Per-i
Sifat:
- Berfungsi membentuk kata kerja.
- Bila dipasangkan dengan beberapa kata sifat tertentu akan membentuk makna
“lakukan supaya jadi…” (pebaiki)
- Bila dipasangkan dengan kata kerja tertentu akan membentuk makna “lakukan yang
disebutkan pada kata dasarnya” (Persetujui).
- Imbuhan gabung Per-I tidak memiliki variasi bentuk. Semua konsonan dan vokal
mendapat imbuhan gabung per-I akan mengalami morfolagi.

6. Pe-an
Sifat:
- Mempunyai 6 bentuk : Pe-an, Pem-an, Pen-an, Peny-an, Peng-an, Penge-an.
- Berfungsi untuk membentuk kata benda.
- Bila dipasangkan dengan kata kerja, kata benda, kata sifat, maka akan membentuk
makna “hal atau peristiwa” (Pembinaan, Penghijauan, pemasaran”).
- Bila dipasangkan dengan beberapa kata kerja, sifat, benda, akan mebentuk makna
“proses” (Pembayaran, penulisan).
- Bila dipasangkan dengan beberapa kata kerja, sifat, benda, akan mebentuk makna
“tempat…” (pemakaman, pelelangan).
- Bila dipasangkan dengan kata kerja, kata jadian pada kata gabung maka akan
mendapatkan makna “alat”, (penggorengan, penglihatan).
7. Di-kan
Sifat:
- Berfungsi membentuk kata kerja pasif sebagai kebalikan dari kata kerja aktif
berimbuhan me-kan.
- Digunakan sebagai imbuhan kata kerja yang pelakunya terletak di belakang kata
kerjanya.
- Tidak memiliki variasi bentuk. Semua konsonan dan vokal mendapat imbuhan
gabung di-kan akan mengalami morfologi.
8. Di-i
Sifat:
- Berfungsi untuk membentuk kata kerja pasif sebagai kebalikan dari kata kerja aktif
yang berimbuhan me-i.
- Digunakan sebagai imbuhan kata kerja dalam kalimat yang pelakunya terletak
sesudah kata kerjanya.
- Tidak memiliki variasi bentuk. Semua konsonan dan vokal yang mendapat imbuhan
gabung di-I akan mengalami morfologi.
9. Me-kan
Sifat:
- Berfungsi membentuk kata kerja aktif transitif.
- Bila dipasangkan dengan kata dasar merupakan kata sifat atau kata kerja yang
menyatakan keadaan, maka maknanya “menyebabkan jadi” (membingungkan).
- Bila dipasangakan dengan kata dasar merupakan kata kerja keadaan yang mebentuk
kata jadian, maka maknanya “menyebabkan jadi…” (menyeragamkan).
- Bila dipasangkan dengan kata dasar merupakan kata sifat yang berbentuk gabungan
kata, maka maknanya adalah “membuat jadi” (menghancurleburkan).
- Me-kan + kata kerja transitif akan menghasilkan makna “melakukan sesuatu untuk
orang lain” (membukakan, membelikan).
10. Me-i
Sifat:
- fungsi imbuhan gabung me-I adalah membentuk kata kerja aktif transitif.
- Me-I + kata sifat manghasilkan makna “membuat jadi” (menerangi).
- Me-I + kata benda menghasilkan makna “meberi atau membubuhi” (menggarami,
menggulai)
- Me-I + kata kerja menghasilkan makna “melakukan sesuatu” (menanami)
- Me-I + kata kerja yang menyatakan tindakan menghasilkan makna “melakukan
berulang-ulang” (menembaki, memukuli).
- Me-I + kata kerja yang menyatakan emosi/ sikap batin menghasilkan makna
“merasakan sesuatu pada” (menyukai, menyenangi).
11. Ter-kan
Sifat:
- Fungsi imbuhan gabung Ter-kan adalah membentuk kata kerja.
- Bila dipasangkan dengan kata kerja akan membentuk makna “dapat dilakukan”
(terselesaikan).
- Bila dipasangkan dengan kata kerja tertentu akan membentuk makna “tidak sengaja
dilakukan” (tertanamkan).
- Tidak memiliki variasi bentuk. Semua konsonan dan vokal yang mendapat imbuhan
gabung
Ter-kan akan mengalami morfologi
12. Ter-i
Sifat:
- Fungsi imbuhan gabung Ter-I adalah membentuk kata kerja.
- Bila dipasangkan dengan kata kerja atau sifat tertentu akan membentuk makna
“dapat dilakukan”, (terseberangi).
- Bila dipasangkan dengan kata kerja dan kata benda tertentu akan membentuk makna
“tidak
sengaja terjadi” (terlempari).
- Tidak memiliki variasi bentuk. Semua konsonan dan vokal yang mendapat imbuhan
gabung Ter-i akan mengalami morfologi.

13. Ke-an
Sifat:
- Fungsi imbuhan gabung Ke-an adalah membentuk kata benda.
- Bila dipasangkan dengan kata kerja, sifat, atau kata berimbuhan dan kata gabung
akan membentuk makna “hal atau peristiwa” (kedatangan, kenaikan, keterlambatan)
- Bila dipasangkan dengan kata benda yang menyatakan jabatan akan membentuk
makna “tempat atau wilayah” (kedutaan, kelurahan).
- Bila dipasangkan dengan kata sifat, maka akan membentuk makna “sedikit bersifat
atau keadaan” (kehijauan, kepucatan).
- Bila dipasangkan dengan kata sifat atau kerja yang menyatakan keadaan akan
membentuk makna “mengalami atau tidak sengaja” (kebanjiran, kedinginan).
- Bila dipasangakan dengan beberapa kata sifat maka membentuk makna “terlalu”
(kebesaran, keasinan). Untuk menyatakan makna “terlalu” disarankan tidak
menggunakan imbuhan gabung Ke-an melainkan dengan menggunakan kata
keterangan terlalu, sehingga, dll.
- Bila dipasangkan dengan kata benda tertentu, akan membentuk makna “hal atau
masalah” (kehutanan, kepariwisataan).
- Tidak memiliki variasi bentuk. Semua konsonan dan vokal yang mendapat imbuhan
gabung Ke-an akan mengalami morfologi.

E. SIMULFIKS
1. Memper-kan
Sifat:
- Fungsi imbuhan gabung Memper-kan adalah membentuk kata kerja transitif.
- Bila dipasangkan dengan kata kerja tertentu akan membentuk makna “menjadikan
sebagai bahan” (memperdebatkan).
- Bila dipasangkan dengan kata sifat dan kata kerja yang menyatakan keadaan akan
membentuk makna “menjadikan supaya” (mempersiapkan).
- Tidak memiliki variasi bentuk. Semua konsonan dan vokal yang mendapat imbuhan
gabung Memper-kan akan mengalami morfologi.
2. Memper-i
Sifat:
- Fungsi imbuhan gabung Memper-I membentuk kata kerja transitif.
- Bila dipasangkan dengan kata sifat akan membentuk makna “membuat supaya
obyeknya menjadi atau menjadi lebih” (memperbaiki).
- Bila dipasangkan dengan kata kerja tertentu akan membentuk makna “melakukan
yang disebut pada kata dasarnya” (memperturuti).
- Tidak memiliki variasi bentuk. Semua konsonan dan vokal yang mendapat imbuhan
gabung Memper-i akan mengalami morfologi.

3. Diper-kan
Sifat:
- Berfungsi untuk membentuk kata kerja pasif sebagai kebalikan dari kata kerja aktif
berimbuhan gabung Memper-kan.
- Digunakan sebagai imbuhan kata kerja dalam kalimat yang pelakunya terletak
sesudah kata kerjanya dengan makna “dibuat jadi…”.
- Tidak memiliki variasi bentuk. Semua konsonan dan vokal yang mendapat imbuhan
gabung Diper-kan akan mengalami morfologi.

4. Diper-i
Sifat:
- Berfungsi untuk membentuk kata kerja pasif sebagai kebalikan dari kata kerja aktif
berimbuhan gabung Memper-i.
- Digunakan sebagai imbuhan kata kerja dalam kalimat yang pelakunya terletak
sesudah kata kerjanya.
- Tidak memiliki variasi bentuk. Semua konsonan dan vokal yang mendapat imbuhan
gabung Diper-i akan mengalami morfologi.

DIKSI ATAU PILIHAN KATA

Pengertian Diksi atau Pilihan Kata


Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu
untuk dipakai dalam kalimat, alenia, atau wacana. Pemilihan kata dapat dilakukan bila
tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau bermiripan. Pemilihan kata bukanlah
sekedar memilih kata yang tepat, melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam arti
sesuai dengan konteks di mana kata itu berada, dan maknanya tidak bertentangan dengan
yang nilai rasa masyarakat pemakainya.
Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan kata dipengaruhi
oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami,
menguasai, dan menggunakan sejumlah kosa kata secara aktif yang dapat mengungkapkan
gagasan secara tepat sehingga mampu mengomunikasikannya secara efektif kepada pembaca
atau pendengarnya.
Dalam karangan ilmiah, diksi dipakai untuk menyatakan sebuah konsep, pembuktian,
hasil pemikiran, atau solusi dari suatu masalah. Adapun fungsi diksi antara lain :
a)    Melambangkan gagasan yang diekspresikan secaraverbal.                                                    
b)    Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat.
c)    Menciptakan komunikasi yang baik dan benar.
d)    Mencegah perbedaan penafsiran.
e)    Mencagah salah pemahaman.
f)     Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.

    Syarat-Syarat Ketepatan Diksi

Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama
pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis
atau pembicara, maka setiap penulis atau pembicara harus berusaha secermat mungkin
memilih kata-katanya untuk mencapai maksud tersebut. Ketepatan tidak akan menimbulkan
salah paham.
Selain pilihan kata yang tepat, efektivitas komunikasi menuntut persyaratan yang harus
dipenuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang sesuai dengan tuntutan
komunikasi.
Adapun syarat-syarat ketepatan pilihan kata adalah :
1) Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi.
Denotasi ialah kata yang bermakna lugas atau tidak bermakna ganda. Sedangkan konotasi
ialah kata yang dapat menimbulkan bermacam-macam makna.
Contoh :
  Bunga eldeweis hanya tumbuh ditempat yang tinggi.  (Denotasi)
  Sinta adalah bunga desa di kampungnya.     (Konotasi)

2) Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim.


 Siapa pengubah peraturan yang memberatkan pengusaha?
 Pembebasan bea masuk untuk jenis barang tertentu adalah peubah peraturan yang selama
ini memberatkan pengusaha.

3) Membedakan kata-kata yang mirip ejaannya.


 Intensif – insensif                     
Karton – kartun                         
 Korporasi – koperasi                 
4) Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri, jika
pemahaman belum dapat dipastikan.
Contoh :
 Modern : canggih    (secara subjektif)
 Modern : terbaru atau muktahir (menurut kamus)
 Canggih : banyak cakap, suka menggangu, banyak mengetahui, bergaya intelektual
(menurut kamus)

5) Waspada terhadap penggunaan imbuhan asing.


Contoh :
 Dilegalisir seharusnya dilegalisasi.
 Koordinir seharusnya koordinasi.

6) Membedakan pemakaian kata penghubung yang berpasangan secara tepat.


Contoh :
Pasangan yang salah Pasangan yang benar
antara ..... dengan .... antara .... dan .....
tidak ..... melainkan ..... tidak ..... tetapi .....
baik ..... ataupun ..... baik ..... maupun .....
bukan ..... tetapi ..... bukan ...... melainkan .....

7) Membedakan kata umum dan kata khusus secara cermat.


Kata umum adalah sebuah kata yang mengacu kepada suatu hal atau kelompok yang
luas bidang lingkupnya. Sedangkan kata khusus adalah kata yang mengacu kepada
pengarahan-pengarahan yang khusus dan kongkret.
Contoh :
 Kata umum : melihat
 Kata khusus: melotot, membelak, melirik, mengintai, mengamati, mengawasi, menonton,
memandang, menatap. 

8) Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.
Contoh :
 Isu (berasal dari bahasa Inggris “issue”) berarti publikasi, perkara.
 Isu (dalam bahasa Indonesia) berarti kabar yang tidak jelas asal-usulnya, kabar angin, desas-
desus.

9) Menggunakan dengan cermat kata bersinonim, berhomofoni, dan berhomografi.


Sinonim adalah kata-kata yang memiliki arti sama.
Homofoni adalah kata yang mempunyai pengertian sama bunyi, berbeda tulisan, dan berbeda
makna.
Homografi adalah kata yang memiliki kesamaan tulisan, berbeda bunyi, dan berbeda makna.

Contoh :
 Sinonim : Hamil (manusia) – Bunting (hewan)
 Homofoni : Bank  (tempat menyimpan uang) – Bang (panggilan kakak laki-laki)
 Homografi : Apel (buah) – Apel (upacara)

10) Menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat.


Kata abstrak mempunyai referensi berupa konsep, sedangkan kata konkret
mempunyai referensi objek yang diamati.
Contoh :
 Kata abstrak
Kebaikkan seseorang kepada orang lain merupakan sifat terpuji.
Kata konkret
APBN RI mengalami kenaikkan lima belas persen.

Sebelum menentukan pilihan kata, penulis harus memperhatikan dua hal pokok,
yakni: masalah makna dan relasi makna :
•     Makna sebuah kata / sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri.
Adapun makna menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok yaitu :
1.      Makna Leksikal 
Makna yang sesuai dengan referennya, sesuai dengan hasil observasi alat indera /
makna yg sungguh-sungguh nyata dlm kehidupan kita.
Contoh: Kata tikus, makna leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya
penyakit (Tikus itu mati diterkam kucing).
Makna Gramatikal : untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal,
untuk menyatakan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan proses reduplikasi seperti
kata: buku yg bermakna “sebuah buku,” menjadi buku-buku yang bermakna “banyak buku”.

2.      Makna Referensial dan Nonreferensial 


Makna referensial & nonreferensial perbedaannya adalah berdasarkan ada tidaknya
referen dari kata-kata itu. Maka kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa
yang diacu oleh kata itu. Kata bermakna referensial, kalau mempunyai referen, sedangkan
kata bermakna nonreferensial kalau tidak memiliki referen.
Contoh: Kata meja dan kursi (bermakna referen). Kata karena dan tetapi (bermakna
nonreferensial).

3.  Makna Denotatif dan Konotatif


Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki
sebuah leksem. Contoh: Kata kurus, bermakna denotatif keadaan tubuhnya yang lebih kecil
& ukuran badannya normal.  
Makna konotatif adalah: makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi
yang berhubungan dengan nilai rasa orang / kelompok orang yang menggunakan kata
tersebut. Contoh: Kata kurus pada contoh di atas bermakna konotatif netral, artinya tidak
memiliki nilai rasa yang mengenakkan, tetapi kata ramping bersinonim dengan kata kurus itu
memiliki konotatif positif, nilai yang mengenakkan. Orang akan senang bila dikatakan
ramping.

4.   Makna Konseptual dan Makna Asosiatif


Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari
konteks atau asosiasi apapun. Contoh: Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis
binatang berkaki empat yg bisa dikendarai”. 
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem / kata berkenaan dengan
adanya hubungan kata itu dengan suatu yang berada diluar bahasa . Contoh: Kata melati
berasosiasi dg suatu yg suci / kesucian. Kata merah berasosiasi berani / paham komunis.

5.   Makna Kata dan Makna Istilah


Makna kata, walaupun secara sinkronis tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor
dalam kehidupan dapat menjadi bersifat umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau
sudah digunakan dalam suatu kalimat. Contoh: Kata tahanan, bermakna orang yang
ditahan,tapi bisa juga hasil perbuatan menahan. Kata air, bermakna air yang berada di sumur,
di gelas, di bak mandi atau air hujan.  
Makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Ketetapan dan kepastian makna
istilah itu karena istilah itu hanya digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan
tertentu.Contoh: Kata tahanan di atas masih bersifat umum, istilah di bidang hukum, kata
tahanan itu sudah pasti orang yang ditahan sehubungan suatu perkara.

6.   Makna Idiomatikal dan Peribahasa


Yang dimaksud dengan idiom adalah satuan-satuan bahasa (ada berupa baik kata,
frase, maupun kalimat) maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal, baik unsur-
unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Contoh: Kata ketakutan,
kesedihan, keberanian, dan kebimbangan memiliki makna hal yg disebut makna dasar, Kata
rumah kayu bermakna, rumah yang terbuat dari kayu.  
Makna pribahasa bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan, maka lazim
juga disebut dengan nama perumpamaan. Contoh: Bagai, bak, laksana dan umpama lazim
digunakan dalam peribahasa

7.   Makna Kias dan Lugas


Makna kias adalah kata, frase dan kalimat yang tidak merujuk pada arti
sebenarnya.Contoh: Putri malam bermakna bulan , Raja siang bermakna matahari.
Agar dapat menghasilkan cerita yang menarik melalui pilihan kata maka diksi yang baik
harus memenuhi syarat, seperti :
• Ketepatan dalam pemilihan kata dalam menyampaikan suatu gagasan.
• Seorang pengarang harus mempunyai kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-
nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk
menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa bagi pembacanya.
• Menguasai berbagai macam kosakata dan mampu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi
sebuah kalimat yang jelas, efektif dan mudah dimengerti.

Contoh Paragraf :
 1). Hari ini Aku pergi ke pantai bersama dengan kawanku. Udara disana sangat sejuk. Kami
bermain bola air sampai tak terasa hari sudah sore. Kamipun pulang tak lama kemudian.
 2). Liburan tahun ini Aku dan kawanku berencana untuk pergi ke pantai. Kami sangat
senang ketika hari itu tiba. Begitu sampai disana kami sudah disambut oleh semilir angin
yang tak henti-hentinya bertiup. Ombak yang berkejar-kejaran juga seolah tak mau kalah
untuk menyambut kedatangan kami. 

1.  Makna Denotatif dan Konotatif


Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini
adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang
terkandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna denotatif disebut makna
konseptual. Kata makan misalnya, bermakna memasukkan sesuatu kedalam mulut, dikunyah,
dan ditelan. Makna kata makan seperti ini adalah makna denotatif.
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap
sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual.
Kata makan dalam makna konotatif dapat berarti untung atau pukul.

2. Makna Umum dan Khusus


 Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan ruang-lingkupnya.
         Makin luas ruang-lingkup suatu kata, maka makin umum sifatnya. Makin umum suatu kata,
maka semakin terbuka kemungkinan terjadinya salah paham dalam pemaknaannya.
         Makin sempit ruang-lingkupnya, makin khusus sifatnya sehingga makin sedikit
kemungkinan terjadinya salah paham dalam pemaknaannya, dan makin mendekatkan penulis
pada pilihan kata secara tepat.
Misalnya:
Kata ikan memiliki acuan yang lebih luas daripada kata mujair  atau tawes. Ikan tidak hanya
mujair atau tidak seperti gurame, lele, sepat, tuna, baronang, nila, ikan koki dan ikan mas.
Dalam hal ini kata acuannya lebih luas disebut kata umum, seperti ikan, sedangkan kata yang
acuannya lebih khusus disebut kata khusus, seperti gurame, lele, tawes, dan ikan mas.

3. Kata Abstrak dan Kata Konkret


Kata yang acuannya semakin mudah diserap panca-indra disebut kata konkret, seperti
meja, rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Jika acuan sebuah kata tidak mudah
diserap panca-indra, kata itu disebut kata abstrak, seperti gagasan dan perdamaian. Kata
abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit.
Kata abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang sifat teknis dan khusus.
Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau dihambur-hamburkan dalam suatu
karangan. Karangan tersebut dapat menjadi samar dan tidak cermat.
4. Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama,
tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau
kemiripan. Kita ambil contoh cermat dan cerdik kedua kata itu bersinonim, tetapi kedua kata
tersebut tidak persis sama benar. Kesinoniman kata masih berhubungan dengan masalah
makna denotatif dan makna konotatif suatu kata.

5. Kata Ilmiah dan Kata Popular


Kata ilmiah merupakan kata-kata logis dari bahasa asing yang bisa diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia. Kata-kata ilmiah biasa digunakan oleh kaum terpelajar, terutama
dalam tulisan-tulisan ilmiah, pertemuan-pertemuan resmi, serta diskusi-diskusi khusus.

Yang membedakan antara kata ilmiah dengan kata populer adalah bila kata populer
digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan, kata-kata
ilmiah digunakan pada tulisan-tulisan yang berbau pendidikan. Yang juga terdapat pada
penulisan artikel, karya tulis ilmiah, laporan ilmiah, skripsi, tesis maupun desertasi.

Dalam berbahasa seringkali terjadi kesalahan dalam penggunaan kata dan kalimat yang
kurang efektif. Berikut beberapa contoh kesalahan pembentukan kata dan kesalahan
pemilihan kata.

1. Kesalahan Pembentukan Kata

1) Tipe Presiden Lantik Lima Duta Besar


Dalam bahasa jurnalistik seringkali terdapat penanggalan awalan meN-, hal ini
di sebabkan karena perusahaan berusaha untuk menghemat pengeluaran. Biasanya
biaya yang di keluarkan untuk penulisan artikel dalam surat kabar di hitung per kata.
Untuk menyiasatinya mereka lebih memilih untuk menghemat pengeluaran dengan
sedikit memotong kata dalam beritaya. Dalam bahasa dikenal sebagai istilah ekonomi
bahasa yang artinya menhhunakan kata – kata dengan sehemat – hematnya asalkan
tidak merusak kaidah bahasa dan makna. Jika judul berita yang panjang cukup dengan
penanggalan awalan meN- pada kepala beritanya saja.
Kesalahan umum
1) Presiden lantik lima duta besar
2) Menpen RI – Brunei tanda tangani kerja sama penyiaran.

Contoh kalimat – kalimat di atas merupakan kalimat aktif transitif yaitu kalimat aktif
yang memiliki objek. Seharusnya kalimat aktif transitif predikat wajib berawalan
meN- .

Yang dianjurkan
1) Presiden melantik lima duta besar
2) Menpen RI – Brunei menanda tangani kerja sama penyiaran

2) Tipe Sampai Jumpa Lagi Ibukota Tercinta

Kata – kata seperti jumpa pada sampai jumpa seharusnya mendapat awalan
ber-. Kata jumpa merupkan bentuk prakategorial sama seperti temu dan sua yang
tidak pernah berdiri sendiri. Jika tanpa awalan ber- dalam bahasa tulis dan lisan ragam
resmi bentuk pada kata tesebut tidak benar.
Kesalahan umum
1) Sampai jumpa lagi di Ibu Kota tercinta.
2) Ketika saya datang, mereka sudah kumpul di rumah.
Kata – kata seperti jumpa dan kumpul merupakan kata dasar yang dijadikan predikat
kalimat. Contoh kalimat di atas merupakan kalimat aktif intransitif yang seharusnya
memiliki kata kerja intransitif.
Yang dianjurakan
1) Sampai berjumpa lagi di Ibu Kota tercinta.
2) Ketika saya datang, mereka sudah berkumpul di rumah.

3) Tipe Merubah Total Wajah Kapitalisme


Dalam penulisannya seringkali terdapat kata merubah. Hal ini terjadi karena
pemahaman yang keliru tentang kata dasar dari merubah adalah rubah. Seharusnya
yang benar adalah ubah, jika mendapat awlan meN- bentuknya menjadi mengubah.
Kesalahan umum
1) Kita harus dapat merubah kebiasaan yang kurang terpuji menjadi kebiasaan
baik.
2) Lagu – lagu gerejani itu dinyanyikan dengan baik.
Unsur – unsur bentukan di atas termasuk tidak benar karena terdiri atas awalan
meN- + rubah dan gereja + ni. Yang benar seharusnya meN- + ubah dan gereja wi.
Yang dianjurkan
1) Kita harus dapat mengubah kebiasaan yang kurang terpuji menjadi kebiasaan
baik.
2) Lagu – lagu gerejawi itu dinyanyikan dengan baik.
4) Tipe Dengan Sangat Menyolok Israel Melanggar Piagam PBB
Fonem /c/ pada kata dasar banyak yang luluh apabila mendapat awalan meng- seperti
pada bentuk meng- colok menjadi menyolok. Seharusnya fonem /c/ tidak luluh, akan
tetapi dalam bahasa lisan yang tidak resmi banyak yang menggunakan bentuk
tersebut.
Kesalahan umum
1. Dia sedang menyuci mobilnya di garasi ketika di datangi pahlawan bertopeng.
2. Saya ingin menyicipi masakan suamiku.
Yang dianjurkan
1. Dia sedang mencuci mobilnya di garasi ketika di datangi pahlawan bertopeng.
2. Saya ingin mencicipi masakan suamiku.

5) Tipe Pemerintah Mentargetkan


Kata dasar yang berfonem awal /p/, /s/, /k/ dan /t/ sering dijumpai tidak luluh jika
mendapat awalan meng- dan peng- seperti kata bentuk mentargetkan. Menurut kaidah
bahasa Indonesia seharusnya fonem /t/ itu lebur dari meng- + target+ kan menjadi
menargetkan. Selain fonem /t/ melebur menjadi fonem /n/ terdapat juga fonem seperti
/p/ menjadi /m/, /s/ menjadi /ny/ dan /k/ menjadi /ng/.
Kesalahan umum
1. Bangsa Indonesia mampu mengkikis habis paham komunis ampi ke akar –
akarnya.
2. Kita semua harus ikut serta mensukseskan progam pemerintah agar berjalan
dengan baik.
Yang dianjurkan
1. Bangsa Indonesia mampu mengikis habis paham komunis ampi ke akar –
akarnya.
2. Kita semua harus ikut serta menyukseskan progam pemerintah agar berjalan
dengan baik.
Dalam kaidah bahasa Indonesia bunyi /p/, /s/, /k/ dan /t/ yang tidak luluh hanya pada
kata serapan asing seperti kata mengkoordinasi serta kata – kata yang diawali oleh
gugus konsonan antara lain mensponsori, pengklasifikasian, mentranskripsikan dan
penspesialisasian.
KESALAHAN PEMILIHAN KATA

Pemakai bahasa sudah sepatutnya dapat menggunakan kosakata yang dikuasainya


dengan tepat. Penggunaan kosakata yang tepat akan menghasilkan tulisan yang enak dibaca.
Sebaliknya, jika penggunaan kosakat tidak tepat, tulisan atau pembicaraan tidak mustahilakan
membingungkan pembaca atau pendengarnya. Akibat pemilihan kata yang kurang tepat,
kalimat menjadi samar-samar atau bahkan menggelikan. Ada juga pemilihan kata yang tidak
tepat yang masih dapat dipahami oleh orang lain, tetapi dari segi kaidah bahasa, kata yang
dipilihnya tidak termasuk kata yang baku. Misalnya, sangat banyak penggunaan kata
daripada bukan pada tempatnya. Sebaliknya, ungkapan yang mesti menggunakan daripada
malah diganti dengan kata yang lain. Kesalahan yang lain, misalnya, orang mengatakan
masing-masing kegiatan, yang seharusnya setiap kegiatan, dan sebagainya.

Marilah kita lihat beberapa contoh kesalahan pemilihan kata.

1. TIPE KEDUNGGOMBO BASIS DARIPADA ORGANISASI ITU

Seorang pejabat tinggi memberikan ceramah dalam suatu pertemuan Bulan Bahasa
pada Oktober 1988. Ceramah tersebut memperoleh sambutan hadirin yang luar biasa. Hal itu
tercermin dari gelak tawa dan tepuk tangan yang riuh rendah. Hampir setiap kalimat yang
diucapkan pejabat disambut gelak tawa dan tepuk tangan. Karena ceramahnya agak panjang,
gelak tawa dan tepuk tangan pun meledak bertubi-tubi, berkepanjangan.

Apakah sambutan riuh hadirin karena ceramah pejabat tersebut sangat berkenan di
hati mereka. Ternyata bukan itu alasannya. Hadirin menyambut pidato pejabat dengan sangat
antusias karena pejabat sering menggunakan kata daripada bukan pada tempatnya. Salah
seorang peserta pertemuan yang suka iseng bergumam sambil beranjak dari kursinya, “Sekian
belas kata daripada,”katanya. Yang lain berkomentar, “Pemakaian kata daripada sudah
keterlaluan.”

Marilah kita lihat contoh berikut.

Kesalahan Umum

a. Putusan daripada pemerintah tentang jenjang kepangkatan guru sangat membesarkan hati
kaum pendidik Indonesia.
b. Kita harus dapat memelihara dan mengamankan daripada hasil pembangunan.

Kata daripada di atas tidak diperlukan karena dalam konteks itu daripada hanya
menyatakan milik, bukan menyatakan perbandingan.

Yang Dianjurkan

a. Putusan pemerintah tentang jenjang kepangkatan guru sangat membesarkan hati kaum
pendidik Indonesia.

b. Kita harus dapat memelihara dan mengamankan hasil pembangunan.

Pemakaian daripada tidak dilarang asalkan saja pemakaiannya harus tepat. Dalam
bahasa kita, kata daripada digunakan untuk menyatakan perbandingan. Misalnya, Nilai
ekspor Indonesia pada tahun 1989 lebih besar daripada nilai ekspor tahun-tahun sebelumnya.
Kalau bukan menunjukkan makna perbandingan, penggunaan kata daripada tergolong
pemakaian yang keliru.

2. TIPE UNIVERSITAS CORNELL DI MANA DIA MEMPEROLEH MASTER OF


ARTS

Pebggunaan kata di mana yang bukan pada tempatnya masih terdapat di mana-mana
dan cukup memprihatinkan. Bahkan, di kalangan ahli bahasa pun ada yang masih khilaf,
yaitu masih ada yang memperagakan penggunaan kata ini yang buka pada tempatnya.
Bukankah kata di mana dipakai untuk bertanya tentang tempat? Selain kata di mana, masih
ada lagi kata yang serupa itu yang keliru pemakaiannya, yakni yang mana, hal mana, kala
mana, penjelasan mana, di atas mana, dan sambutan yang mana.

Marilah kita bandingkan bentuk-bentuk berikut ini.

Kesalahan Umum

a. Kesempatan untuk mempertinggi kemampuan dia tekuni di Universitas Cornell, Amerika


Serikat, di mana dia memperoleh gelar Master of Arts dalam bidang linguistik pada tahun
1965.

b. Masalah itu akan saya laporkan kepada saya punya atasan.

c. Pembunuhan tokoh yang terkemuka itu, hal mana patut disesalkan.


Yang Dianjurkan

a. Kesempatan untuk mempertinggi kemampuan ditekuninya di Universitas Cornell, Amerika


Serikat, tempat dia memperoleh gelar Master of Arts dalam bidang linguistik pada tahun
1965.

b. Masalah ini akan saya laporkan kepada atasan saya.

c. Pembunuhan tokoh yang terkemuka itu patut disesalkan.

Perlu disinggung di sini bahwa kata di mana dianggap tepat jika digunakan dalam
konteks bertanya, yakni untuk menanyakan tempat. Misalnya, Di mana dia sekarang?

3. TIPE BIKIN PUTUSAN

Dalam ragam tulis tidak dibenarkan kita menggunakan kata-kata atau struktur dialek
daerah seperti itu karena pembaca dari daerah lain tidak dapat memahami kalimat yang kita
tulis. Selain itu, penggunaan kata dialek dalam tulisan resmi akan mempengaruhi tingkat
keresmian bahasa yang digunakan. Dalam hubungan itu, yang banyak mempengaruhi
pemakaian bahasa Indonesia adalah dialek Jakarta, seperti bikin, bilang, lagi dan dikasih.
Perhatikan kalimat-kalimat berikut.

Kesalahan Umum

a. Dirut PAM bikin putusan tanpa perhitungan matang.

b. Saya pernah bilang hal itu kepadamu.

c. Ketika saya datang, dia lagi tidur.

Kata-kata yang dicetak miring termasuk kata dialek Jakarta atau kata dari bahasa
daerah yang digunakan dalam konteks bahasa Indonesia resmi. Penggunaan kata dialek atau
kata daerah dalam bahasa Indonesia baku harus dihindari. Kata-kata tersebut harus diganti
dengan kata bahasa Indonesia resmi. Kata bikin diganti dengan membuat; bilang diganti
dengan mengatakan; lagi diganti dengan sedang sehingga perbaikan kalimat itu menjadi
sebagai berikut.

Yang Dianjurkan

a. Dirut PAM membuat putusan tanpa perhitungan matang.


b. Saya pernah mengatakan hal itu kepadamu.

c. Ketika saya datang, dia sedang tidur.

Kata dialek lain yang sering digunakan dalam bahasa resmi adalah kagak yang harus
diganti dengan tidak; belon yang harus diganti dengan belum; betulin yang harus diganti
dengan memperbaiki; entar yang harus diganti dengan nanti atau sebentar lagi; cuman yang
harus diganti dengan hanya; kepengen yang harus diganti dengan ingin; ditabok yang harus
diganti dengan dipukul.

4. TIPE SESUAI ANJURAN

Dalam bahasa kita terdapat beberapa pasangan idiomatik, yakni pasangan yang harus
selalu hadir bersama-sama karena sudah tetap, padu dan senyawa. Andaikata salah satu
unsurnya ditinggalkan, ungkapan idiomatik itu menjadi pincang dan dikategorikan pemakaian
yang salah. Perhatikan contoh berikut.

Kesalahan Umum

a. Sesuai anjuran menteri Alhilal Hamdi, tenaga kerja Indonesia akan dikirim ke Iran dan
Irak.

b. Banyak jalan di Sumbar rusak karena tak sesuai konstruksi yang digariskan semula.

Kedua contoh di atas mengandung ungkapan idiomatik sesuai yang seharusnya


berpasangan dengan kata dengan menjadi sesuai dengan. Contoh-contoh itu seharusnya
dituliskan sebagai berikut.

Yang Dianjurkan

a. Sesuai dengan anjuran menteri Alhilal Hamdi, tenaga kerja Indonesia akan dikirim ke Iran
dan Irak.

b. Banyak jalan di Sumbar rusak karena tak sesuai dengan konstruksi yang digariskan
semula.

Ungkapan idiomatik yang lain yang berpasangan dengan kata dengan adalahsejalan
dengan, seirama dengan, bertalian dengan, bersamaan dengan dan berkenaan dengan.
5. TIPE TERDIRI SEPULUH ORANG

Seperti halnya sesuai dengan, ungkapan terdiri atas atau terdiri dari juga harus
lengkap. Sebagai ungkapan idiomatik, kedua unsurnya harus tampil serempak. Penanggalan
salah satu unsurnya merupakan pelanggaran, seperti contoh berikut.

Kesalahan Umum

a. Rombongan pemain PSSI PPD akan didampingi oleh 7 ofisial terdiri 3 pelatih, 2 manajer,
1 dokter, dan 1 masseur.

b. Para peserta pertemuan itu terdiri beberapa pakar dari berbagai disiplin ilmu.

Akan lain halnya jika kalimat itu ditiliskan sebagai berikut.

Yang Dianjurkan

a. Rombongan pemain PSSI PPD akan didampingi oleh 7 ofisial terdiri atas/dari 3 pelatih, 2
manajer, 1 dokter, dan 1 masseur.

b. Para peserta pertemuan itu terdiri atas beberapa pakar dari berbagai disiplin ilmu.
BAB III
PENUTUP
Simpulan

Kesalahan dalam berbahasa seperti ketidaktepatan dalam pembentukan dan pemilihan


kata dalam berbahasa dapat membuat kalimat menjadi tidak efektif. Dalam pembentukan kata
hendaknya berpedoman pada Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Kesalahan dalam
pembentukan kata ini dapat menimbulkan persepsi yang berbeda pada lawan bicara dan
pembaca. Selain pembentukan kata pemiluhan kata juga tidak kalah pentingnya. Pemilihan
kata yang rapi dan memberikan kesan saat dibaca membuat orang tertarik akan bahasa itu
entah itu dalam ragam lisan ataupun tulisan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, E. Zaenal dan Farid Hadi. 2009. 1001 Kesalahan Berbahasa: Bahan Penyuuhan
Bahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo.
https://www.academia.edu/7173762/Analisis_Kesalahan_Berbahasa Di unduh tanggal 24
Maret 2015, pukul 12.05 WIB.
http://dwiajisapto.blogspot.com/2011/02/diksi-pilihan-kata.html

http://www.bisnet.or.id/vle/mod/resource/view.php?id=1057

http://ryansikep.blogspot.com/2009/12/ciri-ciri-kalimat-efektif.html

Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : Gramedia. 2006.

http://dewirahmawati001.blogspot.com/2013/09/diksi-atau-pilihan-kata.html

Anda mungkin juga menyukai