BAB V
KATA DAN PENGGUNAANNYA
D Dalam tuturan atau tulisan resmi, terutama karya ilmiah, pilihan kata yang
tepat menentukan kualitas pembahasan dan tulisan tersebut. Kata-kata atau
istilah haruslah dipilih dan digunakan secara tepat agar secara tepat pula di
pahami oleh pembaca atau pendengar. Sehubungan dengan ini, penutur atau penulis
selalu harus menguasai cukup banyak kosakata yang dimiliki bahasa itu, di samping
mengetahui kaidah makna, kaidah kalimat, kaidah sosial, dan kaidah mengarang.
Dalam bab ini akan dikemukakan beberapa aspek penting yang berkaitan dengan
kelas kata dan pembagiannya, kaidah makna yang kiranya dapat menggiring pemakia
bahasa kepada pemilihan dan penggunaan kata secara tepat.
Setelah mempelajari topik ini diharapkan mahasiswa dapat memahami
pengkasifikasian kata, kriteria penggunaan kata yang baik, serta menjabarkan
penggunaannya dalam bentuk tuturan yang baik secara tertulis maupun lisan. Secara
khusus dapat dikatakan bahwa, setelah mempelajari topik ini mahasiswa diharapkan
dapat:
1. Menjelaskan kelas-kelas kata bahasa Indonesia
2. Menjelaskan jenis-jenis berdasrkan peranannya dalam kalimat
3. Memahami kaidah makna kata dan tata pilihan kata
4. Menerapkan kaida makna kata dalam bentuk pilihan kata yang benar secara lisan
maupun tulis
A. Pendahuluan
Kata merupakan satuan sintaksisi yang terkecil diantara satuan farasa, kalausa,
dan kalimat. Dalam tata bahasa Indonesia banyak yang mengemukakan pendapatnya
dengan pengertian yang berbeda, diantaranya, Kridalaksana (2000:98) mengatakan
bahwa kata adalah morfem atau kombinasi yang oleh bahasawan dianggap sebagai
satuan terkecil yang dapat diajukan sebagai bentuk yang bebas. Pendapat lain yaitu
Chaer (1994:162) mengemukakan bahwa kata adalah satuan bahasa yang memiliki
satu pengertian atau kata adalah deretan hurup yang diapit oleh dua buah spasi dan
mempunyai satu arti. Alwi (2003:513) kata adalah unsur bahasa yang di ucapkan atau
ditulis yang merupakan perwujudan kesatuan, perasaan, dan fikiran yang dapat
digunakan dalam berbahasa.
Penjelasan yang lebih rinci diberikan oleh Bloomfield yang menjelaskan bahwa
kata ialah bentuk bebas yang terkecil (minimum free form). Minimum free form,
menurut Bloomfield, ialah satu bentuk yang dapat diujarkan tersendiri dan bermakna,
tetapi bentuk itu tidak dapat dipisahkan atas bagian-bagian yang (satu di antaranya
Pengantar Bahasa Indonesia 58
atau mungkin juga semua unsurnya) tidak dapat diujarkan tersendiri sementara tetap
mengandung makna. Keseluruhan bentuk itu disebut kata.
Berdasrkan definisi tentang kata yang dikemukakan oleh para ahli bahasa di atas,
maka penulis dapat menyimpulkan bahwa kata adalah dapat berdiri sendiri dan
mempunyai kemungkinan mobilitas di dalam kalimat. Batasan tersebut menyirat dua
hal, pertama bahwa setiap kata mempunyai sasaran fonem yang urutanya tetap dan
tidak diselipi atau diselang dengan fonem lain, karena maknanya akan berubah.
Kedua setiap kata mempunyai kebebasan berpindah tempat di dalam kalimat atau
tempatnya dapat di isi oleh atau digunakan dengan kata lain, atau juga dapat
dipisahkan dengan kata lain.
Namun, secara umum verba dapat diidentifikasi dan dibedakan berdasarkan kelas
kata yang lain, terutama dari adjectiva karena cirri-ciri:
a. Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau inti predikat dalam kalimat
walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain.
b. Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan
yang bukan sifat atau kualitas.
c. Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks “ter-“
yang berarti “paling”.
d. Pada umumnya, verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang
menyatakan kesangatan. Tidak ada bentuk, seperti agak belajar, sangat pergi,
bekerja sekali, meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya, agak
mengecewakan, dan mengharapkan sekali.
5. Kata Sifat (Adjektiva)
Kata sifat (adjektifa) adalah kata yang memberi keterangan yang lebih khusus
tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat (Alwi, et. Al, 1998).
Adjektiva adalah kategori yang ditandai oleh kemungkinannya untuk:
a. Bergabung dengan partikel “tidak”.
b. Mendapingi nomina.
c. Didampingi partikel seperti lebih, sangat, agak.
d. Mempunyai cirri-ciri morfologis seperti -er- (honorer), -if (sensitive), -i
(alami).
e. Dibentuk menjadi nomina dengan konfiks ke-an (keadaan, keyakinan)
Kridalaksana, 1994.
Adjektiva yang memberi keterangan terhadap nomina itu berfungsi atributif.
Keterangan itu dapat mengungkapkan suatu kualitas atau keanggotaan dalam suatu
golongan.
6. Kata Keterangan (Adverbia)
Kata keterangan atau adverbia ialah kata yang memberi keterangan pada kata
kerja, kata sifat, kata benda predikatif atau kalimat. Kata keterangan (adverbia) juga
berarti kategori yang dapat mendampingi adjektiva, numeralia, atau proposisi dalam
konstruksi sintaksis (Kridalaksana, 1994).
Kata keterangan dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi: bentuk,
strktur, sitaksis, dan maknanya (Alwi, et. Al, 1998).
a. Bentuk kata keterangan: mono morfemis dan foli morfemis
b. Struktur sintaksis kata keterangan: dapat mendahului atau mengikuti kata
yang diterangkan
c. Makna kata keterangan dapat ditinjau dalam kaitannya dengan unsur lain pada
suatu struktur. Maka relasional kata keterangan dapat dilihat, baik dalam frasa
maupun dalam kalausa atau kaliamat
Pengantar Bahasa Indonesia 61
a. Konjungtor Koordinatif
Konjungtor koordinatif adalah konjungtor yang menghubungkan antara dua
unsur atau lebih dan kedua unsur itu memiliki status sintaksis yang sama. Yang
termasuk konjungtor koordinatif, yaitu (1) dan (menandai hubungan penambahan, (2)
atau (menandai hubungan pemilihan dan penambahan), dan (3) tetapi (menandai
hubungan perlawanan).
Pengantar Bahasa Indonesia 64
b. Konjungtor Subordinatif
Konjungtor subordinatif adalah konjungtor yang menghubungkan dua klausa
atau lebih dan klausa tersebut tidak memiliki status sintaksis yang sama. Konjungtor
subordinatif dapat dibagi menjadi: (1) konjungtor subordinatif waktu: waktu batas
permulaan: sejak, waktu batas bersamaan: (se) waktu, ketika, seraya, serta,
sambil, sementara, selagi, tatkala, dan selama, waktu batas berurutan:
sebelum, setelah, sesudah, seusai, sehabis, dan waktu batas akhir: sampai
dan hingga; (2) konjungtor subordinatif syarat: jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila,
dan manakala; (3) konjungtor subordinatif pengandaian: andaikan, seandainya,
umpamanya,dan sekiranya; (4) konjungtor subordinatif tujuan: agar, supaya, agar
supaya, dan biar; (5) konjungtor subordinatif konsensif: biarpun, meski(pun),
sekalipun, walau(pun), sungguhpun, kendati(pun), dan padahal; (6) konjungtor
subordinatif kemiripan: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai,
dan laksana; (7) konjungtor subordinatif penyebaban: sebab, karena, oleh karena,
dan oleh sebab; (8) konjungtor subordinatif pengakibatan: (se)hingga, sampai,
maka(nya); (9) konjungtor subordinatif penjelasan: bahwa; (10) konjungtor
subordinatif cara: dengan dan tanpa.
c. Konjungtor Korelatif
Konjungtor korelatif adalah konjungtor yang menghubungkan dua kata, frase,
atau klausa, dan kedua unsurnya memiliki status sintaksis yang sama. Yang termasuk
konjungtor korelatif, yaitu (1) baik...maupun..., (2) tidak hanya... tetapi juga..., (3)
bukan hanya... melainkan juga..., (4) demikian... sehingga..., (5) sedemikian rupa
sehingga..., (6) apa(kah)...atau..., (7) entah....entah..., dan (8) jangankan...pun....
d. Konjungtor Kalimat
Contoh:
a. biarpun demikian/begitu
sekalipun demikian/begitu
sungguhpun demikian/begitu
walapun demikian/begitu
meskipun demikian/begitu
b. kemudian
sesudah itu
setelah itu
selanjutnya
c. tambahan pula, lagi pula, selain itu
d. sebaliknya
e. sesungguhnya, bahwasanya
f. malah(an), bahkan
g. (akan) tetapi, namun
h. kecuali itu
i. dengan demikian
j. oleh karena itu, oleh sebab itu
k. sebelum itu
Pengantar Bahasa Indonesia 65
5. Partikel
Partikel adalah unsur-unsur terkecil dari suatu benda. Yang termasuk partikel
dalam bahasa Indonesia, yaitu –kah, -lah, pun, dan –tah.
a. Partikel -kah
1. Jika dipakai dalam kalimat deklaratif, -kah mengubah kalimat tersebut menjadi
kalimat introgatif.
Contoh: Diakah yang akan datang?
(Bandingkan: Dia yang akan datang.)
Hari inikah pekerjaan itu harus selesai?
(Bandingkan: Hari ini pekerjaan itu harus selesai)
2. Jika dalam kalimat tanya sudah ada kata tanya seperti apa, di mana, dan
bagaimana, maka –kah bersifat mansuka. Pemakian –kah menjadikan
kalilmatnya lebih formal dan sedikit lebih halus.
Contoh:
a) Apa ayahmu sudah dating?
b) Apakah ayahmu sudah dating?
a) Bagaimana penyelesaian soal ini?
b) Bagaimanakah penyelesaian soal ini?
a) Ke mana anak-anak itu pergi?
b) Ke manakah anak-anak itu pergi?
3. Jika dalam kalimat tidak ada kata tanya tetapi intonasinya adalah intonasi
interogatif, maka –kah akan memperjelas bahwa kalimat itu adalah kalimat
tanya. Kadang-kadang urutan katanya dibalik.
Contoh:
a) Dia akan datang nanti malam?
b) Akan datangkah dia nanti malam?
a) Harus aku yang mulai dahulu?
b) Haruskah aku yang mulai dahulu?
a) Dia tidak dapat mengurus soal sekecil itu?
b) Tidak dapatkah di mngurus soal sekecil itu?
b. Partikel –lah
1. Dalam kalimat imperatif, -lah dipakai untuk sedikit menghaluskan nada
perintahnya.
Contoh: Pergilah sekarang, sebelum hujan turun!
Bawalah mobil ini ke bengkel besok pagi!
Kalau Anda mau, ambillah satu atau dua buah!
Pengantar Bahasa Indonesia 67
Kata gadis, dara, dan perawan secara denotatif makna sama, yaitu wanita muda
yang belum kawin, tetapi secara konotatif maknannya berbeda. Gadis mengandung
makna umum; dara mengandung makna yang bersifat puitis dan perawan
mengandung makna asosiasi tertentu.
Demikian pula kata kelompok, rombongan, dan gerombolan secara denotatif
bermakna kumpulan benda atau orang, secara konotatif maknannya berbeda, yaitu
kelompok dan rombongan berada dalam makna positif, sedangkan gerombolan
dipahami dalam hubungan makna negatif.
Contoh: Kelompok anak muda itu sedang asyik bermain.
Ketua rombongan turis yang baru tiba dikalungi untaian bunga.
Gerombolan pengacau tersebut telah ditumpas.
Dalam pembahasan masalah yang bersifat ilmiah sebaiknya digunakan kata-
kata denotasi. Kata-kata atau istilah hendaknya bebas dari konotasi, sedangkan
karya sastra lebih banyak menggunakan kata yang konotatif sebagai upaya
merakit keindahan.
Dalam kaitan dengan makna kata terdapat beragam konotasi sosial, yaitu ada
yang bersifat positif, negatif, tinggi, rendah, sopan, porno, atau sakral. Misalnya kata
karyawan, asisten, wisma, hamil, dan berpulang. Dianggap bermakna positif, baik,
sopan, dan modern jika dibandingkankan dengan kata buruh, pembantu, pondok,
bunting, dan mati, yang dianggap negatif kurang baik kasar kuno. Agar dapat
menyatakan gagasan dengan tepat, pembicara/penulis harus dapat pula memilih
kata dengan konotasi yang tepat.
2. Sinonim dan Homonim
Setiap kata biasanya tidak hanya melambangkan secara tepat satu objek atau
satu konsep. Ada kata yang bisa melambangkan beberapa makna dan sebaliknya
ada beberapa kata melambangkan satu makna. Beberapa kata yang melambangkan
satu makna kata bersinonim. Dengan kata lain, sinonim ialah kata yang maknanya
sama atau mirip. Persamaan makna itu dapat tidak berlaku sepenuhnya, namun
dalam kadar tertentu ada pertalian makna antara kata-kata yang berbeda.
Contonya dapat terlihat pada penggunaan kata-kata indah, cantik, dan bagus
yang mengandung makna yang sama tentang sesuatu yang sedap dipandang mata.
Ketepatan kata itu dalam penggunaannya bergantung pada ketepatan pilihan kata-
katanya. Misalnya, kita mengatakan pemandangan indah, gadis cantik, dan rumah
bagus. Tentu saja akan terasa janggal jika dikatakan pemandangan cantik dan gadis
bagus.
Demikian pula penggunaan kata penonton dan pemirsa yang keduanya
mengandung makna orang yang menyaksikan suatu tontonan. Pilihannya harus dapat
dibedakan, yaitu penonton digunakan untuk semua tontonan atau pertunjukkan,
sedangkan pemirsa hanya lazim digunakan untuk tayangan televise.
Contoh : Tumpah ruah penonton pertandingan sepak bola itu (penonton tidak dapat
diganti pemirsa).
Para pemirsa di mana saja Anda sekalian berada, ujar penyiar televisi
mengawali acaranya (pemirsa dapat diganti penonton).
Pengantar Bahasa Indonesia 69
Selanjutnya, satu kata yang mengandung beberapa makna disebut kata yang
berhomonim. Homonim ialah kata dalam bentuk yang sama ejaan dan lafalnya,
tetapi memiliki makna yang berbeda. Misalnya, kata buku dapat bermakna sendi
(pada tulang, bambu, tebu), dapat pula bermakna kertas tulis yang dijilid (buku
tulis, buku bacaan). Begitu pula kata bisa, dapat bermakna sanggup, dapat, atau
boleh dan dapat pula bermakna racun.
Contoh: Saya memerlukan beberapa buku tulis.
Terasa nyeri sekali buku jari-jariku.
Memang sangat berbahaya bisa ular itu.
Anak kecil itu belum bisa berdiri sendiri.
Selain homonim, ada pula kata yang di sebut homofon dan homograf. Homofon
ialah kata-kata yang sama lafalnya, tetapi berbeda ejaannya. Misalnya, kata sangsi
dan sanksi, bang dan bank.
Contoh:
1. Tolong bang, angkatkan meja itu ke sana. (bang singkatan dari abang yang
semakna dengan kakak, yaitu kakak laki-laki).
2. Untuk menarik nasabah, kantor bank itu mengadakan undian tabungan
berhadiah. (bank sejenis lembaga yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan pengedaran uang.
3. Aku masih sangsi untuk mengambil keputusan akhir. (sangsi bermakna
bimbang atau ragu-ragu).
4. Wasit memberi sanksi kepada pemain sepak bola yang curang.
(sanksi bermakna tindakan-tindakan berupa hukuman atau ganjaran)
Homograf ialah kata-kata yang sama ejaannya, tetapi berbeda lafalnya.
Misalnya, kata teras (dengan /e/ pepet) bermakna bagian utama, seperti pada
ungkapan pegawai teras dan kata teras (dengan /e/ taling) bermakna anjungan dan
kaki lima, seperti pada ungkapan teras rumah.
3. Kata Konkret dan Kata Abstrak
Kata–kata yang tergolong kata konkret adalah kata–kata yang berupa objek yang
nyata, dapat dilihat, didengar, diraba, dan dirasa. Kata-kata konkret dapat dilihat
pada kata orang, pohon, kucing, awan, makanan, dan minuman.
Kata abstrak ialah kata-kata yang berupa konsep. Kata-kata abstrak dalam bahasa
Indonesia pada umumnya adalah kata-kata bentukan dengan konfiks peng-/ -an dan
ke-/ -an, seperti pada kata-kata perdamaian, penyesalan, kecerdasan ketahanan
nasional, di samping kata-kata seperti demokrasi dan aspirasi.
Contoh: Saya melihat seekor kucing memanjat pohon.
Perdamaian yang merata di seluruh jagat raya ini masih tetap merupakan impian.
4. Kata Umum dan Kata Khusus
Kata-kata yang tergolong kata umum dibedakan dari kata-kata yang tergolong
kata khusus berdasarkan ruang lingkupnya. Makin luas ruang lingkup suatu kata
makin umum sifatnya, sebaliknya makin sempit ruang lingkupnya makin khusus
Pengantar Bahasa Indonesia 70
sifatnya. Kata-kata umum termasuk kata yang mempunyai hubungan luas, sedangkan
kata-kata khusus mempunyai hubungan sempit, terbatas, bahkan khusus atau unik.
Misalnya:
Kata Umum Kata Khusus
pemimpin direktur
runcing tajam mancung
memasak menanak
Kata runcing dapat digunakan untuk menyebut sifat semua benda yang makin ke
ujung makin kecil dan tajam, sedangkan kata mancung hanya digunakan secara
khusus untuk hidung yang runcing. Demikian juga kata memasak digunakan untuk
menyatakan pekerjaan masak-memasak secara umum, sedangkan menanak hanya
khusus untuk menanak nasi.
5. Kata Populer dan Kata Kajian
Kata-kata yang tergolong kata populer adalah kata yang populer atau terkenal di
kalangan masyarakat atau kata-kata yang banyak digunakan dalam berkomunikasi
pada berbagai lapisan masyarakat. Sebaliknya kata kajian ialah kata-kata yang
digunakan secara terbatas pada kesempatan tertentu berupa kata atau istilah yang
digunakan oleh golongan ilmuwan dalam pembicaraan tulisan ilmiah.
Misalnya:
Kata Populer Kata Kajian
isi volume
sejajar paralel
bahagian unsur suku cadang
6. Kata Baku dan Tidak Baku
Tuturan dan tulisan resmi harus menggunakan kata-kata baku, yaitu kata-kata
yang telah resmi dan standar dalam penggunaannya. Kata-kata baku ada yang berasal
dari bahasa Indonesia, ada juga yang berasal dari bahasa daerah dan bahasa asing
yang telah disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia yang resmi. Sebaliknya kata-
kata tidak baku yaitu kata-kata yang belum berterima secara resmi atau kata-kata
yang tidak mengikuti kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Kata-kata tidak
baku dapat berupa:
(1) kata-kata dari dialek-dialek bahasa Indonesia yang ada,
(2) kata-kata serapan bahasa daerah yang belum berterima,
(3) kata-kata bahasa asing yang tidak memenuhi persyaratan ejaan dalam bahasa
Indonesia,
(4) kata-kata bahasa Indonesia yang dieja sebagai bahasa asing, dan
(5) kata-kata bentukan yang tidak menuruti kaidah yang berlaku.
Misalnya:
Kata Baku Kata Tidak Baku
perbaiki bikin baik
beri tahu kasih tahu
Pengantar Bahasa Indonesia 71
7. Kata Mubazir
Kata mubazir adalah kata-kata bersinonim atau kata-kata yang sama maknanya
dan digunakan bersama-sama sekaligus sehingga menjadi mubazir, yaitu menjadi
berlebih-lebihan. Penggunaan kata mubazir itu dalam tuturan atau tulisan sebaiknya
dihindari karena menimbulkan makna yang berlebihan. Hal seperti itu terlihat antara
lain pada pemakaian kata-kata sejak dan dari, demi dan untuk, agar dan supaya,
sebab dan karena, amat sangat dan sekali. adalah merupakan, namun demikian.
8. Kata Mirip
Kata-kata yang tergolong kata mirip adalah kata-kata yang tampak mirip dari
segi bentuknya atau kata-kata yang rasanya mirip dari segi maknanya. Kata suatu dan
sesuatu, sekali-kali dan sekali-sekali, sedang dan sedangkan termasuk kata-kata yang
mempunyai kemiripan bentuk, sedangkan kata-kata seperti tiap-tiap dan masing-
masing, jam dan pukul, dari dan daripada termasuk kata yang mempunyai kemiripan
makna. Kata-kata tersebut sering dikacaukan penggunaannya sehingga melahirkan
kalimat yang tidak tepat, tidak baku, dan tidak efektif.
Contoh: Tinggallah dahulu di sini, saya akan membicarakan sesuatu hal denganmu
Seharusnya:
a. Tinggallah dahulu disini, saya akan membicarakan sesuatu denganmu.
b. Tinggallah dahulu di sini, saya akan membicarakan suatu hal denganmu.
(kata suatu dalam penggunaannya diikuti kata benda, misalnya suatu hal,
suatu kejadian, suatu masalah, sedangkan kata sesuatu tidak diikuti kata
benda sebab kata itu tidak tentu atau tidak jelas bendanya)
Demikian pula penggunaan kata jam dan pukul harus dilakukan secara tepat.
Kalau jam menunjukkan jangka waktu, sedangkan pukul menunjukkan waktu.
Contoh:
a. Pelajaran pertama berlangsung pada pukul 07.30 sampai dengan 09.30.
(menunjukkan waktu)
b. Pelajaran pertama berlangsung selama dua jam. (menunjukkan jangka
waktu)
LATIHAN BAB V