Anda di halaman 1dari 18

Pengantar Bahasa Indonesia 57

BAB V
KATA DAN PENGGUNAANNYA

D Dalam tuturan atau tulisan resmi, terutama karya ilmiah, pilihan kata yang
tepat menentukan kualitas pembahasan dan tulisan tersebut. Kata-kata atau
istilah haruslah dipilih dan digunakan secara tepat agar secara tepat pula di
pahami oleh pembaca atau pendengar. Sehubungan dengan ini, penutur atau penulis
selalu harus menguasai cukup banyak kosakata yang dimiliki bahasa itu, di samping
mengetahui kaidah makna, kaidah kalimat, kaidah sosial, dan kaidah mengarang.
Dalam bab ini akan dikemukakan beberapa aspek penting yang berkaitan dengan
kelas kata dan pembagiannya, kaidah makna yang kiranya dapat menggiring pemakia
bahasa kepada pemilihan dan penggunaan kata secara tepat.
Setelah mempelajari topik ini diharapkan mahasiswa dapat memahami
pengkasifikasian kata, kriteria penggunaan kata yang baik, serta menjabarkan
penggunaannya dalam bentuk tuturan yang baik secara tertulis maupun lisan. Secara
khusus dapat dikatakan bahwa, setelah mempelajari topik ini mahasiswa diharapkan
dapat:
1. Menjelaskan kelas-kelas kata bahasa Indonesia
2. Menjelaskan jenis-jenis berdasrkan peranannya dalam kalimat
3. Memahami kaidah makna kata dan tata pilihan kata
4. Menerapkan kaida makna kata dalam bentuk pilihan kata yang benar secara lisan
maupun tulis

A. Pendahuluan
Kata merupakan satuan sintaksisi yang terkecil diantara satuan farasa, kalausa,
dan kalimat. Dalam tata bahasa Indonesia banyak yang mengemukakan pendapatnya
dengan pengertian yang berbeda, diantaranya, Kridalaksana (2000:98) mengatakan
bahwa kata adalah morfem atau kombinasi yang oleh bahasawan dianggap sebagai
satuan terkecil yang dapat diajukan sebagai bentuk yang bebas. Pendapat lain yaitu
Chaer (1994:162) mengemukakan bahwa kata adalah satuan bahasa yang memiliki
satu pengertian atau kata adalah deretan hurup yang diapit oleh dua buah spasi dan
mempunyai satu arti. Alwi (2003:513) kata adalah unsur bahasa yang di ucapkan atau
ditulis yang merupakan perwujudan kesatuan, perasaan, dan fikiran yang dapat
digunakan dalam berbahasa.
Penjelasan yang lebih rinci diberikan oleh Bloomfield yang menjelaskan bahwa
kata ialah bentuk bebas yang terkecil (minimum free form). Minimum free form,
menurut Bloomfield, ialah satu bentuk yang dapat diujarkan tersendiri dan bermakna,
tetapi bentuk itu tidak dapat dipisahkan atas bagian-bagian yang (satu di antaranya
Pengantar Bahasa Indonesia 58

atau mungkin juga semua unsurnya) tidak dapat diujarkan tersendiri sementara tetap
mengandung makna. Keseluruhan bentuk itu disebut kata.
Berdasrkan definisi tentang kata yang dikemukakan oleh para ahli bahasa di atas,
maka penulis dapat menyimpulkan bahwa kata adalah dapat berdiri sendiri dan
mempunyai kemungkinan mobilitas di dalam kalimat. Batasan tersebut menyirat dua
hal, pertama bahwa setiap kata mempunyai sasaran fonem yang urutanya tetap dan
tidak diselipi atau diselang dengan fonem lain, karena maknanya akan berubah.
Kedua setiap kata mempunyai kebebasan berpindah tempat di dalam kalimat atau
tempatnya dapat di isi oleh atau digunakan dengan kata lain, atau juga dapat
dipisahkan dengan kata lain.

B. Kelas Kata Bahasa Indonesia


Para ahli bahasa Indonesia menggunakan istilah kelas kata sepadan dengan
istilah jenis kata dan klasifikasi kata atas dasar itu dinamakan penggolongan kata.
Kegunaan penggolongan kata tersebut ialah menyederhanakan pemerian struktur
bahasa dan merupakan tahapan yang tidak boleh dilalaikan dalam penyusunan tata
bahasa suatu bahasa (Crystal, 1967: 26-27). Setiap pembicaraan mengenai tata bahasa
tentu melibatkan pembicaraan tentang penggolongan kata; tanpa penggolongan kata,
struktur frase, klausa, dan kalimat tidak mungkin dapat dijelaskan. Oleh karena itu,
pembicaraan tentang penggolongan kata akan sangat bermanfaat dan akan merupakan
sumbangan penting bagi tata bahasa dan juga bagi pengajaran bahasa Indonesia.
Tidak mengherankan bila jauh sebelum abad Masehi, Plato (429-347 SM) telah
memperhatikan masalah penggolongan kata.
Secara umum, kelas kata bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi: (1) kata
benda (nomina), (2) kata kerja (verba), (3) kata ganti, (4) kata sifat (adjektiva), (5)
kata bilangan (numeralia), (6) kata keterangan (adverbia), dan (7) kata tugas (kata
fungsional). Kelas kata benda, kata kerja, kata sifat, dan kata bilangan, dalam teori
semantik, dikenal sebagai kata yang memiliki rujukan atau acuan. Artinya, setiap kata
dari kelas kata ini mempunyai wujud atau yang dianggap wujud yang dilambangkan
dengan huruf dalam tulisan, dan fonem dalam ujaran. Untuk menjelaskan hal tersebut
di atas, di bawah ini diuraikan kelas kata yang bersangkutan sebagai berikut:
1. Kata Benda (Nomina)
Kata benda (nomina) mengacu kepada nama orang, tempat, atau benda (Burton
Roberts, 1997).
Kata benda adalah kategori yang secara sintaksis:
a. Tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel “tidak”.
b. Mempunyai potensi untuk di dahului oleh partikel “dari” (Kridalaksana,1994)
Kata benda mencakup pronomina dan numeralia. Kata benda dapat dilihat dari
tiga segi, yakni segi sintaksis, segi semantic, dan segi bentuk.
Dari segi semantic dapat dikatakan, bahwa kata benda adalah kata yang mengacu
pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian.
Pengantar Bahasa Indonesia 59

Dari segi sintaksisnya, kata benda (nomina) mempunyai ciri-ciri:


a. Dalam kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki fungsi
subjek, objek, atau pelengkap dan dapat diikuti oleh kata “itu”, dapat
didahului oleh kata “bilangan” (Alwi,et. Al, 1998; Kridalaksana, 1994).
b. Nomina tidak dapat diingkarkan dengan kata “tidak”. Kata pengingkarnya
adalah “bukan”.
c. Umumnya, nomina dapat diikuti oleh adjektiva, baik secara langsung maupun
diantarai oleh kata “yang”.
Dari segi perilaku sintaksisnya, nomina dapat dilihat berdasarkan posisi atau
pemakaiannya pada tataran frase. Pada frase nominal, nomina berfungsi sebagai inti
atau poros frase. Sebagai inti frase, nomina menduduki bagian utama, sedangkan
pewatasnya berada di depan atau dibelakangnya. Bila pewatas frase nomina itu
berada di depan, pewatas ini umumnya berupa numeralia atau kata tugas (Alwi, et.
Al, 1998).

2. Kata Ganti (Pronomina)


Pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu kepada nomina lain.
Pronomina dalam bahasa Indonesia meliputi (a) pronomina persona, (b) pronomina
penunujuk, dan (c) frasa pronominal. Pronomina persona meliputi persona pertama,
kedua, ketiga, nomina penyapa, nomina pengacu sebagai pengganti pronimina
persona. Pronomina penunjuk meliputi pronomina penunjuk umum (ini, itu, anu),
pronomina penunjuk tempat (sini, situ, sana), dan pronomina penanya. Frasa
pronominal meliputi yang dibentuk dengan menambahkan numeralia kolektif (merek
berdua), kata penunjuk (kami ini), kata sendiri (dia sendiri), klausa dengan yang
(mereka yang…), dan frasa nominal yang berfungsi sebagai apositif (kami, bangsa
Indonesia) (Alwi, 2000:249—274).
3. Kata Bilangan (Numeralia)
Kata bilangan atau numeralia adalah kata yang digunakan untuk menghitung
banyaknya maujud (orang, bilangan, atau barang) dan konsep.
Pada dasarnya dalam kata bilangan ada tiga macam:
1. Kata bilangan pokok
a. kata bilangan pokok tentu: 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10. Sampai seterusnya
b. kata bilangan pokok tidak tentu: banyak, sedikit, seluruhnya
2. kata bilangan pecahan adalah sebagai berikut
1 seperdua
2
4. Kata Kerja (Verba)
Kata kerja atau verba adalah kata yang menyatakan tindakan (Ramlan, 1991).
Ciri-ciri kata kerja (verba) dapat diketahui dengan mengamati:
a. Perilaku semantik
b. Perilaku sintaksis
c. Bentuk morfologisnya (Alwi, 1998)
Pengantar Bahasa Indonesia 60

Namun, secara umum verba dapat diidentifikasi dan dibedakan berdasarkan kelas
kata yang lain, terutama dari adjectiva karena cirri-ciri:
a. Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau inti predikat dalam kalimat
walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain.
b. Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan
yang bukan sifat atau kualitas.
c. Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks “ter-“
yang berarti “paling”.
d. Pada umumnya, verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang
menyatakan kesangatan. Tidak ada bentuk, seperti agak belajar, sangat pergi,
bekerja sekali, meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya, agak
mengecewakan, dan mengharapkan sekali.
5. Kata Sifat (Adjektiva)
Kata sifat (adjektifa) adalah kata yang memberi keterangan yang lebih khusus
tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat (Alwi, et. Al, 1998).
Adjektiva adalah kategori yang ditandai oleh kemungkinannya untuk:
a. Bergabung dengan partikel “tidak”.
b. Mendapingi nomina.
c. Didampingi partikel seperti lebih, sangat, agak.
d. Mempunyai cirri-ciri morfologis seperti -er- (honorer), -if (sensitive), -i
(alami).
e. Dibentuk menjadi nomina dengan konfiks ke-an (keadaan, keyakinan)
Kridalaksana, 1994.
Adjektiva yang memberi keterangan terhadap nomina itu berfungsi atributif.
Keterangan itu dapat mengungkapkan suatu kualitas atau keanggotaan dalam suatu
golongan.
6. Kata Keterangan (Adverbia)
Kata keterangan atau adverbia ialah kata yang memberi keterangan pada kata
kerja, kata sifat, kata benda predikatif atau kalimat. Kata keterangan (adverbia) juga
berarti kategori yang dapat mendampingi adjektiva, numeralia, atau proposisi dalam
konstruksi sintaksis (Kridalaksana, 1994).
Kata keterangan dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi: bentuk,
strktur, sitaksis, dan maknanya (Alwi, et. Al, 1998).
a. Bentuk kata keterangan: mono morfemis dan foli morfemis
b. Struktur sintaksis kata keterangan: dapat mendahului atau mengikuti kata
yang diterangkan
c. Makna kata keterangan dapat ditinjau dalam kaitannya dengan unsur lain pada
suatu struktur. Maka relasional kata keterangan dapat dilihat, baik dalam frasa
maupun dalam kalausa atau kaliamat
Pengantar Bahasa Indonesia 61

Berdasarkan perilaku semantisnya, adverbia dapat dibedakan atas delapan


bagian, yaitu:
a. Adverbia kualitatif, adalah adverbia yang menggambarkan makna yang
berhubungan dengan tingkat, derajat, atau mutu. Yang termasuk adverbia ini
adalah kata-kata seperti, paling, sangat, lebih, dan kurang.
b. Adverbia kuantitatif, adalah adverbia yang menggambarkan makna yang
berhubungan dengan jumlah.
Yang termasuk adverbia ini antara lain kata, banyak, sedikit, kira-kira, dan
cukup.
c. Adverbia limitative, adalah adverbia yang menggambarkan makna yang
berhubungan dengan pembatasan. Kata-kata seperti, hanya, saja, dan sekedar.
d. Adverbia frekuentatif, adalah adverbia yang menggambarkan makna yang
berhubungan dengan tingkat kekerapan terjadinya sesuatu yang diterangkan
adverbial itu.
Kata-kata yang tergolong dalam adverbia ini adalah, selalu, sering, jarang, dan
kadang-kadang.
e. Adverbia kewaktuan, adalah adverbia yang menggambarkan makna yang
berhubungan dengan saat terjadinya peristiwa yang diterangkan oleh adverbia
itu.
Yang termasuk adverbia ini ialah bentuk seperti, baru dan segera.
f. Adverbia kecaraan, adalah adverbia yang menggambarkan makna yang
berhubungan dengan bagaimana peristiwa yang diterangkan oleh adverbia itu
berlangsung atau terjadi.
Yang termasuk adverbia kecaraan ini adalah bentuk-bentuk seperti, diam-
diam, secepatnya, dan pelan-pelan.
g. Adverbia kontrastif, adalah adverbia yang menggambarkan pertentangan
dengan makna kata atau hal yang dinyatakan sebelumnya.
Yang termasuk adverbia kontrastif adalah, bahkan, malahan, dan justru.
h. Adverbia keniscayaan, adalah adverbia yang menggambarkan makna yang
berhubungan dengan kepastian tentang keberlangsungan atau terjadinya
hal/peristiwa yang dijelaskan adverbia itu.
Yang termasuk adverbia keniscayaan adalah, niscaya, pasti, dan tentu.
7. Kata Tugas (Kata Fungsional)
Kelas kata tugas memiliki ciri yang berbeda dengan kelas kata yang lainnya.
Kelas kata tugas tidak memiliki arti leksikal atau arti kata. Dia hanya memiliki arti
gramatikal atau arti tata bahasa. Artinya, kata tugas tidak mempunyai makna lepas,
tetapi senantiasa terkait dengan makna kata lain dalam frase, klausa atau kalimat.
Kata ke, dari, dan, untuk.
Misalnya:
"Walaupun kata ini sangat produktif dalam kalimat bahasa Indonesia, namun
kata-kata itu tidak dapat digunakan secara lepas”
Kata-kata tersebut barulah dapat diperkirakan maknanya jika sekurang-
kurangnya mendampingi kata yang memiliki rujukan dalam frase seperti: ke kota,
dari sekolah, untuk bekal.
Pengantar Bahasa Indonesia 62

C. Jenis-jenis Kata Berdasarkan Peranannya


Penglasifikasian kata berdasarkan Kata tugas adalah kata yang tugasnya atau
fungsinya memungkinkan kata lain berperan dalam kalimat. Kata tugas dapat dibagi
menjadi: (1) preposisi, (2) konjungtor, (3) interjeksi, (4) artikel, dan (5) partikel
(Alwi, 1999: 323).
1. Kata Depan (preposisi)
Preposisi atau kata depan adalah kata yang bertugas sebagai unsur pembentuk
frase preposisional. Preposisi yang sering digunakan dalam bahasa Indonesia sebagai
berikut.
a. Menandai hubungan peruntukan: bagi, untuk, buat, dan guna.
Contoh: Tanggal 17 Agustus adalah hari keramat bagi bangsa Indonesia.
Dia membeli mobil untuk adiknya.
Mainan ini buat cucuku.
Yang dilakukan semata-mata guna kepentingan orang banyak.
b. Menandai hubungan asal, arah, dari suatu tempat, atau milik, yaitu dari.
Contoh: Isram dari Masamba.
c. Menandai hubungan arah menuju suatu tempat, yaitu ke.
Contoh: Mereka bertamasya ke Danau Tempe.
d. Menandai hubungan tempat berada, yaitu di.
Contoh: Sultan dilahirkan di Makassar tanggal 10 Februari 2004.
e. Menandai hubungan sebab: karena dan sebab.
Contoh:1) Herman tidak naik kelas karena tidak ikut semester.
2) Sebab hujan, kami tidak jadi pergi.
f. Menandai hubungan kesertaan atau cara, yaitu dengan.
Contoh: 1) Saya akan pergi dengan Ali.
2) Dia menggali sumur dengan linggis.
g. Menandai hubungan pelaku atau yang dianggap pelaku, yaitu oleh.
Contoh: Bank itu dirampok oleh tiga orang penjahat.
h. Menandai hubungan tempat atau waktu, yaitu pada.
Contoh: Pada wanita itu terlihat adanya sifat keibuan.
i. Menandai hubungan ihwal peristiwa, yaitu tentang.
Contoh: Pak Rusman bercerita tentang peristiwa yang mengerikan itu.
j. Menandai hubungan waktu dari saat yang satu ke saat yang lain, yaitu sejak.
Contoh: Dia tinggal di Bali sejak 2001.
k. Menandai hubungan kesertaan: bersama dan beserta.
Contoh: (1) Ibu berangkat bersama Ayah ke Jakarta.
(2) Pak Edi beserta rombongannya bertugas menjaga keamanan.
l. Menandai hubungan waktu sesaat sebelum, yaitu menjelang.
Contoh: Rombongan Mahasiswa mencapai puncak Gunung Bawakaraeng
menjelang subuh.
m. Menandai hubungan tujuan atau arah ke suatu tempat, yaitu menuju.
Contoh: Jalan menuju desa itu rusak berat.
Pengantar Bahasa Indonesia 63

n. Menandai hubungan sumber, yaitu menurut.


Contoh: Menurut siaran televisi, cuaca besok amat cerah.
o. Menandai hubungan ruang lingkup geografis: sekeliling dan sekitar.
Contoh:1) Pepohonan sekeliling kampus itu tumbuh subur.
2) Dia akan datang sekitar pukul lima.
p. Menandai hubungan kurun waktu, yaitu selama.
Contoh: Muhammad Hatta bertugas di Polmas selama lima tahun.
q. Menadai hubungan kurun waktu atau bentangan lokasi, yaitu sepanjang.
Contoh: Sepanjang ingatan saya, anak itu tidak pernah sakit.
r. Menandai hubungan sasaran atau objek, yaitu mengenai.
Contoh: Sekarang tidak ada lagi pembicaraan mengenai kasus itu.
s. Menandai hubungan arah, yaitu terhadap.
Contoh: Penilaian terhadap kekayaan Paman dilakukan oleh Pengadilan Negeri.
t. Menandai hubungan kemiripan, yaitu bagaikan.
Contoh: Hatiku remuk bagaikan kaca tertimpa batu besar.
u. Menandai hubungan perbandingan, yaitu daripada.
Contoh: Anak itu lebih rajin daripada kamu.
v. Menandai hubungan arah ke suatu tempat, yaitu kepada.
Contoh: Kepada siapa lagi aku dapat mencurahkan isi hati kalau bukan
kepadamu.
w. Menandai hubungan penyebab: oleh karena dan oleh sebab.
Contoh: 1) Oleh karena perbuatannya sendiri, dia menderita batin seumur hidup.
2) Oleh sebab keramahannya, dia disenangi oleh semua warga desa.
x. Menandai hubungan batas waktu: sampai ke dan sampai dengan.
Contoh: Sampai dengan detik ini kami belum juga menerima kabar dari Manado.
y. Menandai hubungan perkecualian, yaitu selain dari.
Contoh: Selain dari Paman, tidak akan ada orang yang mau menolongmu.
Selain dari hal tersebut, adakalanya preposisi dan bukan preposisi dapat
digabungkan sehingga menjadi suatu preposisi gabungan. Misalnya, di bawah, di
atas, di samping, ke dekat, ke dalam, ke luar, dari dalam, dari samping, dan
sebagainya.
2. Kata penghubung (konjungsi)
Konjungtor atau kata penghubung adalah kata tugas yang berfungsi untuk
menghubungkan antara satu klausa dengan klausa lainnya. Konjungtor dapat dibagi
menjadi: (1) konjungtor koordinatif, (2) konjungtor subordinatif, (3) konjungtor
korelatif, (4) konjungtor antarkalimat, dan (5) konjungtor antarparagraf.

a. Konjungtor Koordinatif
Konjungtor koordinatif adalah konjungtor yang menghubungkan antara dua
unsur atau lebih dan kedua unsur itu memiliki status sintaksis yang sama. Yang
termasuk konjungtor koordinatif, yaitu (1) dan (menandai hubungan penambahan, (2)
atau (menandai hubungan pemilihan dan penambahan), dan (3) tetapi (menandai
hubungan perlawanan).
Pengantar Bahasa Indonesia 64

b. Konjungtor Subordinatif
Konjungtor subordinatif adalah konjungtor yang menghubungkan dua klausa
atau lebih dan klausa tersebut tidak memiliki status sintaksis yang sama. Konjungtor
subordinatif dapat dibagi menjadi: (1) konjungtor subordinatif waktu: waktu batas
permulaan: sejak, waktu batas bersamaan: (se) waktu, ketika, seraya, serta,
sambil, sementara, selagi, tatkala, dan selama, waktu batas berurutan:
sebelum, setelah, sesudah, seusai, sehabis, dan waktu batas akhir: sampai
dan hingga; (2) konjungtor subordinatif syarat: jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila,
dan manakala; (3) konjungtor subordinatif pengandaian: andaikan, seandainya,
umpamanya,dan sekiranya; (4) konjungtor subordinatif tujuan: agar, supaya, agar
supaya, dan biar; (5) konjungtor subordinatif konsensif: biarpun, meski(pun),
sekalipun, walau(pun), sungguhpun, kendati(pun), dan padahal; (6) konjungtor
subordinatif kemiripan: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai,
dan laksana; (7) konjungtor subordinatif penyebaban: sebab, karena, oleh karena,
dan oleh sebab; (8) konjungtor subordinatif pengakibatan: (se)hingga, sampai,
maka(nya); (9) konjungtor subordinatif penjelasan: bahwa; (10) konjungtor
subordinatif cara: dengan dan tanpa.

c. Konjungtor Korelatif
Konjungtor korelatif adalah konjungtor yang menghubungkan dua kata, frase,
atau klausa, dan kedua unsurnya memiliki status sintaksis yang sama. Yang termasuk
konjungtor korelatif, yaitu (1) baik...maupun..., (2) tidak hanya... tetapi juga..., (3)
bukan hanya... melainkan juga..., (4) demikian... sehingga..., (5) sedemikian rupa
sehingga..., (6) apa(kah)...atau..., (7) entah....entah..., dan (8) jangankan...pun....

d. Konjungtor Kalimat
Contoh:
a. biarpun demikian/begitu
sekalipun demikian/begitu
sungguhpun demikian/begitu
walapun demikian/begitu
meskipun demikian/begitu
b. kemudian
sesudah itu
setelah itu
selanjutnya
c. tambahan pula, lagi pula, selain itu
d. sebaliknya
e. sesungguhnya, bahwasanya
f. malah(an), bahkan
g. (akan) tetapi, namun
h. kecuali itu
i. dengan demikian
j. oleh karena itu, oleh sebab itu
k. sebelum itu
Pengantar Bahasa Indonesia 65

e. Konjungtor Antar paragraf


Konjungtor antarparagraf adalah konjungtor yang menghubungkan antara satu
paragraf dengan paragraf sebelumnya, yang diawali dengan paragraf baru.
Konjungtor yang sering digunakan, yaitu (1) adapun, (2) akan hal, (3) mengenai, (4)
dalam pada itu, (5) alkisah, (6) arkian, (7) sebermula, dan (8) syahdan.
3. Kata Seru (Interjeksi)
Interjeksi adalah kata tugas yang dipakai untuk mengungkapkan rasa hati
pembicara, seperti rasa kagum, rasa heran, sedih, dan jijik. Interjeksi yang sering
digunakan, yaitu (1) bernada negatif: cih, cis, bah, ih, dan idih; (2) bernada posistif:
aduhai, amboi, alhamdulillah, insya Allah, dan syukur; (3) bernada keheranan: ai, lo,
astagfirullah, masyaallah, duilah, astaga, dan wah; (4) bernada netral atau campuran:
ayo, hai, halo, he, ya, aduh, hem, nah, ah, eh, dan oh.
4. Kata Sandang atau Artikula
Kata sandang atau artikula/artikel adalah kata tugas yang membatasi jumlah
nomina atau benda. Artikula dapat dibagi menjadi: (1) artikula yang menyatakan
makna tunggal (yang bersifat gelar): sang, sri, hang, dan dang; (2) artikula yang
mengacu ke makna kelompok: para; (3) artikula yang menominalkan (mengacu ke
makna netral: si).
a. Artikula yang Mengacu ke Makna Tunggal
Contoh:
sang : untuk manusia atau benda unik dengan maksud untuk meniggikan
martabat dan sering pula dipakai sebagai gurauan atau sindiran.
sri : untuk manusia yang memiliki martabat tinggi dalam keagamaan atau
kerajaan
hang : untuk laki-laki yang dihormati dan pemakainnya terbatas pada nama
tokoh dalam cecrita sastra lama
dang : untuk wanita yang dihormati dan pemakaiannya terbatas pada nama
tokoh dalam cerita lama
b. Artikula yang mengacu ke makna kelompok: para
Artikula yang mengacu ke makna kelompok adalah para. Karena artikel ini
mengisyaratkan keunggulan, makna nomina yang diiringinya tidak dinyatakan dalam
bentuk kata ulang. Jadi, untuk menyatakan kelompok guru sebagai kesatuan bentuk
dipakai adalah para guru dan bukan *para gu-guru.
c. Artikula yang bermakna netral: si
Di samping artikel yang menyatakan makna tunggal dan kelompok, ada pula
Artikula yang sifatnya netral. Artikula si dapat mengacu ke makna tunggal atau
generic, bergantung pada konteks kalimat.
Contoh: tunggal : sang, sri hang, hang
kelompok : para
netral/general : si
Pengantar Bahasa Indonesia 66

5. Partikel
Partikel adalah unsur-unsur terkecil dari suatu benda. Yang termasuk partikel
dalam bahasa Indonesia, yaitu –kah, -lah, pun, dan –tah.
a. Partikel -kah
1. Jika dipakai dalam kalimat deklaratif, -kah mengubah kalimat tersebut menjadi
kalimat introgatif.
Contoh: Diakah yang akan datang?
(Bandingkan: Dia yang akan datang.)
Hari inikah pekerjaan itu harus selesai?
(Bandingkan: Hari ini pekerjaan itu harus selesai)
2. Jika dalam kalimat tanya sudah ada kata tanya seperti apa, di mana, dan
bagaimana, maka –kah bersifat mansuka. Pemakian –kah menjadikan
kalilmatnya lebih formal dan sedikit lebih halus.
Contoh:
a) Apa ayahmu sudah dating?
b) Apakah ayahmu sudah dating?
a) Bagaimana penyelesaian soal ini?
b) Bagaimanakah penyelesaian soal ini?
a) Ke mana anak-anak itu pergi?
b) Ke manakah anak-anak itu pergi?
3. Jika dalam kalimat tidak ada kata tanya tetapi intonasinya adalah intonasi
interogatif, maka –kah akan memperjelas bahwa kalimat itu adalah kalimat
tanya. Kadang-kadang urutan katanya dibalik.
Contoh:
a) Dia akan datang nanti malam?
b) Akan datangkah dia nanti malam?
a) Harus aku yang mulai dahulu?
b) Haruskah aku yang mulai dahulu?
a) Dia tidak dapat mengurus soal sekecil itu?
b) Tidak dapatkah di mngurus soal sekecil itu?
b. Partikel –lah
1. Dalam kalimat imperatif, -lah dipakai untuk sedikit menghaluskan nada
perintahnya.
Contoh: Pergilah sekarang, sebelum hujan turun!
Bawalah mobil ini ke bengkel besok pagi!
Kalau Anda mau, ambillah satu atau dua buah!
Pengantar Bahasa Indonesia 67

2. Dalam kalimat deklaratif, -lah dipakai untuk memberikan ketegasan yang


sedikit keras.
Contoh: Dari ceritamu, jelaslah kamu yang salah.
Ambil berapa sajalah yang kamu perlukan.
Cara seperti itu tidaklah pantas.
Dialah yang menggugat soal itu.
c. Partikel pun
a. Pun dipaki untuk mengeraskan arti kata yang diiringinya.
Contoh: Mereka pun akhirnya setuju dengan usul kami.
Yang tidak perlu pun dibelinya juga.
Siapa pun yang tidak setuju pasti akan diawasi.
b. Dengan arti yang sama seperti di atas, pun sering pula dipakai bersama –lah.
Contoh: Tidak lama kemudian hujan pun turunlah dengan derasnya.
Para dedmonstran itu pun berbarislah dengan teratur.
Para anggota yang menolak pun mulailah berpikir-pikir lagi.
d. Partikel –tah
Partikel –tah dipakai dalam kalimat interogatif, tetapi si penanya sebenarnya tidak
mengharapkan jawaban. Ia seolah-olah hanya bertanya-tanay pada diri sendiri tentang
hal yang dikemukakannya. Partikel –lah banyak dipakai dalam sastra lama, tetapi
tidak banyak dipakai lagi sekarang.
Contoh: Apatah artinya hidup ini tanpa engkau?
Siapatah gerangan orangnya yang mau menolongku.

D. Kaida Makna Kata


Kaidah makna dalam pemilihan kata mengacu.kepada persyaratan ketepatan
pemilihan kata sebagai lambang objek pengertian atau konsep yang meliputi
berbagai aspek.
1. Kata Detonasi dan Konotasi
Kata denotatif berhubungan dengan konsep denotasi dan makna konotatif
berhubungan dengan konsep konotasi. Denotasi adalah konsep dasar yang
dikandung oleh sebuah kata, sedangkan nilai rasa, atau gambaran, atau tambahan
makna yang ada di luar denotasi disebut konotasi.
Kata denotasi mengandung makna yang sebenarnya, makna kata yang sesuai
dengan konsepnya sehingga di sebut juga makan konseptual, yaitu makna kata
yang sesuai dengan isi kamus atau di sebut juga makna leksikal. Kata yang
konotasi mengandung makna sesuai dengan sikap dan nilai rasa tertentu oleh
pemakai bahasa yang bersangkutan.
Contoh: Toko itu dilayani gadis-gadis cantik.
Toko itu dilayani dara-dara cantik.
Toko itu dilayani perawan-perawan cantik.
Pengantar Bahasa Indonesia 68

Kata gadis, dara, dan perawan secara denotatif makna sama, yaitu wanita muda
yang belum kawin, tetapi secara konotatif maknannya berbeda. Gadis mengandung
makna umum; dara mengandung makna yang bersifat puitis dan perawan
mengandung makna asosiasi tertentu.
Demikian pula kata kelompok, rombongan, dan gerombolan secara denotatif
bermakna kumpulan benda atau orang, secara konotatif maknannya berbeda, yaitu
kelompok dan rombongan berada dalam makna positif, sedangkan gerombolan
dipahami dalam hubungan makna negatif.
Contoh: Kelompok anak muda itu sedang asyik bermain.
Ketua rombongan turis yang baru tiba dikalungi untaian bunga.
Gerombolan pengacau tersebut telah ditumpas.
Dalam pembahasan masalah yang bersifat ilmiah sebaiknya digunakan kata-
kata denotasi. Kata-kata atau istilah hendaknya bebas dari konotasi, sedangkan
karya sastra lebih banyak menggunakan kata yang konotatif sebagai upaya
merakit keindahan.
Dalam kaitan dengan makna kata terdapat beragam konotasi sosial, yaitu ada
yang bersifat positif, negatif, tinggi, rendah, sopan, porno, atau sakral. Misalnya kata
karyawan, asisten, wisma, hamil, dan berpulang. Dianggap bermakna positif, baik,
sopan, dan modern jika dibandingkankan dengan kata buruh, pembantu, pondok,
bunting, dan mati, yang dianggap negatif kurang baik kasar kuno. Agar dapat
menyatakan gagasan dengan tepat, pembicara/penulis harus dapat pula memilih
kata dengan konotasi yang tepat.
2. Sinonim dan Homonim
Setiap kata biasanya tidak hanya melambangkan secara tepat satu objek atau
satu konsep. Ada kata yang bisa melambangkan beberapa makna dan sebaliknya
ada beberapa kata melambangkan satu makna. Beberapa kata yang melambangkan
satu makna kata bersinonim. Dengan kata lain, sinonim ialah kata yang maknanya
sama atau mirip. Persamaan makna itu dapat tidak berlaku sepenuhnya, namun
dalam kadar tertentu ada pertalian makna antara kata-kata yang berbeda.
Contonya dapat terlihat pada penggunaan kata-kata indah, cantik, dan bagus
yang mengandung makna yang sama tentang sesuatu yang sedap dipandang mata.
Ketepatan kata itu dalam penggunaannya bergantung pada ketepatan pilihan kata-
katanya. Misalnya, kita mengatakan pemandangan indah, gadis cantik, dan rumah
bagus. Tentu saja akan terasa janggal jika dikatakan pemandangan cantik dan gadis
bagus.
Demikian pula penggunaan kata penonton dan pemirsa yang keduanya
mengandung makna orang yang menyaksikan suatu tontonan. Pilihannya harus dapat
dibedakan, yaitu penonton digunakan untuk semua tontonan atau pertunjukkan,
sedangkan pemirsa hanya lazim digunakan untuk tayangan televise.
Contoh : Tumpah ruah penonton pertandingan sepak bola itu (penonton tidak dapat
diganti pemirsa).
Para pemirsa di mana saja Anda sekalian berada, ujar penyiar televisi
mengawali acaranya (pemirsa dapat diganti penonton).
Pengantar Bahasa Indonesia 69

Selanjutnya, satu kata yang mengandung beberapa makna disebut kata yang
berhomonim. Homonim ialah kata dalam bentuk yang sama ejaan dan lafalnya,
tetapi memiliki makna yang berbeda. Misalnya, kata buku dapat bermakna sendi
(pada tulang, bambu, tebu), dapat pula bermakna kertas tulis yang dijilid (buku
tulis, buku bacaan). Begitu pula kata bisa, dapat bermakna sanggup, dapat, atau
boleh dan dapat pula bermakna racun.
Contoh: Saya memerlukan beberapa buku tulis.
Terasa nyeri sekali buku jari-jariku.
Memang sangat berbahaya bisa ular itu.
Anak kecil itu belum bisa berdiri sendiri.
Selain homonim, ada pula kata yang di sebut homofon dan homograf. Homofon
ialah kata-kata yang sama lafalnya, tetapi berbeda ejaannya. Misalnya, kata sangsi
dan sanksi, bang dan bank.
Contoh:
1. Tolong bang, angkatkan meja itu ke sana. (bang singkatan dari abang yang
semakna dengan kakak, yaitu kakak laki-laki).
2. Untuk menarik nasabah, kantor bank itu mengadakan undian tabungan
berhadiah. (bank sejenis lembaga yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan pengedaran uang.
3. Aku masih sangsi untuk mengambil keputusan akhir. (sangsi bermakna
bimbang atau ragu-ragu).
4. Wasit memberi sanksi kepada pemain sepak bola yang curang.
(sanksi bermakna tindakan-tindakan berupa hukuman atau ganjaran)
Homograf ialah kata-kata yang sama ejaannya, tetapi berbeda lafalnya.
Misalnya, kata teras (dengan /e/ pepet) bermakna bagian utama, seperti pada
ungkapan pegawai teras dan kata teras (dengan /e/ taling) bermakna anjungan dan
kaki lima, seperti pada ungkapan teras rumah.
3. Kata Konkret dan Kata Abstrak
Kata–kata yang tergolong kata konkret adalah kata–kata yang berupa objek yang
nyata, dapat dilihat, didengar, diraba, dan dirasa. Kata-kata konkret dapat dilihat
pada kata orang, pohon, kucing, awan, makanan, dan minuman.
Kata abstrak ialah kata-kata yang berupa konsep. Kata-kata abstrak dalam bahasa
Indonesia pada umumnya adalah kata-kata bentukan dengan konfiks peng-/ -an dan
ke-/ -an, seperti pada kata-kata perdamaian, penyesalan, kecerdasan ketahanan
nasional, di samping kata-kata seperti demokrasi dan aspirasi.
Contoh: Saya melihat seekor kucing memanjat pohon.
Perdamaian yang merata di seluruh jagat raya ini masih tetap merupakan impian.
4. Kata Umum dan Kata Khusus
Kata-kata yang tergolong kata umum dibedakan dari kata-kata yang tergolong
kata khusus berdasarkan ruang lingkupnya. Makin luas ruang lingkup suatu kata
makin umum sifatnya, sebaliknya makin sempit ruang lingkupnya makin khusus
Pengantar Bahasa Indonesia 70

sifatnya. Kata-kata umum termasuk kata yang mempunyai hubungan luas, sedangkan
kata-kata khusus mempunyai hubungan sempit, terbatas, bahkan khusus atau unik.
Misalnya:
Kata Umum Kata Khusus
pemimpin direktur
runcing tajam mancung
memasak menanak
Kata runcing dapat digunakan untuk menyebut sifat semua benda yang makin ke
ujung makin kecil dan tajam, sedangkan kata mancung hanya digunakan secara
khusus untuk hidung yang runcing. Demikian juga kata memasak digunakan untuk
menyatakan pekerjaan masak-memasak secara umum, sedangkan menanak hanya
khusus untuk menanak nasi.
5. Kata Populer dan Kata Kajian
Kata-kata yang tergolong kata populer adalah kata yang populer atau terkenal di
kalangan masyarakat atau kata-kata yang banyak digunakan dalam berkomunikasi
pada berbagai lapisan masyarakat. Sebaliknya kata kajian ialah kata-kata yang
digunakan secara terbatas pada kesempatan tertentu berupa kata atau istilah yang
digunakan oleh golongan ilmuwan dalam pembicaraan tulisan ilmiah.
Misalnya:
Kata Populer Kata Kajian
isi volume
sejajar paralel
bahagian unsur suku cadang
6. Kata Baku dan Tidak Baku
Tuturan dan tulisan resmi harus menggunakan kata-kata baku, yaitu kata-kata
yang telah resmi dan standar dalam penggunaannya. Kata-kata baku ada yang berasal
dari bahasa Indonesia, ada juga yang berasal dari bahasa daerah dan bahasa asing
yang telah disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia yang resmi. Sebaliknya kata-
kata tidak baku yaitu kata-kata yang belum berterima secara resmi atau kata-kata
yang tidak mengikuti kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Kata-kata tidak
baku dapat berupa:
(1) kata-kata dari dialek-dialek bahasa Indonesia yang ada,
(2) kata-kata serapan bahasa daerah yang belum berterima,
(3) kata-kata bahasa asing yang tidak memenuhi persyaratan ejaan dalam bahasa
Indonesia,
(4) kata-kata bahasa Indonesia yang dieja sebagai bahasa asing, dan
(5) kata-kata bentukan yang tidak menuruti kaidah yang berlaku.
Misalnya:
Kata Baku Kata Tidak Baku
perbaiki bikin baik
beri tahu kasih tahu
Pengantar Bahasa Indonesia 71

7. Kata Mubazir
Kata mubazir adalah kata-kata bersinonim atau kata-kata yang sama maknanya
dan digunakan bersama-sama sekaligus sehingga menjadi mubazir, yaitu menjadi
berlebih-lebihan. Penggunaan kata mubazir itu dalam tuturan atau tulisan sebaiknya
dihindari karena menimbulkan makna yang berlebihan. Hal seperti itu terlihat antara
lain pada pemakaian kata-kata sejak dan dari, demi dan untuk, agar dan supaya,
sebab dan karena, amat sangat dan sekali. adalah merupakan, namun demikian.
8. Kata Mirip
Kata-kata yang tergolong kata mirip adalah kata-kata yang tampak mirip dari
segi bentuknya atau kata-kata yang rasanya mirip dari segi maknanya. Kata suatu dan
sesuatu, sekali-kali dan sekali-sekali, sedang dan sedangkan termasuk kata-kata yang
mempunyai kemiripan bentuk, sedangkan kata-kata seperti tiap-tiap dan masing-
masing, jam dan pukul, dari dan daripada termasuk kata yang mempunyai kemiripan
makna. Kata-kata tersebut sering dikacaukan penggunaannya sehingga melahirkan
kalimat yang tidak tepat, tidak baku, dan tidak efektif.
Contoh: Tinggallah dahulu di sini, saya akan membicarakan sesuatu hal denganmu
Seharusnya:
a. Tinggallah dahulu disini, saya akan membicarakan sesuatu denganmu.
b. Tinggallah dahulu di sini, saya akan membicarakan suatu hal denganmu.
(kata suatu dalam penggunaannya diikuti kata benda, misalnya suatu hal,
suatu kejadian, suatu masalah, sedangkan kata sesuatu tidak diikuti kata
benda sebab kata itu tidak tentu atau tidak jelas bendanya)
Demikian pula penggunaan kata jam dan pukul harus dilakukan secara tepat.
Kalau jam menunjukkan jangka waktu, sedangkan pukul menunjukkan waktu.
Contoh:
a. Pelajaran pertama berlangsung pada pukul 07.30 sampai dengan 09.30.
(menunjukkan waktu)
b. Pelajaran pertama berlangsung selama dua jam. (menunjukkan jangka
waktu)

E. Penggunaan Pilihan Kata (Diksi)


1. Ketepatan Diksi
a. Syarat-syarat Ketepatan Diksi
Agar pemilihan kata benar-benar tepat, seseorang diharapkan dapat memahami
syarat-syarat dalam pemilihan kata. Syarat yang dimaksud adalah:
1) Membedakan secara tepat antara kata bermakna denotasi dan konotasi.
2) Membedakan secara cermat terhadap kata yang hampir sama maknanya.
3) Membedakan kata-kata yang mirip atau hampir mirip ejaanya.
4) Mewaspadai akhiran asing yang kurang tepat.
5) Memahami kata yang tergolong kata umum dan kata khusus.
6) Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah
dikenal.
Pengantar Bahasa Indonesia 72

b. Persyaratan Kesesuaian Diksi


Para penulis atau pembicara harus mengetahui beberapa persyaratan penting
dalam pemilihan kata, agar kata-kata yang dipergunkan tidak akan mengganggu
suasana, dan tidak akan menimbulkan ketegangan antara penulis atau pembicara
dengan para pembaca atau pendengar. Persyaratan yang dimaksudkan adalah:
1) Hindari sejauh mungkin penggunaan kata yang tidak baku dalam situasi yang
formal.
2) Gunakan kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalam situasi yang
umum, hendaknya penulis atau pembicara menggunakan kata-kata populer.
3) Dalam penulisan, jangan menggunakan kata percakapan, kecuali saat menulis
kutipan untuk menunjang isi tulisan.
4) Hindari penggunaan-penggunaan ungkapan-ungkapan yang sudah usang.
5) Hindari penggunaan kata-kata yang mubazir.
6) Hindari penggunaan bahasa atau dialek kedaerahan dalam tulisan untuk
pembaca umum, kecuali istilah dalam bahasa daerah yang telah diserap
kedalam bahasa Indonesia.
2. Kesalahan Diksi
Kesalahan diksi ini meliputi kesalahan kalimat yang disebabkan oleh
kesalahan pemakaian kata. Berikut dikemukakan beberapa diksi yang belum
dibicarakan pada bab sebelumnya.
a. Pemakaian Kata Tidak Tepat
Ada beberapa kata yang digunakan secara tidak tepat. Kata dari atau daripada
sering digunakan secara tidak tepat, seperti yang terdapat dalam contoh berikut.
Hasil daripada penjualan saham akan digunakan untuk memperluas Bidang
Usaha. Kalimat di atas itu seharusnya-tanpa kata daripada karena kata
daripada digunakan untuk membandingkan dua hal. Misalnya, tulisan itu lebih
baik daripada tulisan saya. Di dalam kalimat berikut juga terdapat pemakaian
kata secara tidak benar.
b. Pemakaian Kata Berpasangan
Ada sejumlah kata yang pemakaiannya berpasangan (disebut juga konjungsi
korelatifa), seperti, baik ... maupun ..., bukan ... melainkan ..., tidak ... tetapi ...,
antara ... dan .... Di dalam contoh-contoh berikut dikemukakan pemakaian kata
berpasangan secara tidak tepat.
Pemakaian kata berpasangan tidak tepat
Contoh:
Baik pedagang ataupun konsumen masih menunggu kepastian harga
sehingga tidak terjadi transaksi jual beli.
Perbaikan
Baik pedagang maupun konsumen masih menunggu kepastian harga
sehingga tidak terjadi transaksi jual beli.
Pengantar Bahasa Indonesia 73

c. Pemakaian Dua Kata


Di dalam kenyataan terdapat pemakaian dua kata yang makna dan fungsi
kurang lebih sama. Kata-kata yang sering dipakai secara serentak itu, bahkan pada
posisi yang sama, antara lain ialah adalah merupakan, agar supaya, demi untuk,
seperti misalnya, atau daftar nama-nama, seperti pada contoh berikut.
Pemakaian dua kata yang tidak benar
Peningkatan mutu pemakaian bahasa Indonesia adalah merupakan kewajiban
kita semua.
Perbaikan
Peningkatan mutu pemakaian bahasa Indonesia adalah tugas kita bersama.
3. Kelangsungan Pilihan Kata
Pilihan kata hanya dapat dikatakan berlangsung dengan baik jika maksud atau
pikiran penulis atau pembicara dapat tersampaikan secara tepat dan mudah
dimengerti. Kelangsungan pilihan kata dapat terganggu bila seorang pembicara atau
pengarang menggunakan terlalu banyak kata untuk maksud yang dapat diungkapkan
secara singkat. Oleh karena itu, agar pemilihan kata dapat berlangsung dengan baik,
maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh penulis, yaitu:
a. Menghindari kata-kata yang tidak menambah kejelasan makna kata.
b. Menghindari penggunaan beberapa kata yang bermakna sama.
c. Menghindari penggunaan istilah baru karena dapat menimbulkan kebingungan
bagi pembaca atau pendengar.
Pengantar Bahasa Indonesia 74

LATIHAN BAB V

Kerjakanlah soal-soal di bawah ini dengan cermat!


1. Jelaskanlah kelas-kelas kata bahasa Indonesia berserta contoh yang dapat
membedakannya!
2. berdasarkan peranannya kata dalam kalimat dapat dibedakan kedalam beberapa
komponen. Jelaskan!
3. Kemukakan makna denotasi dan konotasi
a. Hidung belang
b. Kupu-kupu malam
4. Jelaskan pengertian kata abstrak dan kata konkrik !
5. Tunjukkan kata yang salah pemakaiannya dalam kalimat berikut:
a. Pemandangan di atas gunung nampak sangat baik
b. Untuk menghindari defisiensi, diperlukan perhitungan yang cermat
c. Petinju sekarang bukan hanya laki-laki, tetapi juga banyak perempuan
d. Para pemuda masa kini rencananya sangat tinggi tanpa melihat berbagai
kemungkinan
6. Carilah kata khususnya/kata kajiannya.
a. kolot : ........................... f. Saringan :
b. akhir : ............................ g. Batasan :
c. aneh : ............................ h. Pengobatan :
d. kecewa : ............................ h. kemunduran :
e. petunjuk : ............................ h. kesinambungan :
7. Uraikanlah syarat-syarat ketepatan diksi!
8. Kesalahan diksi sering terjadi pada suatu kalimat. Jelaskan penyebab terjadinya
kesalahan diksi tersebut!

Anda mungkin juga menyukai