Anda di halaman 1dari 28

BAB IV

KATA DAN BENTUKAN KATA

4.1 Pengertian Kata


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata
adalah elemen terkecil dalam sebuah bahasa yang diucapkan
atau tertulis dan realisasi kesatuan perasaan dan pikiran yang
dapat digunakan dalam bahasa, percakapan bahasa, atau unit
bahasa yang dapat berdiri sendiri dan terdiri dari morfem
tunggal (misalnya kata) atau beberapa morfem gabungan
(misalnya kata). Selanjutnya, Keraf (1991:44) mengemukakan
bahwa kata adalah satuan-satuan terkecil yang diperoleh
sesudah sebuah kalimat dibagi atas bagian-bagiannya dan
mengandung sebuah ide. Senada dengan hal tersebut,
Kushartanti (2005:151) mengemukakan bahwa kata adalah
sebuah bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain setiap
satuan bebas merupakan kata (Kushartanti, 2005:151).
Dari beberapa pendapat yang telah dipaparkan dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kata adalah satuan
bebas, atau bentuk paling kecil, mampu berdiri sendiri, dan
sudah mempunyai arti. Kata merupakan dua macam satuan,
ialah satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan
fonologi, kata terdiri satu atau beberapa suku, dan suku itu
terdiri dari satu atau beberapa fonem. Sebagai satuan gramatik,
kata terdiri dari satu atau beberapa morfem.

4.1.1 Fungsi Kata


Kata berfungsi sebagai penyusun kalimat. Setiap kata
memiliki makna yang berbeda, makna kata bisa berubah sesuai
dengan penggunaannya dalam kalimat. Membuat kalimat yang
efektif diperlukan beberapa jenis kata sebagai penyusunnya.

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 83


4.1.2 Macam-Macam Jenis Kata
Berdasarkan tata bahasa baku bahasa indonesia, kata
diklasifikasikan menjadi 7 jenis yaitu:
(1) Kata Kerja (Verba)
Kata kerja atau verba adalah jenis kata yang berfungsi
menyatakan suatu tindakan, pengalaman, keberadaan atau
segala bentuk kegiatan dinamis lainnya. Dalam kalimat, kata
kerja berposisi sebagai predikat. Contoh kata kerja adalah
makan, minum, lari dan lain sebagainya. Ciri-ciri kata kerja,
diantaranya:
a. Memiliki makna perbuatan, kegiatan atau tindakan.
b. Memiliki makna proses.
c. Sering diikuti kata benda.
d. Sering diikuti kata sifat atau keterangan.
e. Sering dibentuk dengan imbuhan me-,di-ber-,ter-, me-
kan, di-kan, ber-an, memper-an, dan memper-i.
f. Kata bisa didahului kata pernyataan waktu, seperti
telah, sedang, akan, hampir, segera.
g. Dapat diperluas dengan cara menambahkan “dengan +
kata sifat setelahnya, contohnya seperti Dila berlari
dengan cepat dan lain sebagainya.

(2) Kata Benda (Nomina)


Kata Benda atau Nomina adalah kata yang merujuk pada
segala hal yang bisa dibendakan. Kata benda sering digunakan
untuk menyebutkan makhluk hidup, benda mati maupun
tempat. Contoh kata benda diantaranya manusia, ilmu,
makanan dan lain sebagainya. Ciri-ciri kata benda diantaranya:
a. Dapat diperluas dengan menambahkan “yang + kata
sifat”, contohnya seperti mobil yang bagus”
b. Dibatalkan dengan kata bukan. Contohnya seperti
bukan meja.
c. Dalam kalimat bisa berkedudukan sebagai Subjek (S)
dan Objek (O). Contohnya seperti Andra membeli

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 84


sepeda baru, dalam kalimat tersebut kata Andra dan
Sepeda merupakan kata benda.

(3) Kata Sifat (Adjektiva)


Kata sifat atau adjektiva adalah kata yang digunakan untuk
menyatakan sifat atau keadaan suatu hal, baik makhluk hidup,
benda mata, tempat, waktu, maupun yang lainnya. Ciri-ciri
kata sifat diantaranya:
a. Dapat diingkari atau dibatalkan sifatnya dengan kata
“tidak” atau “bukan”. Contohnya Tidak baik, Tidak
pandai dan lain sebagainya.
b. Dapat diberikan keterangan penguat, kata penguat
yang sering digunakan diantaranya seperti sangat,
amat, paling, sekali, benar. Contohnya sangat luas,
amat banyak dan lain sebagainya.
c. Dapat diberikan keterangan pembanding. Kata
pembanding yang sering digunakan diantara seperti:
lebih, kurang, paling. Contohnya:
Tas ini lebih mahal dari yang itu.
Jika dibandingkan dengan yang itu, rasanya sepeda ini
kurang bagus.

(4) Kata Keterangan (Adverbia)


Kata keterangan atau adverbia adalah kata yang memberikan
penjelasan (keterangan) tentang kata lain (kata bilangan, kata
kerja dan kata sifat) dalam sebuah kalimat. Namun kata
keterangan tidak bisa menerangkan kata benda atau kata ganti
benda. Secara bahasa, Adverbia berasal dari Bahasa Latin,
yaitu “ad” yang berarti untuk dan “verbum” yanga berarti kata.
Dalam struktur kalimat, kata keterangan biasanya
dilambangkan dengan K yang berarti keterangan. Ciri-ciri kata
keterangan diantaranya yaitu:
a. Memberikan penjelasan tentang kata lain.

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 85


b. Tidak bisa digunakan untuk menjelaskan kata benda
atau kata ganti benda.
c. Biasanya terletak di bagian awal atau akhir kalimat.
d. Bisa digunakan pada semua jenis kalimat.

(5) Kata Ganti (Promina)


Kata ganti atau Pronomina adalah jenis kata yang digunakan
untuk menggantikan posisi kata benda atau orang dalam
kalimat. Fungsi kata ganti (pronomina) yaitu untuk
memperhalus kalimat yang diucapkan atau ditulis. Contoh kata
ganti diantaranya seperti aku, kami, kita, mereka, dan lain
sebagainya. Ciri-ciri kata ganti, diantaranya yaitu:
a. Biasanya dalam sebuah kalimat, kata ganti menduduki
posisi Subjek (S) dan Objek (O). Hanya pada kalimat
tertentu pronomina digunakan sebagai predikat.
b. Jenis kata ganti yang digunakan berubah-ubah sesuai
dengan kata yang ingin digunakan dan penggunaannya
dalam kalimat.

(6) Kata Bilangan (Numeralia)


Kata bilangan atau Numeralia adalah jenis kata yang berfungsi
untuk menyatakan jumlah benda atau urutannya dalan suatu
deretan. terdapat 2 jenis kata bilangan yaitu:
Kata Bilangan Tentu (Takrif)
Yaitu kata bilangan yang digunakan jika sudah jelas berapa
nominal yang dimaksudkan , contohnya seperti satu, ketujuh,
setengah dan lain sebagainya.
Kata Bilangan Tak Tentu
Contohnya seperti Beberapa, seluruh, banyak dan lain
sebagainya.

(7) Kata Tugas


Kata tugas adalah salah satu jenis kata dalam bahasa indonesia
yang hanya memiliki makna gramatikal atau bisa berubah

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 86


sesuai konteksnya dan tidak memiliki makna leksikal atau
makna tetap. terdapat beberapa kelompok kata tugas
diantaranya yaitu:
Kata Depan (Preposisi)
Kata Depan adalah kata yang merangkaikan kata-kata atau
bagian kalimat yang diikuti oleh nominal atau pronominal.
Kata depan merupakan kata yang menghubungkan kata benda
dengan bagian kalimat. Umumnya, kata depan digunakan
untuk mengantar objek penyerta kalimat dan tidak boleh
mengantarkan subjek kalimat. Contoh kata depan diantaranya
yaitu: kepada, dalam, akan, dengan dan lain sebagainya.
Kata Penghubung (Konjungsi)
Kata penghubung/Kata Hubung/Kata Sambung adalah kata
yang berfungsi sebagai penghubung antara satu kata dengan
kata lainnya (dalam sebuah kalimat), atau satu kalimat dengan
kalimat lainnya (dalam sebuah paragraf). Contoh kata
penghubung diantaranya seperti: dan, serta, atau, padahal dan
lain sebagainya.
Kata Sandang (artikula)
Kata Sandang atau artikula adalah kata yang tidak memiliki
makna yang digunakan untuk menjelaskan kata benda
(nomina) atau kata tertentu. Kata sandang bisa digunakan
untuk mendampingi kata benda dasar ataupun kata benda
turunan atau kata tertentu lainnya. Biasanya kata sandang
terletak sebelum kata benda yang dijelaskannya. Contoh kata
sandang diantaranya: Yang, sang, kaum, para, si dan lain
sebagainya.
Kata Seru (Injeksi)
Kata seru adalah jenis kata dalam bahasa indonesia yang
digunakan untuk mengungkapkan isi perasaan penulis atau
pembicara. Kata seru digunakan untuk menegaskan perasaan
tersebut. Contoh kata seru diantaranya seperti: aduhai, amboi,
ah, sial dan lain sebagainya.

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 87


Partikel Penegas
Partikel penegas adalah jenis kata yang tidak memiliki arti jika
berdiri sendiri dan berfungsi untuk menampilkan unsur yang
diiringan, terdapat 4 partikel penegas, diantaranya -kah, -lah, -
tas, dan -pun.
Selanjutnya, dalam Bahasa Indonesia terdapat tiga
proses pembentukan kata, yaitu proses pembubuhan afiks
(afiksasi), proses pengulangan (reduplikasi), dan komposisi
(pemajemukan).

4.2 Proses Pembentukan Kata (Proses Morfologi)


Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata
morf yang berarti bentuk dan kata logi yang berarti ilmu.
Jadi secara harfiah kata morfologi berarti ilmu mengenai
bentuk. Morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang
membicarakan seluk-beluk kata serta pengaruh perubahan-
perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata;
atau morfologi mempelajari seluk-beluk kata serta fungsi
perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik
maupun fungsi semantik (Ramlan, 1987: 21).
Jika dikatakan morfologi membicarakan masalah
bentuk-bentuk dan pembentukan kata maka pembahasan
mengenai komponen atau unsur pembentukan kata itu,
yaitu morfem, baik morfem dasar maupun morfem afiks,
dengan berbagai alat proses pembentukan kata itu, yaitu
afiks dalam pembentukan kata melalui proses afiksasi,
duplikasi ataupun pengulangan dalam proses pembentukan
kata melalui proses reduplikasi, penggabungan dalam
proses pembentukan kata melaui proses komposisi, dan
sebagainya (Chaer, 2008: 3).
Proses morfologi pada dasarnya adalah proses
pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui
pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan
(dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam proses

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 88


komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan
pengubahan status (dalam proses konversi) (Chaer, 2008:
25).
Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-
kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan
morfem yang lain (Samsuri, 1994: 190). Selanjutnya,
proses morfologis adalah proses pembentukan kata-kata
dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya. Proses
morfologi dalam bahasa Indonesia terbagi atas tiga proses
yakni, proses pembubuhan afiks (afiksasi), proses
pengulangan (reduplikasi), dan proses pemajemukan
(komposisi) (Ramlan, 1987: 51-52).
Proses morfologis adalah proses pembentukan kata-
kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya.
Dalam Bahasa Indonesia terdapat tiga proses morfologis,
yaitu proses pembubuhan afiks (afiksasi), proses
pengulangan (reduplikasi), dan proses pemajemukan
(komposisi).
Demikianlah, proses morfologis itu mempunyai fungsi
gramatis, ialah fungsi yang berhubungan gramatika. Di
samping itu, proses morfologis juga mempunyai fungsi
sistematis. Misalnya kata sepeda. Kata ini telah memiliki arti
leksis, seperti dijelaskan dalam kamus. Akibat melekatnya
afiks ber- pada kata itu, berubahlah arti leksisnya, menjadi
“mempunyai atau mempergunakan”. Fungsi gramatis disebut
fungsi, sedangkan fungsi sistematis disebut makna.

4.2.1 Afiksasi
Imbuhan (afiks) adalah suatu bentuk linguistik yang di
dalam suatu kata merupakan unsur langsung, yang bukan kata
dan bukan pokok kata. Melainkan mengubah leksem menjadi
kata kompleks, artinya mengubah leksem itu menjadi kata
yang mempunyai arti lebih lengkap, seperti mempunyai
subjek, predikat dan objek. Sedangkan prosesnya sendiri

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 89


disebut afiksasi (affixation). Imbuhan (afiks) adalah Bentuk
(morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata. Pada
umumnya imbuhan (afiks) hanya dikenal ada empat, yaitu
awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks), awalan dan
akhiran (konfiks). Dalam sumber lain disebutkan bahwa
imbuhan (afiks) itu ada sembilan, yaitu prefiks, infiks, sufiks,
simulfiks, konfiks, superfiks, interfiks, transfiks, dan
kombinasi afiks.
Afiksasi atau pengimbuhan adalah proses
pembentukan kata dengan mengimbuhkan afiks (imbuhan)
pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal maupun
kompleks. Misalnya mengimbuhahkan ber- pada bentuk dasar
komunikasi menjadi berkomunikasi, buat menjadi berbuat,
tanggung jawab menjadi bertanggung jawab, bekas menjadi
berbekas, sepeda motor menjadi bersepeda motor.
Pengimbungan meN- pada bentuk dasar coba menjadi
mencoba, adu menjadi mengadu, pertanggungjawabkan
menjadi mempertanggungjawabkan. Afiksasi atau
pengimbuhan sangat produktif dalam pembentukan kata, hal
tersebut terjadi karena bahasa indonesia tergolong bahasa
bersistem aglutinasi. Sistem aglutinasi adalah proses dalam
pembentukan unsur-unsurnya dilakukan dengan jalan
menempelkan atau menambahkan unsur selainnya.
Afiksasi merupakan unsur yang ditempelkan dalam
pembentukan kata dan dalam lingistik afiksasi bukan
merupakan pokok kata melainkan pembentukan pokok kata
yang baru. Sehingga para ahli bahasa merumuskan bahwa,
afiks merupakan bentuk terikat yang dapat ditambahkan pada
awal, akhir maupun tengah kata (Richards, 1992). Ahli lain
mengatakan, afiks adalah bentuk terikat yang apabila
ditambahkan ke bentuk lain akan mengubah makna
gramatikalnya (Kridalaksan, 1993). Dasar yang dimaksud
pada penjelasan tersebut adalah bentuk apa saja, baik

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 90


sederhana maupun kompleks yang dapat diberi afiks apapun
(Samsuri, 1988).
Kombinasi morfem adalah gabungan antara morfem bebas
dan morfem terikat atau morfem bebas dan morfem bebas
sebagai bentuk kompleks. Misalnya, kata menembak, kata
tersebut terdiri atas dua unsur langsung, yaitu tembak yang
merupakan bentuk bebas, dan meN- yang merupakan bentuk
terikat. Kata tembak disebut bentuk bebas karena kata tersebut
bisa berdiri sendiri pada kata “tembak ayam itu” tembak
memiliki makna sendiri dalam gramatikal kata, sedangkan
afiks semuanya disebut dengan bentuk terikat karena tidak
dapat berdiri sendiri dan secara gramatis selalu melekat pada
bentuk lain.

4.2.1.1 Prefiks (Awalan)


Prefiks adalah afiksi yang ditambahkan pada bagian depan
bentuk dasar. Prefiks yang terdapat dalam bahasa Indonesia
dapat dibedakan atas prefiks meN-, peN-, ber-, per, ter, di-, ke-
, dan se-.

1) Prefiks meN-
a. Prefiks meN- memiliki alomorf me-,mem-, men-, meny-,
meng-, dan menge-.
Prefiks meN- berubah menjadi me- jika diimbuhkan pada
bentuk dasar yang berfonem awal /m/, /n/, /l/, /r/, /ng/, /ny/,
/w/ dan /y/.
Contoh
meN- + makan → memakan
meN- + nikah → menikah
meN- + leleh → meleleh
meN- + ringkas → meringkas
meN- + ngaji → mengaji
meN- + nyanyi → menyanyi

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 91


meN- + warnai → mewarnai
meN- + yakin → meyakini

b. Prefiks meN- berubah menjadi mem- jika diimbuhkan pada


bentuk dasar yang berfonem awal /b/, /p/, /f/. Fonem /p/
hilang kecuali pada beberapa bentuk dasar yang berasal
dari kata asing yang masih mempertahankan keasingannya
dan pada bentuk dasar yang berprefiks, yaitu prefix per-.
Contoh
meN- + bawa → membawa
meN- + pikir → memikir
meN- + fitnah → memfitnah
meN- + programkan → memprogramkan
meN- + proses → memproses
meN- + persatukan → mempersatukan

c. Prefiks meN- berubah menjadi men- jika diimbuhkan pada


bentuk dasar yang berfonem awal /d/,/t/, /c/, /j/.
Contoh
meN- + darat → mendarat
meN- + tulis → menulis
meN- + cabut → mencabut
meN- + jabat → menjabat

d. Prefiks meN- berubah menjadi meny- jika diimbuhkan


pada bentuk dasar yang berfonem awal /s/.
Contoh
meN- + sewa → menyewa
meN- + sikat → menyikat
meN- + sepak → menyepak

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 92


e. Prefiks meN- berubah menjadi meng- jika diimbuhkan
pada bentuk dasar yang berfonem awal /a/, /i/, /u/, /e/, /o/,
/g/, /h/,dan /k/.
Contoh
meN- + ajar → mengajar
meN- + imbau → mengimbau
meN- + ukur → mengukur
meN- + edit → mengedit
meN- + obati → mengobati
meN- + goyang → menggoyang
meN- + hajar → menghajar
meN- + kritik → mengkritik

f. Prefiks meN-berubah menjadi menge- jika diimbuhkan


pada bentuk dasar yang bersuku satu.
Contoh
meN- + pel → mengepel
meN- + rem → mengerem
meN- + bor → mengebor
meN- + cat → mengecat
meN- + lap → mengelap
meN- + lem → mengelem

2) Prefiks peN-
Prefiks peN-memiliki alomorf pe-,pem-, pen-, peny-, peng-,
dan penge-. Alomorf tersebut merupakan variasi dari prefiks
peN-. Prefiks PeN- memiliki kaidah morfofonemik yang sama
dengan meN-.

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 93


a. Prefiks ber-
Prefiks ber- memiliki alomorf be- dan bel- .Prefiks ber-
berubah menjadi be- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang
berfonem awal /r/ dan suku pertama ditutup dengan /er/.
Contoh:
ber- + runding → berunding
ber- + rebutan → berebutan
ber- + kerja → bekerja
ber- + cermin → becermin
Prefiks ber- berubah menjadi bel- hanyaterjadi jika
diimbuhkah padabentuk dasar ajar.
Contoh:
ber- + ajar → belajar

b. Prefiks per-
Prefiks per- memiliki alomorf pe- dan pel-. Prefiks per-
berubah menjadi pe- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang
berfonem awal /r/
Contoh:
per- + ramah → peramah
per- + rasa → perasa
per- + raga → peraga
Prefiks per- berubah menjadi pel- jika diimbuhkan pada
bentuk dasar ajar.
Contoh:
per- + ajar → pelajar

c. Prefiks ter-
Prefiks ter- memiliki alomorf te-. Prefiks ter- berubah menjadi
te- jiak diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal
/r/ atau suku pertama ditutup dengan /er/
Contoh:
ter- + percik → tepercik
ter- + renggut → terenggut

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 94


ter- + rasa → terasa
ter- + pergok →tepergok

d. Prefiks di-, ke-, se-.


Prefiks di-, ke-, se- tidak memiliki kaidah morfofonemik. Oleh
karena itu, prefiks di-, ke-, se-tidak mempunyai alomorf
sebagaimana prefiks lainnya. Prefiks di-, ke-, se-ditulis
serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh:
di- + jemput → dijemput
di- + kasih → dikasih
di- + sanjung → disanjung
ke- + tua → ketua
ke- + kasih → kekasih
se- + sudah → sesudah

4.2.1.2 Infiks (Sisipan)


Infiks merupakan bentuk terikat yang diimbuhkan pada bentuk
dasar. Pengimbuhannya ditempatkan ditengah atau diantara
bentuk dasar. Infiks dalam bahasa Indonesia antara lain: -el-,-
em-, -er-, dan -in-.
Contoh:
-el- + tunjuk → telunjuk
-el- + tapak → telapak
-el- + gembung → gelembung
-er- + gigi → gerigi
-er- + suling → seruling
-er- + sabut → serabut
-em- + guruh → gemuruh
-em- + kilau → kemilau
-in- + kerja → kinerja
-in- + tambah → tinambah

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 95


4.2.1.3 Sufiks (Akhiran)
Sufiks adalah bentuk terikat yang diimbuhkan pada akhir
bentuk dasar. Sufiks dalam bahasa Indonesia adalah -an, -kan,
dan -i. Sufiks-sufiks tersebut tidak mengalami proses
morfofonemik. Artinya, tidak mengalami perubahan apabila
diimbuhkan pada bentuk dasar apa pun.
Contoh:
-an + makan → makanan
-an + pikir → pikiran
-an + marah → marahan
-kan + tambah → tambahkan
-kan + bersih → bersihkan
-kan + jalan → jalankan
-i + khianat → khianati
-i + sayang → sayangi
-i + tekun → tekuni

4.2.1.4 Gabungan (Konfiks dan Simulfiks)


Penggabungan awalan dan akhiran dalam bahasa Indonesia
dapat dilakukan dengan dua cara.
Penggabungan/pengimbuhan yang dilakukan dengan
bersamaan pada bentuk dasar dinamakan konfiks. Artinya
bentuk dasar yang diimbuhkan awalan-akhiran secara
bersamaan itu tidak mempunyai tataran kata sebelumnya.
Menurut KBBI (2008) mengemukakan bahwa konfiks adalah
afiks tunggal dari dua unsur yang terpisah.
Contoh:
per-an + tani → pertanian
peN-an + bersih → pembersihan
ke-an + merdeka → kemerdekaan
di-kan + kerja → dikerjakan
ber-an + lanjut → berkelanjutan

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 96


Selanjutnya, pengimbuhan awalan-akhiran yang mempunyai
tataran kata atau tidak bersamaan dinamakan simulfiks.
Artinya, pengimbuhan awalan-akhiran itu dilakukan secara
bertahap, sehingga mempunyai tataran sebelum bentuk
kompleks itu terwujud. Menurut KBBI (2008) simulfiks
adalah afiks yang tidak terbentuk suku kata dan yang
ditambahkan atau dileburkan pada dasar
Contoh:
ber- + sama → bersama + -an → bersamaan
peN- + tani → petani + -an → pertanian
di- + marah → dimarah + -i → dimarahi

4.2.2 Reduplikasi (Kata Ulang)


Reduplikasi diartikan sebagai proses pengulangan.
Hasil dari proses pengulangan itu dikenal sebagai kata ulang.
Selanjutnya, Kridalaksana (1996:143) menjelaskan bahwa
reduplikasi adalah suatu proses dan hasil pengulangannya
satuan bahasa sebagai alat fonologis dan gramatikal. Di sisi
lain, Ramlan (1985:55) mengatakan bahwa proses
pengulangan atau reduplikasi adalah pengulangan satuan
gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan
variasi fonem maupun tidak. Hasil pengulangan tersebut
disebut kata ulang, sedangkan satuan yang diulang merupakan
bentuk dasar. Reduplikasi atau perulangan adalah proses
pengulangan kata atau unsur kata. Reduplikasi juga
merupakan proses penurunan kata dengan perulangan utuh
maupun sebagian. Contohnya adalah "anjing-anjing", "lelaki",
"sayur-mayur" dan sebagainya.

4.2.2.1 Jenis Kata Ulang


Selanjutnya, Ramlan (1985: 55) membagi kata ulang
(reduplikasi) menjadi empat bagian:

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 97


(1) Pengulangan seluruh, pengulangan seluruh ialah
pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan fonem
dan tidak berkombinasi dengan proses perubahan afiks.
Contoh: sepeda sepeda-sepeda
buku buku-buku
kebaikan kebaikan-kebaikan
(2) Pengulangan sebagian, yaitu pengulangan sebagian dari
bentuk dasarnya, dengan kata lain bentuk dasar tidak
diulang seluruhnya.
Contoh: lelaki bentuk dasar laki
tetamu bentuk dasar tamu
beberapa bentuk dasar berapa
(3) Pengulangan yang berkombinasi dengan proses
pembubuhan afiks, dalam golongan ini bentuk dasar
diulang seluruhnya dan berkombinasi dengan proses
pembubuhan afiks, maksudnya pengulangan itu terjadi
bersama-sama dengan proses pembubuhan afiks dan
bersama-sama pula mendukung satu fungsi.
Contoh: kereta-keretaan bentuk dasar kereta
gunung-gunungan bentuk dasar gunung
(4) Pengulangan dengan perubahan fonem, kata ulang yang
perubahannya termasuk sebenarnya sangat sedikit.
Contoh: gerak gerak-gerik
serba serba-serbi
rebut berebut-rebutan

Dalam bahasa Melayu dikenal reduplikasi berikut:


(1) reduplikasi fonologis — pengulangan fonem tanpa terlalu
banyak mengubah arti dasar
(2) reduplikasi morfologis — pengulangan morfem,
misalnya: papa, mama
(3) reduplikasi sintaktis — pengulangan morfem yang
menghasilkan klausa, contoh "malam-malam pekerjaan

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 98


itu dikerjakannya", artinya "walau sudah malam hari,
pekerjaan itu tetap dikerjakannya"
(4) reduplikasi gramatikal — pengulangan fungsional dari
bentuk dasar yang meliputi reduplikasi morfologis dan
sintaksis
(5) reduplikasi idiomatis — atau 'kata ulang semu', adalah
pengulangan kata dasar yang menghasilkan kata baru,
contoh "mata-mata" artinya agen rahasia. Lihat
pula: Kata Indonesia yang selalu dalam bentuk terulang
(6) reduplikasi non-idiomatis — pengulangan kata dasar
yang tidak mengubah makna dasar, contoh "kucing-
kucing"

Menurut bentuknya, reduplikasi nomina dapat dibagi menjadi


empat kelompok
(1) perulangan utuh, contoh: rumah-rumah
(2) perulangan salin suara, contoh: warna-warni
(3) perulangan sebagian, contoh: surat-surat kabar
(4) perulangan yang disertai pengafiksan, contoh: batu-
batuan

Menurut artinya, reduplikasi dapat dibagi menjadi berikut:


(1) Kata ulang yang menunjukkan makna jamak (yang
menyangkut benda), contoh: meja-meja
(2) Kata ulang berubah bunyi yang memiliki makna
idiomatis, contoh: bolak-balik
(3) Kata ulang yang menunjukkan makna jamak (yang
menyangkut proses), contoh: melihat-lihat
(4) Bentuk ulang yang seolah-olah merupakan kata ulang
(kata ulang semu), contoh: kupu-kupu
(5) Bentuk ulang dwipurwa, contoh: dedaunan

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 99


Selanjutnya, dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa jenis
kata ulang (reduplikasi). Berikut adalah jenis-jenis kata ulang
yang ada dalam bahasa Indonesia:
(1) Kata ulang sebagian
Kata ulang sebagian disebut juga dwipurwa, yaitu
pengulangan pada suku awal sebuah kata.
Contoh :
- Bisik-bisik tetangga, kini mulai terdengar lagi
- Hutan dan kekayaan alam alam ini adalah warisan
para leluhur.
- Dengan melepas sepatu, kita bisa masuk ke lumpur
dengan leluasa.
(2) Kata ulang utuh atau penuh
Kata ulang utuh disebut juga dwilingga, yaitu pengulangan
seluruh bentuk dasar suatu kata termasuk kata berimbuhan.
Contoh :
- Mobil-mobil mewah itu berjajar di depan rumah Pak
Walikota
- Tsunami itu telah memporak-porandakan rumah-
rumah penduduk.
- Aku sudah muak dengan janji-janji busukmu itu.
- Kejadian-kejadian itu menyadarkanku bahwa kekuasaan
Allah tidak ada batasnya.

(3) Kata ulang berubah bunyi


Kata ulang ini disebut juga dwilingga salin suara, Yaitu
pengulangan seluruh bentuk dasar yang salah satunya
mengalami perubahan suara pada suatu fonem atau lebih.
Contoh:
- Gerak-geriknya mencurigakan
- Paman berkebun sayur-mayur, sehingga setiap datang ke
rumahku pasti membawa sayuran.

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 100


(4) Kata ulang berimbuhan
Yaitu jenis reduplikasi yang mendapat imbuhan, baik pada
kata pertama maupun pada kata kedua. Contoh:
- Adik bermain-main di halaman.
- Besi berani itu saling tarik-menarik.

(5) Kata ulang semu


Kata yang sebenarnya bukan kata ulang, tetapi bentuk dasar
kata ini menyerupai kata ulang.
Contoh:
- Ada laba-laba sedang membuat sarang.
- Menyentuh ubur-ubur bisa membuat kulit gatal.
- Di musim semi, banyak kupu-kupu menghinggapi bunga.
- Empek-empek cukup sedap jika dinikmati pada hari yang
dingin.

4.2.2.2 Bentuk Kata Ulang


Menurut bentuknya, kata ulang dapat dibagi menjadi:
(1) Kata Ulang Penuh atau Kata Ulang Murni
Kata ulang penuh atau kata ulang murni adalah semua kata
ulang yang dihasilkan oleh perulangan unsur-unsurnya secara
penuh. Contoh kata ulang penuh atau murni diantaranya
rumah-rumah, main-main, jalan-jalan, duduk-duduk, dan
sakit-sakit.

(2) Kata Ulang Berimbuhan atau Kata Ulang


Bersambungan
Kata ulang berimbuhan atau kata ulang bersambungan adalah
semua kata ulang yang salah satu unsurnya berimbuan:
awalan, sisipan, atau akhiran. Contoh kata ulang berimbuhan
atau kata ulang bersambungan diantaranya berjalan-jalan,
tanam-tanaman, bermesra-mesraan, tanduk-tandukan.

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 101


(3) Kata Ulang Berubah Bunyi
Kata ulang berubah bunyi adalah kata ulang yang mengalami
perubahan bunyi pada unsur pertama atau unsur kedua kata
ulang. Contoh kata ulang berubah bunyi diantaranya bolak-
balik, serba-serbi, sayur-mayur, gerak-gerik.

(4) Kata Ulang Semu


Kata ulang semu adalah kata yang hanya dijumpai dalam
bentuk ulang itu. Jika tidak diulang, komponennya tidak
mempunyai makna atau bisa juga mempunyai makna lain yang
tidak ada hubungannya dengan kata ulang tersebut. Contoh
kata ulang semu diantaranya hati-hati, tiba-tiba, kunang-
kunang, laba-laba, ubur-ubur, labi-labi, mata-mata.

(5) Kata Ulang Dwipurwa


Dwipurwa berarti “dahulu dua”, kata ulang dwi purna adalah
kata ulang yang berasal dari komponen yang semula diulang
kemudian berubah menjadi sepatah kata dengan bentuk seperti
itu. Kata ulang ini disebut juga reduplikasi, yang berasal dari
bahasa Inggris “reduplication” yang berarti perulangan.
Sebenarnya semua kata ulang juga dapat disebut reduplikasi.

4.2.3 Kata Majemuk, Idiom, dan Frasa


Penggabungan kata atau pemajemukan (compounding)
merupakan salah satu proses pembentuk kata. Pembentukan
kata itu merupakan proses yang produktif dalam hampir semua
bahasa. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, terdapat
bentuk kaki yang berarti anggota badan yang menopang tubuh
dan dipakai untuk berjalan, (dari pangkal paha ke bawah)
dan meja berarti perkakas (perabot) rumah yang mempunyai
bidang datar sebagai daun mejanya dan berkaki sebagai
penyangganya (KBBI, 2009). Untuk mewadahi konsep bagian
bawah meja, penopang, atau penyangga meja digunakan

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 102


proses penggabungan kata kaki dengan meja menjadi kaki
meja dengan analogi kaki manusia yang berarti bagian bawah
meja.
Ada beberapa istilah untuk menyebut hasil
penggabungan kata itu. Misalnya, Alisjahbana (1953)
menggunakan istilah kata majemuk yang merujuk pada
gabungan dua buah kata atau lebih yang memiliki makna baru.
Definisi itu merupakan identitas idiom (lihat Katamba
1994:291). Fokker (1951) menggunakan istilah kelompok
kata yang dibedakan menjadi kelompok erat untuk menyebut
idiom dan kelompok longgar untuk bukan majemuk. C.A.
Mees (1957) menggunakan istilah kata majemuk dan aneksi.
Istilah pertama untuk idiom dan terakhir untuk yang
nonidiomatis. Kridalaksana (1989) menggunakan
istilah paduan leksem atau kompositum. Sama dengan
Alisjahbana, Alwi (1998) dan Moeliono menyebut
penggabungan kata dengan majemuk.
Dari beberapa pendapat di atas diketahui bahwa istilah
majemuk lebih banyak digunakan untuk merujuk pada
gabungan dua atau lebih leksem atau ata. Para ahli hanya
berbeda pendapat dalam memberi istilah untuk tiap-tiap
gabungan kata yang memiliki makna idiomatis dengan yang
tidak. Oleh karena itu, sering muncul pertanyaan “apakah
majemuk itu berbeda atau sama dengan idiom atau bahkan
dengan frasa?”
2. Analisis
a. Majemuk (Compounds)
Untuk menampung konsep yang belum terwadahi dalam
sebuah kata, digunakan gabungan kata atau leksem yang
dikenal dengan mejemuk, kompositum, atau perpaduan—yang
dalam bahasa Inggris disebut dengan compounds. Kata kunci
dari majemuk adalah gabungan kata atau leksem. Menurut
Bauer (1988), majemuk adalah leksem baru hasil dari
gabungan dua leksem atau lebih. Katamba (1994:291)

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 103


mengatakan bahwa majemuk adalah kata yang terdiri atas,
minimal, dua dasar yang tiap-tiap dasar dapat berdiri sendiri.
Kridalaksana (2008) menyebutnya sebagai gabungan leksem
dengan leksem yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang
memiliki pola fonologis, gramatikal, dan semantis yang
khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan.
Untuk mengidentifikasi antara majemuk dan bukan
majemuk, Kridalaksana (2007) merumuskan tiga hal berikut.
1. Ketaktersisipan. Di antara komponennya tidak dapat
disisipi apa pun. Misalnya, angkat bicara merupakan
majemuk karena tidak dapat disisipi apa pun.
Bandingkan dengan alat negara yang merupakan frasa
karena dapat disisipi dari.
2. Ketakterluasan. Komponennya tidak dapat diafiksasi
dan dimodifikasi, kecuali keseluruhan.
Misalnya, kereta api tidak biasa dibentuk
menjadi perkerataan api. Bentuk itu hanya dapat
diperluas semua komponennya
menjadi perkerataapian.
3. Ketakterbalikan. Komponennya tidak dapat
dipertukarkan. Misalnya naik daun tidak dapat dibalik
menjadi daun naik tanpa mengubah maknanya.

b. Idiom (Idioms)
Idiom adalah entitas leksikal yang lebih berfungsi sebagai
sebuah kata, walapun terdiri atas beberapa kata (Katamba,
1994:291). Kridalaksana (2007) mendefinisikan idiom sebagai
konstruksi yang maknanya tidak sama dengan makna
komponennya. Kridalaksana juga membedakan idiom dari
semiidiom. Semiidiom menurutnya adalah konstruksi yang
salah satu komponennya mengandung makna khas yang ada
dalam konstruksi itu saja, misalnya mata kaki dan harga diri.
Di Scullio dan Williams (dalam Katamba, 1994) menyebut
idiom dengan istilah listemes karena kata tersebut

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 104


harus listed dalam leksikon yang kekhasan maknanya tidak
tunduk pada kaidah umum dan harus dihafalkan. Idiom
seperti musang berbulu ayam atau tertangkap basah tidak
dapat diketahui artinya melalui kata pembentuknya. Bentuk
tersebut harus didaftar tersendiri dalam kamus dan dihafalkan
maknanya. Kridalaksana memasukkan idiom ke dalam bentuk
majemuk atau kompositum karena bentuknya yang selalu
merupakan gabungan kata atau leksem.

c. Pembagian Bentuk Majemuk


Setiap majemuk, baik yang terdiri atas dua kata, tiga kata, dan
seterusnya selalu memiliki dua bagian, yaitu kepala (head) dan
pewatas (modifier). Misalnya, bentuk majemuk rumah
sakit yang terdiri atas rumah sebagai kepala dan sakit sebagai
pewatasnya. Dalam bentuk majemuk kepala rumah
sakit, kepala sebagai kepala (head) dan rumah sakit menjadi
pewatasnya. Semakin panjang atau banyak elemen pembentuk
majemuk semakin sempit artinya.
Berdasarkan status komponennya, majemuk dibagi atas dua
kelompok besar, yaitu (1) apakah mejemuk tersebut memiliki
kepala: (a) kiri dan (b) kanan; (2) kelas kata kepalanya
(Katamba, 1994: 304). Untuk kelompok pertama, yang
berdasarkan keberadaan kepala majemuk dan letaknya di
sebelah kiri atau kanan terbagi atas tiga..

d. Majemuk dan Frasa


Majemuk juga berbeda dengan frasa. Untuk membedakan
antara majemuk dan frasa, perlu dirumuskan suatu kaidah
tersendiri. Misalnya, untuk membedakan frasa dengan bentuk
lain, arti sebuah frasa dapat diketahui dengan mengetahui
arti kata yang membentuknya dan frasa itu tunduk pada kaidah
umum. Usaha untuk membedakan antara majemuk dan frasa,
dapat dilihat dalam beberapa bahasa. Bahasa Inggris,
misalnya, menyiasati hal tersebut dengan cara menghilangkan

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 105


spasi antarelemen (breakfast) atau menggunakan tanda
hubung (hyphen), misalnya ice-cream; eye-catching. Bahasa
Arab menuliskan majemuk secara terpisah dan elemen
keduanya selalu diakhiri oleh kasrah (tanda bunyi [i]).
Dalam bahasa Indonesia, bentuk majemuk ditulis
terpisah, kecuali kata tersebut berpotensi menimbulkan salah
pengertian. Agar terhindar dari salah pengertian, digunakan
tanda hubung, misalnya buku-sejarah baru; ibu bapak-
kami. Bentuk majemuk yang mendapat awalan atau akhiran
sekaligus ditulis tergabung dan yang mendapat awalan atau
akhiran saja ditulis terpisah, misalnya bertepuk tangan, sebar
luaskan, pertanggungjawaban, dan menggarisbawahi. Adapun
bentuk majemuk atau gabungan kata yang sudah padu selalu
ditulis serangkai.
Contoh:
acapkali kasatmata segitiga
bilamana matahari sukacita
darmabakti olahraga sukarela
dukacita saripati wiraswata
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/, diunduh 21 Januari
2020.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)


tercantum bahwa frasa adalah gabungan dua kata atau lebih
yang bersifat nonpredikatif. Kemudian definisi idiom menurut
KBBI adalah (1) bentuk bahasa; merupakan gabungan kata
yang makna katanya tidak dapat dijabarkan dari makna unsur
gabungan dan (2) kebiasaan khusus dalam satu bahasa.
Menurut Azwardi (2016:81) berdasarkan definisi kata
majemuk, frasa, dan idiom, jelaslah bahwa ketiganya
merupakan bentuk yang berbeda di samping ada kesamaannya.
Persamaannya adalah unsur pembentuknya lebih dari satu,
paling tidak terdiri atas dua morfem atau dua kata.

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 106


Perbedaannya adalah segi tatarannya. Kata majemuk ada
tataran morfologi, frasa ada pada tataran sintaksis, dan idiom
ada pada tataran morfologi, frasa ada pada tataran sintaksis,
dan idiom pada tataran semantik. Tinjauan untuk kata
majemuk dan frasa biasanya berdasarkan hubungan struktur
unsur-unsur pembentuknya. Jika hubungannya renggang,
gabungan tersebut disebut frasa. Bagaimana dengan idiom?
Tinjauan untuk idiom biasanya berdasarkan makna. Jika
gabungan unsur-unsurnya itu membentuk arti baru, disebut
idiom. Jika kita meninjau kata majemuk dari segi makna, bisa
jadi kata majemuk termasuk idiom. Dalam bahasan kita ini
kata majemuk tidak ditinjau dari segi makna. Karena
tatarannya berbeda, kata majemuk dan idiom berbeda. Untuk
mengetahui perbedaan tersebut secara jelas perhatikan contoh
dalam tabe berikut.

Kata Majemuk IDIOM FRASA


A+B= AB A+B=C ½ = PK
Kipas angin Angin surga Mata Hitam
Rumah makan Kambing hitam Kota Besar
Sakit kepala Besar kepala Rumah Putih
Jam tangan Buah tangan Mobil Mewah
Pesawat tempur Panjang tangan Tangan panjang

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 107


TUGAS DAN LATIHAN 4
(KATA DAN BENTUKAN KATA)

Nama :____________________________
NPM :____________________________
Fakultas/Prodi :____________________________

1. Jelaskan bentuk-bentuk proses morfologi dalam bahasa


Indonesia!
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 108


2. Tulis ulang dalam bentuk yang benar pada kalimat
berikut ini!
a. Dia sedang nyusun laporan tugas akhir untuk
memenuhi syarat sidang skripsi.
b. Pemerintah Aceh sedang galakkan semangat literasi
dalam proses pembelajaran.
c. Jawaban Markonah keleru pada soal matematika.
d. Zumaroh adalah bekas siswa SMA Negeri 1 Langsa.
e. Daging korban itu dibagi tidak sesuai sasaran.
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________

3. Imbuhkan awalan meN- dan peN- pada bentuk dasar di


bawah ini!
a. Pikir; f. Fitnah;
b. Banding; g. Tinju;
c. Tempuh; h. Hibur;
d. Didik; i. Sulap;
e. Lukis;

Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 109


______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
4. Tulis ulang dalam bentuk yang benar kata-kata berikut
ini!
mengkutip, mepatuhi, menkuatkan, metukar, mensuplai,
menlawan, menmakan, mensatu, mensurvei, mentolak,
pempotong, petanam, petilang, peduduk, penmarah,
pentakut, pepanas, penbaca, penlukis, penterjemah.
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
Bab IV Pilihan Kata (Diksi) 110

Anda mungkin juga menyukai