PENDAHULUAN
Anak adalah buah hati yang sangat berharga bagi setiap keluarga, sebagai
pewaris dan penerus kedua orang tuanya. Sedangkan, seorang ibu adalah sosok
yang penuh kasih sayang, apapun dikorbankan demi anaknya. Oleh karena itu,
seorang anak harus mendapatkan perlindungan baik saat masih dalam kandungan
maupun setelah dilahirkan. Namun, sekarang ini berita-berita tentang
ditemukannya bayi yang baru lahir dalam keadaan meninggal karena dibunuh oleh
ibunya, seringkali dijumpai di media massa.1
Kasus pembunuhan terhadap bayi yang baru lahir telah dikenal sejak dahulu
dan terjadi dimana saja. Pembunuhan anak sendiri adalah suatu bentuk kejahatan
terhadap nyawa dimana kejahatan ini bersifat unik. Keunikan tersebut dikarenakan
pelaku pembunuhan haruslah ibu kandungnya sendiri dan alasan atau motivasi
untuk melakukan kejahatan tersebut adalah karena ibu kandungnya takut ketahuan
bahwa dia telah melahirkan anak, salah satunya karena anak tersebut adalah hasil
hubungan gelap. Selain itu, keunikan lainnya adalah saat dilakukannya tindakan
menghilangkan nyawa anaknya, yaitu saat anak dilahirkan atau tidak lama
kemudian. Patokannya dapat dilihat apakah sudah atau belum ada tanda-tanda
perawatan, dibersihkan, dipotong tali pusat, atau diberikan pakaian.2
Saat dilakukannya kejahatan tersebut, dikaitkan dengan keadaan mental
emosional dari ibu, seperti rasa malu, takut, benci, serta rasa nyeri bercampur aduk
menjadi satu, sehingga perbuatannya dianggap dilakukan tidak dalam keadaan
mental yang tenang, sadar, serta dengan perhitungan yang matang.2
Untuk dapat menuntut seorang ibu telah melakukan tindak pidana
pembunuhan anak sendiri, haruslah terbukti bahwa bayi tersebut hidup pada saat
dilahirkan. Sebagai dokter forensik, tanda-tanda kehidupan sudah tidak ditemukan
lagi pada saat otopsi. Tanda yang masih dapat ditemukan adalah tanda pernah
bernapas di luar rahim. Hal tersebut menjadi sulit bila saat otopsi dilakukan, jenazah
bayi sudah berada dalam keadaan membusuk. Kesulitan juga dijumpai pada saat
menentukan sebab kematian bayi. Pada umumnya tidak terdapat keterangan apapun
mengenai jalannya persalinan dan keadaan bayi setelah dilahirkan. Bila ditemukan
1
tanda kematian akibat asfiksia, maka penyebabnya harus ditentukan karena
penyebab asfiksia tersebut adalah penyebab kematian bayi.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Berdasarkan undang-undang tersebut, dapat dilihat adanya tiga faktor
penting, yaitu:
Ibu, yaitu hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan
pembunuhan anak sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ibu telah menikah atau
belum. Sedangkan, bagi orang lain yang melakukan atau turut membunuh anak
tersebut dihukum karena pembunuhan atau pembunuhan berencana, dengan
hukuman yang lebih berat, yaitu 15 tahun penjara (pasal 338 pembunuhan
tanpa rencana), atau 20 tahun, seumur hidup/hukuman mati (pasal 339 dan 340,
pembunuhan dengan rencana).
Waktu, yaitu dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu yang tepat,
tetapi hanya dinyatakan pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian.
Sehingga boleh dianggap pada saat belum timbul rasa kasih sayang seorang
ibu terhadap anaknya. Bila rasa kasih sayang sudah timbul maka ibu tersebut
akan merawat dan bukan membunuh anaknya.
Psikis, yaitu ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan
akan diketahui orang lain telah melahirkan anak itu, biasanya anak yang
dilahirkan tersebut didapatkan dari hubungan tidak sah.5
Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misalnya
tempat sampah, got, sungai dan sebagainya, maka bayi tersebut mungkin adalah
korban pembunuhan anak sendiri (pasal 341, 342), pembunuhan (pasal 338, 339,
340, 343), lahir mati kemudian dibuang (pasal 181), atau bayi yang ditelantarkan
sampai mati (pasal 308).5
4
3. Apakah ada luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab
kematian?2,5
Visum et Repertum (VeR) itu juga mengandung makna sebagai pengganti
barang bukti. Oleh karena itu, segala hal yang terdapat dalam barang bukti, dalam
hal ini yaitu tubuh anak, harus dicatat dan dilaporkan. Dengan demikian, selain
ketiga kejelasan di atas, masih ada dua hal lagi yang harus diutarakan dalam VeR,
yaitu:
4. Apakah anak yang dilahirkan itu cukup bulan dalam kandungan?
5. Apakah pada anak tersebut didapatkan kelainan bawaan yang dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup bagi si anak?2,5
Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, bayi tersebut harus
dilahirkan hidup setelah seluruh tubuhnya keluar dari tubuh ibu (separate
existence). Selain itu, viabilitas dan maturitas bayi juga perlu ditentukan untuk
menerangkan sebab lahir mati. Bila bayi tersebut lahir mati kemudian dibuang,
maka hal tersebut bukanlah kasus pembunuhan anak sendiri, melainkan kasus lahir
mati kemudian dibuang atau menyembunyikan kelahiran dan kematian.5,6
5
Pernapasan spontan terjadi akibat rangsangan atmosfer dan adanya gangguan
sirkulasi plasenta, dan ini menimbulkan perubahan penting yang permanen pada
paru. Pernapasan setelah bayi lahir mengakibatkan perubahan letak diafragma
dan sifat paru-paru.3,6
a. Letak Diafragma
Pada bayi yang sudah bernapas, letak diafragma setinggi iga ke-5
atau ke-6. Sedangkan pada yang belum bernapas setinggi iga ke-3 atau ke-
4.3
b. Gambaran Makroskopik Paru
Paru-paru bayi yang sudah bernapas berwarna merah muda tidak
homogen namun berbercak-bercak (mottled). Konsistensinya adalah seperti
spons dan berderik pada perabaan. Sedangkan, pada paru-paru bayi yang
belum bernapas berwarna merah ungu tua seperti warna hati bayi dan
homogen, dengan konsistensi kenyal seperti hati atau limpa.3
c. Uji Apung Paru
Uji apung paru dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch
technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan
timbulnya artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru akibat
manipulasi berlebihan.5
Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung lidah
dijepit dengan pinset atau klem, kemudian ditarik ke arah ventrokaudal
sehingga tampak palatum mole. Dengan scalpel yang tajam, palatum mole
disayat sepanjang perbatasannya dengan palatum durum. Faring, laring,
esophagus bersama dengan trakea dilepaskan dari tulang belakang.
Esofagus bersama dengan trakea diikat di bawah kartilago krikoid dengan
benang. Pengikatan ini dimaksudkan agar pada manipulasi berikutnya
cairan ketuban, mekonium atau benda asing lain tidak mengalir ke luar
melalui trakea; bukan untuk mencegah masuknya udara ke dalam paru.5
Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep atau
pinset bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan. Kemudian
esophagus diikat di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan. Pengikatan
6
ini dimaksudkan agar udara tidak masuk ke dalam lambung dan uji apung
lambung-usus (uji Breslau) tidak memberikan hasil meragukan.5
Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu
dimasukkan ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam.
Kemudian paru-paru kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali ke
dalam air, dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Setelah itu tiap lobus
dipisahkan dan dimasukkan ke dalam air, dan dilihat apakah mengapung
atau tenggelam. Lima potong kecil dari bagian perifer tiap lobus
dimasukkan ke dalam air, diperhatikan apakah mengapung atau tenggelam.5
Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung
oleh karena kemungkinan adanya pembusukan. Bila potongan kecil itu
mengapung, letakkan di antara dua karton dan ditekan dengan arah
penekanan tegak lurus jangan digeser untuk mengeluarkan gas pembusukan
yang terdapat pada jaringan interstisial paru, lalu masukkan kembali ke
dalam air dan diamati apakah masih mengapung atau tenggelam. Bila masih
mengapung berarti paru terisi udara residu yang tidak akan keluar. Namun,
terkadang dengan penekanan, dinding alveoli pada mayat bayi yang telah
membusuk lanjut akan pecah dan udara residu keluar dan memperlihatkan
hasil uji apung paru negatif.5
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil paru
mengingat kemungkinan adanya pernapasan sebagian (parsial respiration)
yang dapat bersifat buatan atau alamiah (vagitus uternus atau vagitus
vaginalis) yaitu bayi sudah bernapas walaupun kepala masih dalam uterus
atau dalam vagina).5
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya kemungkinan
bayi dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas meskipun jantung
masih berdenyut, sehingga udara dalam alveoli diresorpsi. Pada hasil uji
negatif ini, pemeriksaan histopatologik paru harus dilakukan untuk
memastikan bayi lahir mati atau lahir hidup.5
Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang dapat
dipercaya, sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan.5
7
d. Mikroskopik paru-paru
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan
fiksasi dengan larutan formalin 10 %. Sesudah 12 jam, dibuat irisan
melintang untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke
dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan
histopatologik. Biasanya digunakan perwarnaan HE dan bila paru telah
membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig.5
Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum
bernapas, tetapi merupakan ciri paru janin yang belum mencapai usia gestasi
26 minggu. Tanda khas untuk paru janin belum bernapas adalah adanya
tonjolan (projection) yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang
kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga akan
tampak seperti gada (club-like). Pada permukaan ujung bebas projection
tampak kapiler yang berisi banyak darah. Pada paru bayi belum bernapas
yang sudah membusuk dengan perwarnaan Gomori atau Ladewig, tampak
serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli berkelok-kelok
seperti rambut yang keriting, sedangkan pada projection berjalan di bawah
kapiler sejajar dengan permukaan projection dan membentuk gelung-gelung
terbuka (open loops).5
Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi
cairan amnion yang luas karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat
tertekannya tali pusat atau solusio plasenta sehingga terjadi pernapasan
janin prematur (intrauterine submersion). Tampak sel-sel verniks akibat
deskuamasi sel-sel permukaan kulit, berbentuk persegi panjang dengan inti
piknotik berbentuk huruf S, bila dilihat dari atas samping terlihat seperti
bawang. Juga tampak sel-sel amnion bersifat asidofilik dengan batas tidak
jelas dan inti terletak eksentrik dengan batas yang juga tidak jelas.5
Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua
mungkin terlihat dalam bronkioli dan alveoli. kadang-kadang ditemukan
deskuamasi sel-sel epitel bronkus yang merupakan tanda maserasi dini, atau
fagositosis mekonium oleh sel-sel dinding alveoli.5
8
Lahir mati ditandai pula oleh keadaan yang tidak memungkinkan
terjadinya kehidupaan seperti trauma persalinan yang hebat, perdarahan
otak yang hebat, dengan atau tanpa robekan tentorium serebeli, pneumonia
intrauterin, kelainan kongenitasl yang fatal seperti anensefalus.5
2. Menangis
Bernapas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat terjadi
tanpa bernapas. Suara tangis yang terdengar belum berarti bayi tersebut lahir
9
hidup karena suara tangisan dapat terjadi dalam uterus atau dalam vagina. Yang
merangsang bayi menangis dalam uterus adalah masuknya udara dalam uterus
dan kadar oksigen dalam darah menurun dan atau kadar CO2 dalam darah
meningkat.4,6
3. Pergerakan Otot
Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem tidak
dapat dibuktikan. Kaku mayat dapat terjadi pada bayi yang lahir hidup
kemudian mati maupun yang lahir mati.4,6
10
6. Keadaan Tali Pusat
Yang harus diperhatikan pada tali pusat adalah pertama ada atau tidaknya
denyut tali pusat setelah kelahiran. Ini hanya dapat dibuktikan dengan saksi
mata. Kedua, pengeringan tali pusat, letak dan sifat ikatan, bagaimana tali pusat
itu di putus (secara tajam atau tumpul).4,6
7. Keadaan Kulit
Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya kehidupan
setelah bayi lahir, sebaliknya ada satu keadaan yang dapat memastikan bahwa
bayi tersebut tidak lahir hidup yaitu maserasi, yang dapat terjadi bila bayi sudah
mati di dalam uterus beberapa hari (8-10 hari). Hal ini harus dibedakan dengan
proses pembusukan yaitu pada maserasi tidak terbentuk gas karena terjadi
secara steril. Kematian pada bayi dapat terjadi waktu dilahirkan, sebelum
dilahirkan atau setelah terpisah sama sekali dari ibu.4,6
Kematian pada bayi dapat terjadi saat bayi dilahirkan, sebelum dilahirkan,
atau setelah terpisah sama sekali dari si ibu. Bukti kematian dalam kandungan
adalah:
a. Ante partum rigor mortis yang sering menimbulkan kesulitan waktu
melahirkan
b. Maserasi, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan ciri-ciri:
Warna merah kecoklatan (pada pembusukan warnanya hijau).
Kutikula putih, sering membentuk bula berisi cairan kemerahan.
Tulang-tulang lentur dan lepas dari jaringan lunak.
Tidak ada gas, baunya khas.
Maserasi ini terjadi bila bayi sudah mati 8-10 hari dalam kandungan.4
2.3.3 Viabilitas
12
Bayi yang viable adalah bayi yang sudah mampu untuk hidup di luar
kandungan ibunya atau sudah mampu untuk hidup terpisah dari ibunya (separate
existence). Viabilitas mempunyai beberapa syarat, yaitu:
a. Umur 28 minggu dalam kandungan.
b. Panjang badan 35 cm.
c. Berat badan 2500 gram.
d. Tidak ada cacat bawaan yang berat.
e. Lingkaran fronto-ocipital 32 cm.3,4
Selain itu, juga dilihat adanya kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup bayi, seperti kelainan jantung (ASD, VSD), otak (anensefalus
atau mikrosefalus), dan saluran pencernaan (stenosis esophagus, gastroskizis).2
13
Garis telapak kaki
Pada bayi yang matur terdapat garis-garis pada seluruh telapak kaki, dari
depan hingga tumit. Yang dinilai adalah garis yang relatif lebar dan
dalam. Dalam hal kulit telapak kaki itu basah maka dapat juga tampak
garis-garis yang halus dan superfisial.3
Alat kelamin luar
Pada bayi laki-laki matur, testis sudah turun dengan sempurna yakni
pada dasar skrotum dan rugae pada kulit skrotum sudah lengkap. Pada
bayi perempuan yang matur, labia minor sudah tertutup dengan baik
oleh labia mayor.3
Rambut kepala
Rambut kepala relatif kasar, masing-masing helai terpisah satu sama
lain dan tampak mengkilat. Batas rambut pada dahi jelas. Pada bayi yang
prematur rambut kepala halus seperti bulu wol atau kapas, masing-
masing helai sulit dibedakan satu sama lain dan batas rambut pada dahi
tidak jelas.3
Skin opacity
Pada bayi matur, jaringan lemak bawah kulit cukup tebal sehingga
pembuluh darah yang agak besar pada dinding perut tidak tampak atau
tampak samar-samar. Pada bayi prematur pembuluh-pembuluh tersebut
tampak jelas.3
Processus xiphoideus
Pada bayi yang matur processus xiphoideus membengkok ke dorsal,
sedangkan pada yang prematur membengkok ke ventral atau satu bidang
dengan korpus manubrium sterni.3
Alis mata
Pada bayi yang matur, alis mata sudah lengkap, yakni bagian lateralnya
sudah terdapat, sedangkan pada yang prematur bagian itu belum
terdapat.3
Pusat penulangan
14
Pusat-pusat penulangan khususnya pada tulang paha (femur)
mempunyai arti yang cukup penting. Bagian distal femur dan proksimal
tibia akan menunjukkan pusat penulangan pada umur kehamilan 36
minggu. Demikian juga pada cuboideum dan cuneiform. Sedangkan,
talus dan calcaneus pusat penulangan akan tampak pada umur
kehamilan 28 minggu.
Penaksiran umur gestasi
Rumus De Haas
Menurut rumus De Haas, untuk 5 bulan pertama panjang kepala-tumit
dalam sentimeter adalah sama dengan kuadrat angka bulan. Untuk 5
bulan terakhir, panjang badan adalah sama dengan angka bulan
dikalikan dengan angka 5.3
Rumus Arey
Menggunakan panjang kepala, tumit dan bokong.
Umur (bulan) = panjang kepala - tumit (cm) x 0,2
Umur (bulan) = panjang kepala - bokong (cm) x 0,3.3
Rumus Finnstrom
Menggunakan panjang lingkar kepala oksipito-frontal.
Umur gestasi = 11,03 + 7,75 (panjang lingkar kepala)3
15
a. Kematian wajar
1. Kematian secara alami
Imaturitas
Terjadi jika bayi yang lahir belum cukup matang dan mampu hidup
di luar kandungan sehingga mati setelah beberapa saat sesudah lahir.
Penyakit kongenital
Seringkali terjadi jika ibu mengalami sakit ketika sedang
mengandung seperti sifilis, tifus, campak sehingga anak memiliki
cacat bawaan yang menyebabkan kelainan pada organ internal seperti
paru-paru, jantung dan otak.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi dari umbilikus, perut, anus dan organ genital.
3. Malformasi
Kadangkala bayi tumbuh dengan kondisi organ tubuh yang tidak lengkap
seperti anensefali. Jika kelainan tersebut fatal, maka bayi tidak akan bisa
bertahan hidup.
4. Penyakit plasenta
Penyakit plasenta atau pelepasannya secara tidak sengaja dari dinding
uterus akan dapat menyebabkan kematian dari bayi dan ibu, dan dapat
diketahui jika sang ibu meninggal dan dilakukan pemeriksaan dalam.
5. Spasme laring
Hal ini dapat terjadi karena aspirasi mekonium ke dalam laring atau
akibat pembesaran kelenjar timus.
6. Eritroblastosis fetalis
Ini dapat terjadi karena ibu yang memiliki rhesus negatif mengandung
anak dengan rhesus positif, sehingga darah ibu akan membentuk antibodi
yang menyerang sel darah merah anak dan menyebabkan lisisnya sel
darah merah anak, sehingga menyebabkan kematian anak baik sebelum
maupun setelah kelahiran.
16
Ini dapat menyebabkan kematian pada bayi akibat ekstravasasi dari darah
ke selaput otak atau hingga mencapai jaringan otak akibat kompresi
kepala dengan pelvis, walaupun tanpa disertai dengan fraktur tulang
kepala.
2. Jeratan tali pusat
Tali pusat seringkali melingkar di leher bayi selama proses kelahiran. Hal
ini dapat menyebabkan bayi menjadi tercekik dan mati karena sufokasi.
3. Trauma
Hantaman yang keras pada perut wanita hamil dengan menggunakan
senjata tumpul, terjatuhnya ibu dari ketinggian juga merupakan penyebab
kematian bayi intrauterin. Untuk kasus seperti ini harus diperiksa tanda-
tanda trauma pada ibu.
4. Kematian dari ibu
Ketika ibu mati saat proses melahirkan ataupun sebelum melahirkan,
maka anak tidak akan bertahan lama di dalam kandungan sehingga harus
dilahirkan sesegera mungkin. Jika kematian disebabkan oleh penyakit
kronis, seperti perdarahan kronis, maka kesempatan untuk
menyelamatkan nyawa anak sangatlah kecil. Sedangkan jika kematian
disebabkan karena kejadian akut seperti kecelakaan, dimana ibu
sebelumnya sehat, maka kemungkinan untuk menyelamatkan nyawa bayi
lebih besar.
17
dari yang dibutuhkan untuk membuat bayi mati. Tanda-tanda bekas
jeratan akan ditemukan di daerah leher disertai dengan memar dan
resapan darah. Kadang juga ditemukan penjeratan dengan menggunakan
tali pusat sehingga terlihat bahwa bayi mati secara alami.
3. Penenggelaman (drowning)
Ini dilakukan dengan membuang bayi ke dalam penampungan berisi air,
sungai dan bahkan toilet.
4. Kekerasan tumpul pada kepala
Jika ditemukan fraktur kranium, maka dapat diperkirakan bahwa terjadi
kekerasan terhadap bayi. Pada keadaan panik, ibu memukul kepala bayi
hingga terjadi patah tulang.
5. Kekerasan tajam
Kematian pada bayi baru lahir yang dilakukan dengan melukai bayi
dengan senjata tajam seperti gunting atau pisau dan menyebabkan luka
yang fatal hingga menembus organ dalam seperti hati, jantung dan otak.
6. Keracunan
Jarang dilakukan, tetapi pernah terjadi dimana ditemukan sisa opium
pada putting susu ibu, yang kemudian menyusui bayinya dan
menyebabkan bayi tersebut mati.
Penentuan penyebab kematian dapat ditunjang dari pemeriksaan patologi
anatomi yang diambil dari jaringan tubuh mayat bayi.3
18
d. ukuran rahim saat post partum setinggi pusat, 6-7 hari post partum
setinggi tulang kemaluan
e. payudara mengeluarkan air susu
f. hiperpigmentasi aerola mamma
g. striae gravidarum dari warna merah menjadi putih2
2. Berapa lama telah melahirkan
a. ukuran rahim kembali ke ukuran semula 2-3 minggu
b. getah nifas : 1-3 hari post partum berwarna merah
4-9 hari post partum berwarna putih
10-14 hari post partum getah nifas habis
c. robekan alat kelamin sembuh dalam 8-10 hari2
3. Mencari tanda-tanda partus precipitatus
a. robekan pada alat kelamin
b. inversio uteri (rahim terbalik) yaitu bagian dalam rahim menjadi keluar,
lebih-lebih bila tali pusat pendek
c. robekan tali pusat anak yang biasanya terdapat pada anak atau pada tempat
lekat tali pusat. Robekan ini harus tumpul dibuktikan dengan pemeriksaan
histopatologis
d. luka pada kepala bayi menyebabkan perdarahan di bawah kulit kepala,
perdarahan di dalam tengkorak2
4. Pemeriksaan histopatologi yaitu sisa plasenta dalam darah yang berasal dari
rahim.2
Upaya membuktikan seorang tersangka ibu sebagai ibu dari anak yang
diperiksa adalah suatu hal yang paling sukar. Beberapa cara dapat digunakan, yaitu:
1. Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak
Si ibu diperiksa, apakah memang baru melahirkan (tinggi fundus uteri,
lochia, kolostrum dan sebagainya). Sedangkan saat lahir si anak dilihat dari
usia pasca lahir ditambah lama kematian.
2. Memeriksa golongan darah ibu dan anak
Hal ini juga sulit karena tidak adanya golongan darah ayah. Ekslusi hanya
dapat ditegakkan bila 2 faktor dominan terdapat bersama-sama pada satu
individu sedang individu lain tidak mempunyai sama sekali. Contohnya
19
adalah bila golongan AB sedangkan si anak golongan O atau sebaliknya.
Penggunaan banyak jenis golongan darah akan lebih memungkinkan
mencapai tujuan, tetapi oleh karena kendala biaya maka cara ini tidak
merupakan prosedur rutin.
3. Pemeriksaan DNA
Cara ini merupakan cara yang canggih dan membutuhkan dana yang
besar.2,3
20
BAB III
KESIMPULAN
21
Visum et Repertum
VISUM ET REPERTUM
( JENAZAH )
Atas jenazah--------------------------------------------------------------------------
PROJUSTITIA
Visum Et Repertum
Yang bertanda tangan di bawah ini, dr. Cute Uyeah, SpF, SH, MH, dokter
tertanggal 13 Agustus 2016, maka pada tanggal empat belas Agustus tahun dua ribu
enam belas, pukul delapan lewat tiga puluh menit Waktu Indonesia bagian Barat,
22
Universitas Batam telah melakukan pemeriksaan atas jenazah yang menurut surat
Nama:----------------------------------------------------------------------------------------
Umur: ---------------------------------------------------------------------------------------
Kebangsaan:--------------------------------------------------------------------------------
Agama:--------------------------------------------------------------------------------------
Pekerjaan:-----------------------------------------------------------------------------------
Alamat: -------------------------------------------------------------------------------------
HASIL PEMERIKSAAN
I.PEMERIKSAAN LUAR :
1. Organ genetalia yang ditemukan pada bayi ini menunjukkan bayi ini
seorang laki-laki
6. Lebam mayat didaerah punggung dan bokong yang tidak hilang pada
penekanan
23
9. Pada leher ditemukan bekas jeratan dengan tepi rata
12. Batas tumbuh rambut depan dan belakang bayi sudah terbentuk
II.PEMERIKSAAN DALAM:
1. Paru sudah mengisi rongga dada dan menutupi sebagian kandung jantung,
paru berwarna merah muda tidak merata dengan pleura tegang (taut pleura),
KESIMPULAN :
Pada mayat bayi laki-laki ini ditemukan luka memar pada permukaan
24
dalam bibir yang dapat disebabkan oleh pembekapan bahan lunak dan bekas
Pada mayat bayi laki-laki ini juga ditemukan bintik-bintik perdarahan pada
mata, kelopak mata dan kulit wajah karena pecahnya pembuluh darah kapiler
yang disebabkan oleh suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan
KUHAP
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Hadijah, Siti. 2008. Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan
Pembunuhan Bayi Di Wilayah DIY. Available from: http://eprints.undip.ac.id
(accessed: 2011, Mei 28)
2. Idries, A.M. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa
Aksara.
3. Budijanto, dkk. 1988.Pembunuhan Anak Sendiri. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Apuranto H, Hoediyanto. 2007. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
5. Budiyanto, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. 1997. Edisi pertama, cetakan
kedua. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hal. 165 176.
6. Hoediyanto. (Last Update: 2008, September 17). Pembunuhan Anak
(Infanticide). Available from: http://www.fk.uwks.ac.id (accessed: 2011, Mei
28)
26