Anda di halaman 1dari 9

Teori Kebutuhan Abraham H.

Maslow

TEORI KEBUTUHAN ABRAHAM H. MASLOW

1. Riwayat Hidup Abraham Maslow

Abraham Harold Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York, pada tanggal 1 April 1908.

Maslow dibesarkan dalam keluarga Yahudi Rusia dengan orangtua yang tidak mengenyam

pendidikan tinggi. Pada masa kecilnya, ia dikenal sebagai anak yang kurang berkembang

dibanding anak lain sebayanya. Ia mengatakan bahwa dirinya adalah seorang anak Yahudi

yang tumbuh dalam lingkungan yang mayoritas dihuni oleh non Yahudi.

Ia merasa terisolasi dan tidak bahagia pada masa itu. Ia bertumbuh di perpustakaan di antara

buku-buku. Ia awalnya berkuliah hukum, namun pada akhirnya, ia memilih untuk

mempelajari psikologi dan lulus dari Universitas Wisconsin. Pada saat ia berkuliah, ia

menikah dengan sepupunya yang bernama Bertha pada bulan desember 1928 dan bertemu

dengan mentor utamanya yaitu profesor Harry Harlow. Ia memperoleh gelar bachelor pada
1930, master pada 1931, dan Ph.D pada 1934. Maslow kemudian memperdalam riset dan

studinya di Universitas Columbia dan masih mendalami subjek yang sama. Di sana ia

bertemu dengan mentornya yang lain yaitu Alfred Adler, salah satu kolega awal dari

Sigmund Freud.

Pada tahun 1937-1951, Maslow memperdalam ilmunya di Brooklyn College. D i New York,

ia bertemu dengan dua mentor lainnya yaitu Ruth Benedict seorang antropologis, dan Max

Wertheimer seorang Gestalt psikolog, yang ia kagumi secara profesional maupun personal.

Kedua orang inilah yang kemudian menjadi perhatian Maslow dalam mendalami perilaku

manusia, kesehatan mental, dan potensi manusia. Ia menulis dalam subjek-subjek ini dengan

mendalam. Tulisannya banyak meminjam dari gagasan-gagasan psikologi, namun dengan

pengembangan yang signifikan. Penambahan tersebut khususnya mencakup hirarki

kebutuhan, berbagai macam kebutuhan, aktualisasi diri seseorang, dan puncak dari

pengalaman. Maslow menjadi pelopor aliran humanistik psikologi yang terbentuk pada

sekitar tahun 1950 hingga 1960-an. Pada masa ini, ia dikenal sebagai "kekuatan ke tiga" di

samping teori Freud dan behaviorisme.

Maslow menjadi profesor di Universitas Brandeis dari 1951 hingga 1969, dan menjabat ketua

departemen psikologi di sana selama 10 tahun. Di sinilah ia bertemu dengan Kurt Goldstein

(yang memperkenalkan ide aktualisasi diri kepadanya) dan mulai menulis karya-karyanya

sendiri. Di sini ia juga mulai mengembangkan konsep psikologi humanistik.

Ia menghabiskan masa pensiunnya di California, sampai akhirnya ia meninggal karena

serangan jantung pada 8 Juni 1970. Kemudian, Pada tahun 1967, Asosiasi Humanis Amerika

menganugerahkan gelar Humanist of the Year.

2. Teori Humanistik dan Aktualisasi Diri

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada

pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
A. kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex;

B. kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental,

psikologikal dan intelektual;

C. kebutuhan akan kasih sayang (love needs);

D. kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai

simbol-simbol status; dan

E. aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk

mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan

nyata.

Interpretasi dari Hirarki Kebutuhan Maslow yang direpresentasikan dalam bentuk piramida

dengan kebutuhan yang lebih mendasar ada di bagian paling bawah. Seseorang harus

mencapai aktualisasi diri secara bertahap.

A Kebutuhan Fisiologis

Pada tingkat yang paling bawah, terdapat kebutuhan yang bersifat fisiologik (kebutuhan akan

udara, makanan, minuman dan sebagainya) yang ditandai oleh kekurangan (defisi) sesuatu

dalam tubuh orang yang bersangkutan. Kebutuhan ini dinamakan juga kebutuhan dasar (basic
needs) yang jika tidak dipenuhi dalam keadaan yang sangat estrim (misalnya kelaparan) bisa

manusia yang bersangkutan kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena seluruh

kapasitas manusia tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan

dasarnya itu. Sebaliknya, jika kebutuhan dasar ini relatif sudah tercukupi, muncullah

kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan akan rasa aman (safety needs).

B. Kebutuhan Rasa Aman

Jenis kebutuhan yang kedua ini berhubungan dengan jaminan keamanan, stabilitas,

perlindungan, struktur, keteraturan, situasi yang bisa diperkirakan, bebas dari rasa takut dan

cemas dan sebagainya. Karena adanya kebutuhan inilah maka [[manusia[[ membuat

peraturan, undang-undang, mengembangkan kepercayaan, membuat sistem, asuransi, pensiun

dan sebagainya. Sama halnya dengan basic needs, kalau safety needs ini terlalu lama dan

terlalu banyak tidak terpenuhi, maka pandangan seseorang tentang dunianya bisa terpengaruh

dan pada gilirannya pun perilakunya akan cenderung ke arah yang makin negatif.

C. Kebutuhan Dicintai dan Disayangi

Setelah kebutuhan dasar dan rasa aman relatif dipenuhi, maka timbul kebutuhan untuk

dimiliki dan dicintai (belongingness and love needs). Setiap orang ingin mempunyai

hubungan yang hangat dan akrab, bahkan mesra dengan orang lain. Ia ingin mencintai dan

dicintai. Setiap orang ingin setia kawan dan butuh kesetiakawanan. Setiap orang pun ingin

mempunyai kelompoknya sendiri, ingin punya "akar" dalam masyarakat. Setiap orang butuh

menjadi bagian dalam sebuah keluarga, sebuah kampung, suatu marga, dll. Setiap orang yang

tidak mempunyai keluarga akan merasa sebatang kara, sedangkan orang yang tidak sekolah

dan tidak bekerja merasa dirinya pengangguran yang tidak berharga. Kondisi seperti ini akan

menurunkan harga diri orang yang bersangkutan.


D. Kebutuhan Harga Diri

Di sisi lain, jika kebutuhan tingkat tiga relatif sudah terpenuhi, maka timbul kebutuhan akan

harga diri (esteem needs). Ada dua macam kebutuhan akan harga diri. Pertama, adalah

kebutuhan-kebutuhan akan kekuatan, penguasaan, kompetensi, percaya diri dan kemandirian.

Sedangkan yang kedua adalah kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, ketenaran,

dominasi, kebanggaan, dianggap penting dan apresiasi dari orang lain. Orang-orang yang

terpenuhi kebutuhannya akan harga diri akan tampil sebagai orang yang percaya diri, tidak

tergantung pada orang lain dan selalu siap untuk berkembang terus untuk selanjutnya meraih

kebutuhan yang tertinggi yaitu aktualisasi diri (self actualization).

E. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang terdapat 17 meta kebutuhan yang tidak tersusun

secara hirarki, melainkan saling mengisi. Jika berbagai meta kebutuhan tidak terpenuhi maka

akan terjadi meta patologi seperti apatisme, kebosanan, putus asa, tidak punya rasa humor

lagi, keterasingan, mementingkan diri sendiri, kehilangan selera dan sebagainya.

E.1. Meta Kebutuhan

Menurut Maslow, meta kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri terdiri dari:

Kebenaran

Kebaikan

Keindahan atau kecantikan

Keseluruhan (kesatuan)

Dikotomi-transedensi

Berkehidupan (berproses, berubah tetapi tetap pada esensinya)


Keunikan

Kesempurnaan

Keniscayaan

Penyelesaian

Keadilan

Keteraturan

Kesederhanaan

Kekayaan (banyak variasi, majemuk, tidak ada yang tersembunyi, semua sama penting)

Tanpa susah payah (santai, tidak tegang)

Bermain (fun, rekreasi, humor)

Mencukupi diri sendiri

E.2. Meta Patologi

Jika berbagai meta kebutuhan tidak terpenuhi maka akan terjadi meta patologi seperti:

Apatisme

Kebosanan

Putus asa

Tidak punya rasa humor lagi

Keterasingan

Mementingkan diri sendiri

Kehilangan selera dan sebagainya


Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-

kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai

kebutuhan primer,

sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari

cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan

intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia

merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat

materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.

Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan

berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia

dalam kehidupan organisasional, teori klasik Maslow semakin dipergunakan, bahkan

dikatakan mengalami koreksi.

Penyempurnaan atau koreksi tersebut terutama diarahkan pada konsep hierarki kebutuhan

yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah hierarki dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau

secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti

dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.

Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang

tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum

kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak

akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.

Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin

mendalam penyempurnaan dan koreksi dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga

memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai

kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan


fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai,

memerlukan teman serta ingin berkembang.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia

digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu

ditekankan bahwa :

1. Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu

yang akan datang;

2. Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari

pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.

3. Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai titik jenuh dalam arti tibanya

suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam

pemenuhan kebutuhan itu.

3.Kritik

Pada perkembangannya, teori ini juga mendapatkan kritik. Hal ini dikarenakan adanya

sebuah loncatan pada piramida kebutuhan Maslow yang paling tinggi, yaitu kebutuhan

mencapai aktualisasi diri. Kebutuhan itu sama sekali berbeda dengan keempat kebutuhan

lainnya, yang secara logika mudah dimengerti. Seakan-akan ada missing link antara piramida

ke-4 dengan puncak piramida. Seolah-olah terjadi lompatan logika. Kendati pemikiran

Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan

fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada

kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif..

4.Referensi
1. Jess, Gregory Feist. 2012. Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika. Hlm. 325-365.

2. Edward Hoffman. 1988. A Biography of Abraham Maslow. Los Angeles: Jeremy P. Tarcher.

Hlm. 174.

3. Abraham H. Maslow. 1964. Religion, Value, and Peak-Experiences. Columbus: Ohis State

University Press. Hlm. 8.

4. C. George Boeree. 2006. Personality Theories. Yogyakarta: Primasophie. Hlm. 277-290.

5. Abraham H. Maslow. 1968. Toward a Psychology of Being, 2d ed. New York: D. Van

Nostrad. Hlm. 25.

6. Sarlito W. Sarwono. 2002. Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi.

Jakarta: Bulan Bintang. Hlm. 174-178.

7. Abraham H. Maslow. 1986. Farther Reaches of Human Nature. New York: Orbis Book.

Hlm. 260-280, 299.

8. Abraham Maslow. 2006. On Dominace, Self Esteen and Self Actualization. Ann Kaplan:

Maurice Basset. Hlm. 153, 168, 170-172, 299-342.

CR : Wikipedia

Anda mungkin juga menyukai