Anda di halaman 1dari 11

8. Apa saja klasifikasi fraktur?

Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar,
bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.
1. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar
Fraktur dapat dibagi menjadi :
a) Fraktur tertutup (closed),bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar.

b) Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut
R. Gustillo), yaitu:
1. Derajat I :
Luka <1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan
Kontaminasi minimal
2. Derajat II :
Laserasi >1 cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
Fraktur kominutif sedang
Kontaminasi sedang
3. Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular
serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka derajat III terbagi atas:
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi
luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma
berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi
masif.
Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat
kerusakan jaringan lunak.

2. Berdasarkan bentuk patahan tulang


a) Transversal
Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang atau
bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini biasanya mudah dikontrol dengan
pembidaian gips.
b) Spiral
Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi ekstremitas atau
pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.
c) Oblik
Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis patahnya membentuk
sudut terhadap tulang.
d) Segmental
Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang yang retak dan ada yang
terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah.
e) Kominuta
Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya keutuhan jaringan dengan
lebih dari dua fragmen tulang.
f) Greenstick
Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap dimana korteks tulang
sebagian masih utuh demikian juga periosterum. Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak
anak.
g) Fraktur Impaksi
Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada
diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.
h) Fraktur Fissura
Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti, fragmen biasanya
tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.

3. Berdasarkan lokasi pada tulang fisis


Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng pertumbuhan, bagian ini relatif
lemah sehingga strain pada sendi dapat berakibat pemisahan fisis pada anak anak. Fraktur
fisis dapat terjadi akibat jatuh atau cedera traksi. Fraktur fisis juga kebanyakan terjadi karena
kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas olahraga. Klasifikasi yang paling banyak
digunakan untuk cedera atau fraktur fisis adalah klasifikasi fraktur menurut Salter Harris :
a) Tipe I : fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan, prognosis
sangat baik setelah dilakukan reduksi tertutup.
b) Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul melalui tulang metafisis ,
prognosis juga sangat baik denga reduksi tertutup.
c) Tipe III : fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan epifisis dan kemudian
secara transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan. Prognosis cukup baik
meskipun hanya dengan reduksi anatomi.
d) Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan terjadi melalui
tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting dan mempunyai resiko gangguan
pertumbuhan lanjut yang lebih besar.
e) Tipe V : cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari gangguan pertumbuhan
lanjut adalah tinggi.

Untuk lebih jelasnya tentang pembagian atau klasifikasi fraktur dapat dilihat pada gambar
berikut ini :

Gambar 1. Fraktur Berdasarkan Hubungan Tulang


Gambar 2. Fraktur Berdasarkan Bentuk Patahan Tulang
Gambar 3. Fraktur Menurut Salter Harris

Sumber: ck no. 1 tumik ra

10. Bagaimana epidemiologi fraktur?


1. Distribusi Frekuensi
a) Berdasarkan Orang
Fraktur lebih sering terjadi pada laki laki daripada perempuan dengan umur dibawah
45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh
kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan oleh laki laki menjadi
penyebab tingginya risiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering
mengalami fraktur daripada laki laki yang berhubungan dengan meningkatnya insidens
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause.
Tahun 2001, di Amerika Serikat terdapat lebih dari 135.000 kasus cedera yang
disebabkan olahraga papan selancar dan skuter. Dimana kasus cedera terbanyak adalah
fraktur 39% yang sebagian besar penderitanya laki laki dengan umur di bawah 15 tahun.27
Di Indonesia, jumlah kasus fraktur yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas 4 kali lebih
banyak terjadi pada laki laki daripada perempuan

b) Berdasarkan Tempat dan Waktu


Di negara maju, masalah patah tulang pangkal paha atau tulang panggul merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang mendapat perhatian serius karena dampak yang
ditimbulkan bisa mengakibatkan ketidakmampuan penderita dalam beraktivitas. Menurut
penelitian Institut Kedokteran Garvan tahun 2000 di Australia setiap tahun diperkirakan
20.000 wanita mengalami keretakan tulang panggul dan dalam setahun satu diantaranya akan
meninggal karena komplikasi.
Di negara negara Afrika kasus fraktur lebih banyak terjadi pada wanita karena
peristiwa terjatuh berhubungan dengan penyakit Osteoporosis. Di Kamerun pada tahun 2003,
perbandingan insidens fraktur pada kelompok umur 50 64 tahun yaitu, pria 4,2 per 100.000
penduduk, wanita 5,4 per 100.000 penduduk. Angka yang lebih tinggi di Maroko pada tahun
2005 insidens fraktur pada pria 43,7 per 100.000 penduduk dan wanita 52 per 100.000
penduduk.
Di Indonesia jumlah kasus fraktur akibat kecelakaan lalu lintas meningkat seiring
pesatnya peningkatan jumlah pemakai kendaraan bermotor. Berdasarkan laporan penelitian
dari Depkes RI tahun 2000, di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung terdapat penderita
fraktur akibat kecelakaan lalu lintas sebanyak 444 orang.

2. Determinan Fraktur
a) Faktor Manusia
Beberapa faktor yang berhubungan dengan orang yang mengalami fraktur atau patah
tulang antara lain dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, aktivitas olah raga dan massa tulang.
1. Umur
Pada kelompok umur muda lebih banyak melakukan aktivitas yang berat daripada
kelompok umur tua. Aktivitas yang banyak akan cenderung mengalami kelelahan tulang dan
jika ada trauma benturan atau kekerasan tulang bisa saja patah. Aktivitas masyarakat umur
muda di luar rumah cukuptinggi dengan pergerakan yang cepat pula dapat meningkatkan
risiko terjadinya benturan atau kecelakaan yang menyebabkan fraktur. Insidens kecelakaan
yang menyebabkan fraktur lebih banyak pada kelompok umur muda pada waktu berolahraga,
kecelakaan lalu lintas, atau jatuh dari ketinggian. Berdasarkan penelitian Nazar Moesbar
tahun 2007 di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan terdapat sebanyak 864 kasus patah
tulang, di antaranya banyak penderita kelompok umur muda. Penderita patah tulang pada
kelompok umur 11 20 tahun sebanyak 14% dan pada kelompok umur 21 30 tahun
sebanyak 38% orang.
2. Jenis Kelamin
Laki laki pada umumnya lebih banyak mengalami kecelakaan yang menyebabkan
fraktur yakni 3 kali lebih besar daripada perempuan.18 Pada umumnya Laki laki lebih aktif
dan lebih banyak melakukan aktivitas daripada perempuan. Misalnya aktivitas di luar rumah
untuk bekerja sehingga mempunyai risiko lebih tinggi mengalami cedera. Cedera patah
tulang umumnya lebih banyak terjadi karena kecelakaan lalu lintas. Tingginya kasus patah
tulang akibat kecelakaan lalulintas pada laki laki dikarenakan laki laki mempunyai
perilaku mengemudi dengan kecepatan yang tinggi sehingga menyebabkan kecelakaan yang
lebih fatal dibandingkan perempuan. Berdasarkan penelitian Juita, pada tahun 2002 di Rumah
Sakit St. Elisabeth Medan terdapat kasus fraktur sebanyak 169 kasus dimana jumlah
penderita laki laki sebanyak 68% dan perempuan sebanyak 32%.
3. Aktivitas Olahraga
Aktivitas yang berat dengan gerakan yang cepat pula dapat menjadi risiko penyebab
cedera pada otot dan tulang. Daya tekan pada saat berolah raga seperti hentakan, loncatan
atau benturan dapat menyebabkan cedera dan jika hentakan atau benturan yang timbul cukup
besar maka dapat mengarah pada fraktur. Setiap tulang yang mendapat tekanan terus menerus
di luar kapasitasnya dapat mengalami keretakan tulang. Kebanyakan terjadi pada kaki,
misalnya pada pemain sepak bola yang sering mengalami benturan kaki antar pemain.
Kelemahan struktur tulang juga sering terjadi pada atlet ski, jogging, pelari, pendaki gunung
ataupun olahraga lain yang dilakukan dengan kecepatan yang berisiko terjadinya benturan
yang dapat menyebabkan patah tulang.
4. Massa Tulang
Massa tulang yang rendah akan cenderung mengalami fraktur daripada tulang yang
padat. Dengan sedikit benturan dapat langsung menyebabkan patah tulang karena massa
tulang yeng rendah tidak mampu menahan daya dari benturan tersebut. Massa tulang
berhubungan dengan gizi tubuh seseorang. Dalam hal ini peran kalsium penting bagi
penguatan jaringan tulang. Massa tulang yang maksimal dapat dicapai apabila konsumsi gizi
dan vitamin D tercukupi pada masa kanak kanak dan remaja. Pada masa dewasa
kemampuan mempertahankan massa tulang menjadi berkurang seiring menurunnya fungsi
organ tubuh. Pengurangan massa tulang terlihat jelas padawanita yang menopause. Hal ini
terjadi karena pengaruh hormon yang berkurang sehingga tidak mampu dengan baik
mengontrol proses penguatan tulang misalnya hormon estrogen.

b) Faktor Perantara
Agent yang menyebabkan fraktur sebenarnya tidak ada karena merupakan peristiwa
penyakit tidak menular dan langsung terjadi. Namun bisa dikatakan sebagai suatu perantara
utama terjadinya fraktur adalah trauma benturan. Benturan yang keras sudah pasti
menyebabkan fraktur karena tulang tidak mampu menahan daya atau tekanan yang
ditimbulkan sehingga tulang retak atau langsung patah. Kekuatan dan arah benturan akan
mempengaruhi tingkat keparahan tulang yang mengalami fraktur. Meski jarang terjadi,
benturan yang kecil juga dapat menyebabkan fraktur bila terjadi pada tulang yang sama pada
saat berolahraga atau aktivitas rutin yang menggunakan kekuatan tulang di tempat yang sama
atau disebut juga stress fraktur karena kelelahan.

c) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya fraktur dapat berupa kondisi jalan
raya, permukaan jalan yang tidak rata atau berlubang, lantai yang licin dapat menyebabkan
kecelakaan fraktur akibat terjatuh. Aktivitas pengendara yang dilakukan dengan cepat di jalan
raya yang padat, bila tidak hati hati dan tidak mematuhi rambu lalu lintas maka akan terjadi
kecelakaan. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi banyak menimbulkan fraktur. Berdasarkan
data dari Unit Pelaksana Teknis Makmal Terpadu Imunoendokrinologi FKUI di Indonesia
pada tahun 2006 dari 1690 kasus kecelakaan lalu lintas proporsi yang mengalami fraktur
adalah sekitar 20%. 5 Pada lingkungan rumah tangga, kondisi lantai yang licin dapat
mengakibatkan peristiwa terjatuh terutama pada lanjut usia yang cenderung akan mengalami
fraktur bila terjatuh. Data dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2005 terdapat 83
kasus fraktur panggul, 36 kasus fraktur tulang belakang dan 173 kasus pergelangan tangan,
dimana sebagian besar penderita wanita >60 tahun dan penyebabnya adalah kecelakaan
rumah tangga.

Sumber: sm cak no 1 tumik ra


18. Apa saja komplikasi imobilisasi?
1. Trombosis
Trombosis vena dalam merupakan salah satu gangguan vaskular perifer yang
penyebabnya bersifat multifaktorial, meliputi faktor genetik dan lingkungan. Terdapat tiga
faktor yang meningkatkan resi trombosis vena dalam, yaitu adanya luka di vena dalam karena
trauma atau pembedahan, sirkulasi darh yang tidak baik pada vena ddalam, dan berbagai
kondisi yang meningkatkan resiko pembekuan darah.
Kondisi imobilisasi akan menyebabkan terjadnya akumulasi leukosit teraktivasi dan
akumulasi rombosit yang teraktivasi. Kondisi tersebut menyebabkan gangguan pada sel-sel
endotel dan juga memudahkan terjadinya trombosis. Selain itu, imobilisasi yang
menyebabkan stasis akan menyebabkan timbulnya hipoksia lokal pada sel endotel yang
selanjutnya akan menghasilkan aktivator faktor x dan merangsang akumulasi leukosit dan
trombosit. Gejala yang timbul bervariasi, tergantung pada ukuran dan lokasi trombosis vena
dalam, dapat berupa rasa panas, bengkak, kemerahan, dan rasa nyeri.

2. Emboli Paru
Emboli paru dapat diakibatkan oleh banyak faktor seperti emboli air ketuban, emboli udara
dan sebagainya. Emboli paru dapat menghambat aliran darah ke paru dan memicu refleks
tertentu yang dapat menyebabkan panas yang mengakibatkan nafas berhenti secara tiba-tiba.
Sebagian besar emboli paru diakibatkan oleh trombosis vena dalam. Berkaitan dengan
trombosis vena dalam, emboli paru disebabkan oleh lepasnya trombus yang biasanya
berlokasi pada tungkai bawah yang akan mencapai pembuluh darah paru dan menimbulkan
sumbatan yang dapt berakibat fatal.

3. Kelemahan Otot
Imobilasi lama akan mengakibatkan atrofi otot dengan penurunan ukuran dan kekuatan otot.
Penurunan kekuatan otot diperkirakan 1-2 persen sehari. Untuk mengetahui penuruan
kekuatan otot dapat juga dilihat dari ukuran lingkar otot. Ukuran lingkar otot tersebut
biasanya akan menurun sebanyak 2,1-21%. Kelemahan otot pada pasien dengan imobilisasi
seringkali terjadi dan berkaitan dengan penurunan fungsional, kelemahan dan jatuh.
Perubahan otot selama imobilisasi lama menyebabkan degenerasi serat otot, peningkatan
jaringan lemak, serta fibrosis.

4. Kontraktur Otot dan Sendi


Pasien yang mengalami tirah baring lama beresiko mengalami kontraktur karena sendi-sendi
tidak digerakkan. Akibatnya timbul rasa nyeri yang menyebabkan seseorang semakin tidak
mau menggerakkan sendi yang kontraktur tersebut. Kontraktur dapat terjadi karena
perubahan patologis pada bagian tulang sendi, pada otot, atau pada jaringan penunjang di
sekitar sendi.

5. Osteoporosis
Osteoporosis timbul akibat ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan
tulang. Imobilisasi ternyata meningkatkan resorpsi tulang, meningkatkan kadar kalsium
serum, menghambat sekresi PTH, dan produksi vitamin D3 aktif. Faktor utama yang
menyebabkan kehilangan massa tulang pada imobilisasi adalah meningkatnya resorpsi tulang.
Massa tulang menurun tetapi komponen rasio antara matriks inorganik dan organik tidak
berubah. Konsentrasi kalsium, pospor dan hidroksiprolin di urin meningkat pada minggu
pertama imobilisasi.

6. Ulkus Dekubitus
Pasien imobilasi umumnya tidak bergerak pada malam hari karena tidak adanya gerakan pasif
maupun aktif. Skor aktivitas sakral pasien pada kondisi tersebut adalah nol gerakan per jam,
yang mengakibatkan peningkatan tekanan pada daerah kulit yang sama secara terus menerus.
Tekanan akan berpengaruh pada daerah kulit sakral ketika posisi bersbaring. Aliran darah
akan terhambat pada daerah kulit yang tertekan dan menghasilkan anoksia jaringan dan
nekrosis.

7. Hipotensi Postural
Komplikasi yang sering terjadi akibat imobilisasi lama pada pasien usia lanjut adalah
penurunan efisiensi jantung, perubahan tanggapan kardiovaskular postural, dan penyakit
tromboemboli. Tirah baring lama akan membalikkan respons kardiovaskular normal menjadu
tidak normal yang akan menghasilkan penuruan volume sekuncup jantung dan curah jantung.
Curah jantung rendah mengakibatkan terjadinya hipotensi postural.

8. Pneumonia dan Infeksi Saluran Kemih


Imobilisasi juga dikaitkan dengan terjadinya pneumonia dan infeksi saluran kemih. Akibat
imobilisasi retensi suprapubik dan aspirasi lebih mudah terjadi pada pasien geritatri. Pada
posisi berbaring otot diafragma dan interkostal tidak berfungsi dengan baik sehingga gerakan
dinding dada juga menjadi terbatas yang menyebabkan sputum sulit keluar. Manakala kondisi
ini dibarengi dengan daya pegas elastik yang sudah berkurang dapat mengakibatkan
perubahan pada tekanan penutup saluran udara kecil, kondisi tersebut akan memudahkan usia
lanjut untuk mengalami atelektasis paru dan pneumonia.Aliran urin juga terganggu akibat
tirah baring yang kemudian menyebabkan infeksi saluran kemih lebih mudah terjadi.

Sumber: Govinda A. Setiati S. Imobilisasi pada Usia Lanjut. Dalam: Alwi I, Setiati S,
Simadibrata M, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PIP. 2009.

25. Bagaimana tatalaksana ulkus dekubitus serta edukasinya?


Penatalaksanaan ulkus dekubitus harus dilakukan dengan baik dan
terpadu,karena proses penyembuhannya yang membutuhkan waktu yang lama.
Ketika ulkus dekubitus telah t e r b e n t u k , m a k a p e n g o b a t a n h a r u s d i b e r i k a n
d e n g a n s e g e r a . P e n g o b a t a n ya n g diberikan dapat berupa tempat tidur yang
termodifikasi baik untuk penderita ulkus dekubitus, pemberian salap, krim,
ointment, solution, kasa, gelombang ultrasonik,atau lampu panas ultraviolet, gula , dan
tindakan bedah
Penatalaksanaan ulkus dekubitus dengan nonmedikamentosa adalah
meliputi pengaturan diet dan rehabilitasi medik. Seperti telah disebutkan di atas, nutrisi
adalah faktor risiko untuk terjadinya ulkus dekubitus. P e m b e r i a n d i e t y a n g t i n g g i
k a l o r i , p r o t e i n , v i t a m i n d a n m i n e r a l a k a n meningkatkan status gizi
penderita ulkus dekubitus. Meningkatnya status gizi penderita ini akan
m e m p e r b a i k s i s t e m i m u n p e n d e r i t a s e h i n g g a m e m p e r c e p a t penyembuha
ulkus dekubitus. T e r a p i r e h a b i l i t a s o i m e d i k y a n g d i b e r i k a n u n t u k
p e n y e m b u h a n u l k u s dekubitus adalah dengan radiasi infra merah, short wave
diathermy, dan pengurutan. Tujuan terapi ini adalah untuk memberikan efek
peningkatan vaskularisasi sehibggad a p a t m e m b a n t u p e n y e m b u h a n u l k u s .
S e d a n g k a n p e n g g u n a a n t e r a p i u l t r a s o n i k , sampai saat ini masih terus diselidiki
manfaatnya terhadap terapi ulkus dekubitus
Penatalaksanaan ulkus dekubitus dengan metode medikamentosa meliputi:
1.Mempertahankan keadaan bersihpada ulkus dan
sekitarnya
Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih
cepatdan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian,
pembilasan, p e n g e r i n g a n d a n p e m b e r i a n b a h a n - b a h a n t o p i k a l s e p e r t i
l a r u t a n N a C 1 0 , 9 % , larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan
Burowi serta larutan antiseptik lainnya.
Kompres yang diberikan pada ulkus dekubitus adalah
s e m i p e r m i a b e l d a n tertutup, yang memungkinkan terjadinya pertukaran gas dan transfer
penguapanair dari kulit dan mencegah maserasi kulit. Selain itu, kompres dapat
mencegahterjadinya infeksi sekunder dan mencegah faktor trauma. Tetapi,
kompres initidak berfungsi baik pada pasien dengan diaforesis dan eksudat yang
banyak.Beberapa kategori untuk kompres dan topikal yang dapat digunakan
adalahantimikrobial, moisturizer,emollient, topical circulatory stimulant,
k o m p r e s semipermiabel, kompres kalsium alginate, kompres hidrokoloid dan
hidrogel, penyerap eksudat, kompres dari basah/lembab ke kering dan ezim dan cairan atau
gel pembentuk film.

Tabel. Delapan Tipe Kompres Mayor dan karakteristiknya

Major Dressing Categories Key Perfomance Characteristics


Alginates (Sheets and fillers) Exudate absorptions, obliterate dead space, and autolytic
debridement
Foams (sheet and fillers) Obliterate dead space, retain moisture, exudate absorption,
and mechanical debridement
Gauzes (woven and nonwoven) Obliterate dead space, retain moisture, exudate absorption,
and mechanical debridement
Hydrocolloids (wafers and Occlusion, moisture retention, obliterate dead space and
fillers) autolytic debridement
Hydrogels (sheets and fillers) Retain moisture and autolytic debridement
Transparent films Occlusion, moisture retention, and autolytic debridement
Wound fillers Obliterate dead space, retain moisture, exudate absorption,
and autolytic debridement
Wound pouches Exudate control

2 . M e n g a n g k a t j a r i n g a n n e k r o t i k .
Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran
b e b a s d a r i bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan
jaringangranulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik
akanm e m p e r c e p a t p r o s e s p e n y e m b u h a n u l k u s . T e r d a p a t 7 m e t o d e
y a n g d a p a t dilakukan antara lain,
Autolytic debridement
Metode ini menggunakan balutan yanglembab untuk memicu autolisis oleh enzim
tubuh. Prosesnya lambat tetapitidak menimbulkan nyeri.
Biological debridement, or m a g g o t d e b r i d e m e n t t h e r a p y
Metode ini menggunakan maggot (belatung) untuk memakan
j a r i n g a n nekrosis. Oleh karena itu dapat membersihkan ulkus dari bakteri. Pada Januari
2 0 0 4 , F D A m e n y e t u j u i maggot sebagai l i v e m e d i c a l d e v i c e u n t u k
u l k u s dekubitus.
Chemical debridement, or enzymatic debridement
M e t o d e i n i menggunakan enzim untuk membuang jaringan nekrosis.
Mechanical debridement.
Teknik ini menggunakan gaya untuk membuang jaringan nekrosis. Caranya
dengan menggunakan kasa basah lalum e m b i a r k a n n y a k e r i n g d i a t a s l u k a
kemudian mengangkatnya. Teknik inikurang baik karena kemungkinan
j a r i n g a n y a n g s e h a t a k a n i k u t t e r b u a n g . Pada ulkus stadium 4, pengeringan yang
berlebihan dapat memicu terjadinya patah tulang atau pengerasan ligamen.
S h a r p d e b r i d e m e n t
T e k n i k i n i m e n g g u n a k a n s k a l p e l a t a u intrumen serupa untuk membuang
jaringan yang sudah mati.
Surgical debridement.
Ini adalah metode yang paling dikenal. A h l i b e d a h d a p a t m e m b u a n g
j a r i n g a n n e k r o s i s d e n g a n c e p a t t a n p a menimbulkan nyeri.
Ultrasound-assisted wound therap.
M e t o d e i n i m e m i s a h k a n jaringan nekrosis dari jaringan yang sehat dengan gelombang
ultrasonik.

.3 . M e n u r u n k a n dan mengatasi infeks


Perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika sistemik
d a p a t diberikan bila penderita mengalami sepsis dan selulitis. Ulkus yang
terinfeksiharus dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti
larutanH202 3 % , p o v i d o n i o d i n 1 % , s e n g s u l f a t 0 , 5 % . R a d i a s i u l t r a v i o l e t
( t e r u t a m a UVB) mempunyai efek bakterisidal.A n t i b i o t i k s i s t e m i k k u r a n g
d i a n j u r k a n u n t u k p e n g o b a t a n u l k u s d e k u b i t u s karena akan menimbulkan
resistensi. Antibiotik sistemik yang dapat diberikan meliputi gologan penicillins,
cephalosporins, aminoglycosides, fluoroquinolones, dan sulfonamides. Antibiotik lainnya
yang dpat digunakan adalah clindamycin,metronidazole dan trimethoprim

4 . M e r a n g s a n g d a n m e m b a n t u p e m b e n t u k a n
j a r i n g a n g r a n u l a s i d a n epitelisasi.
Untuk mempercepat pembentukan jaringan granulasi dan
e p i t e l i s a s i p a d a ulkus dekubitus sehingga mempercepat penyembuhan dapat diberikan:
Bahan-bahan topikal misalnya: salep asam salisilat 2%, preparatseng (ZnO, ZnSO4).
O k s i g e n h i p e r b a r i k ; s e l a i n m e m p u n y a i e f e k b a k t e r i o s t a t i k terhadap
sejumlah bakteri, juga mempunyai efek proliferatif epitel, menambah jaringan granulasi dan
memperbaiki keadaan vaskular

5 . T i n d a k a n b e d a h
Tindakan bedah bertujuan untuk membersihkan ulkus dan
m e m p e r c e p a t penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus
stadium III & IVdan karenanya sering dilakukan tandur kulit, myocutaneous flap, skin
graft serta intervensi lainnya terhadap ulkus.Intervensi terbaru terhadap ulkus dekubitus
adalah Negative Pressure Wound Therapy , yang merupakan aplikasi tekanan negatif topikal
pada luka. Teknik inimenggunakan busa yang ditempatkan pada rongga ulkus yang
dibungkus olehsebuah lapisan yang kedap udara. Dengan demikian, eksudat
dapat dikeluarkandan material infeksi ditambahkan untuk membantu tubuh
membentuk jaringang r a n u l a s i d a n m e m b e n t u k k u l i t b a r u . T e r a p i i n i h a r u s
d i e v a l u a s i s e t i a p d u a minggu untuk menetukan terapi selanjutnya

Sumber:
Thomas, David R.Prevention and treatment of pressure ulcers: What works?What doesnt?.
Clevel and Clinic Journal Of Medicine; 2001: 68(8) www.ccjm.org diakses tanggal 30 April
2016
Kirman,Christian N.Pressure Ulcers, Nonsurgical Treatment and Principles.2008.
www.emedicine.com diakses tanggal 30 April 2016

Anda mungkin juga menyukai