Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih


mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya
berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya
kontak lensa. 1, 3

Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini,


mata sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri
biasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam
jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga mengenai
kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal.
Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air mata juga berlebihan
sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis papiler raksasa adalah konjungtivitis yang
disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa kontak. Biasanya mengenai kedua
mata, terasa gatal, banyak kotoran mata, air mata berlebih, dan kadang muncul
benjolan di kelopak mata. Konjungtivitis virus biasanya tidak diobati, karena akan
sembuh sendiri dalam beberapa hari. Walaupun demikian, beberapa dokter tetap akan
memberikan larutan astringen agar mata senantiasa bersih sehingga infeksi sekunder
oleh bakteri tidak terjadi dan air mata buatan untuk mengatasi kekeringan dan rasa
tidak nyaman di mata. 1, 3

Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati


konjungtivitis bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika ada infeksi di
bagian tubuh lain. Pada konjungtivitis bakteri atau virus, dapat dilakukan kompres

1
hangat di daerah mata untuk meringankan gejala. Tablet atau tetes mata antihistamin
cocok diberikan pada konjungtivitis alergi. Selain itu, air mata buatan juga dapat
diberikan agar mata terasa lebih nyaman, sekaligus melindungi mata dari paparan
alergen, atau mengencerkan alergen yang ada di lapisan air mata. Untuk
konjungtivitis papiler raksasa, pengobatan utama adalah menghentikan paparan
dengan benda yang diduga sebagai penyebab, misalnya berhenti menggunakan lensa
kontak. Selain itu dapat diberikan tetes mata yang berfungsi untuk mengurangi
peradangan dan rasa gatal di mata. 3

Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada beberapa


kasus dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius. Untuk itu tidak ada salahnya
berkonsultasi dengan dokter mata jika terkena konjungtivitis. 3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi


vaskular, infiltrasi selular dan eksudasi, atau Radang pada selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata.1, 3

Konjungtivitis di bedakan menjadi akut dan kronis yang disebabkan oleh


mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.2

2.2 Anatomi

Konjungtiva merupakan lapisan terluar dari mata yang terdiri dari membran
mukosa tipis yang melapisi kelopak mata, kemudian melengkung melapisi
permukaan bola mata dan berakhir pada daerah transparan pada mata

3
yaitu kornea. Secara anatomi, konjungtiva dibagi atas 2 bagian yaitu konjungtiva
palpebra dan konjungtiva bulbaris. Namun, secara letak areanya, konjungtiva ibagi
menjadi 6 area yaitu area marginal, tarsal, orbital, forniks, bulbar dan limbal.
Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan
mukokutan) dan dengan epitel kornea pada limbus.Pada konjungtiva palpebra,
terdapat dua lapisan epithelium dan menebal secara bertahap dari forniks ke limbus
dengan membentuk epithelium berlapis tanpa keratinisasi pada daerah marginal
kornea. Konjungtiva palpebralis terdiri dari epitel berlapis tanpa keratinisasi yang
lebih tipis. Dibawah epitel tersebut terdapat lapisan adenoid yang terdiri dari jaringan
ikat longgar yang terdiri dari leukosit. Konjungtiva palpebralis melekat kuat pada
tarsus, sedangkan bagian bulbar bergerak secara bebas pada sklera kecuali yang dekat
pada daerah kornea.3

Berikut adalah gambaran anatomi dari konjungtiva 5,6

.
Gambar 2.5. Anatomi Konjungtiva

4
Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikut i pola arterinya membentuk jaringjaring
vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun
dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh
limfe palpebra hingga membentuk pleksus limfatikus yang banyak. 1

Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama (oftalmik)


nervus trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri. 1,3

Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan


kebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata,
dengan mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, akt ivitas
lakrimasi, dan menyuplai darah. Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa
ekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada mukosa
tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA 1,2

Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua
grup besar yaitu 3,4

1. Penghasil musin
a. Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah
inferonasal.
b. Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis
superior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior.
c. Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus.

2. Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan
kelenjar Wolfring. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria.
Pada sakus konjungtiva tidak pernah bebas dari mikroorganisme namun
karena suhunya yang cukup rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai darah

5
yang rendah menyebabkan bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain itu, air
mata bukan merupakan medium yang baik. 1

2.3 Etiologi
Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:
Infeksi olah virus atau bakteri
Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet
dari las listrik atau sinar matahari. 3

2.4 Klasifikasi

Konjungtivitis, terdiri dari:


1. Konjungtivitis bakterial Akut
2. Konjungtivitis virus Akut
3. Konjungtivitis alergi
4. Konjungtivitis Neonatorum
5. Konjungtivitis iritasi atau kimia 1 3

2.4.1 Konjungtivitis Bakterial Akut

Definisi

Peradangan pada konjungtiva yang disebabkan Oleh Streptokokus,


Corynebacterium diptherica, Pseudomonas, neisseria, dan hemophilus. 3

6
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun.
Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus, Pneumococcus,
dan Haemophilus. Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan
mikroorganisme seperti Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2
minggu jika tidak diobati dengan memadai. 3

Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari
sekian antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa
hari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria
meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini, 4

Diagnosis


Hiperemi Konjungtiva

Edema kelopak dengan kornea yang jernih

Kemosis : pembengkakan konjungtiva

Mukopurulen atau Purulen4

Pemeriksaan

Pemeriksaan tajam penglihatan

Pemeriksaan segmen anterior bola mata

Sediaan langsung (swab konjungtiva untuk pewarnaan garam) untuk
mengindentifikasi bakteri, jamur dan sitologinya. 5

7
Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan.
Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman
seperti seprei, kain, dll.1,5

Pemeriksaan Laboratorium

Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui


dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan
pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil
polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan
biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen,
bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun
sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika
telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan. 6

Terapi

Prinsip terapi dengan obat topical spectrum luas. Pada 24 jam pertama obat
diteteskan tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya diberikan 4 kali sehari selama 1
minggu. Pada malam harinya diberikan salep mata untuk mencegah belekan di pagi
hari dan mempercepat penyembuhan1, 3

Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen


mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan
terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih
antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N meningitides.
Terapi topical dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah materi untuk
pemeriksaan laboratorium telah diperoleh. 4,6

8
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus
dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk
mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan
secara khusus hygiene perorangan. 1,4

Perjalanan dan Prognosis

Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat


berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat
berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi
gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir
konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan meningitis.1,4

Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan


menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.

Pencegahan


Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan
sesudahmembersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci
tangannya bersih-bersih.

Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata
yang sakit.

Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni
rumah lainnya.8

2.4.2 Konjungtivitis Gonore

9
Merupakan radang konjungtiva akut dan hebat disertai dengan sekret purulen.
Gonokok/Neisseria Gonorrhoea merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan
bersifat invasif, sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat.3

Infeksi pada neonatus terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang
pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang menderita penyakit tersebut.

Secara klinis penyakit ini dilihat dalam bentuk:

Oftalmia Neonatorum ( bayi berusia 1-3 hari )

Konjungtivitis gonore infantum ( usia lebih dari 10 hari )

Konjungtivitis gonore adultorum

Gejala

10
Konjungtiva yang kaku, dan sakit saat perabaan
Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar di buka.
Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior, sedangkan
konjungtiva bulbi merah.
Pada stadium supuratif terdapat sekret yang kental. 3,5.

Pemeriksan dan diagnosis


. Kerokan getah mata yang purulen dicat dengan pengecatan Gram dan
diperiksa dibawah mikroskop. Didapatkan sel-sel polimorfonuklear dalam
jumlah yang banyak.

Pengobatan

Tanpa penyulit :

Topikal : Salep mata Tetracycline HCL 1% atau Ciprofloxacin 0.3%


diberikan minimal 6kali sehari pada neonatus dan diberikan sedikitnya tiap 2 jam
sekali pada penderita dewasa dilanjutkan sampai 5 kali.Sebelumnya sekret
dibersihkan dahulu.

Sistemik : Dewasa diberikan Penicillin G 4.8 juta IU IM dalam dosis tunggal


ditambah dengan Probenecid 1 gram per oral atau Ampicilin dosis tunggal 3.5 gram
per oral.

Pada neonatus dan anak-anak injeksi penicilin diberikan dengan dosis


50.000-100.000 IU/kgBB

Dengan penyulit pada kornea:

11
Topikal : Ciprofloxacin 0.3% dgn cara pemberian,hari 1 : 1-2 tetes setiap 15
menit selama 6jam selanjutnya 2 tetes setiap 30 menit, hari 2 : 2 tetes tiap 1 jam, hari
3 : 2 tetes tiap 4 jam. Obat-obatan topikal lain, Bacitracin, Vancomycin, Chepaloridin,
Gentamycin.

Dapat diberikan siklopegik (Scopolamin 0.25%) 2-3x setiap hari untuk


menghilangkan nyeri karena spasme siliar dan mencegah sinekia.

Apabila ada bahaya perforasi yang mengancam ( descemetocele ) dapat


dilakukan oprasi flap konjungtiva partial conjunctivall bridge flap

2.4.3 konjungtivitis Angular

Konjungtivitis Angular terutama didapatkan di daerah kantus interpalpebra.


Disebabkan oleh Basil Moraxella Axenfeld. 3

Gejala


Ekskoriasi kulit di sekitar daerah meradang

Sekret mukopurulen

Pasien sering mengedip5,6

Pengobatan

12
Tetrasiklin dan basitrasin

2.4.4 Konjungtivitis mukopurulen

Konjungtivitis mukopurulen merupakan konjungtivitis dengan gejala umum


konjungtivitis kiataral mukoid yang disebabkan oleh Staphylococcus atau basil Koch
Weeks.3

Gejala

Hiperemi konjungtiva
Sekret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak mata melekat terutama
saat bangun pagi.
Terdapat gambaran halo ( dibedakan dengan halo pada glaukoma)

Pengobatan

Membersihkan konjungtiva dan antibiotik yang sesuai.

2.4.5 Konjungtivitis Trakomatosa (TRACHOMA)

Definisi

Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan


oleh bakteri Chlamydia Trachoma . Penyakit ini dapat mengenai semua umur tetapi
lebih banyak pada orang muda dan anak-anak. Trachoma adalah penyakit infeksi
yang dapat menyebabkan kebutaan bagi penderitanya. Penyakit ini disebabkan oleh
tersebarnya bakteri Chlamydia Trachoma di tempat-tempat yang kualitas sanitasinya
buruk dan kualitas air yang tidak adekuat. Bakteri-bakteri ini kemudian tersentuh oleh
tangan manusia, menempel di tubuh lalat, atau tempat-tempat lain yang nantinya

13
mengontaminasi mata orang yang sehat. Infeksi oleh bakteri ini dapat menyebabkan
munculnya jaringan parut pada kornea mata. Pada awalnya, terbentuk reaksi infeksi
inflamasi pada bagian kelopak atas. Reaksi inilama-kelamaan membuat kelopak mata
mengerut dan menyempit. Kelopak yang membentuk jaringan parut ini lama-
kelamaan semaki ke dalam hingga pada akhirnya menutupi kornea. Ketika kornea
tertutupi jaringan parut maka si penderita mulai mengalami kebutaan. Dalam setiap
kedipan mata, bulu mata akan menggaruk kornea dan membuat penderita menderita.
Kondisi ini disebut trichiasis.

Reservoir penyakit ini adalah manusia. Cara penularan melalui kontak


langsung dengan discharge yang keluar dari mata yang terkena infeksi atau dari
discharges nasofaring melalui jari atau kontak tidak langsung dengan benda yang
terkontaminasi, seperti handuk, pakaian, alat-alat kecantikan dan benda-benda lain
yang dicemari discharge nasofaring dari penderita. Masa inkubasi rata-rata 7 hari
(berkisar antara 5 sampai dengan 14 hari). Masa penularan berlangsung selama masih
ada lesi aktif di konjungtiva dan kelenjar-kelenjar adneksa maka selama itu penularan
dapat berlangsung bertahun-tahun. Konsentrasi organisme dalam jaringan berkurang
banyak dengan terbentuknya jaringan parut, tetapi jumlahnya akan meningkat
kembali dengan reaktivasi dari penyakit dan terbentuknya discharge kembali.

Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Penyakit

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit dan


persebarannya yang meluas. Beberapa di antaranya adalah:

1. Kualitas sanitasi dan air

2. Personal hygiene

3. Kemiskinan

14
4. Kepadatan penduduk

Perjalanan Penyakit

Jika terjadi invasi kuman,bakteri maupun virus maka akan terjadi reaksi di
dalam jaringan tersebut diantaranya infiltrasi, eksudasi, nekrose dan pembentukan
jaringan parut. Reaksi ini di dapat juga di konjungtiva dan kornea jika virus trakoma
memasuki jaringan ini. Yang penting untuk mendirikan diagnosa trakoma adalah
pemeriksaan:

Konjungtiva palpebra superior, dimana terlihat prefolikel dan sikatrik

Konjungtiva forniks superior, dapat terlihat folikel dan sikatrik.

Kornea 1/3 bagian atas, dimana terlihat infiltrat, neovaskularisasi, folikel,


herbets pits

Trakoma merupakan konjungtivitis menahun, yang disertai dengan hipertrofi


papilar, infiltrasi sel darah putih dalam konjungtiva, yang menyebabkan timbulnya
folikel, prefolikel dengan infiltrat dan neovaskularisasi di kornea.

Prefolikel (PF) merupakan bercak bulat, kecil menonjol, jernih, di


konjungtiva tarsalis superior dan merupakan kumpulan limfosit dan sel
plasma yang letaknya subepitel. Prefolikel bukan merupakan stadium awal
dari folikel. Prefolikel tidak dapat besar.

Folikel (F) tampak sebagai tonjolan yang jernih, lebih besar dari prefolikel,
kadang-kadang ada pembuluh darah di atasnya. Ini merupakan kumpulan sel

15
limfosit dan sel plasma disertai nekrose subepitel. Folikel terdapat di
konjuntiva forniks atau di 1/3 atas lombus kornea. Stroma skera dan kornea
bersambungan. Bagian stroma sklera mungkin ada yang menonjol ke bagian
stroma kornea. Bagian ini dinamakan lonula dari Millet. Pada tempat ini
dapat timbul folikel yang tertutup oleh konjungtiva. Bila kemudian folikel
ini diresorpsi, maka timbul bekas pada tempat ini yang disebut Herbert
Periferal Pits.

Harus dapat dibedakan antara folikel trakoma dan non trakoma.

Folikel Trakoma Folikel Non Trakoma


mudah pecah tak mudah pecah
kalau pecah timbul sikatrik tak menimbulkan sikatrik
terutama di dapat di konjungtiva forniks - terutama di konjungtiva fornik inferior
superior
sama besar seperti butiran sagu tidak sama besar

Papil, bukan tanda khas dari trakoma, Dilihat dari atas bentuknya poligonal,
dengan pembuluh darah di tengah-tengahnya bercabang. Diantarannya
terdapat kripta. Di antaranya terdapat kripta, pada tempat mana berkumpul
sisa-sisa metabolisme dari sel epitel. Kemudian atasnya tertutup, sehingga
merupakan pseudokista, ini dapat mengeras dan terbentuklah litiasis
konjungtiva (post trakomatous deposit PTD)

Sikatrik, berasal dari folikel atau prefolikel. Tampak sebagai garis-garis yang
sejajar dengan margo palpebra, yang disebut garis artle. Kadang bercabang.
Sikatriks ini biadanya halus sehingga sukar dilihat, peeriksaan harus

16
dilakukan dengan teliti. Kadang garisnya panjang dan lebar, kadang berupa
bintang.

Panus, berarti tirai. Terdiri dri infiltrat dan neovaskularisasi. Harus diukur
dalam mm. Panus dibedakan menjadi 2 macam:

a. Panus aktif: terdiri dari infiltrat dan neovaskularisasi

b. Panus non aktif: hanya berdiri dari neovaskularisasi saja, infiltrat di


kornea berupa keratitis pungtata epitel dan sub epitel. Fluresin (+).

Stadium Konjungtivitis Trakomatosa

Menurut Mac Callan, konjungtivitis trakomatosa berjalan melalui 4 stadium:

Stadium I, insipien (hiperplasi limfoid)

Terdapat hipertrofi papil dengan folikel yang kecil-kecil pada konjungtiva


tarsus superior, yang memperlhatkan penebalan dan kongesti pada pembuluh darah
konjungtiva. Sekret yang sedikit dan jernih bila tidak ada infeksi sekunder. Kelainan
kornea sukar ditemukan tetapi kadang-kadang dapat ditemukan neovaskularisasi dan
keratitis epitelial ringan.

Stadium II, established

Terdapat hipertrofi papiler dan folikel yang matang (besar) pada konjungtiva
tarsus superior. Pada stadium ini ditemukan pannus trakoma yang jelas. Terdapat
hipertrofi papil yang berat yang seolah-olah mengalahkan gambaran folikel pada
konjungtiva superior. Pannus adalah pembuluh darah yang terletak di daerah limbus
atas dengan infiltrat.

17
Stadium III, Sikatrik

Terdapat parut pada konjungtiva tarsus superior yang terlihat sebagai garis
putih yang halus sejajar dengan margo palpebra. Parut folikel pada limbus kornea
disebut cekungan Herbert. Gambaran papil mulai berkurang.

Stadium IV, Resolusi

Suatu pembentukan parut yang sempurna pada konjungtiva tarsus superior


hingga menyebabkan entropion dan trikiasis.

Diagnosa Trakoma Ditegakkan Berdasarkan:

Gejala Klinik terdapat 2 dari 4 gejala yang khas:

18
- Lima atau lebih folikel pada garis konjungtiva tarsal datar kelopak mata atas.

- Konjungtival scarring yang khas pada konjungtiva tarsal atas.

- Folikel limbal atau sekuelnya(Herberts pits).

- Ekstensi atau perpanjangan pembuluh darah ke arah kornea, paling sering


tampak pada limbus superior.

Kerokan Konjungtiva, yang dengan pewarnaan giemsa dapat ditemukan badan


inklusi Halber staedter Prowazeki. Diagnosa trakoma juga bisa ditegakkan dengan 1
gejala klinis khas dengan kerokan konjungtiva yang menghasilkan badan inklusi.

Biakan kerokan konjungtiva, di dalam kantung telur menghasilakan badan inklusi


dan badan elementer dengan pewarnaan giemsa.

Tes serologik dengan:

a. Tes fiksasi komplemen, untuk menunjukan adanya antibodi terhadap trakoma,


dengan menggunakan antigen yang murni.

b. Tes mikro imuno-fluoresen, untuk menetukan anticlamidial yang spesifik.

Pengobatan

19
Tujuan pengobatan adalah untuk mendapatkan konjungtiva dalam keadaan licin
dengan jaringan sikatrik yang minimal. Hal ini bisa dicapai bila pengobatan sedini
mungkin.

Pada pengobatan trakoma dibedakan menjadi:

Pengobatan perorangan, yang dianjurkan berupa pemberian:

Pemakaian antibiotik tetrasiklin, aureomycin, achromycin berupa salep mata


dengan konsentrasi 1% dapakai 3-4kali sehari, diulaskan pada konjungtiva
forniks inferior, sedikitnya selama 2bulan.
Sulfonamide, yang dapat diberikan lokal maupun sistemik dengan dosis 40-
50mg/ kgBB yang diberikan selama seminggu, yang dihentkan seminggu
kemudian diberikan lagi seminggu sampai 2bulan.

2.5 Konjungtivitis Virus

2.5.1 Konjungtivitis Folikuler Virus Akut

a). Demam Faringokonjungtival

Tanda dan gejala

Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 C, sakit


tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering
sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan
berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel.
Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).1

20
Laboratorium

Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan


kadang kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan
ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga
didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer antibody penetral virus.
Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih praktis.1,3,6

Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada


bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada
orang dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor. 1,3,6

Terapi

21
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya
dalam sekitar 10 hari1. Pengobatan hanya suportif diberikan kompres astringen,
lubrikasi. Pengobatan biasanya simtomatik dan antibiotik untuk mencegah infeksi
sekunder.1

b). Keratokonjungtivitis Epidemika

Tanda dan gejala

Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu


mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa ada
infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh
fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea normal.
Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan
hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva
sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin
diikuti parut datar atau pembentukan symblepharon. 1,3,4

22
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel
terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan
namun menyembuh tanpa meninggalkan parut. 1

Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar


mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti
demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare. 1, 3

Laboratorium

Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan


37 (subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam
biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva
menampakkan reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran,
juga terdapat banyak neutrofil. 1

Penyebaran

Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui


jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian
larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin
terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva
atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber
penyebaran. 1,3

Pencegahan

Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai


penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci
tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat
yang menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer

23
aplanasi harus dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan
air steril dan dikeringkan dengan hati-hati. 4,6

Terapi

Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat
memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus
diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial. 1

c). Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks

Tanda dan gejala

Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil,


adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral,
iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi
epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus
epithelial yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel
herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat
pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika
ditekan. 1,3

Laboratorium

Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika


konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika
pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat
nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea, jika dipakai
fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa.
Ditemukannya sel sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic.3

24
Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain
kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan.3

Terapi

Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa,
umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local
maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus
kornea mungkin diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan
mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan
mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 10 hari: trifluridine
setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau idoxuridine
0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam.
Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama
10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.3

Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah
pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari.
Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi

25
herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat
menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat. 1,3

d). Konjungtivitis Hemoragika Akut

Epidemiologi

Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic


besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di
Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24.
Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari). 5

Tanda dan Gejala

Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air
mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi
kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-
bintik pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah.
Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan
keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia,
umum pada 25% kasus. 1,5

Penyebaran

Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite
seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam
5-7 hari

Terapi

Tidak ada pengobatan yang pasti. 4,5

26
2.5.2. Konjungtivitis Virus Kronis

a. Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum

Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat
menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan
pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi radang yang
mononuclear (berbeda dengan reaksi pada trachoma), dengan lesi bulat, berombak,
putih mutiara, non-radang dengan bagian pusat, adalah khas molluscum kontagiosum.
Biopsy menampakkan inklusi sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi seluruh
sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti ke satu sisi.3 Eksisi, insisi sederhana
nodul yang memungkinkan darah tepi memasukinya, atau krioterapi akan
menyembuhkan konjungtivitisnya.

b. Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster

Tanda dan gejala

Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi vesikuler khas


sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah khas
herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papiler, namun pernah ditemukan folikel,
pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Limfonodus
preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada awal penyakit. parut pada palpebra,
entropion, dan bulu mata salah arah adalah sekuele. 1

Laboratorium

Pada zoster maupun varicella dilakukan pewarnaan Giemsa, kerokan dari


vesikel palpebra mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear;
kerokan konjungtiva pada varicella dan zoster mengandung sel raksasa dan monosit.
Virus dapat diperoleh dari biakan jaringan sel sel embrio manusia. 1

27
Komplikasi

Iritis, skleritis, episkleritis, glaukoma, sikatrik pada kelopak, glaukoma,


katarak, kelumpuhan saraf III, IV, VI, atropi saraf optik, dan kebutaan.

Terapi

Pengobatan dengan kompres dingin. Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral
lima kali sehari selama 10 hari), jika diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya
akan mengurangi dan menghambat penyakit. 1 Pada 2 minggu pertama dapat
diberikan analgesik untuk menghilangkan rasa sakit. Pada komplikasi dapat diberikan
steroid, antiglaukoma dan tetrasiklin.

Keratokonjungtivitis Morbilli

Tanda dan gejala

Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang dalam
beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa hari sebelum erupsi
kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan secret mukopurulen, dan saat muncul
erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik pada konjungtiva dan kadang-kadang pada
carunculus. 1,3 Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya
meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien kurang gizi
atau imunokompeten, penyakit mata ini seringkali disertai infeksi HSV atau infeksi
bacterial sekunder oleh S pneumonia, H influenza, dan organism lain. Agen ini dapat
menimbulkan konjungtivitis purulen yang disertai ulserasi kornea dan penurunan
penglihatan yang berat. Infeksi herpes dapat menimbulkan ulserasi kornea berat
dengan perforasi dan kehilangan penglihatan pada anak-anak kurang gizi di Negara
berkembang. 1,3

28
Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear, kecuali jika ada
pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas giemsa mengandung sel-sel
raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang
dilakukan, kecuali jika ada infeksi sekunder. 1

2.6 Konjungtivitis Imunologik

a.Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)

Tanda dan gejala

Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam jerami


(rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu
hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair mata, mata merah,
dan sering mengatakan bahwa matanya seakan-akan tenggelam dalam jaringan
sekitarnya. Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan konjungtiva
bulbi, dan selama serangan akut sering terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab
tenggelamnya tadi). Mungkin terdapat sedikit sekret, khususnya jika pasien telah
mengucek matanya.

Laboratorium

Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva

Terapi

Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan 1:1000


yang diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya dalam 30
menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan antihistamin hanya
sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun sering
kambuh kecuali anti-gennya dapat dihilangkan.

29
2.7 Konjungtivitis Atopik

Tanda dan gejala

Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian


palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla
halus, namun papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis
vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa
pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea
yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis
terjadi berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan
vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi,
dan ketajaman penglihatan. 1,3

Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien
atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak bayi.
Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering
ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-
larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis
vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun. 3,4

Laboratorium

Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang terlihat


sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. 1

Terapi

30
Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10
mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200
mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti
ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini.
Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut
dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk
mengembalikan ketajaman penglihatannya. 1,3

2.7.1 Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal

Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate, yang


diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin,
miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan dalam
bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang
diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir sering menjadi penyebab
konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat iritasi yang
kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada pengenceran terhadap
agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus conjungtivae. 2,3

Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin, beberapa


neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh. Pengobatan terdiri
atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut atau lunak, atau
sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-
minggu atau berbulan-bulan lamanya setelah penyebabnya dihilangkan. 5,6

2.7.2 Konjungtivitis Vernalis


suatu inflamasi mata bagian luar yang bersifat musiman dan dianggap sebagai
suatu alergi. 7
Konjungtiva banyak sekali mengandung sel dari sistem kekebalan (mast sel)
yang melepaskan senyawa kimia (mediator) dalam merespon terhadap berbagai

31
rangsangan (seperti serbuk sari atau debu tungau) . Mediator ini menyebabkan radang
pada mata, yang mungkin sebentar atau bertahan lama. Sekitar 20% dari orang
memiliki tingkat mata merah alergi.7

Diagnosis

Ditemukan adanya tanda-tanda radang konjungtiva

Ditemukan adanya giant papil pada konjungtiva palpebra superior

Ditemukan adanya tantras dot pada limbus kornea

Kadang disertai shield ulcer

Bersifat kumat-kumatan1, 3
Gejal danTanda :

Mata merah (biasanya rekuren)

Kadang disertai rasa gatal yang hebat

Adanya riwayat alergi

Adanya hipertrofi papil difus pada konjungtiva tersal terutama superior

Adanya penebalan limbus dengan tantras dot

Discharge mukoid dan menjadi mukopurulen apabila terdapat infeksi
sekunder4,7

Terapi
Kasus ringan : terapi edukasi (menghindari allergen, kompres dingin, ruangan
sejuk, lubrikasi, salep mata), pemberian antihistamin (topical levokabastin,

32
emestadine), vasokonstriktor (phenileprine, tetrahidrolozine), mast cell stabilizer
(cromolin sodium 4% alomide)
Kasus sedang-berat : mast cell stabilizer (cromolin sodium 4% alomide),
antiinflamasi steroid topika (ketorolac 0,5%), kortikosteroid topical atau agen
modulator siklosporin. Pada pasien denga sheld ulcer bias diberikan sikloplegik yang
agresif (atropine 1%, homatropin 5%, atau skopolamin 0,25%) dan antibiotic topikal
Dapat diberikan antihistamin sistemik.8

2.7.3 Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans

Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yangmasuk ke
saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah
pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan
berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut)
menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut
belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada
efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan
terasa mengganggu secara menahun. 1

Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek
langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup
kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus
menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung
konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara
konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi
jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka
bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme.
Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan. 5,6

33
Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau
larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara
mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah
kompres dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan
beri analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen
antibakteri yang cocok. Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan
symblepharon mungkin memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar
berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika
pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim dan
prognosisnya lebih baik. 4

BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : ny. Mira roika

Umur : 29 tahun

Jenis kelamin : perempuan

34
Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : sarjana

Pekerjaan : pegawai swasta

Alamat : sidoarjo

No RM : 1855213

Tanggal pemeriksaan : 28 april 2017

B. Anamnesa

Keluhan Utama : Mata kanan kiri merah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poli mata dengan keluhan mata kanan dan kiri berwarna merah
sejak 2hari yang lalu, banyak mengeluarkan air mata,disertai kotoran yang
berlebihan dan pada pagi hari sulit membuka mata, kedua mata bengkak dan
nyeri saat ditekan, pengelihatan kabur (-), pasien pernah mengucek ngucek kedua
mata dengan tangan.

Riwayat penyakit dahalu :

- Pasien belum pernah menggunakan kacamata

- Pasien tidak punya riwayat darah tinggi

35
- Pasien tidak punya riwayar kencingmanis

- Pasien tidak punya riwayat asma, dermatitis atopik, alergi makanan dan alergi
obat disangkal.

C. Pemeriksaan

1. Status general:

- Keadaan umum : Cukup

- Kesadaran : compos mentis

- Gizi cukup

2. Status Lokalis:

Vod :5/5 Vos : 5/5

Edema palpebral & hiperemi (+) OD OS

CVI (+) OD OS

PCVI (+) OD OS

Floresin test (-)

D . Diagnosa :

ODS Konjungtivitis akut e.t causa bakteri

36
E . Penatalaksanaan:

- Kompres dingin selama

- Antibiotik topikal (tetes mata) spectrum luas : levofloxacin ED (6x1) ODS

- Edukasi cuci tangan setelah memegang barang atau mata.

- hindari daerah berdebu

- Kontrol 1 minggu kemudian kalau belum sembuh

37
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section


11. San Fransisco: MD Association, 2005-2006
2. Ilyas DSM, Sidarta,. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 1998

3. Ilyas, H. Sidarta Prof. dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003, hal
2, 134.
4. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005

5. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000. hal 356.
6. PERDAMI,. Ilmu Penyakit Mata Untuk dokter umum dan mahasiswa
kedokteran. Jakarta. 2002

7. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000


8. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 1983

38
39

Anda mungkin juga menyukai