Anda di halaman 1dari 22

GAGAL GINJAL KRONIK

A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap
(Doenges, 1999; 626)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya
berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney disease ( CKD ),pada dasarnya
pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure ( CRF ), namun pada terminologi akhir CKD
lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD
dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/merasa masih dalam stage stage awal yaitu 1 dan 2.
secara konsep CKD, untuk menentukan derajat ( stage ) menggunakan terminology CCT ( clearance
creatinin test ) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF ( cronic renal failure ) hanya 3
stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal
stage bila menggunakan istilah CRF.
B. ETIOLOGI
Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis
arteria renalis
Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis
sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal.
Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.
Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh
sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan
memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai
dari nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai
kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam
urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik
setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan
penderita asimptomatik.
Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea
Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG :
Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih
normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan
dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
1. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah
tersinggung, depresi
2. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik
waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi
mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivitas sisyem renin angiotensin aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem
pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh
toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat
kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
1. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung
akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
1. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
1. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus,
perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
1. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa
kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot
otot ekstremitas.
1. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal
gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
1. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore.
Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis,
hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan
eritopoesis pada sum sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit
dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :
1.Pemeriksaan lab.darah
hematologi
Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
RFT ( renal fungsi test )
ureum dan kreatinin
LFT (liver fungsi test )
Elektrolit
Klorida, kalium, kalsium
koagulasi studi
PTT, PTTK
BGA
2. Urine
urine rutin
urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3. pemeriksaan kardiovaskuler
ECG
ECO
4. Radidiagnostik
USG abdominal
CT scan abdominal
BNO/IVP, FPA
Renogram
RPG ( retio pielografi )
ASKEP CKD (Chronik Kidney Desease)

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Chronik Kidney Desease adalah : kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan
uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal). (Nursalam. 2006)

Chronik Kidney Desease adalah: suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal yang
bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. ( Slamet Suyono, 2001).

Chronik Kidney Desease adalah : gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk memperhatikan metabolisme keseimbangan cairan dan elektrolit
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth. 2002).

Chronik Kidney Desease biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap.
Penyebab termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis dan penyakit vaskular , penyakit agen nefrotik dan
penyakit endokrin (Marlynn E. Doenges. 2000)

Chronik Kidney Desease adalah penyakit ginjal yang tidak dapat pulih, ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal progresif, mengarah pada penyakit ginjal tahap akhir dan kematian (Susan Martin Tucker, 1998).

Dari kelima pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Cronik Kidney Desease adalah suatu
gangguan fungsi renal yang progresif irreversible yang disebabkan oleh adanya penimbunan limbah
metabolik di dalam darah, sehingga kemampuan tubuh tidak mampu mengekskresikan sisa- sisa sampah
metabolisme dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.

B. Patofisiologi

Menurut Brunner dan Suddarth(2002),Slamet Suyono(2001) dan Sylvia A. Price,(2000) adalah sebagai
berikut : Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel
dari berbagai penyebab diantaranya infeksi, penyakiy peradangan, penyakit vaskular hipertensif,
gangguan jaringan penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik (DM,
Hipertiroidisme), Nefropati toksik (penyalahgunaan analgesik), nefropati obstruktif(saluran kemih
bagian atas dan saluran kemih bagian bawah).

Pada saat fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya di ekskresikan
kedalam urine menjadi tertimbun didalam darah, sehingga terjadinya uremia dan mempengaruhi sistem
sistem tubuh, akibat semakin banyaknya tertimbun produk sampah metabolik, sehingga kerja ginjal
akan semakin berat.

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dan penurunan jumlah glomeruli yang dapat
menyebabkan penurunan klirens. Substansi darah yang seharusnya dibersihkan, tetapi ginjal tidak
mampu untuk memfiltrasinya. Sehingga mengakibatkan kadar kreatinin serum, nitrogen, urea darah
(BUN) meningkat. Ginjal juga tidak mampu mengencerkan urine secara normal. Sehingga tidak terjadi
respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehingga terjadi tahanan
natrium dan cairan. (Brunner & Suddarth, 2002).

Asidosis metabolik dapat terjadi karena ketidakmampuan ginjal mengekspresikan muatan asam yang
berlebihan terutama amoniak (NH3) dan mengabsorpsi bikarbonat.

Anemia, terjadi akibat berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoisis pada
sumsum tulang menurun, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia
toksik, defisiensi besi, asam folat dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan paling
sering pada saluran cerna dan kulit. (Slamet Suyono, 2001)

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat terjadi karena gangguan dalam metabolismenya. Dengan
menurunya filtrasi glomerulus dapat mengakibatkan peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan
kadar serum kalsium. Sehingga menyebabkan perubahan bentuk tulang. Penyakit tulang dan penurunan
metabolisme aktif vitamin D karena terjadi perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan
parathormon sehingga menyebabkan osteodistrofi (penyakit tulang uremik)

Manifestasi klinis, manifestasi kardiovaskuler, hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema pulmonal,
perikarditis. Gejala dematologis : gatal-gatal. Serangan uremik tidak umum karena pengobatan dini dan
agresif. Gejala gastrointestinal, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus,
kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, stomatitis. Perubahan neuromuskuler : perubahan
tingkat kesadaran, ketidakmampuan berkonsentrasi, perubahan hematologis : kecenderungan
perdarahan, keletihan, letargi, sakit kepala, kelemahan umum secara bertahap akan lebih mengantuk.
Neurologi : kelemahan dan keletihan, disorientasi, kelemahan pada tungkai, perubahan perilaku, rasa
panas pada kaki. Muskuloskeletal : Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, reproduktif :
Amenore, Atrofi Testikuler. (Brunner & Suddart. 2002).
Stadium dari Chronik Kidney Disease ada 3 yaitu : stadium pertama dinamakan penurunan cadangan
ginjal, selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN Normal, Creatinin Clerance berkisar 40-70
ml/mnt. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada
ginjal tersebut. Seperti, tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan tes GFR yang teliti.

Stadium kedua, perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak. (GFR besarnya 25% dari normal) kadar BUN mulai meningkat diatas batas normal,
kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal. Kegagalan ginjal pada stadium
kedua dimana nilai creatinin clearance 20-40 ml/mnt. Gejala nokturia dan poliuria timbul, gejala ini
timbul sebagai respon terhadap stres dan perubahan makanan atau minuman secara tiba-tiba.

Stadium ketiga, stadium akhir gagal ginjal proresif, disebut gagal ginjal stadium akhir uremia, gagal ginjal
stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari masa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 nefron saja
yang masih utuh, nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal dan creatinin clearance 5 ml/mnt. Pada
keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai respon
terhadap GFR yang mengalami penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal penderita mulai mengalami
gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal sudah tidak sanggup lagi mempertahankan homoestasis
cairan dan elektrolit dalam tubuh. (Sylvia A. Price. 2000).

Komplikasi dari chronik kidney desease yaitu : hiperkalemia perikarditis, efusi perikardial, hipertensi,
anemia dan penyakit tulang.

C. Penatalaksanaan

Menurut Sylvia Price (2000) adalah sebagai berikut :

1. Penatalaksanaan Medis

- Obat anti hipertensi yang sering dipakai adalah Metildopa (Aldomet), propanolol dan klonidin. Obat
diuretik yang dipakai adalah furosemid (lasix).

- Hiperkalemia akut dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin intravena yang memasukan
K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian kalsium glukonat 10% intravena dengan hati-hati sementara
EKG terus diawasi. Bila kadar K+ tidak dapat diturunkan dengan dialisis, maka dapat digunakan resin
penukar kation natrium polistiren sulfonat (Kayexalate).

- Pengobatan untuk anemia yaitu : rekombinasi eritropoetin (r-EPO) secara meluas, saat ini pengobatan
untuk anemia uremik : dengan memperkecil kehilangan darah, pemberian vitamin, androgen untuk
wanita, depotestoteron untuk pria dan transfusi darah.
- Asidosis dapat tercetus bilamana suatu asidosis akut terjadi pada penderita yang sebelumnya sudah
mengalami asidosis kronik ringan, pada diare berat yang disertai kehilangan HCO3. Bila asidosis berat
akan dikoreksi dengan pemberian pemberian NaHCO3 parenteral.

- Dialisis : suatu proses dimana solut dan air mengalir difusi secara pasif melalui suatu membran berpori
dari suatu kompartemen cair menuju kompartemen lainnya.

- Dialisis peritoneal : merupakan alternatif dari hemodialisis pada penanganan gagal ginjal akut dan
kronik.

- Pada orang dewasa, 2 L cairan dialisis steril dibiarkan mengalir ke dalam rongga peritoneal melalui
kateter selama 10-20 menit. Biasanya keseimbangan cairan dialisis dan membran semipermeabel
peritoneal yang banyak vaskularisasinya akan tercapai setelah dibiarkan selama 30 menit.

- Transplantasi ginjal : prosedur standarnya adalah memutar ginjal donor dan menempatkannya pada
fosa iliaka pasien sisi kontralateral. Dengan demikian ureter terletak di sebelah anterior dari pembuluh
darah ginjal, dan lebih mudah dianastomosis atau ditanamkan ke dalam kandung kemih resipien.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, penimbangan berat badan setiap hari, batasi
masukan kalium sampai 40-60 mEq/hr, mengkaji daerah edema.

3. Penatalaksanaan diit

Tinggi karbohidrat, rendah protein, rendah natrium, batasi diit rendah protein sampai mendekati 1 g /
kg BB selama fase oliguri. Untuk meminimalkan pemecahan protein dan untuk mencegah penumpukan
hasil akhir toksik. Batasi makanan dan cairan yang mengandung kalium dan fosfor (pisang, buah dan jus-
jusan serta kopi).

Pemeriksaan diagnostik / laboratorium

Menurut marilynn E .Doenges (2000) adalah sebagai berikut :

Urine

Volume :

Biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam atau urine tak ada (anuria)

Warna :

Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri, lemah, partikel koloid, fosfat atau
urat.

Berat jenis :
Kurang dari 1,05 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat).

Osmolalitas :

Kurang dari 300 mosm / kg menunjukkan kerusakan tubular dan rasio urine serum sering 1 : 1.

Klirens Kreatinin :

Mungkin agak menurun.stadium satu CCT(40-70ml/menit), stadium kedua, CCT (20-40ml/menit) dan
stadium ketiga, CCT(5 ml/menit)

Natrium :

Lebih besar dari 40 g/dl, karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi natrium. (135-145 g/dL)

Protein :

Derajat tinggi proteinuria (3 4 + ) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan
fragmen juga ada.

Darah

BUN/Kreatinin :.................................................................................................

Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi, kadar kreatinin 10 mg/dl. Diduga batas akhir mungkin
rendah yaitu 5

Hitung darah lengkap :

Ht namun pula adanya anemia Hb : kurang dari 7 8 9/dl, Hb untuk perempuan (13-15 g/dL), laki-laki
(13-16 g/dL)

SDM :

Waktu hidup menurun pada defesiensi eriropoetin seperti pada azotemia.

GDA :

PH : penurunan asidosis (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk
mengekskresi hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun PCo2
menurun natrium serum mungkin rendah (bila ginjal kehabisan natrium atau normal (menunjukkan
status difusi hipematremia)

Kalium :

Peningkatan normal (3,5- 5,5 g/dL) sehubungan dengan rotasi sesuai dengan perpindahan selular
(asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM) pada tahap akhir pembahan EKG mungkin tidak
terjadi sampai umum gas mengolah lebih besar.
Magnesium / fosfat meningkat di intraseluler : (27 g/dL), plasma (3 g/dL), cairan intersisial (1,5 g/dL).

Kalsium :

menurun. Intra seluler (2 g/dL), plasma darah (5 g/dL), cairan intersisial (2,5 g/dL)

Protein (khususnya albumin 3,5-5,0 g/dL) :

kadar semua menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urine pemindahan cairan
penurunan pemasukan atau penurunan sintesis karena asam amino esensial.

Osmolalitas serum :

lebih besar dari 285 mos m/kg. Sering sama dengan urine Kub Foto : menunjukkan ukuran ginjal / ureter
/ kandug kemih dan adanya obstruksi (batu)

Pielogram retrograd :

Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

Arteriogram ginjal :

Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravakuler massa. Sistrouretrografi berkemih :


menunjukkan ukuran kandung kemih, refiuks kedalam ureter, rebonsi.

Ultrasono ginjal :

Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa. Kista obstruksi pada saluran kemih bagian atas.

Biopsi ginjal :

mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan pelvis ginjal : keluar batu hematuria dan
pengangkatan tumor selektif

EKG :

Mungkin abnormal menunjukan ketidak keseimbangan elektrolit asam/basa.

Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan :

Dapat menunjukkan deminarilisasi, kalsifikasi.

D. Pengkajian

Menurut Susan Martin Tucker (1998) adalah sebagai berikut:

1. Neurologis
Sakit kepala, penglihatan kabur, perubahan kepribadian, malaise, neuropatik perifer, penurunan tingkat
kesadaran.

2. Pernapasan

Sesak napas, hiperventilasi, edema paru, pneumoni, napas cheyne stokes, napas berbau amoniak.

3. Kardiovaskular

Hipertensi, takikardi, disritmia, miokardiopati, perikarditis.

4. Cairan dan elektrolit

Oliguria, anuria, edema : berat badan meningkat, dehidrasi : berat badan menurun, hiperkalemia,
hiperfostatemia, hipokalemia, hiperlipidemia, asidosis metabolik.

5. Gastrointestinal

Rasa pahit pada mulut, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi dan hemoragik.

6. Integumen

Mulut kering, kuku pucat, petekie, pruritus, memar dan lapisan uremik.

7. Hematologis

Anemia, koagulasi, defisiensi trombosit.

8. Endokrin

Amenoria, disfungsi seksual, infertilitas, hiperparatiriodisme, tidak toleransi terhadap glukosa.

9. Imunologis

Peningkatan suhu, leukosit tinggi, infeksi, toksisitas obat.

10. Psikososial

Ansietas, takut, tak berdaya, berduka, menyangkal, depresi dan gangguan hubungan dengan orang lain.

E. Diagnosa Keperawatan

Menurut Brunner dan Suddarth (2002) dan Marilin E, Doenges (2002) adalah sebagai berikut :

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan retensi
cairan serta natrium.
2. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah,
pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut.

3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan berhubungan dengan kurang informasi.

4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur
dialisis.

5. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan perubahan peran

6. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan
mempengaruhi volume sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskular sistemik, gangguan frekuensi,
irama, konduksi jantung, ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia), akumulasi toksin (urea) klasifikasi
jaringan lunak.

7. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan penekanan produksi / sekresi eritropoitin /
penurunan produksi dan SDM hidupnya gangguan faktor pembekuan peningkatan kerapuhan kapiler.

8. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, akumulasi toksin asidosis metabolik,
ketidakseimbangan elektrolit, klasifikasi metabolik pada otak.

9. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kuit berhubungan dengan gangguan status metabolik,
sirkulasi anemia dengan iskemia jaringan dan sensasi (neuropati perifer), gangguan turgor kulit cedera /
dehidrasi) penurunan aktivitas/metabolisasi akumulasi toksin dalam kulit.

10. Risiko tinggi terhadap perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan kurang / penurunan
saliva, pembatasan cairan, iritasi kimia, perubahan urea dalam saliva menjadi amonia.

F. Perencanaan dan Kriteria Hasil

D X I. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan
retensi cairan dan natrium.

Tujuannya : Mempertahankan berat badan ideal tanpa kelebihan volume cairan

Kriteria Hasil : Menunjukkan perubahan berat badan yang lambat, mempertahankan pembatasan diet
cairan, menunjukkan turgor kulit normal tanpa ada edema, menunjukkan tandatanda vital normal,
menunjukkan tidak adanya distensi vena leher, melaporkan adanya kemudahan dalam bernafas atau
tidak terjadi nafas pendek, melakukan oral hygiene dengan sering, merupakan penurunan rasa haus,
melaporkan berkurangnya kekeringan pada membran mukosa mulut.

Intervensi :

1. Kaji status cairan : timbang BB harian, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya
edema, distensi vena leher, tekanan darah, denyut nadi dan irama nadi.

2. Batasi masukan cairan

3. Identifikasi cairan potensial cairan : medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan oral dan
intravena, makanan.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan cairan

5. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan

6. Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan sering

D X 2 Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah,
pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut.

Tujuan : Masukan nutrisi yang adekuat

Kriteria hasil : mengkonsumsi protein yang mengandung nilai biologis tinggi, memilih makanan yang
menimbulkan nafsu makan dalam batasan diet, mengkonsumsi makanan tinggi kalori dalam batasan
diet, mematuhi medikasi sesuatu jadwal untuk mengatasi anoreksia dan tidak menimbulkan rasa
kenyang menjelaskan dengan kata-kata sendiri rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan
kadar kreatinin dan urea, mengkonsumsi daftar makanan yang dapat diterima, melaporkan peningkatan
nafsu makan, menunjukkan tidak adanya penambahan atau penurunan BB yang cepat, menunjukkan
turgor kulit yang normal tanpa edema, kadar albumin plasma dapat diterima.

Intervensi :

1. Kaji status nutrisi : perubahan BB, pengukuran antropometrik, nilai laboratorium (elektrolit serum, BUN,
kreatinin, protein, transferin dan kadar bersih)

2. Kaji pola diet nutrisi pasien : riwayat diet, makanan kesukaan, hitung kalori.

3. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi : anoreksia, mual atau muntah, diet yang
tidak menyenangkan bagi pasien, depresi, kurang memahami, pembatasan diet, stomatitis

4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batasan-batasan diet

5. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi sel telur, produk susu dan daging

D X 3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan berhubungan dengan kurang
informasi.

Tujuan : Meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan

Kriteria hasil : menyatakan hubungan antara penyebab gagal ginjal dan konsekuensinya, menjelaskan
pembatasan cairan dan diet sehubungan dengan kegagalan regulasi ginjal menyatakan hubungan antara
gagal ginjal dengan kebutuhan penanganan menggunakan kata-kata sendiri. Menanyakan tentang
pilihan terapi yang merupakan petunjuk kesiapan belajar, menyatakan rencana melanjutkan kehidupan
normalnya sedapat mungkin, menggunakan informasi dan instruksi tertulis untuk mengklasifikasi
pertanyaan dan mencari informasi tambahan.
Intervensi :

1. Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal konsekuensinya dan penanganannya : penyebabnya
gagal ginjal pasien, pengertian gagal ginjal, pemahaman mengenai fungsi renal, hubungan antara cairan
pembatasan diet dengan gagal ginjal, raional penanganan (hemodialisis, dialisis peritorial, transplantasi)

2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan pemahaman dan kesiapan pasien untuk
belajar

3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat penyakit
dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya

4. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tempat tentang fungsi dan kegagalan renal.
Pembatasan cairan dan diet, medikasi, melaporkan masalah tanda dan gejala, jadwal tindak lanjut,
sumber dikomunitas pilihan terapi.

D X 4 . Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialisis.

Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi

Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam meningkatkan singkat aktivitas dengan latihan melaporkan
peningkatan rasa sejahtera melakukan istirahat dan aktivitas secara bergantian berpartisipasi dalam
aktivitas perawatan mandiri yang dipilih.

Intervensi :

1. Kaji faktor yang menimbulkan kelebihan : anemia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit/retensi
produk sampah depresi.

2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi bantu jika keletihan
terjadi.

3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.

4. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.

DX. 5. : Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan perubahan penuh, perubahan citra
tubuh dan fungsi seksual.

Tujuan : Memperbaiki konsep diri

Kriteria Hasil : Mengidentifikasi pada koping yang efektif dan pada saat ini tidak mungkin lagi digunakan
akibat penyakit dan pananganan (pemakaian alkohol dan obat-obatan, penggunaan tenaga yang
berlebihan), pasien dan keluarga mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan dan reaksinya
terhadap penyakit dan perubahan hidup yang diperlukan. Mencari konseling profesional jika perlu untuk
menghadapi perubahan akibat gagal ginjal.

Intervensi :

1. Kaji respons dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganan

2. Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat

3. Kaji pula kuping pasien dan anggota keluarga

4. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dan penanganan perubahan-
perubahan gaya hidup, perubahan dalam pekerjaan perubahan seksual, ketergantungan pada tim
tenaga kesehatan.

5. Gali cara alternatif untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksual

6. Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan dan kemesraan

D X. 6 : Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan
mempengaruhi volume sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi,
irama, konduksi jantung (ketidakseimbangan elektrolit, hipotesa) akumulasi toksin urea klasifikasi
jaringan lunak.

Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung

Kriteria Hasil : Mempertahankan curah jantung dengan bukti TD dan frekuensi jantung dalam batas
normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler

Intervensi :

1. Aukultasi bunyi jantung dan paru

2. Kaji adanya / derajat hipotensi

3. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi radiasi, dan beratnya.

4. Kaji tingkat aktivitas, respons terhadap aktivitas

5. Awasi pemeriksaan laboratorium : elektrolit

6. Berikan obat anti hipertensi

D X. 7. Risiko tinggi terhadap Cedera berhubungan dengan penekanan produksi sekresi eritropoitin,
penurunan produksi dan SDM hidupnya, gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan kapiler.
Tujuan : Tidak terjadi cidera

Kriteria hasil : Tak mengalami tanda / gejala pendarahan, mempertahankan / menunjukkan perbaikan
nilai laboratorium.

Intervensi :

1. Observasi takikardi, Dispneu dan nyeri dada

2. Evaluasi respon terhadap aktivitas

3. Observasi perdarahan terus menerus

4. lakukan penekanan lebih lama setelah menyuntikkan / penusukan vaskuler

5. Awasi pemeriksaan laboratorium : hitung DL

6. Berikan obat sesuai indikasi

Dx. 8. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis akumulasi toksin, asidosis
metabolik, ketidakseimbangan elektrolit, kalsifikasi metastatik pada otak

Tujuan : Pola pikir tidak terganggu

Kriteria hasil : Meningkatkan tingkat mental biasanya, mengidentifikasi cara untuk mengoperasikan
gangguan kognitif / defisit memori.

Intervensi :

1. Kaju luasnya gangguan kemampuan berfikir, memori dan orientasi

2. Berikan orang terdekat informasi tentang status pasien

3. Berikan lingkungan tenang dan izinkan menggunakan televisi, radio dan kunjungan

4. Orientasikan kembali terhadap lingkungan orang dan sebagainya

5. Hadirkan kenyataan secara singkat-ringkas dan jangan menantang dengan pemikiran yang tak logis

DX. 9. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status
metabolik, sirkulasi lanemia dengan iskemia jaringan dan sensasi (neuropati perifer), gangguan turgor
kulit ledema / dehidrasi penurunan aktivitas / mobilisasi, akumulasi toksin dalam kulit

Tujuan : Tidak terjadi perubahan / kerusakan integritas kulit


Kriteria hasil : Mempertahankan kulit utuh, menunjukkan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan /
cedera kulit

Intervensi :

1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor

2. Inspeksi area tergantung terhadap edema

3. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa

4. Ubah posisi dengan sering

5. Berikan perawatan kulit

6. Pertahankan linen kering

7. Selidiki keluhan gatal

D X. 10. Risiko tinggi terhadap perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan kurang /
penurunan saliva, pembatasan cairan, iritasi kimia perubahan urea dalam saliva menjadi amonia

Tujuan : Tidak terjadi perubahan membran mukosa oral

Kriteria hasil : Mempertahankan integritas membran mukosa mengidentifikasi / melakukan intervensi


untuk mengingkatkan kesehatan mukosa oral.

Intervensi :

1. Inspeksi rongga mulut

2. Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam batas yang ditentukan

3. Berikan perawatan mulut

4. Anjurkan hygiene gigi yang baik setelah makan dan saat tidur

5. Berikan obat-obatan sesuai indikasi

G. Implementasi

Menurut Patricia A. Potter (2005) adalah sebagai berikut :

Tindakan keperawatan adalah : melaksanakan rencana tindakan yang telah ditentukan dengan maksud
agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan sebagian
oleh pasien itu sendiri. Oleh perawat secara mandiri atau mungkin dilakukan secara kerjasama dengan
anggota team kesehatan lain misalnya : Ahli gizi dan Fisiotherapist, hal ini sangat tergantung janis
tindakan, kemampuan / keterangan pasien serta tenaga perawat itu sendiri. Proses pelaksanaan dari
proses keperawatan mempunyai lima tahap yaitu :

1. Mengkaji Ulang Klien

Pengkajian adalah : suatu proses yang berkelanjutan yang difokuskan pada suatu dimensi atau sistem.
Setiap kali perawat berinteraksi dengan klien, data tambahan dikumpulkan untuk mencerminkan
kebutuhan fisik, perkembangan intelektual emosional, sosial dan spiritual.

2. Mencegah dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan meskipun rencana asuhan keperawatan telah
dikembangkan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang elah teridentifikasi selama pengkajian.
Perubahan dalam status klien mungkin mengharuskan modifikasi rencana asuhan keperawatan yang
telah direncanakan.

3. Mengidentifikasi bidang bantuan

Beberapa situasi keperawatan mengharuskan perawat untuk mencari bantuan-bantuan dapat berupa
tambahan tenaga

4. Mengimplementasikan intevensi keperawatan

Perawat memilih intervensi keperawatan berikut metode untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan
yaitu : membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, mengkonsulkan dan memberikan
penyuluhan pada klien dan keluarga, memberi asuhan keperawatan langsung, mengawasi dan
mengevaluasi kerja staf anggota yang lain.

5. Mengkomunikasikan intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan dituliskan akan dikomunikasikan secara verval rencana perawatan biasanya
mencerminkan tujuan intervensi keperawatan. Setelah intervensi keperawatan, respons klien terhadap
pengobatan dicatatkan pada lembar catatan yang sesuai dengan menuliskan waktu dan rincian tentang
intervensi mendokumentasikan bahwa prosedur telah diselesaikan.

Pada waktu tenaga perawatan memberikan asuhan keperawatan proses pengumpulan data analisa data
berjalan terus menerus guna perubahan / penyesuaian tindakan keperawatan. Beberapa faktur dapat
mempengaruhi pelaksanaan keperawatan antara lain: fasilitas / alat yang ada, pengorganisasian
pekerjaan perawat serta lingkungan fisik dimana asuhan keperawatan dilakukan.

H. Evaluasi

Evaluasi menurut Patricia A. Potter, (2005) adalah sebagai berikut :


Evaluasi adalah : proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang rencana keperawatan
langkah-langkah evaluasi terdiri dari mengumpulkan data perkembangan pasien, menafsirkan
(menginterprestasikan) perkembangan pasien membandingkan data keadaan sebelum dan sesudah
dilakukan tindakan dengan menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah di latapkan, mengukur
dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar normal yang berlaku. Ada tiga alternatif
dalam menafsirkan hasil evaluasi yaitu :

a. Tujuan tercapai

Tujuan tercapai bila pasien menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan sesuai
dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

b. Tujuan tercapai sebagian

Tujuan tercapai sebagian jika pasien menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatan hanya
sebagai dari kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

c. Tujuan sama sekali tidak tercapai

Tujuan sama sekali tidak tercapai, jika pasien menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan
kesehatan atau bahkan timbul masalah baru.

Evaluasi dari revisi rencana perawatan dan berfikir kritis, sejalan dengan telah dievaluasinya tujuan,
penyesuaian terhadap rencana asuhan dibuat sesuai dengan keperluan. Setelah melakukan evaluasi
keperawatan tahap selanjutnya adalah mencabut hasil tindakan keperawatan dokumentasi asuhan
keperawatan merupakan bukti jadi pelaksanaan keperawatan yang menggunakan metode pendekatan
proses keperawatan dan catatan respon klien terhadap tindakan medis, tindakan keperawatan atau
reaksi klien terhadap penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (2000). Hand Book for Brunner & Suddarth Text Book Medical Surgical Nursing.
(Penerjemah Yasmin Asih, S.Kp). Lipincott Raven Publishers. (Sumber Asli diterbitkan tahun 1996).

Brunner and Suddarth. (2000). Texbook of Medical Surgical Nursing. (Penerjemah Agung W). Philadelphia,
Lipincott Raven Publishers. (Sumber Asli diterbitkan tahun 1987).
Doenges. Marilynn. E (2000). Nursing Care Plans Guidelines For Planning and Documenting
Patients. (Penerjemah : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati). Philadelphia, F.A. Davis. (Sumber Asli
diterbitkan tahun 1993).

Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal bedah. Vol. 1 / Barbara Engram : Alih Bahasa,
Suharyati Samba ; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Monica Ester. Jakarta : EGC. 1998.

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit : Pathophysiology. Clinical Concepts
of Desease Processes / Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson : Alih Bahasa, Peter Anugerah ;
Editor, Caroline Wijaya, - Ed.4 Jakarta : EGC, 1995.

Suyono, Slamet (2001). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Gaya Baru.

Tucker, Susan Martin. (1998). Patient Care Standards : Nursing Process, Diagnosis and Outcome. Vol 3.
(Penerjemah : Yasmin Asih Etal). (Sumber Asli diterbitkan tahun 1992).
Pengertian Gagal Ginjal Kronik
Apa pengertian gagal ginjal kronik atau CKD ?, serta bagaimana klasifikasi gagal ginjal
kronik dan menghentikan kemungkinan atau kemajuan gagal ginjal pada pasien.

Gagal ginjal kronik juga dikenal sebagai gagal ginjal kronis, penyakit ginjal kronis,
adalah progresif lambat dari fungsi ginjal selama beberapa tahun yang akhirnya pasien
memiliki gagal ginjal permanen. Kidney Disease Outcomes Quality Initiative
(KDOQI)mendefinisikan gagal ginjal kronik adalah kerusakan pada organ ginjal di mana
terjadi penurunan tingkat filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate GFR) kurang
dari 60 mL/min/1.73 m2 dalam kurun waktu 3 bulan atau lebih. Apapun etiologi yang
mendasari, penghancuran massa ginjal dengan sclerosis ireversibel dan hilangnya
nefron menyebabkan penurunan progresif GFR.

Berbeda dengan gagal ginjal akut, gagal ginjal kronis jauh lebih sering daripada orang
sadari, dan sering tidak terdeteksi dan terdiagnosis sampai penyakit ini cukup maju dan
gagal ginjal cukup dekat. Hal ini tidak biasa bagi orang untuk menyadari bahwa mereka
memiliki gagal ginjal kronik hanya jika fungsi ginjal mereka turun ke 25% dari normal.

Seiring kemajuan gagal ginjal dan gangguan fungsi organ yang serius, tingkat
berbahaya limbah dan cairan dengan cepat dapat berkembang dalam tubuh.
Pengobatan ditujukan untuk menghentikan atau memperlambat perkembangan
penyakit, ini biasanya dilakukan dengan mengendalikan penyebab yang mendasarinya.

Jika gagal ginjal kronis berakhir dalam stadium akhir penyakit ginjal, pasien tidak akan
bertahan hidup tanpa dialisis (penyaringan buatan) atau transplantasi ginjal.

Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease CKD) merupakan masalah kesehatan
publik di seluruh dunia. Hal ini diakui sebagai suatu kondisi umum yang dikaitkan
dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan gagal ginjal kronis (Chronic Renal
Failure CRF).

Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik


Pada tahun 2002, KDOQI menerbitkan klasifikasi tahapan penyakit gagal ginjal kronis,
sebagai berikut:

Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (> 90 mL/min/1.73 m2)
Tahap 2: penurunan ringan pada GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)
Tahap 3: penurunan moderat pada GFR (30-59 mL/min/1.73 m2)
Tahap 4: penurunan berat pada GFR (15-29 mL/min/1.73 m2)
Tahap 5: Gagal ginjal (GFR <15 mL/min/1.73 m2 atau dialisis)
Pada tahap 1 dan tahap 2 penyakit ginjal kronis, GFR saja tidak dapat dilakukan
diagnosis. Tanda lain dari kerusakan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin atau kelainan pada studi pencitraan, juga harus ada dalam menetapkan
diagnosis tahap 1 dan tahap 2 penyakit ginjal kronis.
Pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium 1-3 umumnya asimtomatik, manifestasi
klinis biasanya muncul dalam tahap 4-5. Diagnosis dini, pengobatan dan penyebab atau
institusi tindakan pencegahan sekunder sangat penting pada pasien dengan penyakit
ginjal kronis. Hal ini dapat menunda, atau menghentikan kemungkinan atau kemajuan
gagal ginjal. Perawatan medis pasien dengan penyakit ginjal kronis harus fokus pada
hal-hal berikut:

Menunda atau menghentikan perkembangan penyakit ginjal kronis.


Mengobati manifestasi patologis dari penyakit ginjal kronis.
Perencanaan yang tepat untuk terapi jangka panjang pengganti ginjal.

Anda mungkin juga menyukai