Anda di halaman 1dari 16

Shareholders

pemegang saham dalam sebuat perusahaan, entah yg minoritas / mayoritas.biasanya berada


diluar perusahaan.

Stakeholders
Perusahaan berdiri dan berkembang di dalam masyarakat tentunya dalam perkembangan
tersebut tidak hanya mulus dan tanpa adanya masalah dalam keseharian berjalannya
perusahaan. Terkadang timbul tekanan tekanan baik dari luar perusahaan ataupun dari
dalam perusahaan. Tekanan ini siftanya tidak selalu buruk, terkadang tekanan justru
memberikan peluang bagi perusahaan untuk terus berkembang dan membesarkan perusahaan.

Tugas public relation tentunya untuk menjalin hubungan yang baik terhadap pihak pihak
yang berhubungan dengan perusahaan melalui proses komunikasi. Siapa yang di maksud
dengan pihak pihak tersebut? Yang di maksud di sini adalah khalayak yang menjadi sasaran
kegiatan PR dan di sebut stakeholders.

Stakeholder itu apa ya ? untuk memahami hal ini saya coba mengambil pengertian
stakeholder dari buku "Rhenald Kasali Manajemen Public Relations halam 63 " sebagi
berikut:

"Stakeholders adalah setiap kelompok yang berada di dalam maupun luar perusahaan yang
mempunyai peran dalam menentukan perusahaan. Stakeholders bisa berarti pula setiap
orang yang mempertaruhkan hidupnya pada perusahaan. Penulis manajemen yang lain
menyebutkan bahwa stakeholders terdiri atas berbagai kelompok penekan (pressure group)
yang mesti di pertimbangkan perusahaan"

Stakeholders ini secara umum bisa di bagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang di
dalam perusahaan atau di sebut internal stakehoders dan yang berada di luar perusahaan yang
di sebut external stakeholder

Stakeholders Intern Stakeholders Extern


1. Pemegang saham 1. Komsumen

2. Manajemen dan Top Executive 2. Penyalur

3. Karyawan 3. Pemasok

4. Keluarga Karyawan 4. Bank

5. Pemerintah

6. Pesaing

7. Komunitas

8. Pers
2.3 Pergeseran Paradigma dari Pendekatan Stockholders ke Pendekatan Stakeholder
Shareholders atau stockholders paradigm merupakan sebuah paradigma dimana Chief
Executive Officer (CEO) berorientasi pada kepentingan pemegang saham. Pihak manajemen
sebagai pemegang mandat (agency) berusaha memperoleh keuntungan sebesar besarnya
untuk menyenangkan dan meningkatkan kemakmuran pemegang saham (principal). Seakan
akan pemegang saham merupakan pihak yang paling berpengaruh bagi kelangsungan hidup
perusahaan. Orientasi seperti ini mengakibatkan evalusi yang dilakukan atas pengelolaan
bisnis hanya dilihat dari aspek finansial. Prestasi manajemen hanya dilihat dari
kemampuannya menghasilkan laba. Hal ini mendorong manajemen menghalalkan berbagai
cara demi mengejar keuntungan. Tindakan demikian mengakibatkan adanya pihak pihak
lain yang dirugikan.
Paradigma stockholders kemudian mengalami pergeseran, karena pada kenyataannya
manajemen dihadapkan pada banyak kepentingan yang pengaruhnya perlu diperhitungkan
secara seksama. Bagaimanapun juga dalam kegiatan bisnis akhirnya muncul kesadaran
bahwa dalam usaha memperoleh laba, selain stockholders, wajib juga diperhatikan
kepentingan pihak pihak lain yang terkena dampak kegiatan bisnis. Pihak berkepentingan
(stakeholders) adalah individu atau kelompok yang dapat dipengaruhi atau mempengaruhi
tindakan, keputusan, kebijakan, praktek, dan tujuan organisasi bisnis. Perusahaan berdiri
ditengah tengah lingkungan. Lingkungan merupakan satu satunya alasan mengapa bisnis
itu ada.
Pendekatan stakeholders terutama memetakan hubungan hubungan yang terjalin kedalam
kegiatan bisnis pada umumnya. Pendekatan ini berusaha memberikan kesadaran bahwa bisnis
harus dijalankan sedemikian rupa agar hak dan kepentingan semua pihak yang terkaityang
berkepentingan dengan suatu kegiatan bisnis dijamin, diperhatikan dan dihargai. Pendekatan
ini bermuara pada prinsip tidak merugikan hak dan kepentingan manapun dalam kegiatan
bisnis. Hal ini menuntut agar bisnis dijalankan secara baik dan etis demi hak dan kepentingan
semua pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan bisnis. Adapun lingkungan yang berada di
sekitar perusahaan adalah pemegang saham, kelompok pendukung,media massa, kelompok
sosial, pemerintah asing, pemerintah setempat, pesaing, konsumen, pemasok, pekerja, dan
kreditur.
Pada umumnya stakeholders dapat dibagi kedalam dua kelompok, yaitu:
1. Kelompok primer
Keompok primer terdiri dari pemilik modal atau saham (stockholders), kreditur, pegawai,
pemasok, konsumen, penyalur, pesaing atau rekanan. Yang paling penting diperhatikan
dalam suatu kegiatan bisnis tentu saja adalah kelompok primer karena hidup matinya atau
berhasil tidaknya bisnis suatu perusahaan sangat ditentukan oleh relasi yang saling
menguntungkan yang dijalin dengan kelompok primer tersebut. Demi keberhasilan dan
kelangsungan bisnis, perusahaan tidak boleh merugikan satupun kelompok stakeholders
primer diatas. Dengn kata lain, perusahaan harus menjalin relasi bisnis yang baik dan etis
dengan kelompok tersebut, seperti jujur dan bertanggung jawab dalam penawaran barang dan
jasa, bersikap adil terhadap mereka, dan saling memahami satu sama lain. Disinilah kita
menemukan bahwa prinsip etika menemukan tempat penerapannya yang paling konkret dan
sangat sejalan dengan kepentingan bisnis untuk mencari keuntungan.

2. Kelompok sekunder
Kelompok sekunder terdiri dari pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial,
media massa, kelompok pendukung, masyarakat pada umumnya dan masyarakat setempat.
Dalam situasi tertentu kelompok sekunder bisa sangat penting bahkan bisa jauh lebih
penting dari kelompok primer, karena itu sangat perlu diperhatikan dan dijaga kepentingan
mereka. Misalnya, kelompok sosial semacam LSM, baik dibidang lingkungan hidup,
kehutanan maupun hak masyarakt lokal. Demikian pula pemerintah nasional mupun asing.
Juga, media massa dan masyarakat setempat.
Dlam kondisi sosial, ekonomi, politik semacam Indonesia, masyarakat setempat bisasangat
mempengaruhi hidup matinya perusahaan. Ketika suatu perusahaan beroperasi tanpa
memberikan kesejahteraan, nilai budaya, saran dan prasarna lokal, lapangan kerja setempat
dan lainnya, akan menimbulkan suasana sosial yang tidak kondusif dan tidak stabil bagi
kelangsungan bisnis perusahaan tersebut.
Jika ingin berhasil dan bertahan dalam bisnisnya, mka perusahaan harus pandai menangani
dan memperhatikan kepentingan kedua kelompok stakeholders tersebut secara berimbang.
Perusahaan dituntut untuk tidak hanya memperhatikan kinerja dari aspek keuangan semata,
melainkan juga dari aspek aspek lin secara berimbang. Balanced Scorecard yang
dkemukakan oleh Kaplan & Kaplan pada tahun 1970-an merupakan salah satu pendekatan
yang kini banyak digunakan dalam melakukan perencanaan strategi bisnis dan evaluasi
kinerja perusahaan. Balanced Scorecard menekankan perhatian secara berimbang antara
kinerja dari aspek internal dan eksternal, serta aspek finansial dan nonfinansial. Implementasi
pendekatan ini menunjukkan wujud nyata kesadaran bisnis akan pentingnya perhatian
terhadap stakeholders.
1. Etika Bisnis yang Diterapkan

Contoh Pelanggaran Etika Bisnis

1. Pelanggaran etika bisnis terhadap transparansi

Sebuah Yayasan X menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran baru
sekolah mengenakan biaya sebesar Rp 500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan sekolah
ini sama sekali tidak diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar, sehingga setelah
diterima mau tidak mau mereka harus membayar. Disamping itu tidak ada informasi maupun
penjelasan resmi tentang penggunaan uang itu kepada wali murid. Setelah didesak oleh
banyak pihak, Yayasan baru memberikan informasi bahwa uang itu dipergunakan untuk
pembelian seragam guru. Dalam kasus ini, pihak Yayasan dan sekolah dapat dikategorikan
melanggar prinsip transparansi.

2. Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas

Sebuah RS Swasta melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada seluruh karyawan yang
akan mendaftar PNS secara otomatis dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai salah seorang
karyawan di RS Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus karena menurut
pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola dalam hal ini direktur, sehingga segala hak dan
kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak Pengelola sendiri tidak
memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan tersebut. Karena sikapnya itu, A
akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS Swasta itu dapat dikatakan
melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah Sakit.

3. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip empati

Seorang nasabah, sebut saja X, dari perusahaan pembiayaan terlambat membayar angsuran
mobil sesuai tanggal jatuh tempo karena anaknya sakit parah. X sudah memberitahukan
kepada pihak perusahaan tentang keterlambatannya membayar angsuran, namun tidak
mendapatkan respon dari perusahaan. Beberapa minggu setelah jatuh tempo pihak
perusahaan langsung mendatangi X untuk menagih angsuran dan mengancam akan
mengambil mobil yang masih diangsur itu. Pihak perusahaan menagih dengan cara yang
tidak sopan dan melakukan tekanan psikologis kepada nasabah. Dalam kasus ini kita dapat
mengakategorikan pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran prinsip empati pada
nasabah karena sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan peringatan kepada nasabah
itu dengan cara yang bijak dan tepat

8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Lembaga Perkreditan Desa
Ada beberapa pengertian mengenai Lembaga Perkreditan Desa, antara lain
sebagai berikut.
1) Menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002, LPD
merupakan badan usaha keuangan milik desa yang melaksanakan kegiatan
usaha di lingkungan desa dalam wilayah Kabupaten/Kota, dimana dalam tiaptiap
desa hanya dapat didirikan satu LPD
2) Menurut keputusan Gubernur Bali Nomor 3 Tahun 2003 tanggal 20 Januari
2003, LPD merupakan Lembaga Perkreditan Desa di Desa Pekraman dalam
wilayah Provinsi Bali.
LPD berfungsi sebagai salah satu wadah kekayaan desa yang berupa uang
atau surat- surat berharga lainnya, menjalankan fungsinya dalam bentuk usahausaha
kearah peningkatan taraf hidup krama desa dan dalam kegiatan usahanya
banyak menunjang pembangunan desa. Usaha-usaha LPD dilakukan dengan
tujuan sebagai berikut.
1) Untuk mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui tabungan
yang terarah serta penyaluran modal yang efektif.
2) Memberantas praktek ijon, gadai gelap, dan lain-lain yang dapat dipersamakan
dengan itu di pedesaan.
9
3) Menciptakan pemerataan dan kesempatan berusaha bagi warga desa dan
tenaga kerja di pedesaan.
4) Meningkatkan daya beli, melancarkan lalu lintas pembayaran, dan peredaran
uang di pedesaan.
2.1.2 Kedudukan LPD dalam sistem perbankan
Keputusan Peralihan Undang-Undang Perbankan No.7 pasal 58 Tahun
1992 menyatakan bahwa : Bank Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih
Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Bank Kredit Desa (BKD), Bank
Kredit Kecamatan (LPK), Bank Karya Produk Desa (BPKD) dan lembagalembaga
lainnya yang dipersamakan dengan itu disamakan dengan itu diberikan
status sebagai Bank Perkreditan Rakyat (BPR) setelah memenuhi persyaratan
serta tata cara yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Pasal 21 dari undangundang
tersebut menyatakan bentuk dari suatu BPR dapat berupa perusahaan
daerah, koperasi, atau perseroan terbatas.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karena LPD tidak
mengajukan diri sebagai BPR maka LPD bukan merupakan bagian dari sistem
perbankan. Namun berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Tingkat I Bali Nomor
8 Tahun 2002 secara operasional LPD melakukan fungsi intermediasi keuangan
sebagaimana layaknya sebuah BPR.
10
2.1.3 Pengelolaan dan kegiatan usaha LPD
Pengelolaan LPD dilakukan oleh pengurus, dimana pengurus bertanggung
jawab kepada krama desa, dan di dalam melaksanakan dan mengelola LPD
pengurus dapat mengangkat karyawan dalam membantu kegiatan operasional
lembaga. Pasal 7 Peraturan Daerah Tingkat I Bali Nomor 8 Tahun 2002
menyebutkan bahwa kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh LPD
adalah sebagai berikut.
1) Menerima atau menghimpun dana krama desa dalam bentuk tabungan dan
deposito.
2) Memberikan pinjaman hanya kepada krama desa untuk kegiatan-kegiatan
yang bersifat produktif pada sektor pertanian, industri atau kerajinan kecil,
perdagangan, dan usaha-usaha lain yang dipandang perlu.
3) Menerima pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan maksimal sebesar 100
persen dari jumlah modal, termasuk cadangan laba ditahan, kecuali batasan
lain dari dalam jumlah pinjaman atau bantuan dana.
4) Menyimpan kelebihan likuiditasnya pada Bank Pembangunan Daerah dengan
imbalan bunga bersaing dan pelayanan yang memadai.
Lembaga Perkreditan Desa dalam kegiatan usahanya menerima dan
menyalurkan dana pada masyarakat desa adat serta kegiatan jasa keuangan yang
sejenis. Dapat disimpulkan bahwa Lembaga Perkreditan Desa merupakan badan
usaha yang bergerak di bidang jasa keuangan yang identik dengan jasa bank yaitu
sebagai lembaga perantara keuangan masyarakat.
11
2.1.4 Pengertian dan jenis auditor
Menurut Mulyadi (2001:28) auditor dapat didefinisikan sebagai orang,
badan atau tim yang melaksanakan kegiatan audit dengan mempunyai kualifikasi
tertentu, misalnya auditor harus merupakan seorang akuntan. Mulyadi juga
menyebutkan bahwa orang atau kelompok yang melaksanakan audit dapat
dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu sebagai berikut.
1) Auditor intern
Auditor intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan
negara maupun swasta) yang tugas pokoknya menentukan apakah kebijakan
dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi,
menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, serta
menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai organisasi.
2) Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi
pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban
keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintah atau
pertanggungjawaban yang ditujukan kepada pemerintah.
3) Auditor Independen
Auditor Independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya
kepada masyarakat umum, terutama di bidang audit atas laporan keuangan
yang dibuat oleh kliennya. Audit tersebut terutama ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan para pemakai informasi keuangan seperti : kreditur, investor, calon
investor dan instansi pemerintah.
12
2.1.5 Pengertian internal auditor
Arens dan Loebbecke (2001:7) menyatakan bahwa internal auditor adalah
seseorang yang bekerja sebagai karyawan pada suatu perusahaan untuk
melakukan audit bagi kepentingan manajemen. Mulyadi (2001:29) mengatakan
bahwa internal auditor adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan yang tugas
pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan
oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik tidaknya penjagaan
terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur
kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh
berbagai bagian organisasi.
Kesimpulan dari definisi di atas, internal auditor adalah seorang auditor
yang bekerja dalam suatu perusahaan yang melakukan fungsi audit bagi
kepentingan manajemen.
2.1.6 Kualitas jasa badan pengawas
Pengertian pengawas secara umum adalah suatu badan yang dibentuk
untuk melaksanakan pengawasan terhadap kinerja pengurus, sedangkan
pengertian pengawas berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 8 Tahun
2002 adalah badan yang dibentuk oleh desa bertugas melakukan pengawasan
terhadap pengoperasian LPD.
Dalam kegiatan operasionalnya LPD memerlukan pembinaan dan
pengawasan. Pengawasan LPD dilakukan oleh Badan Pengawas yang diangkat
dan diberhentikan oleh krama desa melalui paruman dan ditetapkan oleh
Bupati/Walikota sebagai Kepala Daerah. Badan pengawas ini mempunyai
13
tanggung jawab yang penuh dalam melaksanakan tugas pengawasan terhadap
pengelolaan LPD. Menurut Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2008 tentang
pengurus dan pengawasan internal menyebutkan bahwa :
1) pengawasan terdiri dari ketua dan sekurang-kurangnya dua orang anggota,
2) ketua sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dijabat oleh Bendesa Pakraman,
3) anggota pengawas dipilih oleh krama desa, dan
4) ketua dan anggota pengawas tidak dapat merangkap sebagai pengurus LPD.
Ada empat tanggung jawab fungsional yang harus dilaksanakan oleh seorang
Badan Pengawas LPD, yaitu sebagai berikut.
1) Fungsi Perencanaan
Dalam fungsi perencanaan, Badan pengawas harus terlibat dalam menetapkan
rencana operasi terintegrasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang, serta
menganalisis dan mengkomunikasikan kepada semua pihak yang terlibat
dalam manajemen LPD. Salah satunya yang disebut dengan program kerja.
2) Fungsi Pengendalian
Dalam fungsi pengendalian, Badan Pengawas harus mengembangkan dan
menetapkan norma-norma sebagai ukuran pelaksanaan dan dijadikan pedoman
kepada manajemen dalam menjamin adanya penyesuaian hasil pelaksanaan
dengan rencana yang ditetapkan, yang selanjutnya perlu diadakan analisis
perbandingan antara pedoman dengan realisasi secara menyeluruh.
3) Fungsi Pelaporan
Dalam fungsi pelaporan, Badan Pengawas perlu menyusun, menganalisa, dan
menginterpretasikan hasil-hasil yang dicapai oleh manajemen untuk
14
selanjutnya dilaporkan dalam rapat rutin yang dilaksanakan secara periodik
dan terprogram. Badan Pengawas dan manajemen dapat mengevaluasi
kegiatan-kegiatan dan secara bersama pula dapat memikirkan jalan keluar
yang harus dilakukan apabila ditemukan kendala operasional di lapangan.
4) Fungsi Akuntansi
Dalam fungsi akuntansi, Badan Pengawas ikut merencanakan, menetapkan,
dan memelihara sistem akuntansi pada semua jenjang dan usaha LPD agar
terjamin kewajaran semua transaksi keuangan sesuai dengan syarat
pengendalian intern yang baik. Fungsi ini meyakinkan pengawas bahwa
semua transaksi yang terjadi LPD telah dicatat tepat waktu, telah diotorisasi
oleh orang yang berwenang dan dilaksanakan oleh orang yang tepat.
Selain mempunyai tanggung jawab fungsional seperti yang telah disebutkan di
atas, badan Pengawas LPD juga mempunyai beberapa tugas antara lain :
1) mengawasi pengelolaan LPD,
2) memberikan petunjuk kepada pengurus,
3) memberikan saran, pertimbangan, dan ikut menyelesaikan permasalahan
yang dapat terjadi pada LPD,
4) menyosialisasikan keberadaan LPD,
5) mengevaluasi kinerja pengurus secara berkala,
6) menyusun dan menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada paruman
desa.
Kualitas Jasa Badan Pengawas dalam proses pelaksanaan pemeriksaan
intern sangat ditentukan oleh kemampuan Badan Pengawas dalam menerapkan
15
norma pemeriksaan intern dalam menjalankan tugasnya. Institute of Internal
Auditors dalam Boynton and Kell (2001) telah menetapkan lima standar praktik
pemeriksaan yang mengikat anggota-anggotanya yang meliputi masalah
independensi, keahlian profesional, lingkup kerja pemeriksaan, pelaksanaan
pekerjaan pemeriksaan, dan pengelolaan bagian pemeriksaan intern.
1) Independensi
Independen berarti bebas dari pengaruh, tidak terkendalikan oleh pihak lain,
dan tidak tergantung kepada pihak lain (Abdul Halim,2001:21). Kode etik
akuntan publik tahun 1994 dalam artikel Sekar Mayangsari (2003),
menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang
auditor untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan
tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Setiap
auditor harus memelihara integritas dan objektivan dengan tugas
profesionalnya dan setiap auditor harus independen dari semua kepentingan
yang bertentangan atau pengaruh yang tidak layak. Integritas berhubungan
dengan kejujuran intelektual, sedangkan objektivitas berhubungan dengan
sikap netral dan tidak memihak dalam melaksanakan tugas pengawasan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa independensi adalah
suatu sikap yang tidak memihak, jujur, dan mengungkapkan fakta yang apa
adanya sesuai dengan bukti-bukti yang ada.
Internal Auditor harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang
diperiksanya. Para internal auditor dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan
pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian para internal auditor dapat
16
dilihat dengan memberikan penilaian yang tidak memihak dan tanpa prasangka.
Hal ini dapat diperoleh melalui status organisasi dan objektikvitas internal
auditor.
a) Status Organisasi
Status organisasi unit audit internal haruslah memberikan keleluasaan
untuk memenuhi dan menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan yang
diberikan. Melihat fungsi internal auditor yang tidak mempunyai
wewenang eksekutif untuk mengambil kebijaksanaan atau keputusan
yang menyangkut kegiatan perusahaan yang bersangkutan, maka
kedudukan internal auditor dalam perusahaan, merupakan suatu jalur
yang terpisah dengan kegiatan perusahaan dan bertanggung jawab
langsung kepada pimpinan perusahaan, sehingga internal auditor dapat
bertindak objektif dan independen dalam menjalankan tugas-tugasnya
yang dilaksanakannya.
Tujuan, kewenangan, kedudukan dan tanggung jawab bagian internal
auditor harus didefinisikan dalam dokumen tertulis. Internal auditor
harus memberikan laporan tahunannya tentang hasil kegiatannya.
Laporan tersebut mengemukakan berbagai temuan penting dalam
pemeriksaan dan rekomendasi-rekomendasi, serta informasi tentang
berbagai penyimpangan yang terjadi.
b) Objektivitas
Para internal auditor haruslah melakukan pemeriksaan secara objektif.
Objektif adalah sikap mental bebas yang harus dimiliki internal auditor
17
dalam melaksanakan pemeriksaan, sehingga mereka akan sungguhsungguh
yakin atas hasil pekerjaannya dan tidak akan membuat penilaian
yang kualitasnya merupakan hasil kesepakatan. Sikap objektif internal
auditor tidak terpengaruh bila auditor mengajukan suatu standar
pengawasan bagi sistem atau meninjau prosedur yang berlaku sebelum
hal tersebut diterapkan.
Menurut Abdul Halim (2001:21) ada tiga aspek dari independensi, yaitu
sebagai berikut.
a) Independence in fact (independensi senyatanya)
Untuk menjadi independen, auditor harus mempunyai kejujuran
yang tinggi. Ada keterkaitan antara Independence in fact dengan
objektivitas. Objektivitas merupakan sikap tidak memihak dalam
mempertimbangkan fakta dan terlepas dari kepentingan pribadi
yang berkaitan dengan fakta tersebut.
b) Independence in appearance (independensi dalam penampilan)
Independensi dalam penampilan merupakan pandangan pihak lain
terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
Auditor harus menjaga kedudukannya sedemikian rupa sehingga
pihak lain mempercayai sikap independensi dan objektivitasnya.
Meskipun auditor telah menjalankan audit dengan baik secara
independen dan objektif, pendapatnya yang dinyatakan melalui
laporan audit tidak akan dipercaya oleh para pemakai jasa auditor
bila ia tidak mampu mempertahankan independensi dalam
18
penampilan. Oleh karena itu, independensi dalam penampilan
sangat penting bagi perkembangan profesi auditor.
c) Independence in competence (independensi dari sudut keahlian)
Independensi dari sudut keahlian berkaitan dengan kompetensi atau
kemampuan auditor dalam melaksanakan dan menyelesaikan
tugasnya. Independensi dari sudut pandang keahlian terkait erat
dengan kecakapan profesional auditor.
2) Keahlian Profesional
Sampai saat ini masih belum terdapat definisi operasional yang tepat mengenai
keahlian. Menurut Websters ninth New Collegiate Dictionary (1983) dalam
Murtanto & Gudono (1999), keahlian (expertise) adalah ketrampilan dari
seorang yang ahli. Ahli (expertise) didefinisikan sebagai seseorang yang
memiliki tingkat ketrampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam
subjek tertentu yang diperoleh dari pengalaman atau pelatihan.
Auditor harus memiliki keahlian yang diperlukan dalam tugasnya. Keahlian ini
meliputi keahlian mengenai audit yang mencakup antara lain: merencanakan
program kerja pemeriksaan, menyusun program kerja pemeriksaan, menyusun
berita pemeriksaan, dan laporan hasil pemeriksaan.
Keahlian merupakan unsur penting yang harus dimiliki oleh seseorang auditor
untuk bekerja sebagai tenaga profesional. Sifat-sifat profesional adalah
kondisi-kondisi kesempurnaan teknik yang dimiliki seseorang melalui latihan
dan belajar selama bertahun-bertahun yang berguna untuk mengembangkan
teknik tersebut, dan keinginan untuk mencapai kesempurnaan dan keunggulan
19
dibandingkan rekan sejawatnya. Jadi, profesional sejati harus mempunyai sifat
yang jelas dan pengalaman yang luas. Jasa yang diberikan klien harus
diperoleh dengan cara-cara yang profesional yang diperoleh dengan belajar,
latihan, pengalaman, dan penyempurnaan keahlian auditing.
Menurut Abdolmohammadi, dkk(1992) dalam artikel Murtanto & Gudono
(1999) komponen keahlian profesional dapat dibagi menjadi.
a) Komponen pengetahuan (knowlage component) merupakan komponen
penting dalam suatu keahlian. Komponen pengetahuan meliputi
komponen seperti pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur dan
pengalaman. Pengalaman akan memberikan kemajuan bagi
pengetahuan.
b) Ciri-ciri psikologis (pshycological traits) merupakan ciri seseorang
yang ditunjukkan seperti kemampuan di dalam komunikasi,
kepercayaan, kreativitas dan kemampuan untuk bekerja dengan orang
lain.
c) Kemampuan berfikir (cognitive abilities) merupakan kemampuan
untuk mengakumulasikan dan mengolah informasi. Beberapa
karakteristik yang dapat dimasukkan sebagai kemampuan berfikir,
misalnya kemampuan beradaptasi pada situasi baru, perhatian terhadap
fakta-fakta yang ada serta mengabaikan fakta yang tidak relevan.
d) Strategi penentuan keputusan (decition strategis) baik formal maupun
informal akan membantu dalam membuat keputusan yang sistematis
dan membantu keahlian di dalam mengatasi keterbatasan manusia.
20
Para profesional auditor sangat berkepentingan dalam
mengembangkan dan menggunakan strategi penentuan keputusan
dalam membuat keputusan secara umum.
e) Analisis tugas (task analysis) banyak dipengaruhi oleh pengalamanpengalaman
audit dan analisis tugas ini akan mempunyai pengaruh
terhadap penentuan keputusan. Kompleksitas tugas akan
mempengaruhi pilihan terhadap bantuan keputusan auditor yang telah
tinggi pengalamannya.
3) Lingkup kerja pemeriksaan
Ruang lingkup kerja pemeriksaan intern harus mencakup pemeriksaan dan
evaluasi atas kecukupan bukti serta efektivitas struktur pengendalian intern
organisasi dan kualitas kinerja dalam melaksanakan tanggung jawab yang
diberikan. Hal ini berkaitan dengan.
a) Reliabilitas dan integritas informasi.
Auditor internal harus meriview reliabilitas serta integritas informasi
keuangan dan operasi serta cara yang digunakan untuk
mengidentifikasi, mengukur, mengklasifikasikan, dan melaporkan
informasi tersebut.
b) Ketaatan pada kebijakan, rencana, prosedur, hukum, peraturan, dan
kontrak. Auditor internal harus meriview sistem yang ditetapkan untuk
memastikan ketaatan pada kebijakan, rencana, prosedur, hukum,
peraturan, dan kontrak yang dapat berdampak signifikan terhadap
21
operasi dan laporan serta harus menentukan apakah organisasi
memang menaatinya.
c) Penjagaan aktiva.
Auditor internal harus meriview cara-cara penjagaan aktiva dan, sesuai
situasi, menguji keberadaan aktiva tersebut.
d) Kehematan dan efisiensi penggunaan sumber daya.
Auditor internal harus menilai kehematan dan efisiensi penggunaan
sumber daya.
e) Pencapaian tujuan dan sasaran yang ditetapkan untuk operasi atau
program.
Auditor internal harus meriview operasi sistem atau program untuk
memastikan apakah hasilnya konsisten dengan tujuan dan sasaran
yang ditetapkan serta apakah operasi atau program itu dilaksanakan
seperti yang direncanakan.
4) Pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan
Pekerjaan pemeriksaan harus meliputi perencanaan audit, pemeriksaan dan
evaluasi informasi, pengkomunikasian hasil-hasil dan tindak lanjut.
a) Merencanakan audit
Auditor internal harus merencanakan setiap audit.
b) Memeriksaan dan mengevaluasi informasi
Auditor internal harus mengumpulkan, menganalisis,
menginterpretasikan dan mendokumentasikan informasi untuk
mendukung hasil-hasil audit.
22
c) Mengkomunikasikan hasil
Auditor internal harus melaporkan hasil-hasil pekerjaan audit mereka.
d) Menindaklanjuti
Auditor internal harus menindaklanjuti guna memastikan bahwa
tindakan yang tepat telah diambil berdasarkan temuan audit yang
dilaporkan.
5) Pengelolaan bagian pemeriksaan intern
Pimpinan bagian pemeriksaan internal harus mengelola bagian pemeriksaan
intern dengan baik. Pengelolaan bagian pemeriksaan intern mencakup hal-hal
berikut ini.
a) Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab
Pimpinan bagian pemeriksaan intern harus mempunyai suatu
pernyataan yang berisi tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab untuk
bagian pemeriksaan intern.
b) Perencanaan
Pimpinan bagian pemeriksaan intern harus menetapkan rencanarencana
untuk melaksanakan tanggung jawab bagian pemeriksaan
intern.
c) Kebijakan dan prosedur
Pimpinan bagian pemeriksaan intern harus mengeluarkan kebijakan
dan prosedur tertulis untuk mengarahkan staf audit.
23
d) Manajemen dan pengembangan personil
Pimpinan bagian pemeriksaan intern harus menetapkan suatu program
untuk menyeleksi dan mengembangkan sumber daya manusia dalam
bagian pemeriksaan intern.
e) Auditor eksternal
Pimpinan bagian pemeriksaan intern harus mengkoordinasikan upayaupaya
pemeriksaan intern dan ekstern.
f) Keyakinan kualitas
Pimpinan bagian pemeriksaan intern harus menetapkan dan
memelihara suatu program keyakinan kualitas untuk mengevaluasi
operasi bagian pemeriksaan intern.
Standar praktik pemeriksaan intern tersebut merupakan indikator yang
menentukan kualitas jasa Badan Pengawas dalam melaksanakan praktik
pemeriksaan. Jika dikaitkan dengan tugas auditor internal yang melakukan
penilaian atas efektivitas pengendalian intern perusahaan, maka semakin
lengkap indikator tersebut dipatuhi oleh Badan Pengawas maka semakin
meningkatlah struktur pengendalian intern yang berlaku dalam perusahaan.
2.1.7 Pengertian efektivitas
Menurut Mardiasmo (2002:4), efektivitas merupakan suatu tingkat
pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Sementara Bastian
(2001:336) mendefinisikan efektivitas sebagai hubungan antara output dan tujuan,
dimana efektivitas diukur berdasarkan seberapa jauh tingkat output atau keluaran,
kebijakan dan prosedur dari organisasi untuk mencapai tujuan yang telah
24
ditetapkan. Efektivitas ditentukan antara output yang dihasilkan oleh pusat
pertanggungjawaban dengan tujuan jangka pendek. Semakin besar output yang
dikontribusikan terhadap tujuan jangka pendek, maka semakin efektif unit
tersebut.
2.1.8 Struktur pengendalian intern
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Profesional
Akuntan Publik pada SA 319. par 06, struktur pengendalian intern adalah
kebijakan dan prosedur untuk memberikan keyakinan (assurance) yang memadai
bahwa tujuan tertentu satuan usaha akan tercapai. Committee of Sponsoring
Organization (COSO) mendefinisikan pengendalian intern sebagai suatu proses,
dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel perusahaan yang
dirancang untuk menyediakan jaminan yang dapat dipercaya untuk mencapai
tujuan perusahaan, yang digolongkan menjadi :
1) dapat dipercayainya laporan keuangan,
2) kepatuhan dengan hukum dan aturan yang berlaku,
3) efisiensi dan efektivitas operasi.
Struktur pengendalian intern sangat penting bagi perusahaan karena beberapa hal
berikut ini.
1) Lingkup entitas bisnis semakin kompleks. Hal ini mengakibatkan
manajemen harus mengandalkan laporan dan analisis yang banyak
jumlahnya agar peranan pengendalian dapat berjalan efektif.
25
2) Pemeriksaan dan penelaahan bawaan dalam sistem yang baik memberikan
perlindungan terhadap kelemahan manusia dan mengurangi kemungkinan
kekeliruan dan ketidakberesan yang terjadi.
3) Pengendalian intern yang baik akan mengurangi beban pelaksaan audit
sehingga dapat mengurangi biaya ataupun fee audit.
Bagi perusahaan, struktur pengendalian intern dapat digunakan secara
efektif untuk mencegah penggelapan maupun penyimpangan. Dengan kata lain,
struktur pengendalian intern memberikan kepastian bahwa penggelapan laporan
keuangan dapat dicegah dan dideteksi lebih dini.
Struktur pengendalian intern yang efektif dirancang dengan tujuan pokok
sebagai berikut:
1) menjaga kekayaan dan catatan organisasi,
2) mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi,
3) mendorong efisiensi,
4) mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
2.1.9 Unsur-unsur struktur pengendalian intern
Menurut Abdul Halim (2001:193) unsur-unsur struktur pengendalian
intern ada tiga, yaitu sebagai berikut.
1) Lingkungan pengendalian
Lingkungan pengendalian merupakan pengaruh gabungan dari berbagai
faktor dalam membentuk, memperkuat, atau memperlemah efektivitas
kebijakan dan prosedur tertentu. Lingkungan pengendalian menggambarkan
keseluruhan sikap, kesadaran, dan tindakan dewan komisaris, manajemen
26
perusahaan, pemilik, dan pihak lain mengenai betapa pentingnya
pengendalian bagi satuan usaha dan tekanannya pada suatu usaha yang
bersangkutan. Faktor-faktor yang terkandung dalam pengendalian tersebut
meliputi hal-hal berikut ini.
a) Filosofi dan gaya kepemimpinan manajemen.
Filosofi adalah seperangkat keyakinan dasar yang menjadi parameter bagi
perusahaan dan karyawannya. Sedangkan gaya manajemen mencerminkan
ide manajer tentang bagaimana operasi suatu entitas harus dilaksanakan.
b) Struktur organisasi satuan usaha.
Struktur organisasi memberikan kerangka untuk perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian, dan pemantauan aktivitas entitas mencakup
pembagian wewenang dan pembebanan tanggung jawab di dalam suatu
organisasi.
c) Berfungsinya dewan komisaris dan komite-komite yang dibentuk seperti
komite audit.
Dewan komisaris merupakan wakil para pemegang saham yang bertugas
untuk memastikan bahwa perusahaan berjalan dan melaksanakan
aktivitasnya sesuai kepentingan pemegang saham. Sedangkan komite audit
mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengatasi segala
permasalahan praktik pelaporan keuangan perusahaan.
27
d) Metode pelimpahan wewenang dan tanggung jawab.
Dengan pembagian wewenang yang jelas, organisasi akan dapat
mengalokasikan berbagai sumber daya yang dimiliki untuk mencapai
tujuan organisasi.
e) Metode pengendalian manajemen dalam memantau dan menindaklanjuti
kinerja
Metode pengendalian manajemen ini berhubungan dengan kemampuan
manajemen untuk mengawasi secara efektif seluruh aktivitas perusahaan.
f) Kebijakan dan praktik personalia.
Kecakapan dan kejujuran karyawan tergantung pada kebijakan dan
prosedur yang berkaitan dengan pengangkatan, pelatihan, kompensasi,
evaluasi prestasi dan promosi karyawan.
g) Berbagai faktor ekstern yang mempengaruhi operasi dan praktik satuan
usaha.
Keberhasilan pengendalian suatu satuan usaha sangat dipengaruhi oleh
keberadaan pengawasan dan kepatuhan yang dibutuhkan pihak luar,
seperti badan pembuat Undang-Undang (Badan Legislatif) dan Undang-
Undang itu sendiri.
2) Sistem akuntansi
Sistem akuntansi terdiri dari metode dan catatan yang diciptakan untuk
mengidentifikasi, menghimpun, menganalisis, mengelompokkan, mencatat,
dan melaporkan transaksi satuan usaha, serta menyelenggarakan
pertanggungjawaban aktiva dan utang yang bersangkutan dengan transaksi
28
tersebut. Sistem akuntansi yang efektif mempertimbangkan peyusunan
metode dan catatan yang dapat :
a) mengidentifikasikan dan mencatat semua transaksi atau kejadian yang
sah,
b) menggambarkan transaksi secara tepat waktu dan terperinci agar dapat
diklasifikasikan dengan tepat untuk pelaporan keuangan,
c) mengukur nilai transaksi yang layak,
d) menentukan periode terjadinya transaksi sehingga cut off pencatatan
transaksi dapat dilakukan dengan tepat,
e) menyajikan transaksi atau kejadian ekonomi dan pengungkapannya
dalam laporan keuangan dengan semestinya.
3) Prosedur Pengendalian
Prosedur pengendalian adalah kebijakan dan prosedur sebagai tambahan
terhadap lingkungan pengendalian dan sistem akuntansi yang telah
diciptakan manajamen untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa
tujuan tertentu suatu satuan usaha akan tercapai. Pada umumnya prosedur
pengendalian dapat diklasifikasikan ke dalam prosedur yang bersangkutan
dengan :
a) otorisasi yang semestinya atas transaksi dan kegiatan,
b) pemisahan tugas dan tanggung jawab yang memadai,
c) perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan yang memadai,
d) perlindungan memadai atas akses dan penggunaan aktiva perusahaan
dan catatan,
29
e) pengecekan secara independen atas pelaksanaan dan penilaian yang
semestinya terhadap jumalah yang dicatat.
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Mas Risna Dewi (2006) meneliti pengaruh
independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja Badan Pengawas
terhadap efektivitas penerapan struktur pengendalian intern pada LPD di Kota
Denpasar. Variabel yang digunakan adalah struktur pengendalian intern sebagai
variabel terikat dan variabel bebasnya adalah independensi, keahlian profesional,
serta pengalaman kerja Badan Pengawas. Metode penentuan sampel dalam
penelitian ini adalah metode sensus dimana semua anggota populasi dijadikan
sampel. Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 32 LPD yang
ada di Kota Denpasar. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah
pengurus LPD (Kepala LPD, tata usaha, dan kasir) serta salah seorang Badan
Pengawas LPD. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linear
berganda, uji F-test dan uji t-test. Hasil penelitian ini menunjukkan secara
simultan dan parsial independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja
Badan Pengawas berpengaruh signifikan terhadap efektivitas penerapan struktur
pengendalian intern pada LPD di kota Denpasar. Perbedaan penelitiannya terletak
pada jumlah variabel bebas yang digunakan, lokasi penelitian, metode penentuan
sampel dan responden penelitian. Dalam penelitian ini variabel bebasnya yaitu
independensi, keahlian profesional, lingkup kerja pemeriksaan serta pengelolaan
bagian pemeriksaan intern, lokasi penelitian yaitu pada LPD di Kabupaten
Gianyar, metode penentuan sampel menggunakan sampel random sederhana
30
(sample random sampling) yang tergolong dalam metode penentuan sample
probability sampling dan responden penelitian yang digunakan yaitu salah
seorang Badan Pengawas, Kepala dan kasir LPD.
Eka Desyanti dan Ni Made Dwi Ratnadi (2008) meneliti pengaruh
independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja pengawas intern
terhadap efektivitas penerapan struktur pengendalian intern pada BPR di
Kabupaten Badung. Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah struktur pengendalian intern sebagai variabel terikat dan independensi,
keahlian professional, serta pengalaman kerja pengawas intern sebagai variabel
bebas. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling, dimana dari 60 populasi, yang memenuhi kriteria sampel
sebanyak 42 BPR di Kabupaten Badung. Responden yang dipilih dalam penelitian
ini adalah kepala bagian-kepala bagian yang ada pada BPR di kabupaten Badung.
Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda, uji F-test, dan
uji t-test. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa baik secara simultan maupun
parsial independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja pengawas intern
berpengaruh signifikan terhadap efektivitas penerapan struktur pengendalian
intern pada BPR di Kabupaten Badung. Perbedaannya terletak pada jumlah
variabel bebas yang digunakan, lokasi penelitian, responden penelitian, dan
metode penentuan sampel. Dimana dalam penelitian ini menggunakan
independensi, keahlian profesional, lingkup kerja pemeriksaan, pelaksanaan
pekerjaan pemeriksaan, dan pengelolaan bagian pemeriksaan intern sebagai
variabel bebas. Lokasi penelitian yaitu pada LPD di Kabupaten Gianyar.
31
Responden yang digunakan yaitu salah seorang Badan Pengawas, Kepala dan
kasir LPD dan metode penentuan sampel menggunakan sampel random sederhana
(sample random sampling) yang tergolong dalam metode penentuan sample
probability sampling.
Citrawati (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh independensi,
keahlian profesional, dan pengalaman kerja Badan Pengawas terhadap efektivitas
penerapan struktur pengendalian intern pada LPD di Kabupaten Gianyar. Variabel
yang digunakan adalah struktur pengendalian intern sebagai variabel terikat dan
variabel bebasnya adalah independensi, keahlian profesional, serta pengalaman
kerja Badan Pengawas. Metode penentuan sampel dalam penelitian ini adalah
sampel random sederhana (sampel random sampling) yang tergolong dalam
penetuan sample probability sampling. Jadi, jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah 45 buah LPD yang ada di Kabupaten Gianyar. Responden yang dipilih
dalam penelitian ini adalah Badan Pengawas pada masing-masing LPD yang
dijadikan sampel penelitian. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi
linear berganda, uji F-test, dan uji t-test. Hasil penelitian ini menunjukkan secara
simultan ataupun parsial independensi, keahlian profesional dan pengalaman kerja
Badan Pengawas berpengaruh signifikan terhadap efektivitas penerapan struktur
pengendalian intern pada LPD di Kabupaten Gianyar. Perbedaannya terletak pada
jumlah variabel bebas yang digunakan dan responden penelitian. Dimana
penelitian ini menggunakan independensi, keahlian profesional, lingkup kerja
pemeriksaan, pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan, dan pengelolaan bagian
32
pemeriksaan intern sebagai variabel bebas dan responden yang digunakan yaitu
salah seorang Badan Pengawas, Kepala dan kasir LPD.
Yadnyana (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh kualitas jasa
auditor internal terhadap efektivitas pengendalian intern pada hotel berbintang
empat dan lima di Bali. Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pengendalian intern sebagai variabel terikat dan
independensi, keahlian profesional, lingkup kerja pemeriksaan, pelaksanaan
pekerjaan pemeriksaan, serta pengelolaan bagian pemeriksaan intern sebagai
variabel bebas. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah proportional stratified random sampling, dimana dari 68 populasi yang
memenuhi kriteria sampel sebanyak 56 hotel berbintang empat dan lima di Bali.
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda, uji Ftest
dan uji t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan
independensi, keahlian profesional, lingkup kerja pemeriksaan, pelaksanaan
pekerjaan pemeriksaan, dan pengelolaan bagian pemeriksaan intern berpengaruh
signifikan terhadap efektivitas pengendalian intern pada hotel berbintang empat
dan lima di Bali. Sedangkan hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa
variabel lingkup kerja pemeriksaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap
efektivitas pengendalian intern pada hotel berbintang empat dan lima di Bali.
Perbedaan penelitiannya terletak pada lokasi penelitian, metode penentuan
sampel, dan responden penelitian. Dalam penelitian ini lokasi penelitian berada
pada LPD di Kabupaten Gianyar. Metode penentuan sampel menggunakan
sampel random sederhana (sample random sampling) yang tergolong dalam
33
metode penentuan sample probability sampling dan responden penelitian yang
digunakan yaitu salah seorang Badan Pengawas, Kepala dan kasir LPD.

2.3 Rumusan Hipotesis


Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pokok permasalahan yang akan diuji
kebenarannya. Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, teoriteori
yang mendukung, dan hasil penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
H1: Independensi, keahlian profesional, lingkup kerja pemeriksaan, pelaksanaan
pekerjaan pemeriksaan, dan pengelolaan bagian pemeriksaan intern secara
simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas
penerapan struktur pengendalian intern pada LPD di Kabupaten Gianyar.
H2: Independensi, keahlian profesional, lingkup kerja pemeriksaan, pelaksanaan
pekerjaan pemeriksaan, dan pengelolaan bagian pemeriksaan intern secara
parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas penerapan
struktur pengendalian intern pada LPD di Kabupaten Gianyar.

Anda mungkin juga menyukai