Anda di halaman 1dari 4

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena kelemahan otot
atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau turunnya uterus melalui dasar
panggul atau genitalis (Wiknjosastro, 2007).
Prolapsus uteri adalah suatu hernia, dimana uterus turun melalui hiatus genitalis.
Prolapsus uteri lebih sering ditemukan pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua dan
wanita yang bekerja berat. Pertolongan persalinan yang tidak terampil seperti memimpin
meneran pada saat pembukaan rahim belum lengkap, perlukaan jalan lahir yang dapat
menyebabkan lemahnya jaringan ikat di bawah panggul kendor, juga dapat memicu
terjadinya prolapsus uteri.
Prolapsus uteri adalah suatu keadaan yang terjadi akibat otot penyangga uterus menjadi
kendor sehingga uterus akan turun atau bergeser ke bawah dan dapat menonjol keluar dari
vagina. Pada kasus ringan, bagian uterus turun ke puncak vagina dan pada kasus yang sangat
berat dapat terjadi protrusi melalui orifisium vagina dan berada di luar vagina. (Marmi,
2011)

B. ETIOLOGI
Beberapa hal yang dapat memicu terjadinya prolapsus uteri antara lain:
1. Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan penyulit merupakan
penyebab prolapsus genitalis dan memperburuk prolaps yang sudah ada. Faktor-faktor lain
adalah tarikan janin pada pembukaan belum lengkap. Bila prolapsus uteri dijumpai pada
nulipara, faktor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang
uterus (Wiknjosastro, 2007).
2. Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopouse. Persalinan yang lama
dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah pad kala II,
penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot dasar panggul yang tidak baik. Pada
menopouse, hormon estrogen telah berkurang sehingga otot-otot dasar panggul menjadi atrofi
dan melemah (Wiknjosastro, 2007).

C. PATOFISIOLOGI
Prolapsus uteri terdapat dalam beberapa tingkat, dari yang paling ringan sampai
prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan per-vaginam yang
susah dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamen yang tergolong dalam fasia endopelvik
dan otot-otot, serta fasia-fasia dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan intraabdominal
yang meningkat dan kronik akan meningkatkan dan memudahkan penurunan uterus, terutama
apabila tonus-tonus mengurang seperti pada penderita dalam menopouse (Wiknjosastro,
2007).
Serviks uteri terletak di luar vagina akan bergeser oleh pakaian wanita tersebut, dan
lambat laun menimbulkan ulkusyang dinamakan ulkus dekubitus. Jika fasia di bagian depan
dinding vagina kendor biasanya trauma obstetrik, ia akan terdorong oleh kandung kencing
sehingga menyebabkan penonjolan dinding depan ke belakang yang disebabkan sistoke.
Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena persalinan
berikutnya yang kurang lancar atau yang diselesaikan dalam penurunan dan meyebabkan
urethrokel. Urethrokel harus dibedakan dari divertikulum urethra. Pada divertikulum keadaan
urethra dan kandung kencing normal, hanya di belakang urethra ada lubang, yang membuat
kantong antara urethra dan vagina (Wiknjosastro, 2007).
Kekendoran fasia di bagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetrik atau sebab-
sebab lain dapat menyebabkan turunnya rektum ke depan dan menyebabkan dinding ke
belakang vagina menonjol ke lumen vagina yang dinamakan rektokel (Wiknjosastro, 2007).

D. KLASIFIKASI
Menurut beratnya, prolapsus dibagi menjadi :
1. Prolapsus tingkat I : prolapsus uteri dimana serviks uteri turun sampai introitus vagina
2. Prolapsus tingkat II : prolapsus uteri dimana serviks menonjol keluar dari introitus vagina
3. Prolapsus tingkat III : prolapsus totalis (prosidensia uteri, dimana seluruh uterus keluar dari
vagina). (Marmi, 2011)

E. TANDA DAN GEJALA


Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual. Kadangkala penderita yang
satu dengan prolaps uteri yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya
penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan. Keluhan-keluhan yang
hampir sering dijumpai menurut Wiknjosastro, 2007:
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol
2. Rasa sakit di pinggul dan pinggang, biasanya jika penderita berbaring, keluhan menghilang
dan menjadi kurang
3. Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
a. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian lebih berat pada
malam hari
b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya
c. Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk dan mengejan. Kadang-
kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokel yang besar sekali
4. Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi
a) Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga retrokel
b) Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada retrokel vagina
5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita saat berjalan dan beraktivitas.
Gesekan portio uteri oleh celana dapat menimbulkan lecet hingga dekubitus pada porsio.
b. Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena infeksi serta luka pada
portio.
6. Entrokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa penuh di vagina

F. DIAGNOSIS
Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan ginekologik umumnya dengan mudah dapat
menegakkan diagnosis prolapsus genitalis. Friedman dan Little menganjurkan cara
pemeriksaan sebagai berikut: Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan dan
ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari, apakah portio sampai introitus vagina atau
apakah serviks uteri sudh keluar dari vagina. Selanjutnya dengan penderita berbaring denga
posisi litotomi, ditentukan pula panjangnya serviks uteri. Serviks uteri yang lebih panjang
biasanya dinamakan elongsio kolli (Wikjosastro, 2007).
Pada sistokel dijumpai di dinding vagina dengan benjolan kistik lembek dan tidak nyeri
tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita mengejan. Jika dimasukkan ke dalam
kandung kencing kateter logam, kateter itu diarahkan ke dalam sistokel, dapat diraba kateter
tersebut dekat sekali pada dinding vagina. Urethrokel letaknya lebih ke bawah dari sistokel,
dekat dengan orifisium uretra eksternum (Wiknjosastro, 2007).
Menegakkan diagnosis rektokel mudah, yaitu menonjolnya rektum ke lumen vagina
sepertiga bagian bawah. Penonjolan ini berbentuk lonjong, memanjang dari proksimal ke
distol, kistik dan tidak nyeri. Untuk memastikan diagnosis, jari dimasukkan rektum,
selanjutnya dapat diraba dinding rektokel yang menonjol lumen vagina. Entrokel menonjol ke
lumen vagina lebih atas dari rektokel. Pada pemeriksaan rektal, dinding rektum lurus, ada
benjolan ke vagina terdapat di atas rektum (Wikjosastro, 2007).
G. KOMPLIKASI
Menurut Wiknjosastro (2007), komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri adalah :
1. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri.
Prosidensia uteri disertai dengan keluarnya dinding vagina (inversio), karena itu mukosa
vagina dan serviks uteri menjadi tebal serta berkerut dan berwarna keputih-putihan.
2. Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan pakaian dalam,
hal ini dapat menyebabkan luka dan radang dan lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam
keadaan demikian, perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita usia
lanjut. Pemeriksaan sitologi/biopsi perlu dilakukan untuk mendapatkan kepastian akan
adanya karsinoma.
3. Hipertofi serviks dan Elangasio Kolli
Jika serviks uteri turun dalam vagina, sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus
masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta pembendungan
pembuluh darah serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang dengan periksa lihat
dan raba. Pada elangasio kolli serviks uteri serviks uteri pada periksa raba lebih panjang dari
biasa.
4. Gangguan miksi dan stress incontinence
Pada sistokel berat, miksi kadang-kadang, sehingga kandung kencing tidak dapat
dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga menyempitkan ureter, sehingga bisa
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula mengubah bentuk
sudut antara kandung kencing dan uretra yang dpat menimbulkan stress incontinence.
5. Infeksi jalan kencing
Adanya retensi air kencing, mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang terjadi dapat meluas ke
atas dan dapat menyebabkan pielitis dan pielonefritis. Akhirnya hal itu dapat menyebabkan
gagal ginjal.
6. Kesulitan saat partus
Jikaa wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan akan timbul kesulitan
saat kala pembukaan, sehingga kemajuan persalinan menjadi terhalang.
7. Kemandulan
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vagina atau sama sekali keluar dari
vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
8. Haemoroid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan memicu timbulnya
haemoroid.
9. Inkarserasi usus halus
Usus halus yang masuk ke entrokel dapat terjepit dengan kemungkinan tidak dapat direposisi
lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparatomi untuk membebaskan usus yang terjepit itu.

H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalakasanaan Medis
Pengobatan cara ini tidak begitu memuaskan tapi cukup membantu. Cara ini dilakukan pada
prolapsus uteri rinagn tanpa keluhan atau penderita masih ingin mendapatkan anak lagi atau
penderita menolak untuk dioperasi atau kondisinya tidak memungkinkan untuk dioperasi
(Wiknjosastro, 2007).
a. Latihan otot-otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus uteri ringan, terutama yang terjadi pada pasca
persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar panggul
dan otot-otot yang memepengaruhi miksi.
b. Stimulasi otot-otot dengan alat listrik
Kontraksi otot-otot dasar panggul dapatt ditimbulkan dengan alat listrik, elektrodenya dapat
dipasang dalam pessarium yang dimasukkan ke dala vagina.

c. Pengobatan dengan pessarium


Pengobatan dengan pessarium ini sebenarnya hanya bersifat paliatif, yakni menahan uterus di
tempatnya selama dipakai. Oleh karena itu, jika pessarium diangkat, timbul prolapsus lagi.
Prinsip pemakaian pessarium adalah mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas,
sehingga bagian dari vagina tersebub beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina
bagian bawah.
2. Penatalaksanaan Operatif
Prolapsus uteri biasanya disertai prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan pembedahan untuk
prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu ditangani juga. Ada kemungkinan terdapat prolapsus
vagina yang membutuhkan pembedahan padahal tidak terdapat prolapsus uteri.

Anda mungkin juga menyukai