Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bumi merupakan tempat tinggal manusia yang diciptakan oleh Tuhan


dengan berbagai macam isinya, kita hidup di bumi berada di bagian litosfer atau
permukaan bumi yang terbentuk dari berbagai macam batuan diantaranya batuan
sedimen menyusun kurang lebih sebanyak 80% dengan volume kurang lebih
0,32% dari volume bumi. Batuan batuan yang menyusun kerak bumi memiliki
ciri khas yang berbeda beda dan terangkum dalam sebuah lempeng lempeng
yang tersebar diseluruh dunia, lempeng lempeng tersebut bersifat dinamis,
karena adanya perbedaan perlapisan dan tenaga endogen yang
mengakibatkan pergerakan lempeng. Dari pergerakan tersebut dapat
menimbulkansebuah siklus batuan yang disebut daur geologi.

Lempeng tektonik merupakan bagian dari kerak bumi dan lapisan


paling atas(litosfer), lempeng lempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer
dan bergarak relatif satu dengan yang lainnya di batas batas lempeng, baik
menjauh, bertumbukan, ataupun menyamping. Gempa bumi, aktivitas
vulkanik, pembentukan gunung, dan pembentukan palung samudera

umumnya terjadi di daerah sepanjang batas lempeng. Pergerakan ini lazimnya


berkecapatan 50 100 mm/a(Watson Janet, 1975), lempeng tektonik yang terus
bergerak akan mengalami gesekan atau benturan yang cukup keras. Bila ini
terjadi, maka akan mengakibatkan bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami,
akan tetapi selain mengakibatkan berbagai bencana alam tersebut, pergerakan
lempeng tektonik juga dapat menimbulkan dampak yang positif
sepertimeningkatnya kenaikan magma ke permukaan. Disinilah terjadi zona
mineralisasi yang dapat kita manfaatkan. Lempeng tektonik merupakan sebuah
siklus batuan di bumi yang terjadi dalam skala waktu geologi. Siklus batuan

1
tersebut terjadi dari pergerakan lempeng bumi yang bersifat dinamis. Dengan
pergerakan lempeng tektonik yang terjadi mampu membentuk muka bumi serta
menimbulkan gejala gejala atau kejadian kejadian alam seperti gempa
tektonik, letusan gunung api, dan tsunami. Pergerakan lempeng tektonik di
bumi digolongkan dalam tiga macam batas pergerakan lempeng, yaitu
konvergen, divergen, dan transform (pergeseran).

1. Batas Transform.

Terjadi bila dua lempeng tektonik bergerak saling menggelangsar


(slide each other), yaitu bergerak sejajar namun berlawanan arah.
Keduanya tidak saling memberai maupun saling menumpu. Batas
transform ini juga dikenal sebagai sesar ubahan-bentuk (transform fault).

2. Batas Divergen.

Terjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak salingmemberai


(break apart). Ketika sebuah lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer
menipis dan terbelah, membentuk batas divergen. Pada lempeng samudra,
prosesini menyebabkan pemekaran dasar laut (seafloor spreading).
Sedangkan pada lempeng benua, proses ini menyebabkan terbentuknya
lembah retakan (rift valley)akibat adanya celah antara kedua
lempeng yang saling menjauhtersebut. Pematang Tengah-Atlantik
(Mid-Atlantic Ridge) adalah salah satucontoh divergensi yang
paling terkenal, membujur dari utara ke selatan disepanjang
Samudra Atlantik, membatasi Benua Eropa dan Afrika dengan
BenuaAmerika.

3. Batas Konvergen.

Terjadi apabila dua lempeng tektonik tertelan (consumed) ke arahkerak


bumi, yang mengakibatkan keduanya bergerak saling menumpu satu
samalain (one slip beneath another). Wilayah dimana suatu
lempeng samudraterdorong ke bawah lempeng benua atau
lempeng samudra lain disebut engan zona tunjaman (subduction

2
zones). Di zona tunjaman inilah sering terjadigempa. Pematang gunung-
api (volcanic ridges) dan parit samudra (oceanictrenches) juga
terbentuk di wilayah ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksut dengan endapan epitermal ?

2. Bagaimana proses pembentukan endapan epitermal ?

3. Apa saja mineral yang terbentuk didalam endapan epitermal ?

4. Bagaimana model endapan sulfide rendah dan tinggi ?

1.3 Batasan Masalah

Agar lebih sfesifik dan sesuai dengan tujuan awal penulisan maka kami
mempersempit atau membatasi penulisan makalah pada proses pembentukan
endapan epitermal. Adapun model endapan epitermal sulfide rendah dan tinggi
mempengaruhi dimana terbentuknya bahan galian.

1.4 Metode Penulisan

Metode yang dipakai dalam penulisan makalah ini adalah metode pustaka,yaitu
metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari
berbagai macam media,sala satunya Internet.

1.5 Tujuan dan Manfaat

Berdasar pada rumusan masalah,maka tujuan penulisan ini adalah sebagai


berikut :
1. Mengetahui apa yang dimaksut dengan endapan epitermal,
2. Mengetahui mineral/bahan galian apa saja yang terbentuk didalam
endapan epitermal,
3. Mengetahui model endapan epitermal sulfide tinggi dan model endapan
sulfide rendah.

3
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah harapan kami untuk dapat
membantu semua orang dalam memahami materi pembelajaran dengan mudah
dan dapat belajar dengan aktif,sehingga dapat membangun pengetahuan sendiri.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengaruh Tektonik Lempeng Terhadap Mineralisasi

Menurut teori Lempeng Tektonik, lapisan terluar bumi kita terbuat dari
suatu lempengan tipis dan keras yang masing-masing saling bergerak relatif
terhadap yang lain. Gerakan ini terjadi secara terus-menerus sejak bumi ini
tercipta hingga sekarang. Teori Lempeng Tektonik muncul sejak tahun 1960-an,
dan hingga kini teori ini telah berhasil menjelaskan berbagai peristiwa geologis,
seperti gempa bumi, tsunami, dan meletusnya gunung berapi, juga tentang
bagaimana terbentuknya gunung, benua, dan samudra. Lempeng tektonik
terbentuk oleh kerak benua (continental crust ) ataupun keraksamudra (oceanic
crust ), dan lapisan batuan teratas dari mantel bumi (earth's mantle). Kerak benua
dan kerak samudra, beserta lapisan teratas mantel ini dinamakan litosfer.

Kepadatan material pada kerak samudra lebih tinggi dibanding kepadatan


pada kerak benua. Demikian pula, elemen-elemen zat pada kerak samudra (mafik)
lebih berat dibanding elemen-elemen pada kerak benua (felsik ). Di bawah litosfer
terdapat lapisan batuan cair yang dinamakan astenosfer. Karena suhu dan tekanan
di lapisan astenosfer ini sangat tinggi, batu-batuan di lapisan ini bergerak mengalir
seperti cairan (fluid).Lempeng tektonik bisa merupakan kerak benua atau
samudera, tetapi biasanya satu lempeng terdiri atas keduanya. Misalnya, Lempeng
Afrika mencakup benua itu sendiri dan sebagian dasar Samudera Atlantik dan
Hindia. Perbedaan antara kerak benua dan samudera ialah berdasarkan kepadatan
material pembentuknya. Kerak samudera
lebih padat daripada kerak benua dikarenakan perbedaan perbandingan jumlah ber
bagi elemen,khususnya silikon. Kerak samudera lebih padat karena komposisinya
yang mengandung lebih sedikit silikon dan lebih banyak materi yang berat. Dalam
hal ini,kerak samudera dikatakan lebih bersifat mafik ketimbang felsik. Maka,

5
kerak samudera umumnya berada di bawah permukaan laut seperti sebagian besar
Lempeng Pasifik,sedangkan kerak benua timbul ke atas permukaan laut,
mengikuti sebuah prinsip yang dikenal dengan isostasi.

2.2 Busur Benua (Continental Arc)

Continental arc atau busur benua merupakan bagian dari proses diatas
dimanasebagai jalur gunungapi/volkanik yang terbentuk ketika lempeng samudera
bertemu denganlempeng benua, kemudian lempeng samudera menunjam miring
di bawah lempeng benua, lalu pada lempeng benua (sebagai overriding plate)
terbentuk jalur gunungapihasil peleburan sebagian lempeng samudera yang
menunjam dan mantel di sekitarnya pada kedalaman 100-150 km.Continental arc
dapat dikenal juga sebagai Island arc merupakan busur kepulauanyang terbentuk
akibat terjadinya pergerakan lempeng samudera dari Mid Oceanic Redge (MOR)
yang secara terus menerus sehingga membentuk suatu busur kepulauan.
Dilihatdari gambar 1 diatasi sland arc terletak pada zona subduction karena island
arc yangsudah terbentuk dibawa oleh pergerakan lempeng samudera. Magma
yang dihasilkan bersifat basah.

Gambar 2.1

Skema Diagram untuk Menggambarkan Bagaimana Dip Dangkal


SlabMensubduksi dapat Mendorong Keluar Astenosfer dari Mantel Atasnya

6
Proses diatas dalam gambar, apabila memperhatikan sifat magma busur
kepulauanakan cenderung bersifat mafic-intermediate atau basa- menengah; tetapi
sifat magma busur benua akan cenderung bersifat intermediate-silicic atau
menengah-asam

dan perbedaan jenis magma ini akan berpengaruh kepada aktivitas gunungapi dan
mineralisasi, artinya akan punya implikasi ke masalah kebencanaan dan
mineralekonomik.

Berdasarkan aktivitas tektonik yang terjadi di sepanjang busur magmatik,


daerah bagian timur Indonesia didominasi oleh bentukan porfiri dan skarn,
serta sebagian kecil endapan hidrotermal sulfidasi tinggi dan sediment hosted.
Barat Indonesia memiliki mineralisasi cenderung berupa endapan epitermal
sulfidasi rendah yang terjadi di
daerah paparan Sunda yang relatif dangkal. Aktivitas busur magmatik dan bentuk
mineralisasi memiliki hubungan yang menunjukkan identifikasi perbedaan antara
lingkungan tektonikselama pembentukan porfiri emas-tembaga, skarn dan deposit
sulfidasi tinggi.Pembentukan mineralisasi Au-Ag-Cu base metals terjadi di
lingkungan submarine dangkal saat larutan sulfida yang hasilnya juga
menghasilkan mineralisasi sulfidasi tinggi di sekitar sub-aerial batuan vulkanik,
dan daerah lantai samudera.Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi
gempa. Hal ini terjadi karena letakdari Indonesia yang merupakan pusat
pertemuan dari lempeng-lempeng antara lain Eurasia,Filipina, Caroline, Indo-
Australia, Pasifik dan beberapa lempeng minor lainnya(Hamilton,1979). Selain itu
juga di sebabkan oleh aktifitas tektonik dari lempeng-lempeng tersebut. Lempeng-
lempeng tersebut terus bergerak sepertihalnya lempengEurasia dan Indo-Australia
yang memiliki pergerakan rata-rata ke arah utara, sedangkan pergerakan lempeng
Filipina cenderung ke arah barat laut (Hamilton, 1979 danPuspito,1995 dalam
USGS, 2011). Terkait dengan lempeng filipina, lempeng Caroline
memiliki pergerakan ke arah tenggara di bagian palung Aru dan ke arah barat laut
di bagian palungYap (Seno, dkk.,1992dalamUSGS , 2011).

7
2.3 Endapan Epitermal

Endapan epitermal didefinisikan sebagai salah satu endapan dari sistem


hidrotermal yang terbentuk pada kedalaman dangkal yang umumnya pada busur
vulkanik yang dekat dengan permukaan (Simmons et al, 2005 dalam Sibarani,
2008). Penggolongan tersebut berdasarkan temperatur (T), tekanan (P) dan
kondisi geologi yang dicirikan oleh kandungan mineralnya. Secara lebih detailnya
endapan epitermal terbentuk pada kedalaman dangkal hingga 1000 meter dibawah
permukaan dengan temperatur relatif rendah (50-200)0C dengan tekanan tidak
lebih dari 100 atm dari cairan meteorik dominan yang agak asin (Pirajno,
1992).Tekstur penggantian (replacement) pada mineral tidak menjadi ciri khas
karena jarang terjadi. Tekstur yang banyak dijumpai adalah berlapis (banded) atau
berupa fissure vein. Sedangkan struktur khasnya adalah berupa struktur
pembungkusan (cockade structure). Asosiasi pada endapan ini berupa mineral
emas (Au) dan perak (Ag) dengan mineral penyertanya berupa mineral kalsit,
mineral zeolit dan mineral kwarsa. Dua tipe utama dari endapan ini adalah low
sulphidation dan high sulphidation yang dibedakan terutama berdasarkan pada
sifat kimia fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan mineraloginya.

Endapan epithermal umumnya ditemukan sebagai sebuah pipe-seperti


zona dimana batuan mengalami breksiasi dan teralterasi atau terubah tingkat
tinggi. Veins juga ditemukan, khususnya sepanjang zona patahan., namun
mineralisasi vein mempunyai tipe tidak menerus (discontinuous).Pada daerah
volcanic, sistem epithermal sangat umum ditemui dan seringkali mencapai
permukaan, terutama ketika fluida hydrothermal muncul (erupt) sebagai geyser
dan fumaroles. Banyak endapan mineral epithermal tua menampilkan fossil
roots dari sistem fumaroles kuno. Karena mineral-mineral tersebut berada dekat
permukaan, proses erosi sering mencabutnya secara cepat, hal inilah mengapa
endapan mineral epithermal tua relatif tidak umum secara global. Kebanyakan

8
dari endapan mineral epithemal berumur Mesozoic atau lebih muda.Mineralisasi
epitermal memiliki sejumlah fitur umum seperti hadirnya kalsedonik quartz,
kalsit, dan breksi hidrotermal. Selain itu, asosiasi elemen juga merupakan salah
satu ciri dari endapan epitermal, yaitu dengan elemen bijih seperti Au, Ag, As, Sb,
Hg, Tl, Te, Pb, Zn, dan Cu. Tekstur bijih yang dihasilkan oleh endapan epitermal
termasuk tipe pengisian ruang terbuka (karakteristik dari lingkungan yang
bertekanan rendah), krustifikasi, colloform banding dan struktur sisir. Endapan
yang terbentuk dekat permukaan sekitar 1,5 km dibawah permukaan ini juga
memiliki tipe berupa tipe vein, stockwork dan diseminasi. Dua tipe utama dari
endapan ini adalah low sulphidation dan high sulphidation yang dibedakan
terutama berdasarkan pada sifat kimia fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan
mineraloginya (Hedenquist et al., 1996:2000 dalam Chandra,2009).

Dibawah ini digambarkan ciri-ciri umum endapan epitermal (Lingren,


1933 dalam Sibarani,2008):

Suhu relatif rendah (50-250C) dengan salinitas bervariasi antara 0-5 wt.%
Terbentuk pada kedalaman dangkal (~1 km)
Pembentukan endapan epitermal terjadi pada batuan sedimen atau batuan
beku, terutama yang berasosiasi dengan batuan intrusiv dekat permukaan
atau ekstrusif, biasanya disertai oleh sesar turun dan kekar.
Zona bijih berupa urat-urat yang simpel, beberapa tidak beraturan dengan
pembentukan kantong-kantong bijih, seringkali terdapat pada pipa dan
stockwork. Jarang terbentuk sepanjang permukaan lapisan, dan sedikit
kenampakan replacement (penggantian).
Logam mulia terdiri dari Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U
Mineral bijih berupa Native Au, Ag, elektrum, Cu, Bi, Pirit, markasit,
sfalerit, galena, kalkopirit, Cinnabar, jamesonite, stibnite, realgar,
orpiment, ruby silvers, argentite, selenides, tellurides.
Mineral penyerta adalah kuarsa, chert, kalsedon, ametis, serisit, klorit
rendah-Fe, epidot, karbonat, fluorit, barite, adularia, alunit, dickite,
rhodochrosite, zeolit

9
Ubahan batuan samping terdiri dari chertification (silisifikasi), kaolinisasi,
piritisasi, dolomitisasi, kloritisasi
Tekstur dan struktur yang terbentuk adalah Crustification (banding) yang
sangat umum, sering sebagai fine banding, vugs, urat terbreksikan.

Karakteristik umum dari endapan epitermal (Simmons et al, 2005 dalam


Sibarani, 2008) adalah:

Jenis air berupa air meteorik dengan sedikit air magmatik


Endapan epitermal mengandung mineral bijih epigenetic yang pada
umumnya memiliki batuan induk berupa batuan vulkanik.
Tubuh bijih memiliki bentuk yang bervariasi yang disebabkan oleh kontrol
dan litologi dimana biasanya merefleksikan kondisi paleo-
permeability pada kedalaman yang dangkal dari sistem hidrotermal.
Sebagian besar tubuh bijih terdapat berupa sistem urat dengan dip yang
terjal yang terbentuk sepanjang zona regangan. Beberapa diantaranya
terdapat bidang sesar utama, tetapi biasanya pada sesar-sesar minor.
Pada suatu jaringan sesar dan kekar akan terbentuk bijih pada urat.
Mineral gangue yang utama adalah kuarsa sehingga menyebabkan bijih
keras dan realtif tahan terhadap pelapukan.
Kandungan sulfida pada urat relatif sedikit (<1 s/d 20%).

2.4Klasifikasi Endapan Epithermal

Pada lingkungan epitermal terdapat 2 (dua) kondisi sistem hidrotermal


yang dapat dibedakan berdasarkan reaksi yang terjadi dan keterdapatan mineral-
mineral alterasi dan mineral bijihnya yaitu epitermal low sulfidasi dan high
sulfidasi (Hedenquist et al .,1996; 2000 dalam Sibarani, 2008). Pengklasifikasian
endapan epitermal masih merupakan perdebatan hingga saat ini, akan tetapi
sebagian besar mengacu kepada aspek mineralogi dan gangue mineral, dimana
aspek tersebut merefleksikan aspek kimia fluida maupun aspek perbandingan
karakteristik mineralogi, alterasi (ubahan) dan bentuk endapan pada lingkungan
epitermal. Aspek kimia dari fluida yang termineralisasi adalah salah satu faktor

10
yang terpenting dalam penentuan kapan mineralisasi tersebut terjadi dalam sistem
hidrotermal.

2.4.1 Karakteristik Endapan Epitermal Sulfida Rendah / Tipe Adularia-


Serisit (Epithermal Low Sulfidation )

A. Tinjauan Umum

Endapan epitermal sulfidasi rendah dicirikan oleh larutan hidrotermal yang


bersifat netral dan mengisi celah-celah batuan. Tipe ini berasosiasi dengan alterasi
kuarsa-adularia, karbonat, serisit pada lingkungan sulfur rendah dan biasanya
perbandingan perak dan emas relatif tinggi. Mineral bijih dicirikan oleh
terbentuknya elektrum, perak sulfida, garam sulfat, dan logam dasar sulfida.
Batuan induk pada deposit logam mulia sulfidasi rendah adalah andesit alkali,
dasit, riodasit atau riolit. Secara genesa sistem epitermal sulfidasi rendah
berasosiasi dengan vulkanisme riolitik. Tipe ini dikontrol oleh struktur-struktur
pergeseran (dilatational jog).

B. Genesa dan Karakteristik

Endapan ini terbentuk jauh dari tubuh intrusi dan terbentuk melalui larutan sisa
magma yang berpindah jauh dari sumbernya kemudian bercampur dengan air
meteorik di dekat permukaan dan membentuk jebakan tipe sulfidasi rendah,
dipengaruhi oleh sistem boiling sebagai mekanisme pengendapan mineral-mineral
bijih. Proses boiling disertai pelepasan unsur gas merupakan proses utama untuk
pengendapan emas sebagai respon atas turunnya tekanan. Perulangan
proses boiling akan tercermin dari tekstur crusstiform banding dari silika dalam
urat kuarsa. Pembentukan jebakan urat kuarsa berkadar tinggi mensyaratkan
pelepasan tekanan secara tiba-tiba dari cairan hidrotermal untuk memungkinkan
proses boiling. Sistem ini terbentuk pada tektonik lempeng subduksi, kolisi dan
pemekaran (Hedenquist dkk., 1996 dalam Pirajno, 1992).

Kontrol utama terhadap pH cairan adalah konsentrasi CO2 dalam larutan dan
salinitas. Proses boiling dan terlepasnya CO2 ke fase uap mengakibatkan
kenaikan pH, sehingga terjadi perubahan stabilitas mineral contohnya dari illit ke

11
adularia. Terlepasnya CO2 menyebabkan terbentuknya kalsit, sehingga umumnya
dijumpai adularia dan bladed calcite sebagai mineral pengotor (gangue minerals)
pada urat bijih sistem sulfidasi rendah.Endapan epitermal sulfidasi rendah akan
berasosiasi dengan alterasi kuarsaadularia, karbonat dan serisit pada lingkungan
sulfur rendah. Larutan bijih dari sistem sulfidasi rendah variasinya bersifat alkali
hingga netral (pH 7) dengan kadar garam rendah (0-6 wt)% NaCl, mengandung
CO2 dan CH4 yang bervariasi. Mineral-mineral sulfur biasanya dalam bentuk
H2S dan sulfida kompleks dengan temperatur sedang (150-300 C) dan
didominasi oleh air permukaan.

Batuan samping (wallrock) pada endapan epitermal sulfidasi rendah


adalah andesit alkali, riodasit, dasit, riolit ataupun batuan batuan alkali. Riolit
sering hadir pada sistem sulfidasi rendah dengan variasi jenis silika rendah sampai
tinggi. Bentuk endapan didominasi oleh urat-urat kuarsa yang mengisi ruang
terbuka (open space), tersebar (disseminated), dan umumnya terdiri dari urat-urat
breksi (Hedenquist dkk., 1996). Struktur yang berkembang pada sistem sulfidasi
rendah berupa urat, cavity filling, urat breksi, tekstur colloform, dan
sedikit vuggy (Corbett dan Leach, 1996).

Tabel 2.1 Karakteristik endapan epitermal sulfidasi rendah

(Corbett dan Leach, 1996)

Tipe endapan Sinter breccia, stockwork

Posisi tektonik Subduction, collision, dan rift

Tekstur Colloform atau crusstiform

Asosiasi mineral Stibnit, sinnabar, adularia, metal sulfida

12
Mineral bijih Pirit, elektrum, emas, sfalerit, arsenopirit

Contoh endapan Pongkor, Hishikari dan Golden Cross

C. Interaksi Fluida

Epithermal Low Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem geotermal yang


didominasi oleh air klorit dengan pH netral dan terdapat kontribusi dominan dari
sirkulasi air meteorik yang dalam dan mengandung CO2, NaCl, and H2S

D. Model Konseptual Endapan Emas Epitermal Sulfidasi Rendah

Gambar.2.2

Model endapan emas epitermal sulfidasi rendah

(Hedenquist dkk., 1996 dalam Nagel, 2008).

Gambar diatas (Gambar.2.9) merupakan model konseptual dari endapan


emas sulfidasi rendah. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa endapan
ephitermal sulfidasi rendah berasosiasi dengan lingkungan volkanik, tempat

13
pembentukan yang relatif dekat permukaan serta larutan yang berperan dalam
proses pembentukannya berasal dari campuran air magmatik dengan air meteorit

2.4.2 Karakteristik Endapan Epitermal Sulfida Tinggi (Epithermal High


Sulfidation) atau Acid Sulfate

A. Tinjauan Umum

Endapan epitermal high sulfidation dicirikan dengan host rock berupa


batuan vulkanik bersifat asam hingga intermediet dengan kontrol struktur berupa
sesar secara regional atau intrusi subvulkanik, kedalaman formasi batuan sekitar
500-2000 meter dan temperatur 1000C-3200C. Endapan Epitermal High
Sulfidation terbentuk oleh sistem dari fluida hidrotermal yang berasal dari intrusi
magmatik yang cukup dalam, fluida ini bergerak secara vertikal dan horizontal
menembus rekahan-rekahan pada batuan dengan suhu yang relatif tinggi (200-
3000C), fluida ini didominasi oleh fluida magmatik dengan
kandungan acidic yang tinggi yaitu berupa HCl, SO2, H2S (Pirajno, 1992).

Gambar 2.3

Keberadaan sistem sulfidasi tinggi

Gambar 2.4

Penampang Ideal Endapan Epitermal Menurut Buchanan (1981)

14
B. Genesa dan Karakteristik

Endapan epitermal high sulfidation terbentuk dari reaksi batuan induk


dengan fluida magma asam yang panas, yang menghasilkan suatu karakteristik
zona alterasi (ubahan) yang akhirnya membentuk endapan Au+Cu+Ag. Sistem
bijih menunjukkan kontrol permeabilitas yang tergantung oleh faktor litologi,
struktur, alterasi di batuan samping, mineralogi bijih dan kedalaman formasi.High
sulphidation berhubungan dengan pH asam, timbul dari bercampurnya fluida yang
mendekati pH asam dengan larutan sisa magma yang bersifat encer sebagai hasil
dari diferensiasi magma, di kedalaman yang dekat dengan tipe endapan porfiri dan
dicirikan oleh jenis sulfur yang dioksidasi menjadi SO.

C. Interaksi Fluida

Epithermal High Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem magmatic-


hydrothermal yang didominasi oleh fluida hidrothermal yang asam, dimana
terdapat fluks larutan magmatik dan vapor yang mengandung H2O, CO2, HCl,
H2S, and SO2, dengan variabel input dari air meteorik lokal.

2.5 Potensi Dan Keberadaan Endapan Epithermal

Jenis endapan epitermal yang terletak 500 m bagian atas dari suatu sistem
hidrotermal ini merupakan zone yang menarik dan terpenting. Disini terjadi
perubahan-perubahan suhu dan tekanan yang maksimum serta mengalami
fluktuasi-fluktuasi yang paling cepat. Fluktuasi-fluktuasi tekanan ini
menyebabkan perekahan hidraulik (hydraulic fracturing), pendidihan (boiling),
dan perubahan-perubahan hidrologi sistem yang mendadak. Proses-proses fisika
ini secara langsung berhubungan dengan proses-proses kimiawi yang
menyebabkan mineralisasi terdapat suatu kelompok unsur-unsur yang umumnya
berasosiasi dengan mineralisasi epitermal, meskipun tidak selalu ada atau bersifat
eksklusif dalam sistem epitermal. Asosiasi klasik unsur-unsur ini adalah: emas
(Au), perak (Ag), arsen (As), antimon (Sb), mercury (Hg), thallium (Tl), dan
belerang (S).

15
Dalam endapan yang batuan penerimanya karbonat (carbonat-hosted
deposits), arsen dan belerang merupakan unsur utama yang berasosiasi dengan
emas dan perak (Berger, 1983), beserta dengan sejumlah kecil tungsten/wolfram
(W), molybdenum (Mo), mercury (Hg), thallium (Tl), antimon (Sb), dan tellurium
(Te); serta juga fluor (F) dan barium (Ba) yang secara setempat terkayakan.
Dalam endapan yang batuan penerimanya volkanik (volcanic-hosted deposits)
akan terdapat pengayaan unsur-unsur arsen (As), antimon (Sb), mercury (Hg), dan
thallium (Tl); serta logam-logam mulia (precious metals) dalam daerah-daerah
saluran fluida utama, sebagaimana asosiasinya dengan zone-zone alterasi
lempung. Menurut Buchanan (1981), logam-logam dasar (base metals)
karakteristiknya rendah dalam asosiasinya dengan emas-perak, meskipun
demikian dapat tinggi pada level di bawah logam-logam berharga (precious
metals) atau dalam asosiasi-nya dengan endapan-endapan yang kaya perak dimana
unsur mangan juga terjadi. Cadmium (Cd), selenium (Se) dapat berasosiasi
dengan logam-logam dasar; sedangkan fluor (F), bismuth (Bi), tellurium (Te), dan
tungsten (W) dapat bervariasi tinggi kandungannya dari satu endapan ke endapan
yang lainnya; serta boron (B) dan barium (Ba) terkadang terkayakan.

Mineral-mineral ekonomis yang dihasilkan dari epitermal antara lain Au,


Ag, Pb, Zn, Sb, Hg, arsenopirit, pirit, garnet, kalkopirit, wolframit, siderit,
tembaga, spalerite, timbal, stibnit, katmiun, galena, markasit, bornit, augit, dan
topaz. Berikut ini adalah beberapa contoh logam hasil dari endapan epitermal
yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, antara lain: Emas (Au) dan Perak (Ag).

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan,

1. Endapan Epitermal adalah hasil dari system Hidrotermal yang berskala besar
dari lingkungan Vulkanik.

2. kebanyakan dari Endapan Epitermal terbentuk dalam suatu Lebel Kerak Bumi
yang dangkal,dimana perubahan tiba-tiba dalam kondisi fisik dan kimianya
menghasilkan bahan Hidrotermal (White dan Hedenquist 1990),

3.Jenis Endapan Epitermal yang terbesar 500 M bagian atas dari suatu system
Hidrotermal ini merupakan Zona yang Menarik dan Terpenting. Disini terjadi
perubahan-perubahan suhu dan tekanan yang maksimum serta mengalami
Fluktuasi-Fluktuasi yang paling cepat. Fluktuasi-fluktuasi tekanan ini
menyebabkan perekahan Hydroulik (Hydroulik Fracturing),pendidihan
(Boiling),dan perubahan-perubahan Hidrologi system yang mendadak. Proses-
proses fisika ini secara lansung berhubungan dengan proses-prose kimiawi
yang menyebabkan Mineralisasi.

3.2 Saran

1. Banyak banyaklah mencari dan membaca literatur-literatur yang berhubungan


dengan pembahasan diatas,

2. Diskusikanlah setiap permasalahan-permasalahan dengan anggota kelompok


agar dapat menemui jawaban,

3.Bertanyalah kepada dosen pengampuh mata kuliah permodelan dan estimasi


cadangan mengenai hal-hal yang kurang di mengerti dalam proses penyelesaian
penulisan.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. http://pillowlava.wordpress.com/2011/06/19/mineralisasi -dan-alterasi-
dalam-sistem-hidrotermal/. ( Di akses pada : 24 september 2017,Pukul
:15;45
2. http://pillowlava.wordpress.com/2011/06/3.jpg. (Diakses pada : 24
september 2017,Pukul :19:20)
3. http://thegoldenjubilee.blokspot.co.id/2012/03/endapan -mineral-
epitermal.html. (Diakses pada :24 september

18
19

Anda mungkin juga menyukai