Anda di halaman 1dari 20

Kanker Paru-Paru

JEAN V C TAHAPARY (102014244)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510

Email : jeanvionatahapary@gmail.com

Abstrak

Kanker paru adalah jenis penyakit keganasan yang menjadi penyebab kematian utama pada
kelompok kematian akibat keganasan, bukan hanya pada laki laki tetapi juga pada perempuan.
Tingginya angka merokok pada masyarakat akan menjadikan kanker paru sebagai salah satu
masalah kesehatan di Indonesia, seperti masalah keganasan lainnya. Kanker paru adalah salah
satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah.
Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli
paru dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah
toraks, ahli rehabilitasi medik dan ahli-ahli lainnya. Selain kanker paru, terdapat juga beberapa
penyakit paru yang dapat menimbulkan gejala seperti kanker paru seperti Tuberkulosis Paru,
Pneumonia, bahkan PPOK.1

Kata Kunci : Kanker Paru, Penanganan Kanker Paru, Tuberkulosis Paru, Pneumonia, PPOK

Abstract
Lung cancer is a type of malignant disease that is the main cause of death in the mortality group
due to malignancy, not only in men but also in women. High rates of smoking in the community
will make lung cancer as one of the health problems in Indonesia, like other malignant problems.
Lung cancer is one type of lung disease that requires fast and targeted treatment and action. The
diagnosis of this disease requires close and integrated collaboration between lung experts and
diagnostic radiologists, anatomical pathologists, therapeutic radiologists and thoracic surgeons,
medical rehabilitation experts and other experts. In addition to lung cancer, there are also some
lung diseases that can cause symptoms such as lung cancer such as Pulmonary Tuberculosis,
Pneumonia, and even COPD.1
Keywords: Lung Cancer, Lung Cancer Treatment, Pulmonary Tuberculosis, Pneumonia, COPD

Pendahuluan

Kanker yang juga disebut neoplasma ganas atau tumor ganas ialah suatu massa jaringan
yang abnormal, yang pertumbuhannya melebihi dan tidak dikoordinasi dengan jaringan normal,
dan tetap berkembang walaupun rangsangan yang menimbulkan perubahan tersebut telah hilang.
Prevalensi kanker paru di negara sangat maju sangat tinggi, di Amerika tahun 2002
dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (merupakan 13% dari semua kanker baru yang
terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (merupakan 28 % dari seluruh akibat kanker), di Inggris
prevalensi kejadiannya mencapai 40.000/tahun, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4
kanker terbanyak, di RS Kanker Dharmais, Jakarta tahun 1998 menduduki urutan ke 3 sesudah
kanker payudara dan leher rahim(1). Kanker paru adalah penyebab kematian tersering dari seluruh
kanker yang tersering di dunia (meliputi Ca Paru, Ca Prostat, Adenocarcinoma colon).
Buruknya prognosis penyakit ini mungkin berkaitan erat dengan jarangnya penderita ke
dokter ketika penyakitnya masih berada dalam stadium awal penyakit. Untuk menegakkan
diagnosis kanker paru diperlukan bermacam pemeriksaan, seperti dengan foto rotgen dada
maupun dengan CT Scan.
Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu penderita, dan penemuan
diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup
yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya.1

Anamnesis

Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis
penyakit tertentu. Di dalam Ilmu Kedokteran, wawancara terhadap pasien disebut anamnesis.
Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap
keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk
diwawancarai, misalnya keadaan gawat-darurat, afasia akibat strok dan lain
sebagainya.Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem
dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan,
lingkungan).2

Dari anamnesis menurut skenario diatas didapatkan :

Pasien telah menjalani pengobatan TB sebelumnya selama 2 bulan tetapi keluhan batuk
tidak berkurang
Pasien mengeluh sering sakit pada punggung disekitar tulang belakangnya selama 1
bulan belakangan
Pasien memiliki riwayat merokok 10 tahun dengan frekuensi 2 bungkus per hari
Riwayat keluarga ada yang menderita kanker paru

Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi

Inspeksi adalah teknik pengkajian yang paling sering digunakan. Inspeksi dapat
dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Selama inspeksi langsung bergantung
sepenuhnya pada penglihatan, pendengaran, dan penciuman. Sedangkan inspeksi tidak
langsung digunakan alat-alat seperti speculum hidung atau vagina, atau oftalomoskop,
untuk membuka jaringan internal sehingga meningkatkan penglihatan pada area tubuh
tertentu.3

2. Palpasi

Pemeriksaan palpasi adalah pemeriksaan dimana kita menyentuh tubuh untuk


merasakan denyutan dan getaran, untuk mencari struktur tubuh (terutama dalam
abdomen), dan untuk mengkaji ciri-ciri seperti ukuran, tekstur, kehangatan, mobilitas,
dan nyeri tekan. Palpasi memungkinkan kita untuk mendeteksi nadi, kekakuan otot,
pembesaran limfe nodus, kekeringan kulit dan rambut, nyeri tekan organ atau
pembengkakan payudara, dan mengukur naik turunnya dada setiap kali pernapasan.

3. Perkusi

Pemeriksaan perkusi adalah pemeriksaan dimana kita menggunakan tepukan yang


tepat dan tajam dengan jari atau tangan para permukaan tubuh (biasanya dada dan
abdomen) untuk menghasilkan suara, mendapatkan (mendeteksi) nyeri tekan, atau untuk
mengkaji refleks. Melakukan perkusi bertujuan untuk membantu menetukan garis tepi
organ, mengidentifikasi bentuk organ dan posisinya, dan menentukan apakah organ
tersebut padat atau berisi cairan atau gas.

4. Auskultasi

Pemeriksaan auskultasi adalah pemeriksaan dimana kita mendengarkan suara tubuh,


terutama yang dihasilkan oleh jantung, paru-paru, pembuluh, lambung, dan usus. Hampir
semua suara yang terauskultasi dihasilkan dari gerakan udara dan cairan, sebagai contoh
aliran udara melalui jalan nafas, aliran turbulen darah melewati pembuluh, dan gerakan
gas melewati usus.3

Pemeriksaan Penunjang

Untuk menegakan diagnosis suatu penyakit, selain dilakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, dibutuhkan pula pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan laboratorium, patologi
anatomi, radiologi, elektrokardiogram, dan USG.

a. Foto toraks
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa tumor dengan
ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang
ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat
ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis
intrapulmoner. Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit ditentukan
dengan foto toraks saja.
Kewaspadaan dokter terhadap kemungkinan kanker paru pada seorang penderita
penyakit paru dengan gambaran yang tidak khas untuk keganasan penting diingatkan.
Seorang penderita yang tergolong dalam golongan resiko tinggi (GRT) dengan diagnosis
penyakit paru, harus disertai difollow-up yang teliti. Pemberian OAT yang tidak
menunjukan perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1 bulan harus menyingkirkan
kemungkinan kanker paru, tetapi lain masalahnya pengobatan pneumonia yang tidak
berhasil setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus menimbulkan dugaan
kemungkinan tumor dibalik pneumonia tersebut.
Foto toraks memberikan manifestasi antara lain: massa radiopaque di paru, massa +
obstruksi jalan nafas dengan gambaran atelektase, massa + gambaran pneumonia,
pembesaran kelenjar para hilar, kavitasi: terjadi 2-10% kasus, tumor pancoast: terdapat
gambaran massa di daerah superior atau apeks lobus superior, efusi pleura. Bila foto
toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus diikuti dengan pengosongan
isi pleura dengan punksi berulang atau pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar
bila ada tumor primer dapat diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila cairan bersifat
produktif, dan/atau cairan serohemoragik.14

b. CT-Scan toraks
Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik daripada
foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara
lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih
baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis,
efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada
meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat
berperan untuk menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3)
dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis
intrapulmoner.14

Diagnosis Banding

1. Tuberkulosis
2. PPOK
3. Pneumonia
Pada masa yang lalu, pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia tipikal yang
disebabkan oleh streptococcus pneumonia dan atipikal yang disebabkan oleh kuman
atipik seperti halnya M. pneumonia. Kemudian ternyata manifestasi dari pathogen lain
seperti H.infulenza, S.aureus dan bakteri gram negative memberikan sindrom klinik yang
identik dengan pneumonia oleh Str. Pneumonia, dan bakteri lain dan virus dapat
menimbulkan gambaran yang sama dengan pneumonia oleh M. pneumonia. Sebaliknya
Legionella spp dan virus dapat memberikan gambaran pneumonia yg berfariasi luas.
Karena itu istilah tersebut tidak lagi digunakan.
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia dan sering terjadi pada
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit
lain seperti DM, payah jantung, keganasan, penyakit syaraf kronik, dan penyakit hati
kronik. Factor predisposisi antara lain berupa kebiasaan merokok

Diagnosis Kerja

Karsinoma bronkogenik

Lebih dari 90% tumor ganas paru berupa karsinoma. Kanker paru merupakan kanker yang
paling sering ditemukan dengan prognosis yang jelek, dimana sekitar 5% mempunyai
kemungkinan hidup 5 tahun. Hal ini disebabkan oleh sifat agresif penyakit, sehingga hanya 15%
kasus yang memungkinkan untuk dapat dioperasi sewaktu diagnosis ditegakan. Sedangkan satu-
satunya kesempatan untuk sembuh yaitu dengan tindakan operasi pembuangan masa tumor.
Walaupun begitu, pengobatan kemoterapi yang intensif mulai menunjukan hasil yang
menguntungkan penderita kanker paru jenis sel kecil. Di inggris sekitar sepertiga dari seluruh
kematian akibat kanker pada pria disebabkan oleh kanker paru. Penyakit ini juga menunjukan
kenaikan insidennya diantara wanita, yang sekarang rangkingnya sudah sangat dekat dengan
kanker payudara. Mungkin sekali dalam waktu yang tidak lama akan sampai sebagai penyebab
kematian tersering kanker diantara wanita. Secara khas, penderita berumur antara 40 -70 tahun;
penyakit ini jarang mengenai mereka yang berumur kurang dari 30 tahun.

ETIOLOGI dan Epidemiologi

Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui,

tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor

penyebab utama.

1. Rokok
Telah terbukti bahwa rokok merupakan resiko yang besar untuk terjadinya kanker

paru. Meningkatnya insiden kanker paru dalam abad terakhir ini sejalan dengan naiknya

konsumsi rokok. Pada tahun 1978 di inggris dan wales, jumlah kematian pria akibat

kanker paru meningkat sampai 26.771, sedikit menurun menjadi 26.041 pada tahun 1984

dan menurun lagi menjadi 21.291 pada tahun 1992. Pada waktu yang bersamaan

prevalensi merokok menurun, dan lebih banyak lagi orang yang berhenti merokok

dibandingkan sebelumnya, terbanyak pada kelompok professional. Meningkatnya kanker

paru pada wanita semenjak perang dunia II disebabkan karena lebih banyak wanita yang

merokok. Terdapat perubahan yang progresif pada mukosa bronkus yang berhubungan

dengan merokok. Karsinoma didahului oleh metaplasia skuamosa, dan selanjutnya

dysplasia. Metaplasia skuamosa dan sel displastik ditemukan lebih banyak pada perokok

dibandingkan dengan yang bukan perokok.


2. Pekerjaan
Ditemukan beberapa bahaya pada pekerjaan yang berkaitan dengan naiknya insiden

kanker paru. Terpenting diantaranya ialah :

Abses

Ditemukan kenaikan yang bermakna risiko kanker paru pada mereka yang terkena

abses pada pekerjaanya (pekerja bangunan). Apabila individu bersangkutan juga

perokok, risiko akan bertambah besar, mungkin sampai 20-100 kali. Periode laten

sekitar 20 tahun mulai dari terkenanya abses sampai terjadinya karsinoma.

Debu lain

Tidak ada bukti bahwa kanker paru berkaitan dengan pneumoconiosis akibat debu

batu bara. Meskipun demikian, didapat proporsi yang signifikan dari pekerja

tambang yang meninggal akibat kanker paru.

Gas radioaktif

Pada abad ke 19, di pertambangan schneeberg di Saxony, penghasil batu yang

kaya akan berbagai metal dan juga radon, ditemukan jumlah kematian yang tinggi

diantara pekerjanya akibat kanker paru. Mereka yang selamat dari bom atom yang

diledakan di jepang pada tahin 1945 menunjukan insiden kanker paru yang

meningkat, yang mungkin sekali berkaitan dengan radiasi.

Factor lain

Adanya peningkatan resiko timbulnya kanker paru diantara pekerja pada industri

pengolah nikel, krom, gas mustard, arsenic, dan distilasi tar arang.

3. Fibrosis
Beberapa kanker paru perifer (biasanya adenokarsinoma) timbul pada daerah yang

mengalami fibrosis, misalnya luka, focus tuberculosis atau infark. Teori terjadinya

berdasarkan adanya perubahan metaplastik dan displastik pada pneumosit didalam

jaringan parut. Asumsi tersebut pada saat ini merupakan tantangan yang disebut kanker

jaringan parut yang ditentukan sebagai suatu karsinoma dengan reaksi desmoplastik

(fibroblastic) yang mencolok dibagian tengah. Disamping argumentasi ini, ditemukan

pula dengan jelas naiknya secara bermakna insiden adenokarsinoma paru pada penderita

fibrosis paru.

Klasifikasi dan Morfologi

PATOFISIOLOGI

Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/sub bronkus menyebabkan cilia


hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan
karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang
disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul
efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya
sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan
ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal.

Karsinogenesis merupakan proses terjadinya kanker akibat dari bahan-bahan


karsinogenik. Karsinogenesis yang diinduksi karsinogen kimia atau fisik maupun biologik
memerlukan waktu yang disebut periode laten yaitu waktu dari pertama kali terpapar suatu
karsinogen sampai terlihat kanker secara klinis. Karsinogenesis dapat dibagi dalam tiga fase
utama yaitu fase inisiasi, promosi dan progresi.(4)

1. Fase Inisiasi

Fase ini berlangsung cepat. Karsinogen kimia misalnya golongan alkylating dapat
langsung menyerang tempat dalam molekul yang banyak elektronnya, disebut karsinogen
nukleofilik. Tempat yang diserang adalah asam nukleat (DNA/ RNA) atau protein dalam sel
terutama di atom nitrogen, oksigen dan sulfur. Ikatan karsinogen dengan DNA menghasilkan lesi
di materi genetik. RNA yang berikatan dengan karsinogen bermodifikasi menjadi DNA yang
dimutasi. Karsinogen kimia yang berikatan dengan DNA disebut genotoksik dan yang tidak
berikatan dengan DNA disebut epigenetik. Karsinogen genotoksik dapat juga mempunyai efek
epigenetik. Ko-karsinogen dan promotor termasuk dalam karsinogen epigenetik yang
menyebabkan kerusakan jaringan kronis, perubahan sistem imun tubuh, perubahan hormon atau
berikatan dengan protein yang represif terhadap gen tertentu. Jadi karsinogen epigenetik dapat
mengubah kondisi lingkungan sehingga fungsi sebuah gen berubah, bukan strukturnya. Sel
berusaha mengoreksi lesi ini dengan detoksifikasi kemudian diekskresi atau dapat terjadi
kematian sel atau terjadi reparasi DNA yang rusak tersebut oleh enzim sel menjadi sel normal
kembali. Karsinogen kimia dapat didetoksifikasi/ dinon-aktifkan kemudian diekskresi atau dapat
langsung diekskresi. Tetapi dari proses pengnon-aktifan ini dapat terbentuk metabolit yang
karsinogenik. Sebelum terjadi reparasi DNA dapat terjadi replikasi DNA yaitu satu siklus
proliferasi sel yang menyebabkan lesi DNA tersebut menjadi permanen disebut fiksasi lesi.
Waktu yang dibutuhkan dari pertama kali sel diserang karsinogen sampai terjadi fiksasi lesi
(terbentuk sel terinisiasi) adalah beberapa hari (1-2 hari). Sel terinisiasi dapat mengalami
kematian, bila tidak, maka sel dapat masuk ke fase promosi. Pada akhir fase inisiasi belum
terlihat perubahan histologis dan biokimiawi hanya terlihat nekrosis sel dengan meningkatnya
proliferasi sel.

2. Fase Promosi
Sel terinisiasi dapat tetap tenang bila tidak dihidupkan oleh zat yang disebut promotor.
Promotor sendiri tidak dapat menginduksi perubahan kearah neoplasma sebelum bekerja pada sel
terinisiasi. Bila promotor ditambahkan pada sel terinisiasi dalam kultur jaringan, sel ini akan
berproliferasi. Jadi promotor adalah zat proliferatif. Promosi adalah proses yang menyebabkan
sel terinisiasi berkembang menjadi sel preneoplasma oleh stimulus zat lain (promotor). Dari
penyelidikan pada kultur jaringan diketahui fase ini berlangsung bertahun-tahun (10 tahun atau
lebih) dan reversibel sebelum terbentuknya sel tumor yang otonom. Esterforbol adalah promotor
untuk kanker kulit, paru dan hati. Sel preneoplasma dapat tumbuh terus pada kultur jaringan
sedangkan sel normal akan berhenti tumbuh. Sel preneoplasma lebih tahan terhadap lingkungan
yang tidak mendukung dan kemampuan kloningnya lebih besar. Sel preneoplasma lebih tahan
terhadap lingkungan yang tidak mendukung dan kemampuan kloningnya lebih besar. ) Pada
akhir fase promosi terdapat gambaran histologis dan biokomiawi yang abnormal.
3. Fase Progresi
Fase ini berlangsung berbulan-bulan. Pada awal fase ini, sel preneoplasma dalam stadium
metaplasia berkembang progresif menjadi stadium displasia sebelum menjadi neoplasma. Pada
awal fase ini, sel preneoplasma dalam stadium metaplasia berkembang progresif menjadi
stadium displasia sebelum menjadi neoplasma. Sel-sel menjadi kurang responsif terhadap sistem
imunitas tubuh dan regulasi sel. Pada tingkat metaplasia dan permulaan displasia (ringan sampai
sedang) masih bisa terjadi regresi atau remisi yang spontan ke tingkat lebih awal yang
frekwensinya makin menurun dengan bertambahnya progresivitas lesi tersebut. Pada akhir fase
ini gambaran histologis dan klinis menunjukkan keganasan. Penyelidikan terakhir
memperlihatkan terjadi aglutinasi pada permukaan sel kanker sehingga sel kanker tumbuh terus
meskipun terjadi kontak antar sel. Kebanyakan sel kanker mensekresi enzim fibrinolitik yang
melarutkan jaringan ikat di sekitarnya dan faktor angiogenesis yang menginduksi pembentukan
kapilar darah baru di antara pembuluh darah yang berdekatan dengan sel kanker untuk
nutrisinya.

KLASIFIKASI

Berdasarkan level penyebarannya penyakit kanker paru-paru terbagi dalam dua kriteria:

1. Kanker paru primer

Memiliki 2 tipe utama(1,5,6,7), yaitu:


a. Small cell lung cancer (SCLC)
SCLC adalah jenis sel yang kecil-kecil (banyak) dan memiliki daya pertumbuhan
yang sangat cepat hingga membesar yang hampir semuanya diisi oleh mukus. Biasanya
disebut oat cell carcinomas (karsinoma sel gandum) karena mirip dengan bentuk biji
gandum. Sel kecil ini cenderung berkumpul di sekeliling pembuluh darah halus. Tipe ini
sangat erat kaitannya dengan perokok. Penanganan cukup berespon baik melalui tindakan
kemoterapi dan radioterapi. Stadium (Stage) SCLC ada 2 yaitu:
- Stage terbatas (limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru (hemitoraks)
- Stage luas (extensived) jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau menyebar ke
organ lain
b. Non-small cell lung cancer (NSCLC)
NSCLC adalah merupakan pertumbuhan sel tunggal, tetapi seringkali menyerang
lebih dari satu daerah di paru-paru, mencakup adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa,
dan karsinoma sel besar (Large Cell Ca). Biasanya disebut karsinoma sel
skuamosa/karsinoma bronkogenik yang berciri khas proses keratinisasi dan pembentukan
bridge intraselular.
Adenokarsinoma, memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan
dapat mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen
bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan
fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada
stadium dini dan sering bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala-
gejala.
Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker paru
yang paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel
termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas
mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar
hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa
sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus,
dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki daripada
perempuan.
Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat
buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini
cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif
dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.
2. Kanker paru sekunder
Merupakan penyakit kanker paru yang timbul sebagai dampak penyebaran kanker dari
bagian organ tubuh lainnya, yang paling sering adalah kanker payudara dan kanker usus (perut).
Kanker menyebar melalui darah, sistem limpa atau karena kedekatan organ.

Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut International Union
Against (IUAC)/The American Joint Comittee on Cancer (AJCC) 1997 adalah sebagai berikut :

STADIUM TNM

Karsinoma tersembunyi Tx, N0, M0

Stadium 0 Tis, N0, M0

Stadium IA T1, N0, M0

Stadium IB T2, N0, M0

Stadium IIA T1, N1, M0

Stadium IIB T2, N1, M0

T3, N0, M0

Stadium IIIA T3, N1, M0

T1-3, N2, M0

Stadium IIIB T berapa pun, N3, M0

T4, N berapa pun, M0

Stadium IV T berapa pun, N berapa pun, M1

Keterangan :

Status Tumor Primer (T)

T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.

Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus,

tetapi tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi.


Tis : Karsinoma in situ.

T1 : Tumor berdiameter 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis

yang normal.

T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah

menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang

meluas ke hilus; harus berjarak > 2 cm distal dari karina.

T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada,

diafragma, pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau

tumor di bronkus utama yang terletak 2 cm dari distal karina, tetapi

tidak melibatkan karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh darah

besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra.

T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung,

pembuluh darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga

pleura/perikardium yang disertai efusi pleura/perikardium, satelit

nodul ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.

Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)

N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.

N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral.

N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening

subkarina.
N3 : Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus

kontralateral; kelenjar getah bening skalenus atau supraklavikular

ipsilateral atau kontralateral.

Metastasis Jauh (M)

M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.

M1 : Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak (Huq,

2010).

II.7 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis baik tanda maupun gejala kanker paru sangat bervariasi. Faktor-faktor
seperti lokasi tumor, keterlibatan kelenjar getah bening di berbagai lokasi, dan keterlibatan
berbagai organ jauh dapat mempengaruhi manifestasi klinis kanker paru.

Manifestasi klinis kanker paru dapat dikategorikan menjadi(8) :

1. Manifestasi Lokal Kanker Paru (Intrapulmonal Intratorakal)

Gejala yang paling sering adalah batuk kronis dengan/tanpa produksi sputum. Produksi
sputum yang berlebih merupakan suatu gejala karsinoma sel bronkoalveolar (bronchoalveolar
cell carcinoma). Hemoptisis (batuk darah) merupakan gejala pada hampir 50% kasus. Nyeri dada
juga umum terjadi dan bervariasi mulai dari nyeri pada lokasi tumor atau nyeri yang lebih berat
oleh karena adanya invasi ke dinding dada atau mediastinum. Susah bernafas (dyspnea) dan
penurunan berat badan juga sering dikeluhkan oleh pasien kanker paru. Pneumonia fokal rekuren
dan pneumonia segmental mungkin terjadi karena lesi obstruktif dalam saluran nafas. Mengi
unilateral dan monofonik jarang terjadi karena adanya tumor bronkial obstruksi. Stridor dapat
ditemukan bila trakea sudah terlibat.

2. Manifestasi Ekstrapulmonal Intratorakal


Manifestasi ini disebabkan oleh adanya invasi/ekstensi kanker paru ke struktur/organ
sekitarnya. Sesak nafas dan nyeri dada bisa disebabkan oleh keterlibatan pleura atau perikardial.
Efusi pleura dapat menyebabkan sesak nafas, dan efusi perikardial dapat menimbulkan gangguan
kardiovaskuler. Tumor lobus atas kanan atau kelenjar mediastinum dapat menginvasi atau
menyebabkan kompresi vena kava superior dari eksternal. Dengan demikian pasien tersebut akan
menunjukkan suatu sindroma vena kava superior, yaitu nyeri kepala, wajah sembab/plethora,
lehar edema dan kongesti, pelebaran vena-vena dada. Tumor apeks dapat meluas dan melibatkan
cabang simpatis superior dan menyebabkan sindroma Horner, melibatkan pleksus brakialis dan
menyebabkan nyeri pada leher dan bahu dengan atrofi dari otot-otot kecil tangan. Tumor di
sebelah kiri dapat mengkompresi nervus laringeus rekurens yang berjalan di atas arcus aorta dan
menyebabkan suara serak dan paralisis pita suara kiri. Invasi tumor langsung atau kelenjar
mediastinum yang membesar dapat menyebabkan kompresi esophagus dan akhirnya disfagia.

3. Manifestasi Ekstratorakal Non Metastasis

Kira-kira 10-20% pasien kanker paru mengalami sindroma paraneoplastik. Biasanya hal
ini terjadi bukan disebabkan oleh tumor, melainkan karena zat hormon/peptida yang dihasilkan
oleh tumor itu sendiri. Pasien dapat menunjukkan gejala-gejala seperti mudah lelah, mual, nyeri
abdomen, confusion, atau gejala yang lebih spesifik seperti galaktorea (galactorrhea). Produksi
hormon lebih sering terjadi pada karsinoma sel kecil dan beberapa sel menunjukkan karakteristik
neuro-endokrin. Peptida yang disekresi berupa adrenocorticotrophic hormone (ACTH),
antidiuretic hormone (ADH), kalsitonin, oksitosin dan hormon paratiroid. Walaupun kadar
peptide-peptida ini tinggi pada pasien-pasien kanker paru, namun hanya sekitar 5% pasien yang
menunjukkan sindroma klinisnya. Jari tabuh (clubbing finger) dan hypertrophic pulmonary
osteo-arthropathy (HPOA) juga termasuk manifestasi non metastasis dari kanker paru. Neuropati
perifer dan sindroma neurologi seperti sindroma miastenia Lambert-Eaton juga dihubungkan
dengan kanker paru.

4. Manifestasi Ekstratorakal Metastasis

Penurunan berat badan >20% dari berat badan sebelumnya (bulan sebelumnya) sering
mengindikasikan adanya metastasis. Pasien dengan metastasis ke hepar sering mengeluhkan
penurunan berat badan. Kanker paru umumnya juga bermetastasis ke kelenjar adrenal, tulang,
otak, dan kulit. Keterlibatan organ-organ ini dapat menyebabkan nyeri local. Metastasis ke tulang
dapat terjadi ke tulang mana saja namun cenderung melibatkan tulang iga, vertebra, humerus,
dan tulang femur. Bila terjadi metastasis ke otak, maka akan terdapat gejala-gejala neurologi,
seperti confusion, perubahan kepribadian, dan kejang. Kelenjar getah bening supraklavikular dan
servikal anterior dapat terlibat pada 25% pasien dan sebaiknya dinilai secara rutin dalam
mengevaluasi pasien kanker paru.

PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan kanker

1. Kuratif : menyembuhkan, memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka


harapan hidup pasien.

2. Paliatif : mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.

3. Rawat rumah (hospice care) pada kasus terminal : mengurangi dampak fisis maupun
psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.

4. Suportif : menunjang pengobatan kuratif paliatif dan terminal seperti pemberian nutrisi
darah dan komponen darah, growth factors obat anti nyeri dan anti infeksi.

Pengobatan Non Small Cell Lung Cancer

Terapi bedah adalah pilihan pertama pada stadium I atau II pada pasien dengan sisa cadangan
parenkim paru yang cukup. Reseksi paru biasanya ditoleransi baik bila prediktif post reseksi
FEV1 yang didapat dari pemeriksaan spirometri preoperatif dadn kuantitatif ventilasi perfusi
scanning melebihi 1000 ml. Luasnya penyebaran intradada yang ditemui saat operasi menjadi
pegangan luas prosedur operasi yang dilaksanakan. Lobektomi atau pneumonektomi tetap
sebagai standar dimana segmentektomi dn reseksi baji bilobektomi atau reseksi sleeve menjadi
pilihan pada situasi tertentu. Survival pasien yang dioperasi pada stadium I mendekati 60%,
pada stadium II 25-37% dan II A 17-36,3%. Pada stadium III A masih ada kontroversi mengenai
keberhasilan operasi bila kelenjar mediastinum ipsilateral atau dinding atau dinding toraks
mendapat metastasis. Pasien stadium III b dan IV tidak dioperasi. Combined modality therapy
yaitu gabungan radiasi, kemoterapi dengan operasi (dua atau tiga modilitas) dilaporkan
memperpanjang survival dari studi-studi yang masih berlangsung.
Radioterapi

Pada beberapa kasus yang inoperable, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa
juga sebagai terapi adjuvan/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek
obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus. Efek samping yang sering adalah
disfagia karena esofagitis pasca operasi, sedangkan pneumonitis pasca radiasi jarang terjadi
(<10%). Radiasi dengan dosis paru yang bertujuan kuratif secara teoritis bermanfaat pada kasus
yang inoperable, tetapi belum disokong data percobaan klinis yang sahih. Keberhasilan
memperpanjang survival sampai 20% dengan cara radiasi dosis paru ini didapat dari kasus-kasus
stadium I usia lanjut, kasus dengan penyakitt penyerta sebagai penyulit operasi atau pasien yang
menolak dioperasi. Pada pasien dengan metastasis sebatas N1-2 atau saat operasi terlihat tumor
sudah merambat sebatas sayatan operasi, radiasi pasca operasi dianjurkan untuk diberikan.
Radiasi praoperasi untuk mengecilkan ukuran tumor agar misalnya pada reseksi lebih komplit
pada tumor pancoast atau stadium III B dilaporkan bermanfaat dari beberapa sentra kanker.
Radiasi paliatif pada kasus sindrom vena kava superior atau kasus dengan komplikasi dalam
rongga dada akibat kanker seperti hemoptisis, batuk refrakter, atelektasis, mengurangi nyeri
akibat metastasis ke kranium dan tulang, juga amat berguna.

1. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani
pasien SCLC atau dengan metastase luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Kemoterapi dilakukan dengan
menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan
tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan.

II.11 PENCEGAHAN
Penghentian merokok adalah langkah/tindakan yang paling penting yang dapat mencegah
kanker paru. Mengecilkan paparan pada merokok pasif juga adalah suatu tindakan pencegahan
yang efektif. Pekerja yang bekerja pada lingkungan dengan polusi udara tinggi, sebaiknya
menggunakan alat pelindug diri, seperti masker untuk meminimalkan terhirupnya zat polutan ke
dalam paru. Selain itu, makan makanan yang mengandung buah-buahan dan sayuran. Pilih diet
sehat dengan berbagai buah-buahan dan sayuran. Makanan sumber vitamin dan nutrisi yang
terbaik. Skrining tumot diperlukan juga untuk dilakukan tatalaksana dini agar tidak berlanjut
menjadi kanker.

II.12 PROGNOSIS

Prognosis kanker paru tergantung dari beberapa aspek, antara lain kebiasaan merokok
yang tidak dihentikan, jenis sel kanker, dan pemilihan terapi. Pasien dengan kanker paru rata-rata
hanya 1-2% hidup sampai 5 tahun, jika tanpa pengobatan penderita hanya hidup 6-12 bulan.
BAB III

KESIMPULAN

Kanker paru merupakan semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang
berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor di paru). Prevalensi
terjadinya kanker paru pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan usia tua. Etiologi
kanker paru masih belum pasti tapi dari beberapa studi menyatakan bahwa etiologi kanker paru
antara lain, rokok baik perokok aktif maupun pasif, paparan zat polutan, dan adanya riwayat
genetik. Manifestasi klinis pasien dengan kanker paru, antara lain batuk berdahak bisa dengan
darah atau tidak, sesak nafas, dan nyeri dada.

Diagnosis kanker paru ditegakkan selain berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
juga ditunjang dengan pemeriksaan penunjang berupa rontgen thoraks, CT Scan, MRI, sitologi
sputum, serologi, dan gold standard yaitu biopsi. Tatalaksana kanker paru bertujuan untuk
kuratif, paliatif, home care, dan suportif. Pembedahan, radiasi, dan kemoterapi merupakan
tindakan yang dapat dilakukan. Prognosis pasien dengan kanker paru dilihat dari kebiasaan
merokok dan terpapar polusi yang harus di kurangi, jenis sel kanker, dan stadium kanker
tersebut, makin berat stadium makin buruk prognosisnya.

Daftar Pustaka

1. Amin Zulkifli. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI; 2006.
h.1015-1020.
2. Moffat D, Faiz O. At a Glance Anatomi. Jakarta: Erlangga; 2003. h.12-13
3. Patricia G M. Pandua Pemeriksaan Kesehatan Dengan Dokumentasi Soapie. Edisi II.
Jakarta: EGC; 2005. h.32-40

Anda mungkin juga menyukai