Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia, kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2005). Sindroma nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang menimbulkan proteinuria, hipoalbumminemia, hiperlipidemia, dan edema (Betz, et al, 2002). Sindroma nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik: proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi&Rita, 2001). Sindroma nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (>50mg/kg BB/hari), hipoalbuminemia (<2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia (Rauf, 2002).
2. ETIOLOGI SINDROM NEFROTIK
a. Sindrom nefrotik primer Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun. b. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom
Alport, miksedema. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis.
c. Sindroma nefrotik idiopatik
Sekitar 90%, nefrosis pada anak belum diketahui penyebabnya. Berdasarkan histopatologi yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, diduga ada hubungan dengan genetik, immunologik, dan alergi. 3. KLASIFIKASI SINDROM NEFROTIK a. Sindrom nefrotik primer b. Sindrom nefrotik sekunder c. Sidroma nefrotik idiopatik Berdasarkan pemeriksaan mikroskopis dibagi menjadi 4 golongan:
Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM), glomerulus tampak normal
dengan mikroskop biasa, dan dengan mikroskop elektron sel epitel berpadu, sering ditemukan pada anak. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS), terkadi sklerois glomerulus dan atrofi tubulus. Glomerulonefritis \proliferatif (GNP), terdapat proliferasi dan infiltrasi sel. Terjadi pembengkakan sitoplasma endotel sehingga kapiler tersumbat dan mengalami penebalan pada batang lobular. Nefropati Membranosa (GNM), semua glomerulus menunjukkan penebalan di dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel, jarang ditemukan pada anak.
4. MANIFESTASI KLINIS SINDROM NEFROTIK
a. Proteinuria Proteinuria merupakan kelainan utama pada sindrom nefrotik. Apabila ekskresi protein 0,05 g/kgBB/hari, >3,5 g/hari, atau >2 g/m2 luas permukaan badan/hari. Proteinuria disebabkan oleh penurunan laju glomerulus yang mengakibatkan kegagalan proses filtrasi sehingga protein terekskresi bersama urin. b. Hipoalbuminemia Hipoalbuminemia (<3 gran/l) terjadi akibat hilangnya albumin melalui urin merupakan konstributor yang penting pada kejadian hipoalbuminemia. Meskipun demikian, hal tersebut bukan merupakan satu-satunya penyebab pada pasien sindrom nefrotik karena laju sintesis albumin dapat meningkat setidaknya tiga kali lipat dan dengan begitu dapat mengompensasi hilangnya albumin melalui urin. c. Edema generalisata/anasarka Diawali dengan edema periorbital, edema pedal dan pa tibial sampai terjadi asites dan efusi pleura. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya edema pada sindrom nefrotik. Underfilled theory merupakan teori klasik tentang pembentukan edema. Teori ini berisi bahwa adanya edema disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus menyebabkan albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari albumin adalah sebagai penentu tekanan onkotik. Maka kondisi hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan onkotik koloid plasma intravaskular menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian timbul edema d. Hiperlipidemia, umumnya terjadi hiperkolesterolemia (>300 atau 450-1500 mg/dl) Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan penjelasan antara lain yaitu adanya kondisi hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein. Selain itu katabolisme lemak menurun karena terdapat penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma e. Gejala lain: penurunan haluaran urin, malaise, sakit kepala, keletihan, dan penurunan nafsu makan. f. Pada anak lebih berisiko mengalami infeksi seperti pneumonia, peritonitis dan sepsis g. HDL biasanya normal h. Hemoglobin dan hematokrit biasanya normal atau mengalami peningkatan i. Hitung platelet meningkat (500.000-1.000.000/mm3) j. Konsentrasi natrium biasanya rendah (130-135 mEq/L) DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2003. Buku Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.