Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko mengalami
permasalahan pada sistem tubuh, karena kondisi tubuh yang tidak stabil. Kematian perinatal pada
bayi BBLR adalah 8 kali lebih besar dari bayi normal. Prognosis bayi dengan BBLR akan lebih
buruk bila berat badan semakin rendah. Kematian sering disebabkan karena komplikasi neonatal
seperti asfiksia, aspirasi, penumonia, perdarahan intra kranial, hipoglikemia. Apabila bayi
mampu bertahan hidup dapat terjadi kerusakan saraf, gangguan bicara dan tingkat kecerdasan
yang rendah. Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua,
perawatan selama kehamilan, persalinan dan postnatal, pengaturan suhu lingkungan, resusitasi,
makanan, pencegahan infeksi dan lain-lain (Proverawati & Ismawati, 2010).

Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun pertama
kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua pertiga dari yang
meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama. Dua pertiga dari yang
meninggal pada minggu pertama, meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian pada
minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis
dan komplikasi berat lahir rendah. Kurang lebih 99% kematian ini terjadi di negara berkembang
dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini dan pengobatan yang
tepat (Proverawati & Ismawati, 2010).

Diperkirakan sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus di seluruh dunia disebabkan
oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati yang lebih besar. Laporan dari Organisasi
Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO) menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-
2003 asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab kematian anak di
seluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran prematur.
Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan
morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan belajar.
Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab utama kematian perinatal di
Indonesia adalah gangguan pernapasan atau respiratory disorders (35,9%), prematuritas (32,4%)
dan sepsis neonatorum (12.0%) (Sofyan, 2010).

Salah satu penyebab utama kematian bayi yang baru lahir adalah asfiksia bayi baru lahir.
Faktor yang berkaitan dengan terjadinya asfiksia yaitu faktor ibu, faktor persalinan, faktor
janin dan faktor plasenta. Faktor ibu meliputi usia ibu waktu hamil, umur kehamilan saat
melahirkan, status kesehatan, status paritas dan riwayat obstetrik (Kartiningsih 2009). Ketika
dilahirkan bayi biasanya aktif dan segera setelah tali pusat dijepit bayi menangis yang
merangsang pernafasan. Denyut jantung akan menjadi stabil pada frekuensi 120-140x/menit dan
sianosis sentral menghilang dengan cepat. Akan tetapi beberapa bayi mengalami depresi saat
dilahirkan dan menunjukkan gejala tonus otot yang menurun dan mengalami kesulitan
mempertahankan pernafasan yang wajar (Saifuddin et al., 2002).

Bayi yang mengalami depresi saat lahir dapat mengalami apneu atau menunjukkan upaya
pernafasan yang tidak cukup untuk kebutuhan ventilasi paru-paru. Kondisi ini menyebabkan
kurangnya pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Penyebab depresi bayi pada
saat lahir mencakup asfiksia intrauterin, bayi kurang bulan, obat-obat yang diberikan atau
diminum oleh ibu, penyakit neuromuskular bawaan, cacat bawaan, dan hipoksia intrapartum.

Kematian bayi di Indonesia sebesar 47% meninggal pada masa neonatal. Penyebab
kematian bayi di Indonesia BBLR (29%), asfiksia (27%). Trauma lahir, tetanus neonatorum,
infeksi lain dan kelainan kongenital (Depkes, 2005). Data diatas menunjukkan bahwa asfiksia
merupakan salah satu penyebab kematian bayi. Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi
tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir (Prawirohardjo,2005).
1.2 Tujuan Penelitian

Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik di RSUD Solok, dan
juga sebagai bahan pengayaan materi agar mahasiswa mengetahui dan memahami lebih jauh
tentang hubungan antara kejadian asfiksia pada BBLC dan BBLR.

1.3 Manfaat Penelitian

Agar makalah ini dapat digunakan sebagai referensi dalam pembelajaran, menambah
ilmu pengetahuan dan agar pembaca lebih memahami tentang hubungan antara kejadian asfiksia
pada BBLC dan BBLR.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BBLR ( Berat Bayi Lahir Rendah )

2.2 Asfiksia

A. Definisi

Asfiksia adalah kegagalan bayi baru lahir untuk bernapas secara spontan dan teratur
sehingga menimbulkan gangguan metabolisme pada tubuhnya, memiliki skor apgar 4-6 dengan
frekuensi jantung > 100x/menit serta tonus otot kurang baik atau baik (Hasan, 2007 ; Hidayat,
2009).

B. Etiologi
Penyebab terjadinya asfiksia ada tiga faktor yaitu:
a) Faktor ibu yang meliputi preeklamsia dan eklamsia, perdarahan abnormal yang
disebabkan karena plasenta previa atau solusio plasenta, partus lama atau partus
macet, demam selama persalinan, infeksi berat (malaria,sifilis,TBC,HIV),
kehamilan post matur, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
b) Faktor bayi yang meliputi bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan),
persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi vakum,
forsef), kelainan kongenital, air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
c) Faktor tali pusat yang terdiri dari lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali
pusat, dan prolapsus tali pusat.
C. Patofisiologi

Pernapasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa
kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang
bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien). Proses ini sangat perlu untuk merangsang
kemoreseptor pusat agar menjadi primary gasping yang kemudian akan berlanjut menjadi napas
teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat
mengatasinya.
Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan
frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti
pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada
dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi
metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati
dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan
gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga
menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang
dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Kerusakan dan
gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia
(Hassan, 2007).

D. Faktor Predisposisi

Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta
berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin berkurang, akibatnya terjadi asfiksia. Keadaan
tersebut diantaranya : Gangguan sirkulasi menuju janin yang disebabkan adanya gangguan aliran
pada tali pusat (lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan pada tali pusat, ketuban telah pecah,
kehamilan lewat waktu), dan disebabkan pengaruh obat karena narkosa saat persalinan; faktor
ibu yang disebabkan adanya gangguan his (tetania uteri/hipertonik), penurunan tekanan darah
dapat mendadak (perdarahan pada plasenta previa dan solusio plasenta), vasokontriksi arterial
(hipertensi pada kehamilan dan gestosis preeklampsia-eklampsia) (Kosim, 2008; Mochtar, 2012).

E. Faktor Risiko

Menurut Green (2012), faktor risiko terjadinya asfiksia sedang adalah :

a) Faktor risiko antepartum, antara lain : Diabetes pada ibu, jantung, ginjal, asma,
hipertensi, pre-eklampsia, infeksi intra uteri, plasenta previa ;
b) Faktor risiko intrapartum, antara lain : Kelahiran traumatik, prolaps tali pusat,
lilitan tali pusat, distosia bahu.
F. Gejala Klinis
Asfiksia sedang biasanya merupakan akibat dari hipoksia janin yang menimbulkan tanda-
tanda diantaranya : keadaan umum bayi lemah, frekuensi nadi >100x/menit, respirasi tidak
teratur, tonus otot kurang baik, Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen dalam
darah, muka tampak pucat, dada ada retraksi, gerakan sedikit pada ekstremitas, mempunyai nilai
APGAR 4-6 . (Dewi, 2010; Hidayat, 2008).

Menurut (Saifuddin, 2009), nilai APGAR tetap diperlukan dalam upaya penilaian
keadaan bayi dan penilaian efektivitas upaya resusitasi, meskipun nilai APGAR tersebut tidak
dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau untuk membuat keputusan mengenai
jalannya resusitasi karena dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit sesudah bayi lahir.
Penilaian skor APGAR terdiri dari 5 tanda yaitu: warna kulit, frekuensi jantung, reflek, tonus
otot dan usaha nafas. Masing-masing tanda tersebut mempunyai nilai 0-2 tergantung kondisi bayi
saat lahir. Untuk kasus asfiksia sedang, jumlah dari skor apgar antara 4-6.

G. Prognosis

Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Pada
kasus bayi baru lahir dengan asfiksia sedang kalau tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat
akan menyebabkan terjadinya asfiksia berat. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih
kembali harus dipikirkan kemungkinannya menderita cacat mental pada masa mendatang
(Mochtar, 2012).

2.3 Hubungan BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Dengan Asfiksia


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian


Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Bagian Perinatologi RSUD Solok Mulai tanggal 1 April 2016 sampai 30
April 2017.

3.3. Populasi Penelitian


1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh bayi di bagian perinatologi RSUD Solok.
2. Besar Sampel
Jumlah sampel berdasarkan pasien yang masuk ke bagian perinatologi RSUD Solok dari tanggal
1 April 2016 sampai 30 April 2017.
3. Kriteria Penerimaan
a. Semua kasus BBLR dan Asfiksia tanpa resiko tinggi di bagian perinatologi RSUD Solok
dimasukkan kedalam penelitian ini.
b. Semua kasus BBLR dan Asfiksia dengan resiko tinggi di bagian perinatologi RSUD
Solok dimasukkan kedalam penelitian ini.
4. Kriteria Penolakan
Pasien yang menolak untuk dijadikan sampel penelitian.
5. Bahan dan Cara Kerja
a. Pasien yang memenuhi kriteria penerimaan diminta persetujuannya secara lisan sebelum
dilakukan pemeriksaan.
b. Dicatat identitas pasien berupa.
6. Manajemen dan Analisa Data
Terhadap data yang telah dikumpulkan dilakukan editing dan cleaning data. Selanjutnya
untuk melihat perbedaan data-data kategori seperti kategori Asfiksia pada BBLC dengan
Asfiksia pada BBLR.
7. Etika Penelitian
Semua peserta diberi penjelasan mengenai tujuan dan cara yang akan dijalankan pada
penelitian ini. Penelitian dijalankan setelah didapat persetujuan sukarela dari masing- masing
peserta. Setiap peserta berhak mengetahui hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadapnya.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar bayi merupakan bayi
tidak asfiksia dan berat badan lahir cukup (BBLC) yaitu sejumlah 178 bayi (60,5%), sedangkan
sebagian kecil merupakan bayi tidak asfiksia dan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu
sejumlah 18 bayi (6,1%). Hasil tersebut memberikan gambaran distribusi dari kejadian asfiksia
pada bayi baru lahir, yaitu bahwa jumlah bayi yang asfiksia sebagian besar pada bayi dengan
berat badan lahir rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai adalah 35,070 dan value
0,000 hal ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima yaitu ada hubungan antara berat badan lahir
rendah dengan asfiksia neonatorum dengan tingkat kepercayaan 99%. Hasil tersebut sesuai
pendapat dari Muslihatun (2010) yang menyatakan bahwa faktor janin/ bayi baru lahir yang
dapat menyebabkan asfiksia adalah prematur, berat badan lahir rendah, IUGR (intra uteri growth
retardation), gemelli, tali pusat menumbung, kelainan kongenital, dan lain-lain.

Hasil penelitian ini mendukung teori dari Proverawati dan Ismawati (2010) yaitu pada
berat badan lahir rendah dapat mengalami risiko jangka pendek, diantaranya adalah asfiksia.
Bayi dengan berat badan lahir rendah baik yang kurang, cukup atau lebih bulan dapat mengalami
gangguan pada proses adaptasi pernafasan waktu lahir sehingga dapat mengalami asfiksia
neonatorum.

Nilai OR pada penelitian ini adalah 4,111, hal ini berarti bahwa bayi dengan berat badan
lahir rendah memiliki resiko terjadi asfiksia 4 kali lipat dibandingkan dengan bayi dengan berat
badan lahir cukup. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Proverawati & Ismawati (2010) yang
menyatakan bahwa bayi berat dengan badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko
mengalami permasalahan pada sistem tubuh, karena kondisi tubuh yang tidak stabil. Kematian
perinatal pada bayi BBLR adalah 8 kali lebih besar dari bayi normal. Prognosis bayi dengan
BBLR akan lebih buruk bila berat badan semakin rendah. Kematian sering disebabkan karena
komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi, penumonia, perdarahan intra kranial, hipoglikemia.
Apabila bayi mampu bertahan hidup dapat terjadi kerusakan saraf, gangguan bicara dan tingkat
kecerdasan yang rendah. Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan
orang tua, perawatan selama kehamilan, persalinan dan postnatal, pengaturan suhu lingkungan,
resusitasi, makanan, pencegahan infeksi dan lain-lain.

Dampak dari BBLR salah satunya adalah asfiksia pada bayi yang dapat berdampak
jangka pendek dan jangka panjang bagi kesehatan bayi sehingga sebaiknya tenaga kesehatan
mampu melakukan deteksi dini terhadap berat badan bayi sejak dalam kandungan.

Bayi dengan berat badan lahir rendah menimbulkan berbagai masalah kesehatan, diantaranya
adalah kesulitan bernafas, asfiksia,aspirasi dan pneumonia. Masalah kesehatan tersebut
disebabkan karena :

1. Defisiensi surfaktan paru

2. Koordinasi yang belum sempurna antara refleks batuk, refleks menghisap dan refleks menelan

3. Thoraks dapat menekuk dan otot pembantu respirasi yang lemah

4. Pernafasan yang periodik dan apnea

Hal ini diperburuk oleh pada bayi prematur (lahir sebelum usia gestasi mencapai 37
minggu) dan prognosis akan menjadi lebih buruk bila berat badan semakin rendah (Proverawati
dan Ismawati, 2010).
BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Saran

1. Bagi Rumah Sakit


Rumah sakit dapat meningkatkan pelayanan khususnya bagi ibu hamil untuk mencegah
terjadinya bayi lahir dengan berat badan lahir rendah dan melakukan penanganan yang
efektif terhadap bayi dengan berat badan lahir rendah dan atau asfiksia.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan dapat menghasilkan lulusan tenaga kesehatan yang kompeten dalam
menangani bayi dengan berat badan lahir rendah dan asfiksia untuk mencegah terjadinya
resiko jangka pendek dan jangka panjang.
3. Bagi peneliti berikutnya
Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan penelitian lain yang mengkaji lebih luas tentang
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap berat badan lahir rendah dan bayi asfiksia.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai

  • Imt
    Imt
    Dokumen25 halaman
    Imt
    sitisaraah
    Belum ada peringkat
  • Refrat Hyaline Membrane Disease HMD
    Refrat Hyaline Membrane Disease HMD
    Dokumen21 halaman
    Refrat Hyaline Membrane Disease HMD
    Hana Kristina Fani
    Belum ada peringkat
  • Imt
    Imt
    Dokumen25 halaman
    Imt
    sitisaraah
    Belum ada peringkat
  • Imt
    Imt
    Dokumen25 halaman
    Imt
    sitisaraah
    Belum ada peringkat
  • Imt
    Imt
    Dokumen25 halaman
    Imt
    sitisaraah
    Belum ada peringkat
  • Imt
    Imt
    Dokumen25 halaman
    Imt
    sitisaraah
    Belum ada peringkat
  • Imt
    Imt
    Dokumen25 halaman
    Imt
    sitisaraah
    Belum ada peringkat
  • Scabies
    Scabies
    Dokumen48 halaman
    Scabies
    Hana Kristina Fani
    Belum ada peringkat
  • Case
    Case
    Dokumen53 halaman
    Case
    Hana Kristina Fani
    Belum ada peringkat
  • Imt
    Imt
    Dokumen25 halaman
    Imt
    sitisaraah
    Belum ada peringkat
  • Trauma Kimia Pada Mata
    Trauma Kimia Pada Mata
    Dokumen27 halaman
    Trauma Kimia Pada Mata
    Ribka Theodora
    Belum ada peringkat
  • Refrat Hyaline Membrane Disease (HMD)
    Refrat Hyaline Membrane Disease (HMD)
    Dokumen26 halaman
    Refrat Hyaline Membrane Disease (HMD)
    Pras Adi
    Belum ada peringkat
  • BBLR Ui
    BBLR Ui
    Dokumen0 halaman
    BBLR Ui
    Naskaya Suriadinata
    Belum ada peringkat
  • Bab 1,2,3,4
    Bab 1,2,3,4
    Dokumen28 halaman
    Bab 1,2,3,4
    finnadputri
    Belum ada peringkat
  • RM
    RM
    Dokumen37 halaman
    RM
    finnadputri
    Belum ada peringkat
  • Brain CT Neck
    Brain CT Neck
    Dokumen29 halaman
    Brain CT Neck
    bryanlewis
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen34 halaman
    Presentation 1
    Hana Kristina Fani
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Dokumen12 halaman
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Hana Kristina Fani
    Belum ada peringkat
  • Bronkiolitis
    Bronkiolitis
    Dokumen6 halaman
    Bronkiolitis
    Dina
    Belum ada peringkat
  • Trauma Kimia
    Trauma Kimia
    Dokumen2 halaman
    Trauma Kimia
    Hana Kristina Fani
    Belum ada peringkat
  • Referat Psoriasis
    Referat Psoriasis
    Dokumen19 halaman
    Referat Psoriasis
    Martha Yuanita Loru
    100% (4)
  • Bronkioliti 1
    Bronkioliti 1
    Dokumen6 halaman
    Bronkioliti 1
    Hana Kristina Fani
    Belum ada peringkat
  • Trauma Kimia Pada Mata
    Trauma Kimia Pada Mata
    Dokumen27 halaman
    Trauma Kimia Pada Mata
    Ribka Theodora
    Belum ada peringkat
  • Otot Dan Inervasi
    Otot Dan Inervasi
    Dokumen13 halaman
    Otot Dan Inervasi
    Hana Kristina Fani
    Belum ada peringkat
  • Home Visite
    Home Visite
    Dokumen1 halaman
    Home Visite
    Hana Kristina Fani
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 - Iv
    Bab 1 - Iv
    Dokumen24 halaman
    Bab 1 - Iv
    Hana Kristina Fani
    Belum ada peringkat
  • UG
    UG
    Dokumen1 halaman
    UG
    Hana Kristina Fani
    Belum ada peringkat
  • Cedera Pleksus Brachialis: Oleh
    Cedera Pleksus Brachialis: Oleh
    Dokumen43 halaman
    Cedera Pleksus Brachialis: Oleh
    Hana Kristina Fani
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Hana Kristina Fani
    Belum ada peringkat