PENDAHULUAN
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko
mengalami permasalahan pada sistem tubuh, karena kondisi tubuh yang tidak stabil.
Kematian perinatal pada bayi BBLR adalah 8 kali lebih besar dari bayi normal.
Prognosis bayi dengan BBLR akan lebih buruk bila berat badan semakin rendah.
Kematian sering disebabkan karena komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi,
penumonia, perdarahan intra kranial, hipoglikemia. Apabila bayi mampu bertahan
hidup dapat terjadi kerusakan saraf, gangguan bicara dan tingkat kecerdasan yang
rendah. Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang
tua, perawatan selama kehamilan, persalinan dan postnatal, pengaturan suhu
lingkungan, resusitasi, makanan, pencegahan infeksi dan lain-lain.
Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun
pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua
pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama.
Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama, meninggal pada hari pertama.
Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi
kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah.
Kurang lebih 99% kematian ini terjadi di negara berkembang dan sebagian besar
kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini dan pengobatan yang tepat.
1
bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas jangka
panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan belajar. Menurut hasil
riset kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab utama kematian perinatal di
Indonesia adalah gangguan pernapasan atau respiratory disorders (35,9%),
prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%).
Salah satu penyebab utama kematian bayi yang baru lahir adalah asfiksia bayi
baru lahir. Faktor yang berkaitan dengan terjadinya asfiksia yaitu faktor ibu, faktor
persalinan, faktor janin dan faktor plasenta. Faktor ibu meliputi usia ibu waktu hamil,
umur kehamilan saat melahirkan, status kesehatan, status paritas dan riwayat
obstetrik. Ketika dilahirkan bayi biasanya aktif dan segera setelah tali pusat dijepit
bayi menangis yang merangsang pernafasan. Denyut jantung akan menjadi stabil
pada frekuensi 120-140x/menit dan sianosis sentral menghilang dengan cepat. Akan
tetapi beberapa bayi mengalami depresi saat dilahirkan dan menunjukkan gejala tonus
otot yang menurun dan mengalami kesulitan mempertahankan pernafasan yang wajar.
Bayi yang mengalami depresi saat lahir dapat mengalami apneu atau
menunjukkan upaya pernafasan yang tidak cukup untuk kebutuhan ventilasi paru-
paru. Kondisi ini menyebabkan kurangnya pengambilan oksigen dan pengeluaran
karbondioksida. Penyebab depresi bayi pada saat lahir mencakup asfiksia intrauterin,
bayi kurang bulan, obat-obat yang diberikan atau diminum oleh ibu, penyakit
neuromuskular bawaan, cacat bawaan, dan hipoksia intrapartum.
2
1.2 Tujuan Penelitian
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1 Definisi
Bayi Berat badan bayi rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat
badannya saat kelahiran kurang dari 2500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi.
Bayi berat badan rendah (BBLR) adalah suatu istilah yang dipakai bagi bayi
premature, atau low birth weight, atau sering disebut bayi dengan berat badan lahir
rendah. Hal ini dikarenakan tidak semua bayi lahir bayi dengan berat badan kurang
dari 2500 gram bukan bayi prematur.
2 Klasifikasi
BBLR dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Prematuritas murni : Adalah masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan
berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi itu atau bisa
disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan.
b. Dismaturitas : Adalah bayi lahir dengan berat badab kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi itu. Berarti bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intra uterine dan merupakan bayi yang kecil untuk masa
kehamilannya.
3 Etiologi
Menurut penyebab kelahiran bayi premature dapat dibagi:
a. Factor ibu
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan.(toksemia
gravidarum, perdarahan ante partum, trauma fisik dan psikologis, atau
penyakit lain seperti: nephritis akut, diabetes mellitus, infeksi akut) atau
tindakan operatif dapat merupakan factor etiologi prematuritas.
4
b. Usia.
Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia ibu dibawah 20
tahun dan pada multi gravidarum, yang jarak kelahirannya terlalu dekat.
c. Keadaan social ekonomi.
Keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya prematuritas,
kejadian tertinggi terdapat pada golongan social ekonomi yang rendah. Hal
ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal
yang kurang.
d. Factor janin
Hidramnion, kehamilan ganda, umumnya akan mengakibatkan lahir bayi
BBLR.
4 Pemeriksaan diagnostic
a. Studi cairan amniotic, dilakukan selama kehamilan untuk mengkaji maturitas
janin.
b. Darah lengkap: penurunan hemoglobin/hemotrokit (Hb/Ht) mungkin kurang
dari 10.000/m3 dengan pertukaran kekiri (kelebihan dini nifrotil dan pita)
yang biasanya dihubungan dengan penyakit bakteri berat.
c. Golongan darah: mengatakan potensial inkompatibilitas ABO.
d. Kalsium serum: mungkin rendah
e. Elektrolit (Na, K ,Cl).
f. Penentuan RH dan contoh langsung (bila ibu RH negative positif)
menentukan inkompatibilitas.
g. Gas darah arteri (GDA): PO2 menurun, PCO2 meningkat, asidosis, sepsis,
kesulitan nafas yang lama.
h. Laju sedimentasi elektrolit: meningkat menunjukkan respon inflamasi akut.
i. Protein C reaktif (beta globulin) ada dalam serum sesuai sengan proporsi
beratnya proses radana enfeksius.
j. Trombosit: trombositopenia dapat menyertai sepsis.
k. Test shoke aspirat lambung: menentukan ada atau tidaknya surfaktan.
5
5 Penatalaksanaan
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk
pertumbuhan dan perkembangan dan penyesuaian diri dengan lingkungan hidup
diluar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian
makanan, dan bila perlu pemberian oksigen, mencegah infeksi serta mencegah
kekurangan vitamin dan zat besi.
a. Mempertahankan Suhu
Bayi prematur mudah dan cepat sekali menderita hipotermia bila berada di
lingkungan dingin. Bila bayi dirawat di dalam inkubator, maka suhunya untuk bayi
dengan berat badan kurang dari 2 kg adalah 35C dan untuk bayi berat badan 2-2,5 kg
34C agar ia dapat mempertahankan suhu tubu sekitar 37C suhu inkubator dapat
diturukan 1C perminggu untuk bayi dengan berat badan kurang dari 2 kg secara
berangsur-angsur ia dapat diletakan didalam tempat tidur bayi dengan suhu
lingkungan 27C-29C. Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan
membungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat di sekitar atau dengan
memasang lampu petromaks didekatkan pada tempat tidur bayi. Bayi dalam inkubator
hanya dipakaikan popok. Hal ini penting untuk memudahkan pengawasan mengenai
keadaan umum, tingkah laku, pernapasan dan kejang.
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mengalami hipotermi, sebab itu
suhu tubuhnya harus di pertahankan dengan ketat.
6
Ada suatu cara yang disebut metode kangguru atau atau perawatan bayi lekat,
yaitu bayi selalu didekat ibu atau orang lain dengan kontak langsung kulit bayi
dengan kulit ibu. Cara lain, bayi jangan segera dimandikan sebelum enam jam BBLR.
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mudah dan cepat mengalami
hipotermi, kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi relativ lebih luas
dibandingkan dengan berat badan, kurangnya jaringan lemak, dan kekurangan lemak
coklat (brown fat).
Bayi prematur dengan cepat akan kehilangan panas dan menjadi hipotermi,
karena pusat pengaturan panas belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah
dan permukaan badan relativ luas oleh karena itu bayi prematur harus dirawat di
dalam indikator sehingga badanya mendekati dalam rahim. Bila bayi dirawat dalam
indikator maka suhu bayi dengan berat badan, 2 kg adalah 35 C dan untuk bayi
dengan berat badan 2-2,5 kg adalah 33-34 C. Bila indikator tidak ada bayi dapat
dibungkus dengan kain dan disampingnya diletakan botol yang berisi air panas,
sehingga panas badanya dapat dipertahankan.
c. Makanan bayi
Pada bayi prematur refleks isap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas
lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih kurang di
samping itu kebutuhan protein 3-5 gr perhari dan tinggi kalori (110 kal/kg/hari), agar
berat badan bertambah sebaik-baiknya. Pemberian minum dimulai pada waktu bayi
7
berumur tiga jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia pada
umumnya bayi dengan berat badan lahir 2000 gram agar lebih dapat mengisap air
susu ibu dan bayi dengan berat kurang 1500 gram diberi minum melalui sonde.
Sesudah 5 hari bayi dicoba menyusu pada ibunya, bila daya isap cukup baik maka
pemberian air susu diteruskan.
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) reflek menelan belum sempurna oleh
sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cepat.
ASI merupakan makanan yang paling penting sehinga ASI yang paling
penting diberikan lebih dahulu, bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat
diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde
lambung menuju lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50 sampai 60
cc/kg/BB/hari, dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kg/BB/hari.
8
Susu formula khusus BBLR, bisa diberikan bila ASI tidak dapat diberikan
karena berbagai sebab. Kekurangan minum pada BBLR akan mengakibatkan ikterus
atau bayi kuning.
Berat badan rata-rata 2500-4000 gram kurang dari 2500 gram menunjukan
kecil untuk usia gestasi, pemberian nutrisi harus diperhatikan. Bayi dengan dehidrasi
harus diberikan infus. Beri minum dengan tetes ASI/sonde karena reflek menelan
BBLR belum sempurna, kebutuhan cairan untuk bayi baru lahir 120-150 ml/kg BB/
hari.
6 Prognosis BBLR
Kematianperinatal pada bayi BBLR 8 kali lebih besar dari bayi
normal. Prognosis akan lebih buruk bila BB makin rendah, angka kematian
sering disebabkan komplikasi neonatal seperti, asfiksia, aspirasi, pneumonia,
perdarahan intracranial, hipoglikemia.
7 Komplikasi
9
2.2 Asfiksia
1 Definisi
Asfiksia adalah kegagalan bayi baru lahir untuk bernapas secara spontan dan
teratur sehingga menimbulkan gangguan metabolisme pada tubuhnya, memiliki skor
apgar 4-6 dengan frekuensi jantung > 100x/menit serta tonus otot kurang baik atau
baik.
2 Etiologi
Penyebab terjadinya asfiksia ada tiga faktor yaitu:
a) Faktor ibu yang meliputi preeklamsia dan eklamsia, perdarahan
abnormal yang disebabkan karena plasenta previa atau solusio
plasenta, partus lama atau partus macet, demam selama persalinan,
infeksi berat (malaria,sifilis,TBC,HIV), kehamilan post matur, usia ibu
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
b) Faktor bayi yang meliputi bayi prematur (sebelum 37 minggu
kehamilan), persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia
bahu, ektraksi vakum, forsef), kelainan kongenital, air ketuban
bercampur mekonium (warna kehijauan)
c) Faktor tali pusat yang terdiri dari lilitan tali pusat, tali pusat pendek,
simpul tali pusat, dan prolapsus tali pusat.
3 Patofisiologi
Pernapasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada
masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia
ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien). Proses ini sangat perlu
untuk merangsang kemoreseptor pusat agar menjadi primary gasping yang kemudian
akan berlanjut menjadi napas teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh
buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.
10
Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai
penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang
kemudian diikuti pernafasan teratur.
Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada
dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan
tekanandarah. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan
berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh,
sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang
terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi
pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi
pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat
menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Kerusakan
dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya
asfiksia.
4 Faktor Predisposisi
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui
plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin berkurang, akibatnya terjadi
asfiksia. Keadaan tersebut akibat gangguan sirkulasi menuju janin yang disebabkan
adanya gangguan aliran pada tali pusat (lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan
pada tali pusat, ketuban telah pecah, kehamilan lewat waktu), dan disebabkan
pengaruh obat karena narkosa saat persalinan, faktor ibu yang disebabkan adanya
gangguan his (tetania uteri/hipertonik), penurunan tekanan darah dapat mendadak
(perdarahan pada plasenta previa dan solusio plasenta), vasokontriksi arterial
(hipertensi pada kehamilan dan gestosis preeklampsia-eklampsia).
5 Faktor Risiko
11
a) Faktor risiko antepartum, antara lain : Diabetes pada ibu, jantung,
ginjal, asma, hipertensi, pre-eklampsia, infeksi intra uteri, plasenta
previa ;
b) Faktor risiko intrapartum, antara lain : Kelahiran traumatik, prolaps
tali pusat, lilitan tali pusat, distosia bahu.
6 Gejala Klinis
Klinis 0 1 2
12
7 Penatalaksanaan
a. Asfiksia Sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan. Bila dalam waktu 30-60 detik tidak
timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana
dengan kateter O2 intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi
dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan
mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit,
sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan
gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi
dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit. Sehingga ventilasi paru dengan
tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong
masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu
dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan
gerakan nafas spontan yang mungkin timbul.
Beri O2 2 L/menit
Rangsang pernafasan dengan menepuk telapak kaki, bila tidak bereaksi bantu
dengan masker (ambubag)
Bila bayi sudah bernafas tapi masih sianosis, beri natrium bikarbonat 75 %
sebanyak 6cc, dekstrosa 40 % 4cc melalui vena umbilicus.
b. Asfiksia Berat
13
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi
paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan
intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg.
Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3
kali.
Bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi
jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit.
Tindakan tersebut diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap
kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks.
Jika tindakan tersebut tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau
gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas.
Bila bayi sudah bernafas tapi masih sianosis, beri natrium bikarbonat 75 %
sebanyak 6cc, dekstrosa 40 % 4cc melalui vena umbilicus.
14
8 Prognosis
15
BAB III
METODE PENELITIAN
16
Semua peserta diberi penjelasan mengenai tujuan dan cara yang akan
dijalankan pada penelitian ini. Penelitian dijalankan setelah didapat persetujuan
sukarela dari masing- masing peserta. Setiap peserta berhak mengetahui hasil
pemeriksaan yang dilakukan terhadapnya.
17
BAB IV
Dari hasil penelitian didapatkan perbedaan angka kejadian asfiksia pada bayi
dengan berat lebih dari 2500 gram/BBLC dengan bayi berat kurang dari 2500
gram/BBLR yang disebabkan karena faktor ibu yang meliputi preeklamsia dan
eklamsia, perdarahan abnormal yang disebabkan karena plasenta previa atau solusio
plasenta, partus lama atau partus macet, dan usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun.
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui
plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin berkurang, akibatnya terjadi
asfiksia. Keadaan tersebut akibat angguan sirkulasi menuju janin yang disebabkan
adanya gangguan aliran pada tali pusat (lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan
pada tali pusat, ketuban telah pecah, kehamilan lewat waktu) dan disebabkan
pengaruh obat karena narkosa saat persalinan.
Prognosis bayi dengan BBLC akan lebih buruk bila berat badan semakin
rendah. Kematian sering disebabkan karena komplikasi neonatal seperti aspirasi,
penumonia, perdarahan intra kranial, hipoglikemia. Apabila bayi mampu bertahan
hidup dapat terjadi kerusakan saraf, gangguan bicara dan tingkat kecerdasan yang
rendah. Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang
18
tua, perawatan selama kehamilan, persalinan dan postnatal, pengaturan suhu
mei 2016 5 3 8
juni 2016 5 1 6
juli 2016 2 12 14
agustus 2016 3 6 9
Sep-16 4 6 10
oktober 2016 6 11 17
Nov-16 2 12 14
desember 2016 3 3 6
januari 2017 4 4 8
februari 2017 1 13 14
maret 2017 4 9 13
Apr-17 18 18 36
mei 2017 6 14 20
Tabel 2. Data bayi yang mengalami asfiksia neonatorum Mei 2016 Mei
2017
19
20
18
16
14
12
10
8 asfiksia + bblr
6 asfiksia + bblc
4
2
0
Gambar 1. Grafik data bayi yang mengalami asfiksia neonatorum Mei 2016 Mei
2017
20
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari bulan Mei 2016 Mei 2017
didapatkan bayi dengan asfiksia berat < 2500 gram sebanyak 36% dan bayi dengan
asfiksia berat > 2500 gram sebanyak 64 %.
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin A B, dkk. 2002. Pelayanan Kesehatan maternal dan neonatal. Yayasan bina
pustaka sarwono prawirohardjo. Jakarta.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).2004. Bayi berat lahir rendah. Dalam : standar
pelayanan medis kesehatan anak. Ed I. Jakarta.
Surasmi, Asrining. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. EGC, Jakarta 12. Arif TQ,
Mochammad. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu Kesehatan.
The Group Forum ( CSGF), Surakarta.
Aslam, H. M., Salem, S., Afzal, R., Iqbal, H., Saleem, S. M., Shaikh, M. W. A., &
Shahid, N. (2014). Risk Factors Of Birth Asphyxia. Italian Journal of
Pediatrics.
Sukardi, E. P., Tangka, J. W., & Luneto, S. (2015). Analisis faktor ibu dengan
kejadian asfiksia neonatorum. Buletin Sariputra
Fanny, F. (2015). Sectio caesarea sebagai faktor resiko kejadian asfiksia neonatorum.
Jurnal Kesehatan vol, 4
Hidayat, A.Aziz Alimul .2008. Asuhan Neonatus, Bayi, & Balita. Jakarta: EGC.
Saifuddin, Prof dr. Abdul Bari SpOG.2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
22
Jakarta: EGC
23
24