Anda di halaman 1dari 15

IMUNISASI

A. Defesini

Imunisasi merupakan proses induksi imunitas secara buatan baik melalui vaksinasi

atau pemberian antibodi. Vaksinasi adalah pemberian vaksin atau toksoid untuk mencegah

terjadinya penyakit1. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan

kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan

dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan2 . Vaksin

adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati atau

masih hidup yang dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, atau berupa toksin

mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang

ditambahkan dengan zat lainnya, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan

kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu2 .

Vaksin dapat berasal dari virus hidup yang dilemahkan (vaksin polio, campak,

rubella, varisela, dan influenza nasal), virus yang diinaktifkan ( vaksin polio suntik,

hepatitis A, dan influenza intramuscular), produk rekombinan (hepatitis B, human

papilloma virus), virus reassortant (rotavirus) atau komponen imunogenik bakteri

(pertussis, Haemophilus influenza tipe b, dan Streptococcus pnemoniae) dan golongan

toksoid (difteri, tetanus)3 .

B. Tujuan Imunisasi

1. Tujuan Umum Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat Penyakit

yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).

2. Tujuan Khusus
a. Tercapainya cakupan Imunisasi dasar lengkap (IDL) pada bayi sesuai target

RPJMN.

b. Tercapainya Universal Child Immunization/UCI (Prosentase minimal 80%

bayi yang mendapat IDL disuatu desa/kelurahan) di seluruh

desa/kelurahan

c. Tercapainya target Imunisasi lanjutan pada anak umur di bawah dua tahun

(baduta) dan pada anak usia sekolah dasar serta Wanita Usia Subur (WUS).

d. Tercapainya reduksi, eliminasi, dan eradikasi penyakit yang dapat dicegah

dengan Imunisasi.

e. Tercapainya perlindungan optimal kepada masyarakat yang akan

berpergian ke daerah endemis penyakit tertentu.

f. Terselenggaranya pemberian Imunisasi yang aman serta pengelolaan

limbah medis (safety injection practise and waste disposal management)2.

C. Teknik pemberian

1. Intramuskular

a. M. Vastus lateralis (regio paha anterolateral) dengan jarum mengarah ke arah

lutut, untuk bayi berusia di bawah 12 bulan sampai di bawah 3 tahun.

b. M. Deltoid dengan jarum mengarah ke bahu membentuk sudut 60 -90, untuk anak

usia >3 tahun.

2. Subkutan

Teknik pemberian subkutan dapat di kerjakan pada tiga tempat :

a. Paha regio anterolateral (usia 0-12 bulan)

b. Paha anterolateral atau daerah lateral lengan atas (usia 1-3 tahun).
c. Sisi lateral lengan atas (usia >3 tahun).

Suntikan di kerjakan dengan mengarahkan jarum 45 terhadap kulit, mencubit tabal

kulit, dan menyuntikan vaksin subkutan, salah satunya dapat di berikan untuk

imunisasi campak.

3. Intrakutan (untuk vaksin BCG)

Lokasi yang di pilih adalah kulit di atas insersi deltoid dextra. Jarum yang di pilih

adalah ukuran 25-27 dengan panjang 10 mm. Regangkan kulit yang akan di suntikan,

arah sudut 15 terhadap kulit, suntik perlahan dan perhatikan apakah terbentuk

benjolan pada kulit untuk memastikan bahwa vaksin masuk ke intradermal4.

D. Kualitas vaksin

Kualitas vaksin dapat di nilai melalui beberapa parameter :

1. Vaksin vial monitor (VVM) menunjukan apakah vaksin sudah pernah terpapar

suhu di atas 8.

2. Warna dan kejernihan vaksin merupakan indikator stabilitas vaksin.

a. Vaksin polio harus berwarna kuning oranye. Di luar spektrum warna tersebut,

pH telah berubah dan vaksin tidak boleh diberikan kepada pasien.

b. Toksoid rekombinan dan polisakarida berwarna putih dan sedikit berkabut.

Bila bila menggumpal dan tidak hilang setelah pengocokan, vaksin sudah

tidak boleh diberikan kepada pasien4

E. Jenis Imunisasi Berdasarkan jenis penyelenggaraannya

Berdasarkan jenis penyelenggaraannya, Imunisasi dikelompokkan menjadi Imunisasi

Program dan Imunisasi 2.


1. Imunisasi Program adalah imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang sebagai

bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan

masyarakat sekitarnya dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Imunisasi Program harus diberikan sesuai dengan jenis Vaksin, jadwal atau waktu

pemberian yang ditetapkan dalam Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi

sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Menteri ini. Imunisasi Program terdiri atas:

Imunisasi rutin : Imunisasi rutin terdiri atas Imunisasi dasar dan Imunisasi

lanjutan

Imunisasi tambahan : Imunisasi tambahan merupakan jenis Imunisasi

tertentu yang diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko

terkena penyakit sesuai dengan kajian epidemiologis pada periode waktu

tertentu.

Imunisasi khusus : Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi

seseorang dan masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu.

2. Imunisasi Pilihan adalah imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai

dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit

tertentu. Imunisasi Pilihan dapat berupa Imunisasi terhadap penyakit:

pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh pneumokokus;

diare yang disebabkan oleh rotavirus;

influenza;

cacar air (varisela);

gondongan (mumps);
campak jerman (rubela);

demam tifoid;

hepatitis A;

kanker leher rahim yang disebabkan oleh Human Papillomavirus;

Japanese Enchephalitis;

herpes zoster;

hepatitis B pada dewasa;

demam berdarah.

F. Jenis Imunisasi Berdasarkan jenis penyelenggaraannya

1. Imunisasi Aktif

Imunisasi aktif merupakan proses pemaparan tubuh terhadap antigen untuk

menstimulasi respon imun adaptif (spesifik) yang membutuhkan waktu beberapa

hari/minggu untuk terbentuk namun dapat bertahan lama bahkan sampai seumur

hidup. Imunisasi aktif bisa terjadi melalui proses alami atau buatan.5

Dalam imunisasi aktif buatan, dapat diberikan vaksin hidup/dilemahkan atau

yang dimatikan. Vaksin yang baik harus mudah diperoleh, murah, stabil dalam cuaca

ekstrim dan nonpatogenik. Efeknya harus tahan lama dan mudah direaktifasikan

dengan suntikan booster antigen.6

Vaksin hidup dibuat dalam tubuh seseorang atau dari kuman yang dilemahkan

dan dapat menyebabkan gejala penyakit ringan serta dapat menimbulkan respon imun

seperti yang terjadi pada infeksi alamiah. Vaksin mati merupakan bahan (seluruh sel

atau komponen spesifik) asal patogen seperti toksoid yang dinonaktifkan, tetapi tetap

imunogenik.6
2. Imunisasi Pasif

Imunisasi pasif diklasifikasikan sebagai imunisasi pasif alami atau buatan.5

Imunisasi pasif (alamiah) dapat diperoleh melalui transfer antibodi dari ibu.6 Imunisasi

pasif (buatan), yaitu pemberian langsung antibodi tertentu kepada anak atau orang

dewasa. Antibodi ini diambil dari donor dan kemudian diproses sehingga hasil akhir

mengandung konsentrasi antibodi yang tinggi lalu diberikan kepada pasien.7

G. JENIS VAKSIN YANG DIBERIKAN PADA ANAK

1. Hepatitis B

Pencegahan hepatitis B dapat dilakukan dengan vaksinasi atau menggunakan

imunoglobulin hepatitis. Vaksin hapatitis B tersedia dalam bentuk vaksin

rekombinan.

Cara pemberian : intramuskular

Jadwal anjuran: 3 kali diberikan segera setelah lahir (sebelum 12 jam), usia 1,

dan 6 bulan.

Efektivitas pertahanan : menetap minimal 15 tahun.

KIPI: reaksi lokal sementara, demam ringan 1-2 hari, syok anafilaktik.

Kontraindikasi: reaksi anafilaksis pada konstituen vaksin (ragi), sakit sedang

atau berat, dengan atau tanpa demam.

2. Poliomielitis

Pada tahun 2014, WHO telah menyatakan Indonesia sebagai negara bebas polio.

Meski demikian, pentingnya imunisasi polio masih tetap digalakkan. Tersedia dua

jenis vaksin polio:

a. Oral (oral polio vaccine/ OPV jenis sabin yang mengandung 3 strain).
b. Injeksi (inactivated polio vaccine/ IPV jenis salk). OPV memberikan keuntungan

yaitu menghasilkan IgA di dalam mukosa usus dan orofaring sehingga mencegah

replikasi virus di tempat tersebut dan selanjutnya akan menurunkan penularan

penyakit melalui tinja. IPV memiliki keuntungan yaitu tidak memiliki risiko

kejadian vaccine associated polio paralysis.

c. Cara pemberian: oral (OPV) atau IM (IPV).

d. Jadwal anjuran: usia 0 (dianjurkan OPV), 2, 4, 6, 18-20 bulan, dan 5 tahun.

Dosis : 2 tetes (OPV)

Kipi : vaccine associated polio paralysis (VAPP) pada 1:3,3 juta dosis, vaccine

derived polio virus (VDVP) pada OPV

Kontraindikasi : infeksi HIV atau kontak HIV serumah, imunodefisiensi,

imunodefisiensi penghuni satu rumah (OPV). Reaksi anafilaksis terhadap

neomisin, streptomisin, atau polimiksin B (IPV).

3. BCG (Bacillus-Calmatte Guerin)

Vaksin BCG berasal dari strain M. Bovis. BCG merupakan vaksin yang sangat

aman untuk pasin-pasien imunokompeten. BCG dapat mencegah TB berat yang

mematikan pada balita dan anak. Efektivitas BCG bervariasi tergantung dari

sumber data yang digunakan. Data meta-analisis menyatakan bahwa BCG mampu

mencegah 50% kejadian TB paru, dan TB diseminata atau meningitis TB hingga

50-80%.

Cara pemberian : intrakutan, di berikan di deltoid kanan.

Jadwal anjuran : usia <3 bulan, optimal usia 2 bulan ; apabila >3 bulan

harus Mantoux negatif.


Dosis : 0,05 mL untuk bayi baru lahir, 0,1 mL untuk anak.

KIPI : ulkus superfisial 3 minggu pasca penyuntikan, limfadenitis

Kontraindikasi : reaksi uji tuberkulin >5 mm, menderita HIV, keadaan

imunokompromais, menderita gizi buruk, demam tinggi, infeksi kulit luas,

pernah sakit TB.

4. Difteri , Tetanus, Pertusis (DTP)

Vaksinasi difteri dan tetanus diberikan dalam bentuk toksoid. Vaksin

pertusis yang diberikan pada vaksin DTwP merupakan suspensi B . pertusis mati,

sementara DtaP mengandung fraksi sel dari B.pertusis.

Cara pemberian : intramuskular

Jadwal anjuran : 2, 4, 6, 18 bulan, 5 tahun, kemudian booster setiap 10 tahun

(Td/TT).

KIPI : reaksi lokal berupa kemerahan, demam ringan, anak gelisah dan

menangis tanpa sebab yang jelas selama beberapa jam, kejang demam,

ensefalopati atau reaksi anafilaksis.

Kontraindikasi : riwayat anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya,

riwayat ensafalopati pada pemberian vaksin sebelumnya.

5. Campak

Imunisasi campak diberikan dalam bentuk tunggal atau kombinasi (vaksin

campak dengan gondongan dan rubella).

Cara pemberian: subkutan

Jadwal anjuran : usia 9 bulan, 24 bulan (apabila belum mendapat MMR) dan

diberikan lagi pada usia 6 tahun.


Dosis : 0.5 ml

KIPI : demam 39,5, ruam-ruam, ensefalitis (1:1 milyar dosis), ensefalopati (1:1

milyar dosis).

6. HiB (Haemophylus influenzae tipe B )

Terdapat dua tipe vaksin HiB dengan perbedaan pada protein pembawanya.

Polyribisyribitol phosphate (PRP) yang merupakan bagian dari kapsul bakteri

H.influenzae tipe B dan dapat dikonjugasikan baik dengan protein membran

Neisseria meningitidis (PRP-OMP) atau dikonjugasikan dengan protein tetanus dan

disebut PRP-T. Vaksin HiB diberikan untuk mencegah meningitidis dan pneumonia

yang disebabkan oleh H.influenza tipe B.

Cara pemberian : intramuskularJadwal anjuran : vaksin diberikan pertama kali

usia 2 bulan, PRP-OMP diberikan 2 kali, PRP-T diberikan 3 kali dengan jarak

2 bulan.

Kontraindikasi : reaksi anafilaksis pada vaksin, reaksi anafilaksis pada

konstituen vaksin, sakit sedang atau berat dengan atau tanpa demam.

7. Pneumokokus

Terdapat dua jenis vaksin pneumokokus :

a. Pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV) menimbulkan respon imun yang

tidak dapat di prediksi pada anak usia <2 tahun. Hasil penelitian menunjukan

data yang kontroversial mengenai vaksin ini.

b. Pneumococcal conjugate vaccine (PCV), PCP memiliki efikasi yang tinggi

dalam mencegah terjadinya pneumonia, otitis media akut, sepsis dan

meningitis.
Cara pemberian : intramuscular

Jadwal anjuran : vaksin diberikan pada usia 2, 4, dan 6 bulan

KIPI : eritema, bengkak, indurasi, nyeri bekas suntikan, demam, gelisah,

pusing, tidur tidak tenang, nafsu makan menurun, diare, urtikaria

Kontraindikasi : reaksi anafilaksis pada vaksin, reaksi anafilaksis pada

konstituen vaksin, sakit sedang atau berat dengan atau tanpa demam.

8. Rotavirus

Rotavirus merupakan virus penyebab gastroenteritis dengan manifestasi

klinis berupa diare, demam ringan, dan muntah-muntah. Pencegahan dapat

dilakukan dengan imunisasi. Tiga jenis vaksin tersedia, yakni :

a. Vaksin monovalen, diberikan secara oral dn dalam 2 dosis dengan interval 4

minggu. Dosis pertama biasanya diberikan dalam 6-14 minggu dan dosis kedua

pada interval minimal 4 minggu ( sebaiknya selesai sebelum 16 minggu dan

maksimal 24 minggu).

b. Vaksin tetravalen sempat beredar namun saat ini sudah ditarik dari pasaran

karena adanya risiko terjadinya intususepsi.

c. Vaksin pentavalen diberikan dalam 3 dosis per oral dengan jadwal usia bayi 6-

14 minggu, dengan interval dosis kedua dan ketiga 4-10 minggu, dan harus

selesai sebelum usia 32 minggu.

9. Influenza

Anak yang direkomendasikan mendapatkan vaksinasi ini adalah anak

sehat berusia 6 bulan 2 tahun, anak dengan penyakit jantung kronis, penyakit

saluran nafas kronis, diabetes, penyakit ginjal kronis, kelemahan sistem imun,
pengguna obat imunosupresan, dan anak yang tinggal bersama seperti diasrama,

panti asuhan, sekolah, atau pesantren.

Cara pemberian : intramuskular atau subkutan

Jadwal anjuran : setiap tahun pada usia >6 bulan. Imunisasi pertama pada usia

<9 tahun diberi 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.

Dosis : <3 tahun 0,25 ml; >3 tahun 0,5 ml; 8 tahun diperlukan booster 4

minggu kemudian

Kontraindikasi : reaksi anafilaksis pada vaksin sebelumnya, alergi telur,

sedang menderita demam akut berat, memilikiriwayat sindrom Guillain Barre

KIPI : nyeri, bengkak, demam, dan eritema, nyeri otot, nyeri sendi.

10. Varisela

Penyakit varisela ditularkan melalui droplet. Berbagai komplikasi dapat

terjadi seperti infeksi sekunder oleh kuman streptokokus, serebelitis, meningitis

aseptik, trombositopenia, dan pneumonia. Vaksin yang digunakan adalah vaksin

varicella zoster hidup galur OKA.

Cara pemberian : subkutan

Jadwal anjuran : diberikan di atas usia 1tahun, sebelum masuk sekolah. Pada

usia > 12 tahun diberikan dua kali dengan selang satu bulan. Apabila terjadi

kontak dengan penderita varisela, pemberian vaksin untuk pencegahan dapat

diberikan dalam 72 jam pasca kontak dan sumber infeksi terpisah dari pasien.

Dosis : 0,5 ml

Kontraindikasi : demam tinggi, limfosit <1200 sel/mcl. Defisiensi imun

selular, penerima kortikosteroid dosis tinggi, alergi neomisin.


KIPI : demam, ruam vesikopapular ringan.

11. Campak , Gondongan, Rubela (Measles, Mumps, Rubella =MMR)

Gondongan merupakan penyakit yang diakibatkan oleh virus dari famili

paramyxovirus. Virus ini terutama menyerang kelenjar getah bening dan jaringan

saraf. Rubela merupakan infeksi akut ringan yang disebabkan oleh virus rubela.

Penyebaran rubela melalui udara. Tujuan utama imunisasi rubela adalah mencegah

terjadinya sindrom rubela kongenital. Pemberian MMR tidak berhubungan dengan

kejadian autisme.

Cara pemberian : intramuskular atau subkutan dalam

Jadwal anjuran : 12-18 bulan

Dosis : 0,5 ml

Kontraindikasi : penyakit keganasan yang tidak diobati, gangguan imunitas,

mendapatkan terapi imunosupresi, alergi berat terhadap gelatin atau neomisin,

dalam terapi steroid dosis tinggi (2 mg/kgbb), demam akut, mendapatkan

vaksin hidup lainnya dalam 4 minggu, 3 bulan pasca transfusi, HIV,

imunodefisiensi, menerima suntikan imunoglobulin dalam 6 minggu.

KIPI : malaise, demam, ruam, kejang demam, ensefalitis pasca imunisasi (1:1

juta), meningo-ensefalitis (1:1 juta), trombositopenia.

12. Tifoid

Vaksin oral dibuat dari galur Salmonella typhi non-patogen yang telah

dilemahkan. Vaksin parenteral dibuat dari polisakarida dan kuman salmonella

typhi, sementara bahan lainnya termasuk fenol dan larutan dapar. Vaksin oral
dapat menstimulasi produksi IgA sekretorik didalam mukosa usus. Vaksin oral

memiliki efek samping yang lebih rendah.

Cara pemberian : oral atau parenteral

Jadwal anjuran : usia 2-3 tahun

Dosis :

Parenteral : 0,5 ml, suntikkan intramuskular atau subkutan pada daerah

deltoid atau paha. Imunisasi ulangan setiap 3 tahun.

Oral : (direkomendasikan untuk anak usia 6 tahun) : 1 kapsul vaksin

dimakan tiap hari ke 1,3, dan 5; 1 jam sebelum makan dengan minuman

yang suhunya < 37. Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan

antibiotik sulfonamid atau antimalaria yang aktif terhadap salmonella.

Imunisasi ulangan dilakukan dalam 5 tahun.

Kontraindikasi : alergi terhadap bahan vaksin, demam, penyakit akut atau

kronis progresif.

13. Hepatitis A

Vaksin hepatitis A dibuat dari virus yang dimatikan. Vaksinasi hepatitis A

terutama diberikan pada anak yang tinggal di daerah endemis atau dengan wabah

periodik.

Cara pemberian : intramuscular

Jadwal anjuran : diberikan usia 2 tahun + booster antara 6 bulan 18 bulan

setelah dosis pertama.

Dosis : bervariasi tergantung produk


Kontraindikasi : pasien yang mengalami reaksi berat pasca-penyuntikan dosis

pertama

KIPI : demam dan reaksi local

G. JADWAL IMUNISASI MENURUT IDAI 2017


DAFTAR PUSTAKA

1. Ismoedijanto, dkk. 2005. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit


Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2. Kementerian Kesehatan RI.2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 tentang Penyenggaraan Imunisasi. Jakarta:

Kementrian Kesehatan RI.

3. Behrman, dkk, 2014.Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 6. Jakarta: EGC.

4. Tanto, Chris, 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4. Jakarta : FKUI.

Anda mungkin juga menyukai