Anda di halaman 1dari 17

Konsultan Pajak adalah setiap orang yang dengan keahliannya dan dalam lingkungan

pekerjaannya, secara bebas dan profesional memberikan jasa perpajakan kepada


Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.

AICPA STATEMENTS ON RESPONSIBILITIES IN TAX SERVICES


Dalam kaitannya dengan etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan Statemet on
Responsibilities in Tax Practice (SRTP). Adapun isinya adalah sebagai berikut:
1. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 1, Tax Return Positions
(Posisi Pengembalian Pajak)
Statemen ini menetapkan standar masa depan yang bisa diterapkan untuk anggota
ketika merekomendasikan tingkat pengembalian pajak dan menyiapkan atau
menandatangani surat pembayaran pajak (termasuk klaim untuk lebih bayar) yang
disimpan dengan mengenakan pajak otoritas. Karena tujuan standar ini, suatu nilai
pajak terutang, (a) mencerminkan tingkat pengembalian pajak seperti yang mana
wajib pajak telah secara rinci membicarakannya dengan anggota atau (b) suatu
anggota mempunyai pengetahuan semua fakta yang bersifat material dan, atas dasar
fakta itu, telah menyimpulkan apakah posisinya sudah sesuai. Karena tujuan standar
ini, suatu wajib pajak adalah klien, pemberi kerja, atau pihak ketiga lain penerima
jasa pajak.
2. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 2, Answers to Questions on
Returns (Jawaban Pertanyaan atas Pengembalian)
Statemen Ini menetapkan standar yang bisa diterapkan untuk anggota ketika
menandatangani suatu pajak kembalian jika atau mempertanyakan kelebihan pajak
kembalian. Istilah questionsincludes meminta informasi untuk pajak kembalian di
dalam perusahaan. Instruksi, atau di dalam peraturan, ya atau tidaknya dinyatakan
format suatu pertanyaan.
3. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 3, Certain Procedural
Aspects of Preparing Returns (Aspek prosedur tertentu dalam menyiapkan
Pengembalian)
Dalam menyiapkan atau menandatangani suatu pajak kembalian, suatu anggota
dengan hati jujur boleh mempercayakan, tanpa verifikasi, atas informasi yang
diberikan oleh wajib pajak atau dengan pihak ketiga. Bagaimanapun, suatu anggota
mestinya tidak mengabaikan tentang implikasi yang melengkapi informasi tersebut
dan perlu membuat pemeriksaan yang layak jika informasi nampak seperti ada
kesalahan, tidak sempurna, atau plin-plan baik di bagian depannya atau atas dasar
lain fakta tidak diketahui oleh suatu anggota. Jika hukum perpajakan atau peraturan
memaksakan suatu kondisi dengan rasa hormat, seperti pemeliharaan buku dan arsip
atau memperkuat dokumentasi wajib pajak untuk mendukung pengurangan yang
dilaporkan ke kantor pajak, suatu anggota perlu membuat pemeriksaan yang sesuai
untuk menentukan kondisi yang dijumpai untuk memberi kepuasan kepada wajib
pajak. Ketika menyiapkan suatu kembalian pajak, suatu anggota perlu
mempertimbangkan informasi yang benar dari pajak kembalian wajib pajak lain jika
informasi berkait dengan pajak kembalian dan pertimbangannya pajak kembalian itu.
Di dalam menggunakan informasi seperti itu, suatu anggota perlu mempertimbangkan
batasan-batasan yang dikenakan oleh hukum atau aturan manapun yang berkenaan
dengan kerahasiaan.
4. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 4, Use of
Estimates (Penggunaan Estimasi)
Kecuali jika yang dilarang oleh undang-undang atau menurut peraturan, suatu anggota
boleh menggunakan taxpayers untuk menaksir persiapan suatu pajak kembalian jika
itu bukanlah praktis untuk memperoleh data tepat dan jika anggota menentukan
bahwa perkiraan yang layak adalah didasarkan pada keadaan dan fakta saat itu yang
diperlihatkan kepada anggota. Jika perkiraan dengan taxpayers digunakan, mereka
harus diperlihatkan dengan suatu cara yang tidak menyiratkan ketelitian lebih besar
disbanding yang ada.
5. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 5, Departure From a
Position Previously Concluded in an Administrative Proceeding or Court Decision
(Keberangkatan dari suatu posisi yang sebelumnya disampaikan di dalam suatu
kelanjutan administrative atau keputusan pengadilan)
Pajak Kembalian berkenaan dengan memposisikan suatu item ketika ditentukan di
dalam suatu kelanjutan administratif atau keputusan pengadilan/lingkungan tidak
membatasi suatu anggota merekomendasikan dari suatu pajak yang berbeda,
kemudian memposisikannya kembali, kecuali jika wajib pajak dalam pemeriksaan.
Oleh karena itu, ketika disiapkan dalam bentuk Statement onResponsibilities in Tax
Services No.1, pajak kembalian diposisikan, anggota boleh merekomendasikan sebuah
pajak kembalian untuk memposisikan atau menyiapkan suatu pajak kembalian yang
memerlukan pemeriksaan dari suatu item ketika disimpulkan untuk suatu kelanjutan
administratif atau meramahi keputusan berkenaan dengan suatu kembali wajib pajak.
6. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 6, Knowledge of Error:
Return Preparation (Pengetahuan Kesalahan: Persiapan Kembalian)
Suatu anggota perlu menginformasikan kepada wajib pajak dengan segera atas suatu
kesalahan di dalam suatu pajak kembalian yang disimpan atau ketika sadar akan
kegaalan suatu taxpayers untuk memfile suatu kembalian yang diperlukan. Seorang
anggota perlu merekomendasikan ukuran yang diambil untuk melakukan koreksi,
seperti rekomendasi yang diberi dengan lisan. Anggota tidaklah diwajibkan untuk
menginformasikannya untuk mengenakan pajak otoritas, dan suatu anggota tidak
boleh melakukannya tanpa ijintaxpayers, kecuali ketika yang diperlukan di depan
hukum. Jika suatu anggota diminta untuk kembalian untuk tahun sekarang dan wajib
pajak belum mengambil tindakan yang sesuai untuk mengoreksi suatu kesalahan
utama di dalam suatu tahun kembalian, anggota perlu mempertimbangkan apakah
untuk menarik dari menyiapkan kembalian itu dan apakah suatu professional
melanjutkan hubungan atau hubungan ketenaga-kerjaan dengan wajib pajak itu. Jika
anggota menyiapkan, seperti itu kembalian tahun ini, anggota perlu mengambil
langkah-langkah layak untuk memastikan bahwa kesalahan itu tidaklah diulangi.
7. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 7, Knowledge of Error:
Administrative Proceedings (Pengetahuan Kesalahan: Cara kerja administrasi)
Jika suatu anggota sedang mewakili suatu wajib pajak di dalam administratifnya
untuk suatu kembalian yang berisi suatu kesalahan, maka anggota perlu
menginformasikannya kepada wajib pajak itu. Anggota perlu merekomendasikan
ukuran yang akan diambil untuk mengoreksinya, yang mungkin diberi dengan lisan.
Suatu anggota bukan diwajibkan untuk menginformasikan hal itu mengenakan pajak
otoritas maupun mengijinkan untuk melakukannya tanpa ijin tax payers, kecuali jika
yang diperlukan di depan hukum. Suatu anggota perlu meminta persetujuan tax
payers untuk menyingkapkan kesalahan kepada pajak authority.
8. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 8, Form and Content of
Advice to Taxpayers (Format dan isi nasihat pada klien)
Suatu anggota perlu menggunakan pertimbangan untuk memastikan bahwa petunjuk
pajak yang disajikan ke suatu wajib pajak mencerminkan kemampuan/ wewenang
profesional dan sewajarnya melayani kebutuhan taxpayers. Suatu anggota tidaklah
diperlukan untuk mengikuti suatu bentuk standar atau petunjuk dalam berkomunikasi
lisan atau tertulisdalam memberi petunjuk kepada suatu wajib pajak. Suatu anggota
perlu berasumsi bahwa petunjuk pajak yang disajikan ke suatu wajib pajak akan
mempengaruhi cara di mana berbagai hal atau transaksi yang akan dipertimbangkan.
Oleh karena itu, untuk semua petunjuk pajak diberikan kepada suatu wajib pajak,
suatu anggota perlu mengikuti aturan yang baku dalam Statement on Responsibilities
in Tax Services No. 1. Suatu anggota tidak punya kewajiban untuk berkomunikasi
dengan suatu wajib pajak ketika pengembangan yang berikutnya mempengaruhi
petunjuk yang sebelumnya menyajikan berbagai hal penting, kecuali sedang
membantu seorang wajib pajak di dalam menerapkan prosedur atau rencana yang
berhubungan dengan petunjuk menyajikan atau ketika suatu anggota melakukan
kewajiban ini dengan persetujuan spesifik.
Potential loss adalah selisih antara potensi pajak dengan realisasi penerimaan pajak, hal ini dapat
disebabkan karena (1) ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, (2)
kerugian karena tindakan aparat pajak, dan (3) kerugian karena tindakan wajib pajak.
(Mohammad Zain)

Kerugian yang pertama (1) di sebut sebagai pengeluaran pajak (tax expenditure). Pada
hakekatnya tax expenditure ini merupakan subsidi kepada OP atau Badan melalui mekanisme
pengecualian pengecualian (exemptions) dan pengurangan-pengurangan (deductions) sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Kerugian karena tindakan aparat pajak dapat di sebabkan karena kegiatan ekstensifikasi dan
intensifikasi, dan kegiatan lain dari aparat pajak tanpa prosedur yang benar, yang pada intinya
untuk memperkaya diri sendiri, yang berakibat pada tidak tercapainya target penerimaan. Sedang
kerugian karena wajib pajak dapat di sebabkan oleh adanya negara bebas pajak (tax haven
countries), penghindaran pajak (tax avoidance) dan penyelundupan pajak (tax evasion) baik
secara bilateral maupun unilateral.

Potential loss yang dapat di timbulkan dari ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku, dapat di klasifikasikan sebagai berikut:

1. Kerugian karena materi ketentuan peraturannya

Pemberian subisidi yang termasuk dalam kategori tax expenditure antara lain:

a. Bukan objek pajak

b. Pengecualian

c. Pengurangan

d. Tarif khusus

e. Pajak di tanggung pemerintah (DTP)

f. Perangsang fiscal bagi perusahaan asing yang baru berdiri

g. Perangsang penanaman modal kembali laba setelah pajak

h. Penyusutan di percepat

i. Sunset Policy

j. Tax holiday

k. Pembebasan impor barang modal dan bahan baku untuk proses produksi
Termasuk di dalamnya yaitu perbuatan para wajib pajak untuk mencari celah-celah
(loopholes) yang terdapat dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku
dengan maksud untuk mengecilkan pembayaran pajaknya. Mekanisme yang dipakai oleh
WP adalah dengan cara penghindaran pajak yang di benarkan (acceptable tax avoidance)
dan penghematan pajak (tax saving) melalui perencanaan pajak (tax planning) yang
matang dengan tidak melanggar ketentuan perpajakan yang berlaku. The obvious goal of
most tax planning is the minimization of the amount that a person or other entity must
transfer to the government, demikian menurut James W. Pratt, Jane O. Burns dan William
N. Kulsrud dalam Individual Taxation 1989 Edition (1989 : 1-37)

2. Kerugian karena pelaksanaan peraturannya

Kegiatan dalam bentuk penyelundupan pajak bilateral (bilateral tax evasion) antara wajib pajak
dengan aparat pajak untuk mengecilkan omzetnya yang berakibat pada menurunnya pajak yang
terutang. Hal ini seringkali terjadi dalam kegiatan pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh para
fungsional pajak.

Kerugian yang di timbulkan tidak hanya berpengaruh pada uang pajak yang seharusnya masuk
ke kas negara, akan tetapi secara moral mencerminkan pula tidak tercapainya unsur keadilan
dalam perpajakan yang merupakan landasan bagi terwujudnya kepatuhan kewajiban perpajakan.

3. Kerugian karena pelanggaran peraturannya

Merupakan kegiatan penghindaran pajak yang tidak di benarkan (unacceptable tax avoidance),
karena secara jelas telah melanggar peraturan perpajakan yang berlaku. Sebagian pakar ekonomi
menyebutnya dengan penyelundupan pajak (tax evasion), karena identik dengan kegiatan yang
bersifat illegal. Garis pemisah antara acceptable tax avoidance dengan unacceptable tax
avoidance (tax evasion) adalah tidak melanggar undang-undang (lawful) dan melanggar undang-
undang (unlawful).

Oliver Oldman menegaskan bahwa termasuk kegiatan tax evasion yaitu kelalaian dalam
pemenuhan kewajiban perpajakan karena:

a. Ketidaktahuan (ignorance), yaitu WP tidak sadar atau tidak tahu akan adanya ketentuan
peraturan perpajakan yang berlaku tsb.

b. Kesalahan (error), yaitu WP paham dan mengerti mengenai ketentuan perpajakan,


tetapi terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya.

c. Kesalahpahaman (misunderstanding), yaitu WP salah dalam menafsirkan ketentuan


peraturan perpajakan yang berlaku.

d. Kealpaan (negligence), yaitu WP alpa untuk menyimpan buku transaksi beserta bukti-
buktinya secara lengkap.
PENGHINDARAN PAJAK (TAX AVOIDANCE)
Penghindaran pajak terjadi sebelum SKP keluar. Dalam penghindaran pajak ini, wajib
pajak tidak secara jelas melanggar undang-undang sekalipun kadang-kadang dengan
jelas menafsirkan undang-undang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat
undang-undang.
Penghindaran pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

Menahan Diri
Yang dimaksud dengan menahan diri yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang
bisa dikenai pajak. Contoh:

Tidak merokok agar terhindar dari cukai tembakau

Tidak menggunakan ikat pinggang dari kulit ular atau buaya agar terhindar dari
pajak atas pemakaian barang tersebut. Sebagai gantinya, menggunakan ikat
pinggang dari plastik.

Pindah Lokasi
Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke loksi
yang tarif pajaknya rendah. Contoh:
Di Indonesia, diberikan keringanan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di
Indonesia Timur. Namun, pindah lokasi tidak semudah itu dilakukan oleh wajib pajak.
Mereka harus memikirkan tentang transportasi, akomodasi, SDM, SDA, serta fasilitas-
fasilitar yang menunjang usaha mereka. Hal ini harus sesuai dengan kentungan yang
akan mereka dapatkan dan keringanan pajak yang mereka peroleh. Biasanya, hal ini
jarang terjadi. Yang terjadi hanya pada pengusaha yang baru membuka usaha, atau
perusahaan yang akan membuka cabang baru. Mereka membuka cabang baru di
tempat yang tarif pajaknya lebih rendah.

Penghindaran Pajak Secara Yuridis


Perbuatan dengan cara sedemikian rupa sehingga perbuatan-perbuatan yang dilakukan
tidak terkena pajak. Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan kekosongan atau
ketidak jelasan undang-undang. Hal inilah yang memberikan dasar potensial
penghindaran pajak secara yuridis. Contoh:

1. Penetapan pajak khusus untuk tempat dansa umum di Belanda. Pemerintah


negeri Belanda menetapkan pajak khusus untuk tempat dansa umum. Karena
pengenaan pajak ini, keuntungan pengusaha jadi berkurang. Untuk menghindari
hal ini, mereka mengubah status tempat dansa umum tersebut menjadi tempat
dansa khusus anggota yang keanggotaannya terbuka untuk umum. Dengan
demikian, mereka terbebas dari pengenaan pajak untuk tempat dansa umum.
2. Di Belanda dan di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda, pemilik bioskop
menyediakan sederet kursi gratis di barisan terdepan khusus untuk wartawan.
Dengan asumsi, setelah menonton wartawan tersebut akan menulis review
tentang film tersebut dan memuat di koran/majalah mereka. Oleh pemerintah,
ini dianggap iklan gratis. Maka dari itu, diterapkanlah pajak untuk kursi gratis
tersebut. Pemilik bioskop menghindari pengenaan pajak ini dengan cara
mengenakan tarif masuk yang sangat murah khusus untuk wartawan.

3. Di Indonesia, untuk pegawai diberi tunjangan beras (in natura). Menurut


undang-undang yang berlaku, hal ini tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Penghindarannya dengan cara: perusahaan bekerjasama dengan yayasan dalam
penyaluran tunjangan ini. Perusahaan memberi uang kepada yayasan, dan
yayasan menyalurkannya ke pegawai dalam bentuk beras. Jadi, pegawai tetap
dapat beras dan hal itu dibebankan sebagai biaya sehingga pajaknya berkurang.

Celah undang-undang merupakan dasar potensial penghindaran pajak secara yuridis.


Suatu undang-undang dirumuskan tidak jelas karena:
1. Kesengajaan pembuat undang-undang
Hal ini terjadi karena latar belakang pembuat undang-undang tersebut adalah
pemerintah dan parlemen, di mana parlemen mewakili berbagai kepentingan yang
berbeda dan bisa saling bertolak belakang antara satu dan yang lainnya. Dua
kepentingan yang paling dominan di parlemen adalah anggota parlemen yang
mewakili kelompok buruh dan pemilik modal. Apabila diajukan undang-undang yang
menyinggung dua p;ihak tersebut, diusahakan dicarikan jalan kompromi terhadap
substansi masalahnya. Namun ini sulit dilakukan kaena menyangkut kepentingan yang
berbeda. Lalu dicarilah jalan kompromi terhadap perumuasn yang bisa diterima oleh
semua pihak. Masing-masing pihak bebas menafsirkan undang-undang tersebut sesuai
dengan kepentingan masing-masing pihak. Pada akhirnya, undang-undang tersebut
mengambang. Bisa saja wajib pajak menafsirkan sesuai kepentingannya dan fiscus
menafsirkan sesuai dengan kepentingan negara.

2. Ketidaksengajaan pembuat undang-undang


Contoh: Pada akhir tahun 1800an, undang-undang anti-trust atau undang-undang anti
monopoli di Amerika Serikat yang ditujukan untuk pemilik modal yang berbunyi
Apabila ada yang menghambat atau menghalangi perdagangan antar negara bgaian,
bisa dijatuhi hukuman berdasarkan undang-undang ini.
Pada suatu kasus, serikat buruh pada perusahaan transportasi melakukan pemogokan
sehingga perdagangan antar negara bagian terhambat. Pemimpin serikat buruh ini
ditangkap dan dihukum berdasarkan undang-undang anti monopoli karena dianggap
menghambat perdagangan antar negara bagian. Seharusnya undang-undang ini
ditujukan untuk pemilik modal, bukan untuk kaum buruh. Karena itu, pada pemilu
berikutnya kaum buruh memilih wakil-wakil mereka yang memang dalam hidupnya
membela kepentingan kaum buruh. Setelah pemilu, mereka berhasil mendominasi
kursi di parlemen. Sehingga, mereka menambahkan undang-undang anti trust tersebut
dengan kalimat undang-undang ini tidak ditujukan untuk kaum buruh.
PENYELUNDUPAN PAJAK (TAX EVASION)
Tax Evasion merupakan usaha penghindaran pajak yang terutang secara ilegal,
sepanjang wajib pajak tersebut mempunyai alasan yang meyakinkan bahwa akibat
dari perbuatnnya tersebut kemungkinan besar mereka tidak akan dihukum serta yakin
pula bahwa rekan-rekannya melakukan hal yang sama. Penyebab Wajib Pajak
melakukan Tax Evasion diantaranya adalah fitrahnya penghasilan yang diperoleh wajib
pajak yang utama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada saat telah
memenuhi ketentuan perpajakan timbul kewajiban pembayaran pajak kepada negara.
Timbul konflik antara kepentingan diri sendiri dan kepentingan negara. Sebab yang
lain adalah wajib pajak kurang sadar tentang kewajiban bernegara, tidak patuh
terhadap peraturan, kurang menghargai hukum, tingginya tarif pajak dan kondisi
lingkungan seperti kestabilan pemerintah dan penghamburan keuangan negara yang
berasal dari pajak (Amrosio M.Lina dalam Safri Nurmantu). Disamping itu menurut
Eduardo M.R.A Engel,beberapa hal yang berhubungan dengan Tax Evasion adalah Tax
Enforcement (pengawasan terhadap pelaksanaan sistem administrasi perpajakan), tax
Audit (Pemeriksaan Pajak), Imposed Penalties(99sanksi hukum) dan Tax
Amneties(Pengampunan Pajak).

Penyelundupan pajak mengandung arti sebagai manipulasi secara ilegal atas


penghasilannya untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang, sedang penghindaran
pajak dapat diartikan sebagai manipulasi penghasilannya yang legal yang masih sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk mengefisiensikan
pembayaran jumlah pajak yang terutang. Dengan asumsi bahwa WP akan melaporkan
seluruh penghasilannya secara jujur, maka wajarlah apabila wajib pajak mengklaim
semua pengurangan-pengurangan dan kredir pajak yan gmenjadi haknya atau dengan
perkataan lain perencanaan pajak adalah perbuatan yang sifatnya mengurangi beban
pajak secara legal dan bukan mengurangi kesanggupan memenuhi kewajiban
perpajakannya melunasi utang-utang pajaknya.
Selanjutnya dikemukakan bahwa suatu hal yang wajar apabila seorang wajib pajak
membayar pajaknya tidak melebihi apa yang menjadi kewajibannya sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dengan mengingat asumsi
yang dibuat pada waktu merencanakan undang-undang pajak tersebut bahwa wajib
pajak akan melaporkan semua penghasilannya dengan benar dan mengklaim semua
potongan-potongan yang diperkenankan oleh undang-undang pajak, sehingga secara
moral pun tidak dianggap salah, apabila pengurangan beban pajak melalui
penghindaran pajak tersebut masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
Menurut Robert H. Andercon Penyelundupan pajak adalah penyelundupan pajak yang
melanggar undang- undang pajak, sedang Penghindaran pajak adalah cara rnengurangi
paiak yang masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
dan dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan Pajak.
SIFAT DAN CARA PENDEKATAN PERENCANAAN PAJAK

Perencanaan pajak adalah suatu proses yang mendeteksi cacat teoritis dalam ketentuan peraturan
perundang-undagan perpajakan tersebut, untuk kemudian dialokasikan sedemikian rupa sehingga
ditemukannya suatu cara penghindaran pajak yang dapat menghemat pajak akibat cacat teoritis
tersebut. Adanya kekurangan yang konseptual dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan harus direvisi, karena perubahan suatu ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan memerlukan banyak pertimbangan dan kriteria-kriteria yang tidak konsisten dan
bertentangan satu sama lainnya.

Seorang perencana pajak harus pula paham akan praktik akuntansi perpajakan seperti penagihan dan
teknik-teknik pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh otoritas pajak. Perencanaan pajak tidak pula
terlepas dari sistem pungutan yang dianut di Indonsia setelah reformasi pajak, yaitu sistem self
asessment.

Ciri dan cara tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah:

a. Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta wajib
pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan
untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

b. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminan kewajiban di bidang
perpajakan berada pada anggota masyarakat wajib pajak sendiri. Dalam hal ini aparat perpajakan sesuai
dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian dan pengawasan terhadap
pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan
perundang-undngan perpajakan.

c. Anggota masyarakat wajib pajak diberikan kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotong
royongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri pajak yang
terhutang (self asessment). Maka melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan
dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota
masyarakat wajib pajak.

Berdasarkan ketiga prinsip pemungutan pajak terebut, wajib pajak diwajibkan menghitung dan
membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang berada pajak wajib
pajak sendiri. Selain itu wajib pajak diwajibkan pula melaporkaan secara teratur jumlah pajak yang
terutang dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
EKONOMI PERENCANAAN PAJAK

Hasrat untuk melakukan perencanaan pajak pada dasarnya didorong oleh dua ketentuan dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu:

1. Ketentuan pertama menyangkut masalah Pajak Penghasilan itu sendiri yang bukan merupakan biaya
yang fiskal dapt di kurangkan dalam menenrukan Penghasilan Kena Pajak (Pasal 9 ayat (1) huruf h UU
PPh). Sebagai konsekuensinya apabila terdapat pengurangan pembayaran PPh, maka tidak akan terjadi
penurunan dalam jumlah biaya fiksal yang dapat dikurangkan dan oleh karena itu juga tidak akan
menimbulkan kenaikan Penghasilan Kena Pajak. Berbeda dengan aktivitas mencari laba / menambah
penghasilan, suatu perencanaan pajak hanya akan memberikan keuntungan yang sama sekali tidak
termasuk dalam ruang lingkup pengenaan PPh.

2. Ketentuan kedua menyangkut kemungkinan dapat dikurangkan biaya yang ada kaitannya dengan
penentuan besarnya pajak yang terutang, yang dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan disebut sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan (Pasal 6
ayat (1) huruf a UU PPh) oleh karena perencanaan pajak terkait dengan penetuan besarnya pajak yang
terutang, maka biaya yang di keluarkan untuk perencanaan pajak tersebut, merupakan biaya yang fiskal
dapat di kurangkan.
BAB II
TINJAUAN UMUM STRATEGI PEMAJAKAN DAN PERENCANAAN PAJAK

Suatu sistem manajemen pajak yang efektif merupakan hal yang vital bagi suatu usaha
yang berorientasi kepada keuntungan, dan malahan predikat seorang manajer yang sukses
kadang-kadang ditentukan pula oleh tidaknya penyusunan suatu perencanaan pajaknya (Tax
Planing), perencanaan pajak adalah perbuatan yang sifatnya mengurangi beban pajak secara
legal dan bukan mengurangi kesanggupan memenuhi kewajiban perpajakannya melunasi utang-
utang pajak.
Perencanaan pajak itu sendiri sesungguhnya merupakan tindakan penstrukturan yang
terkait dengan konsekuensi potensial pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap
transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendali tersebut
dapat mengefisienkan jumlah pajak yang akan ditransfer pemerintah, melalui apa yang disebut
sebagai penghindaran pajak (Tax Avoidance).
Penghindaran pajak merupakan usaha meminimalkan beban pajak dengan cara
penggunaan alternatif yang rill dan dapat diterima oleh fiskus,bukan penyelundupan pajak (Tax
Evasion) yang merupakan tindakan pidana fiskal yang tidak akan ditoleransi yang merupan
perbuatan tercela yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau penasihat para ahli yang bertujuan
dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.

ETIKA PRAKTIK PERPAJAKAN


Pembebanan pajak oleh pemerintah yang berbentuk pemungutan pajak terhadap wajib
pajak, pada hakikatnya merupakan dari pengabdian kewajiban dan peranan serta wajib pajak
untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan
untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Membayar pajak bukanlah merupakan tindakan sederhana, tetapi terdapat banyak hal
yang bersifat emosional. Pada dasarnya tidak seorang pun yang senang membayar pajak dan
potensi untuk bertahan terhadap pembayaran pajak agak sudah melekat pada diri wajib pajak
sesuai asumsi Leon Yudkin yang mengatakan:
a) Bahwa wajib pajak selalu berusaha untuk membayar pajak yang terhutang sekecil mungkin,
sepanjang hal itu dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b) Bahwa para Wajib Pajak cenderung untuk menyelundupkan pajak (TAX Evasion) yaitu usaha
penghindaran pajak yang terhutang secara ilegal, sepanjang Wajib Pajak tersebut mempunyai
alasan yang meyakinkan bahwa akibat dari perbuatannya tersebut, kemungkinan besar mereka
tidak akan dihukum serta yakin pula bahwa rekan-rekannya melakaukan hal yang sama.
Pada umumnya, ukuran kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan, biasanya diukur dan
dibandingkan dengan besar kecilnya penghematan pajak (Tax Saving), penghindaran pajak (Tax
Avoidance) dan penyelundupan pajak (Tax Evasion) yang kesemuanya bertujuan untuk
meminimalkan beban pajak, melalui beberapa cara antara lain melalui pengecualian-
pengecualian, pengurangan-pengurangan, insentif pajak, penghasilan yang bukan objek pajak,
penangguhan pengenaan pajak, pajak ditanggung negara sampai kepada kerjasama dengan aparat
perpajakan, suap-menyuap dan pemalsuan.

KERUGIAN PAJAK ( Tax Losses)


Selisih antara potensi pajak dan realisasi penerimaan pajak disebut sebagai kerugian
pajak ayng dapat terdiri dari kerugian karena ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, kerugian karena aparat pajak, kerugian wajib pajak. Kerugian karena ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang disebut sebagai pengeluaran pajak ( Tax
Expenditure).
Kerugian karena aparat pajak dapat disebabkan oleh :
1. Ekstensifikasi
2. Intensifikasi
3. Penyelundupan bilateral ( Bilateral Evasion)
Dari ketiga kerugian pajak tersebut, dari sudut pandang ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

A. Kerugian karena materi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


Unsur-unsur tersusunnya dasar pengeluaran pajak :
Jumlah pembayarab pajak yang seharusnya diterima oleh negara, dalam hal tidak ada ketentuan
khusus yang mengatur mengenai pemberian fasilitas, dan jumlah ini sama dengan,
Pengeluaran pemerintahan akibat tidak dibayar pajak tersebut, sebagai bantuan yang
menguntungkan bagi orang atau badan yang menikmati pelakuan khusus tersebut.
Struktur sistem perpajakan terdiri dari dua unsur:
1) Struktur Pertama adalah struktur yang diperlukan untuk mengenakan pajak yang terdiri dari
ketentuan struktural yang diperlukan dalam rangka pemungutan pajak tersebut, yang secara
keseluruhan berisikan pengertian tentang apa yang dibutuhkan untuk memungut pajak. Hal ini
lebihdikenal dengan istilah normative tax mode, dengan segala ketentuan tambahan yang
diperlukan.

2) Struktur kedua adalah struktur yang merefleksikan anggaran pengeluaran pajak ( Tax
Expenditure budget) dan terdiri dari ketentuan yang mengatur bantuan keuangan yang diajukan
dalam anggaran tersebut atau dengan perkataan lain terdiri dari sistem penyaluran bantuan
keuangan pemerintah melalui jalur ketentuan khusus dan bukan jalur pengeluaran langsung
melalui APBN.
Struktur kedua merupakan okulasi dari struktur pertama yang tidak mempunyai
hubungan yang mendasar pada struktur tersebut dan sesungguhnya tidak begitu diperlukan dalam
rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang - undangan perpajakan yang di maksud.
Tetapi sebaliknya struktur kedua ini merupakan alat pemberian subsidi yang luas yang digunakan
oleh pemerintah yang memakai mekanisme pajak sebagai metode pemberian subsidi.
Ketentuan khusus yang mengatur tentang pemberian subsidi yang termasuk dalam ruang
lingkup pengeluaran pajak ( Tax Expenditure) dapat berbentuk antara lain :
(1) Bukan Objek Pajak
(2) Pengecualian-pengecualian
(3) Pengurangan-pengurangan
(4) Tarif Khusus
(5) Pajak ditanggung negara
(6) Penangguhan pengenaan pajak
(7) Perangsang fiskal bagi perusahaan yang akan berusaha dalam bidang kegiatan tertentu beupa
pemberian pinjaman yang bersyarat lunak
(8) Perangsang penanaman
(9) Penyusutan dipercepat
(10) Masa bebas pajak
(11) Mengurangi atau menunda atau membebaskan pembayaran pajak terhadap impor barang modal
dan bahan baku yang digunakan untuk proses produksi.

Yang termasuk dalam pengertian kerugian karena materi ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan adalah selain subsidi pajak tersebut juga perbuatan atau usaha pembayaran
pajak untuk membayar pajak seefisien mungkin melalui celah-celah ( Loopholes) yang terdapat
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
B. Kerugian karena pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pembayaran pajak yang selalu berusaha untuk membayar pajak sekecil mungkin atau pun
tidak membayar pajak sama sekali, memnyebabkan pekerjaan instansi pajak dalam rangka
pengelolaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan menjadi sulit.
Akibatnya usaha-usaha untuk menjangkau seluruh subjek pajak ( Ekstenfikasi) dan meliputi
semua objek pajak (Intensifikasi) sering kali tidak memenuhi harapan dan bahkan terperangkap
dalam kegiatan penyelundupan pajak bilateral (Bilateral Tax Evasion).
Kerugaian pajak akibat tidak terjangkaunya seluruh subjek pajak dan meliputi seluruh objek
pajak serta penyelundupan bilateral, tidak saja dalam bentuk uang pajak akan tetapi secara moral
mencerminkan pula tidak tercapainya keadilan dalam perpajakan yang merupakan landasan
utama berwujudnya kepatuhan dan kesadaran memenuhi kewajiban perpajakan.
C. Kerugian karena pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kerugian karena pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak
saja terbatas pada kecurangan dan penggelapan, tetapi Menurut Oliver Oldman juga meliputi
kelalaian memenuhi kewajiban perpajakan yang disebabkan oleh:
1) Ketidaktahuan ( Ignorance)
2) Kesalahan (Error)
3) Kesalahpahaman (Misunderastanding)
4) Kealpaan (Negligence)
Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) Versus Penyelundupan Pajak (Tax Evasion)
Tax Avoidance adalah manipulasi penghasilan secara legal yang masih sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak terhutang (Barr NA,
1977).
Tax Evasion adalah manipulasi secara ilegal atas penghasilannya untuk memperkecil
jumlah pajak terutang. (Barr Na, 1997).
Semua para ahli sependapat bahwa sesungguhnya antara penghindaran pajak dan
penyelundupan pajak terdapat perbedaan yang fundamental akan tetapi kemudian terrnyata
bahwa perbedaan tersebut menjadi kabur baik secara teori maupun aplikasinya. Walaupun pada
dasarnya antara penghindaran pajak dan penyelundupan pajak jelas-jelas merupakan perbuatan
ilegal dalam usaha mengurangi beban pajak tersebut.

Penyelundupan pajak merupakan tindakan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-


undangan perpajakan seperti :
(1) Tidak dapat memenuhi pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) tepat pada waktunya.
(2) Tidak dapat memenuhi pembayaran pajak tepat pada waktunya.
(3) Tidak dapat memenuhi Kewajiban memelihara pembukuan.
(4) Tidak dapat memenuhi kewajiban menyetorkan pajak penghasilan para karyawan yang dipotong
dan pajak-pajak lainnya yang telah dipungut.
(5) Tidak dapat memenuhi kewajiban membayar taksiran utang pajak.
(6) Tidak dapat memenuhi permintaan fiskus akan informasi pihak ketiga.
(7) Pembayaran dengan cek kosong bagi negara yang dapat melakukan pembayaran pajak dengan
cek.
(8) Melakukan penyuapan terhadap aparat perpajakan dan atau tindakan intimidasi lainnya.

PENGHEMATAN PAJAK ( TAX SAVING)

Penghematan pajak adalah usaha memperkeciljumlah utang pajak yang tidak termasuk
dalam ruang lingkup pemajakan, sedang penghindaran pajak juga merupakan usaha yang sama
dengan cara mengeksploitir celah-celah yang terdapat dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, dimana aparat perpajakan tidak dapat melakukan tindakan apa-apa.
Cara lain untuk mengefisienkan beban pajak adalah melalui penghematan pajak (Tax
Saving) yaitu dengan cara mengelakan utang pajaknya dengan jalan menahan diri untuk tidak
membeli produk-produk yang ada pajak pertambahan nilainya, pajak penjualan atau dengan
sengaja mengurangi jam kerja atau pekerjaan yang dapat dilakukannya sehingga penghasilannya
menjadi kecil dan terhindar dari pengenaan pajak penghasilan yang besar.

SIFAT DAN CARA PENDEKATAN PERENCANAAN PAJAK


Perencanaan pajak adalah suatu proses yang mendeteksi cacat teoritis dalam ketentuan
peraturan perundang-undagan perpajakan tersebut, untuk kemudian dialokasikan sedemikian
rupa sehingga ditemukannya suatu cara penghindaran pajak yang dapat menghemat pajak akibat
cacat teoritis tersebut. Adanya kekurangan yang konseptual dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan harus direvisi, karena perubahan suatu ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan memerlukan banyak pertimbangan dan kriteria-kriteria yang
tidak konsisten dan bertentangan satu sama lainnya.
Seorang perencana pajak harus pula paham akan praktik akuntansi perpajakan seperti
penagihan dan teknik-teknik pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh otoritas pajak.
Perencanaan pajak tidak pula terlepas dari sistem pungutan yang dianut di Indonsia setelah
reformasi pajak, yaitu sistem self asessment.
Ciri dan cara tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah:
a. Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta
wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang
diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
b. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminan kewajiban di bidang
perpajakan berada pada anggota masyarakat wajib pajak sendiri. Dalam hal ini aparat perpajakan
sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian dan pengawasan
terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan
dalam peraturan perundang-undngan perpajakan.
c. Anggota masyarakat wajib pajak diberikan kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotong
royongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri pajak
yang terhutang (self asessment). Maka melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan
diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk
dipahami oleh anggota masyarakat wajib pajak.
Berdasarkan ketiga prinsip pemungutan pajak terebut, wajib pajak diwajibkan
menghitung dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang
terutang berada pajak wajib pajak sendiri. Selain itu wajib pajak diwajibkan pula melaporkaan
secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2.6 EKONOMI PERENCANAAN PAJAK


Hasrat untuk melakukan perencanaan pajak pada dasarnya didorong oleh dua ketentuan
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu:
1. Ketentuan pertama menyangkut masalah Pajak Penghasilan itu sendiri yang bukan merupakan
biaya yang fiskal dapt di kurangkan dalam menenrukan Penghasilan Kena Pajak (Pasal 9 ayat (1)
huruf h UU PPh). Sebagai konsekuensinya apabila terdapat pengurangan pembayaran PPh, maka
tidak akan terjadi penurunan dalam jumlah biaya fiksal yang dapat dikurangkan dan oleh karena
itu juga tidak akan menimbulkan kenaikan Penghasilan Kena Pajak. Berbeda dengan aktivitas
mencari laba / menambah penghasilan, suatu perencanaan pajak hanya akan memberikan
keuntungan yang sama sekali tidak termasuk dalam ruang lingkup pengenaan PPh.
2. Ketentuan kedua menyangkut kemungkinan dapat dikurangkan biaya yang ada kaitannya dengan
penentuan besarnya pajak yang terutang, yang dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan disebut sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan (Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh) oleh karena perencanaan pajak terkait dengan
penetuan besarnya pajak yang terutang, maka biaya yang di keluarkan untuk perencanaan pajak
tersebut, merupakan biaya yang fiskal dapat di kurangkan.
Berulang-ulang kali pengadilan menyatakan bahwa tidak ada suatu ancaman hokum apa pun dapat
diberlakukan terhadap barang siapa yang mengatur pengenaan pajaknya seminimal mungkin. Setiap
orang, apakah orang itu orang miskin atau orang kaya sekalipun akan berbuat hal yang sama, dan hal ini
sesungguhnya merupakan haknya untuk berbuat demikian, akrena tidak seorangpun berkewajiban
memenuhi kewajiban perpajakannya melebihi apa yang ditentukan oleh perundang-undangan
perpajakan. Pajak adalah pungutan yang didasarkan pada pelaksanaan perundang-undangan perpajakan
secara benar dan bukan merupakan kontriusi yang sukarela.

Anda mungkin juga menyukai