24.September.undefined
Kemampuan suatu terapi antimikrobial sangat bergantung kepada obat, pejamu, dan agen
penginfeksi.[1] Namun dalam keadaan klinik hal ini sangat sulit untuk diprediksi mengingat
kompleksnya interaksi yang terjadi di antara ketiganya.[2] Namun pemilihan obat yang sesuai
dengan dosis yang sepadan sangat berperan dalam menentukan keberhasilan terapi dan
menghindari timbulnya resistansi agen penginfeksi.[3]
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek
menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses
infeksi oleh bakteri.[4] Literatur lain mendefinisikan antibiotik sebagai substansi yang bahkan di
dalam konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan dan reproduksi bakteri dan fungi.[5]
Berdasarkan sifatnya (daya hancurnya) antibiotik dibagi menjadi dua:
1. Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif terhadap
bakteri.
2. Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja menghambat
pertumbuhan atau multiplikasi bakteri.
Cara yang ditempuh oleh antibiotik dalam menekan bakteri dapat bermacam-macam, namun
dengan tujuan yang sama yaitu untuk menghambat perkembangan bakteri. Oleh karena itu
mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat proses biokimia di dalam organisme dapat
dijadikan dasar untuk mengklasifikasikan antibiotik sebagai berikut:[6]
1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Yang termasuk ke dalam
golongan ini adalah Beta-laktam, Penicillin, Polypeptida, Cephalosporin, Ampicillin, Oxasilin.
a) Beta-laktam menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan pada enzim DD-
transpeptidase yang memperantarai dinding peptidoglikan bakteri, sehingga dengan demikian
akan melemahkan dinding sel bakteri Hal ini mengakibatkan sitolisis karena ketidakseimbangan
tekanan osmotis, serta pengaktifan hidrolase dan autolysins yang mencerna dinding
peptidoglikan yang sudah terbentuk sebelumnya. Namun Beta-laktam (dan Penicillin) hanya
efektif terhadap bakteri gram positif, sebab keberadaan membran terluar (outer membran) yang
terdapat pada bakteri gram negatif membuatnya tak mampu menembus dinding peptidoglikan.[7]
f) Penicillin jenis lain, seperti Methicillin dan Oxacillin, merupakan antibiotik bakterisidal
yang digunakan untuk menghambat sintesis dinding sel bakteri. Penggunaan Methicillin dan
Oxacillin biasanya untuk bakteri gram positif yang telah membentuk kekebalan (resistansi)
terhadap antibiotik dari golongan Beta-laktam.
g) Antibiotik jenis inhibitor sintesis dinding sel lain memiliki spektrum sasaran yang lebih
luas, yaitu Carbapenems, Imipenem, Meropenem. Ketiganya bersifat bakterisidal.
2. Antibiotik yang menghambat transkripsi dan replikasi. Yang termasuk ke dalam golongan
ini adalah Quinolone, Rifampicin, Actinomycin D, Nalidixic acid, Lincosamides, Metronidazole.
c) Nalidixic acid merupakan antibiotik bakterisidal yang memiliki mekanisme kerja yang
sama dengan Quinolone, namun Nalidixic acid banyak digunakan untuk penyakit demam tipus.
d) Lincosamides merupakan antibiotik yang berikatan pada subunit 50S dan banyak
digunakan untuk bakteri gram positif, anaeroba Pseudomemranous colitis. Contoh dari golongan
Lincosamides adalah Clindamycin.
3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah
Macrolide, Aminoglycoside, Tetracycline, Chloramphenicol, Kanamycin, Oxytetracycline.
4. Antibiotik yang menghambat fungsi membran sel. Contohnya antara lain Ionimycin dan
Valinomycin. Ionomycin bekerja dengan meningkatkan kadar kalsium intrasel sehingga
mengganggu kesetimbangan osmosis dan menyebabkan kebocoran sel.[14]
5. Antibiotik yang menghambat bersifat antimetabolit. Yang termasuk ke dalam golongan ini
adalah Sulfa atau Sulfonamide, Trimetophrim, Azaserine.
a) Pada bakteri, Sulfonamide bekerja dengan bertindak sebagai inhibitor kompetitif terhadap
enzim dihidropteroate sintetase (DHPS).[15] Dengan dihambatnya enzim DHPS ini
menyebabkan tidak terbentuknya asam tetrahidrofolat bagi bakteri.[16] Tetrahidrofolat
merupakan bentuk aktif asam folat[17], di mana fungsinya adalah untuk berbagai peran biologis
di antaranya dalam produksi dan pemeliharaan sel serta sintesis DNA dan protein.[18] Biasanya
Sulfonamide digunakan untuk penyakit Neiserria meningitis.
b) Trimetophrim juga menghambat pembentukan DNA dan protein melalui penghambatan
metabolisme, hanya mekanismenya berbeda dari Sulfonamide. Trimetophrim akan menghambat
enzim dihidrofolate reduktase yang seyogyanya dibutuhkan untuk mengubah dihidrofolat (DHF)
menjadi tetrahidrofolat (THF).
Yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik adalah dosis serta jenis antibiotik yang
diberikan haruslah tepat. Jika antibiotik diberikan dalam jenis yang kurang efektif atau dosis
yang tanggung maka yang terjadi adalah bakteri tidak akan mati melainkan mengalami mutasi
atau membentuk kekebalan terhadap antibiotik tersebut.