DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4
SAADIAH DJ ( G 701 15 248 )
ADE FAZLIANA ( G 701 15 173 )
SITI NURABIAH ( G 701 15 159 )
DYTHA OKVYANITA ( G 701 15 198 )
KESYA TOLU ( G 701 15
AYU CAHYANI ( G 701 15 132 )
SOFYANINGSIH
KATA PENGANTAR
1. Latar Belakang
Dalam hukum positif di Indonesia, pengaturan tindakan aborsi
terdapat dalam dua undang-undang yaitu KUHP pasal 229 ,346, 347, 348,
dan 349 serta di atur dalam UU. No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan
pasal 76, 77, 78. Terdapat perbedaan antara KUHP dan dengan UU No. 36
Tahun 2009 tentang kesehatan dalam mengatur masalah aborsi. KUHP
dengan tegas melarang aborsi dengan alasan apapun, sedangkan UU
Kesehatan membolehkan aborsi atas indikasi medis maupun karena
adanya perkosaan.
Akan tetapi ketentuan aborsi dalam UU No. 36 Tahun 2009 tetap
ada batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar misanya kondisi
kehamilan maksimal 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir. Selain
itu berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009, tindakan medis (aborsi), sebagai
upaya menyelamatkan ibu hamil dan atau janinya dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu
dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta pertimbangan
tim ahli.
Hal tersebut menunjukkan bahwa aborsi yang dilakukan bersifat
legal atau dapat dibenarkan dan dilindungi secara hukum dan segala
perbuatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap hak reproduksi
perempuan bukan merupakan suatu tindak pidana atau kejahatan. Selama
ini aborsi oleh tenaga medis dilakukan bilamana ada indikasi medis
misalnya ibu dengan penyakit berat yang mengancam nyawa.
Berbeda dengan aborsi yang dilakukan tanpa adanya pertimbangan
medis, aborsi tersebut diakatakan illegal serta tidak dapat dibenarkan
secara hukum. Tindakan aborsi ini dikatakan sebagai tindak pidana atau
tindak kejahatan karena KUHP mengkualifikasikan perbuatan aborsi
tersebut sebagai kejahatan terhadap nyawa.
2. Rumusan Masalah
a. Permenkes apa yang di langgar ?
b. Dimana kejadiannya kasusnya ?
c. Bagaimana kelanjutan kasusnya ?
d. Bagaimana penanganan kasusnya ?
BAB II
PEMBAHASAN
Analisa : I
bu tersebut sudah mengalami partus yang lama karena lebih dari 24 jam,
seharusnya bidan bisa mengetahui penyebab partus lama, apakah ada
malpresentasi pada janin, emosi yang tidak stabil pada ibu atau panggul
yang kecil sehingga bidan bisa bertindak secepatnya untuk menyelamatkan
nyawa ibu dan bayi, bukan mementingkan komisi yang membahayakan
nyawa ibu dan bayi. Perdarahan itu disebabkan karena atonia uteri akibat
partus yang terlalu lama. Atonia uteri hanya bisa bertahan dalam waktu 2
jam setela Post Partum.
Dalam kasus tertentu justru Bidan dengan sengaja melakukanya demi
uang, dan satu sisi pasien juga tidak mengetahui tentang hak-hak apa yang
dapat diperoleh pasien tentang kondisi kesehatannya atau pasien sengaja
tidak dikasih tahu informasi yang jelas tentang resiko, tindakan serta
prosedur persalinan yang yang seharusnya.Bidan tersebut telah melanggar
wewenangan bidan dan melakukan malpraktek.
Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang
hati-hati melakukan proses kelahiran.
1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai
menyebabkan mati atau luka-luka berat.
Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati : Barangsiapa
karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu
tahun.
2. Pasal 1365 KUHS
setiap perbuatan melanggar hokum yang mengakibatkan kerugian bagi
orang lain, mewajibkan orang yang kkarena kesalahannya mengakibatkan
kerugian itu, menganti kerygian tersebut.
Cara membuktikan kelalaiannya adalah Dereliction of Duty
(penyimpangan dari kewajiban) Jika seorang bidan melakukan pekerjaan
menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang
seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka bidan tersebut
dapat dipersalahkan.
Kepala dinas kesehatan akan memcabut SIPB setelah mendengar saran
dan keputusan dari MPEB dan IBI . MPEB akan melakukan sidang dari
kasus ini. MPEB akan meminta keterangan dari bidan dan saksi. Yang
menjadi saksi dari kasus ini adalah asisten bidan. MPEB akan meminta
keterangan dari bidan dan saksi. Setelah asisten bidan mengatakan yang
sebenarnya bahwa bidan lah yang menahan rujukan karena alasan komisi,
maka MPEB akan memberikan sanksi yang setimpal karena sudah
merugikan orang lain kepada bidan tersebut dan sebagai gantinya izin
praktik bidan tersebut akan di cabut. Keputusan MPEB bersifat final.
Tenaga medis tertentu yang memiliki keahlian dan kewenangan khusus untuk
melakukan aborsipun sebenarnya tidak dapat melakukan tindakan aborsi tersebut
karena dalam kasus diatas kehamilan Novila tidak terdapat indikasi kegawat
daruratan medis.
Pasal 314: Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada
saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa
anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
Pasal 342: Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena
takut akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau
tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan
pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.
Pasal 343:Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi
orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan
dengan rencana.
Pasal 347:
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348:
Pasal 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan
salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana
yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat
dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:
PASAL 80:
1. Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu
hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menghimpun dana dari masyarakat untuk
menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan, yang tidak berbentuk badan hukum
dan tidak memiliki izin operasional serta tidak melaksanakan ketentuan tentang
jaminan pemeliharaan keschatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
66 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
3. Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan komersial
dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau transfuse
darah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
4. Barang siapa dengan sengaja:
a. Mengedarkan makanan dan atau minuman yang tidak memenuhi standar dan
atau persyaratan dan atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (3)
b. Memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan
obat yang tidak memenuhi syarat farmakope Indonesia dan atau buku standar
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Sumber http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt538c858f7a71c/jerat-hukum-
bagi-bidan-yang-membantu-aborsi
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik
berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula
bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Malpraktik aborsi yang tidak aman dan ilegal masih banyak dilakukan
di sekitar kita, bahkan oleh tenaga kesehatan sekalipun. Sebagai contoh dari
kasus di atas, diketahui bahwa seorang bidan dengan sengaja telah melakukan
praktik aborsi kepada salah satu pasiennya, dimana bidan itu sadar betul kalau
tindakan tersebut adalah bukan kewenangannya. Tindakan aborsi
mengandung risiko yang cukup tinggi, apabila dilakukan tidak sesuai standar
profesi medis. Risiko yang mungkin timbul antara lain, perdarahan, infeksi
pada alat reproduksi, rupture uteri, bahkan bisa sampai terjadi kematian.
Pasal-pasal yang mengatur tentang tindakan aborsi