Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH UNDANG-UNDANG DAN ETIKA KEFARMASIAN

PELANGGARAN KASUS BIDAN ABORSI

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4
SAADIAH DJ ( G 701 15 248 )
ADE FAZLIANA ( G 701 15 173 )
SITI NURABIAH ( G 701 15 159 )
DYTHA OKVYANITA ( G 701 15 198 )
KESYA TOLU ( G 701 15
AYU CAHYANI ( G 701 15 132 )
SOFYANINGSIH
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan


YME atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah mengenai KASUS-KASUS PELANGGARAN BIDAN ABORSI ini
dengan lancar. Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh dosen matakuliah undang-undang dan etika kefarmasian.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami
peroleh dari buku panduan, serta informasi dari media massa yang berhubungan
dengan pelanggaran bidan aborsi.
Kami harap makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Memang
makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dalam hukum positif di Indonesia, pengaturan tindakan aborsi
terdapat dalam dua undang-undang yaitu KUHP pasal 229 ,346, 347, 348,
dan 349 serta di atur dalam UU. No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan
pasal 76, 77, 78. Terdapat perbedaan antara KUHP dan dengan UU No. 36
Tahun 2009 tentang kesehatan dalam mengatur masalah aborsi. KUHP
dengan tegas melarang aborsi dengan alasan apapun, sedangkan UU
Kesehatan membolehkan aborsi atas indikasi medis maupun karena
adanya perkosaan.
Akan tetapi ketentuan aborsi dalam UU No. 36 Tahun 2009 tetap
ada batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar misanya kondisi
kehamilan maksimal 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir. Selain
itu berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009, tindakan medis (aborsi), sebagai
upaya menyelamatkan ibu hamil dan atau janinya dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu
dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta pertimbangan
tim ahli.
Hal tersebut menunjukkan bahwa aborsi yang dilakukan bersifat
legal atau dapat dibenarkan dan dilindungi secara hukum dan segala
perbuatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap hak reproduksi
perempuan bukan merupakan suatu tindak pidana atau kejahatan. Selama
ini aborsi oleh tenaga medis dilakukan bilamana ada indikasi medis
misalnya ibu dengan penyakit berat yang mengancam nyawa.
Berbeda dengan aborsi yang dilakukan tanpa adanya pertimbangan
medis, aborsi tersebut diakatakan illegal serta tidak dapat dibenarkan
secara hukum. Tindakan aborsi ini dikatakan sebagai tindak pidana atau
tindak kejahatan karena KUHP mengkualifikasikan perbuatan aborsi
tersebut sebagai kejahatan terhadap nyawa.
2. Rumusan Masalah
a. Permenkes apa yang di langgar ?
b. Dimana kejadiannya kasusnya ?
c. Bagaimana kelanjutan kasusnya ?
d. Bagaimana penanganan kasusnya ?
BAB II
PEMBAHASAN

Tindakan Penguguran Kandungan Di Indonesia


Masalah penguguran kandungan, sampai saat ini masih merupakan
masalah yang kontroversial di masyarakat. Di satu pihak, tindakan
penguguran kandungan dianggap ilegal dan dilarang oleh agama, sehingga
masyarakat cenderung menyembunyikan tindakan penguguran kandungan
yang dilakukan tersebut namun di pihak lain penguguran kandungan tetap
saja terjadi di masyarakat yang tentunya dilakukan secara tidak aman
karena tidak dilakukan oleh petugas kesehatan.
Penguguran kandungan merupakan masalah kesehatan yang perlu
diperhatikan oleh masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan
dan kematian ibu di Indonesia, data statistik tentang penyebab utama
kematian ibu hamil dan melahirkan yang sering disebarluaskan adalah :
pendarahan, infeksi dan eklamsia. Namun sebenarnya, penguguran
kandungan juga menjadi penyebab kematian ibu, hanya saja dalam rekam
medis biasanya kasus penguguran kandungan dimasukan dalam kelompok
pendarahan. Oleh karena itu, kematian ibu yang disebabkan komplikasi
penguguran kandungan sering kali tidak muncul dalam laporan kematian,
tetapi dilaporkan sebagai pendarahan atau sepsis.
Sekitar 30% di antara kasus aborsi itu dilakukan oleh penduduk
usia 15-24. Data itu, berdasarkan survei dengan cakupan terbatas. Data
yang komprehensif tentang kejadian aborsi di Indonesia tidak tersedia.
Data survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) yang mencakup
perempuan kawin usia 15-49 menunjukan tingkat aborsi pada 1997
diperkirakan 12% dari seluruh kehamilan yang terjadi. Angka tersebut
tidak jauh berbeda dengan hasil analisis data SDKI pada 2002-2003.
Aborsi yang tidak aman diperkirakan menjadi penyebab 11% kematian ibu
di Indonesia, sedangkan rata-rata dunia 13%. Kematian itu sebenarnya
dapat di cegah jika perempuan mempunyai akses terhadap informasi dan
pelayanan kontrasepsi serta perawatan terhadap komplikasi aborsi,
penelitian yang dilakukan di 10 kota besar dan enam kabupaten di
Indonesia menemukan bahwa insiden aborsi lebih tinggi di perkotaan
dibandingkan dengan di pedesaan. Setiap tahun lebih dari dua juta kasus
aborsi terjadi, lebih dari satu juta kasus atau 53 persen terjadi di perkotaan.
Penelitian itu juga menemukan pola yang berbeda pada provider aborsi. Di
daerah perkotaan, 73% kasus aborsi dilakukan oleh ahli kebidanan, bidan,
rumah bersalin, dan klinik keluarga berencana. Di daerah pedesaan, dukun
mempunyai peran yang dominan dalam memberikan pelayanan aborsi,
kasus aborsi yang ditangani mencapai 84%. Klien terbanyak berada
dikisaran 20-29 tahun. Di perkotaan sekitar 45,4% sedangkan di pedesaan
51,5%.
Penelitian organisasi kesehatan Dunia (WHO) menemukan tingkat
aborsi global adalah 28 dari 1000 orang perempuan per tahun. Namun,
persentase aborsi yang dilakukan tanpa bantuan tenaga medis terlatih naik
dari 44% pada 1995 menjadi 49% pada 2008. Meningkatnya tingkat aborsi
di dunia menambah risiko pada kesehatan perempuan. Jurnal Kesehatan
lancet yang mempublikasikan laporan itu mengatakan angka tersebut
sangat meresahkan. Di negara-negara berkembang, terutama di negara
dengan undang-undang aborsi yang ketat, sebagian besar aborsi dilakukan
secara tidak aman, seperti di Afrika dimana 97% tindak aborsi dilakukan
tanpa bantuan medis terlatih. Perempuan lebih rentan mengalami infeksi
berbahaya atau pendarahan jika melakukan aborsi di tempat-tempat seperti
itu. Untuk mengumpulkan angka tersebut, sebuah tugas yang sulit di
negara-negara dimana aborsi dinyatakan ilegal, para peneliti mengunakan
metode jajak pendapat, statistik rumah dan catatan resmi rumah sakit.
Mereka menyimpulkan bahwa meski tingkat aborsi berkurang sejak 1995,
penurunan itu kini berhenti dan secara keseluruhan, bertambahnya
populasi dunia berarti ada 2,2 juta lebih banyak aborsi pada 2008
dibandingkan dengan 2003.
Di negara-negara maju, jumlah kehamilan yang berakhir dengan
aborsi turun dari 36% di 1995 menjadi 26% di 2008. Negara-negara
dengan undang-undang aborsi yang ketat tidak mengalami penurunan
dalam jumlah aborsi. Dr Richard Horton, editor Lancet, mengatakan.
Angka-angka terbaru ini sangat meresahkan. Kemajuan yang dibuat pada
era 1990-an kini telah menjadi kemunduran. Kate Hawkins, dari program
Seksualitas dan Pengembangan di Institute of Development Studies,
mengatakan, Legal atau ilegal, perempuan akan mencari cara untuk
melakukan aborsi. Aborsi tidak aman adalah salah satu penyebab
kematian ibu hamil dan hal itu mengacu pada prosedur aborsi yang
dilakukan di luar rumah sakit, klinik atau tanpa pengawasan medis yang
memenuhi syarat. Professor Beverly Winikoff dari Gynuity, sebuah
organisasi di New York yang mendoroang akses aborsi aman, menulis di
lancet, Aborsi tidak aman adalah satu dari penyebab kematian ibu hamil
pada 2008, namun jika aborsi dilakukan dengan teknik medis dan
perawatan yang layak, risiko bisa ditekan hingga 14 kali lebih rendah dari
kematian saat melahirkan.
Penguguran yang bukan karena alasan kesehatan, dilakukan
dengan berbagai cara untuk menghetikan kehamilan. Biasanya dilakukan
secara tradisional yang dapat dilakukan oleh dukun pijat atau dukun bayi.
Tindakan yang diambil umumnya dilakukan pijatan pada daerah perut,
memberikan ramuan yang harus diminum oleh pasien, bahkan di beberapa
daerah juga dilakukan dengan cara memasukan akar teratai atau
rumputrumputan ke dalam rahim deangan tujuan membuat infeksi atau
pendarahan, sehingga membuat kandungan gugur.
Macam-macam cara yang pada umumnya dilakukan untuk
mengugurkan kandungannya serta akibatnya :
a. Dilakukan Dengan Tindakan Sendiri
Melakukan tindakan sendiri merupakan salah satu penyebab usia
kandungan menjadi semakin besar. Biasanya mereka mencoba
mengugurkan kandunganya dengan minum obat-obatan atau jamujamuan/
ramuan tertentu yang diketahuinya justru tidak diperbolehkan bagi orang
hamil, biasanya banyak dari klien sebelumnya telah mencoba cara sendiri
seperti minum jamu, pil/kapsul, makan nanas muda, minum minuman
yang mengandung alkohol/soda dan sebagainya.
b. Tindakan Oleh Dukun
Pertolongan penguguran kandungan secara tradisional dilakukan
dengan cara yang bervariasi oleh para dukun. Cara yang paling banyak
diterapkan adalah dengan mengurut perut dengan tangan (ada yang dengan
sekali) secara berulang-ulang (sering tidak cukup sekali, beberapa pperlu
diulang hingga 2 sampai dengan 3 kali), dengan rasa sakit yang luar biasa.
Cara lainnya yaitu dengan memasukan batang daun pepaya yang diolesi
getah tambahan tertentu ke dalam rahim atau bisa juga dengan
memberikan ramuan tertentu kepada klien untuk diminum sebelum
diakhiri dengan pijatan. Umumnya penanganan pasca aborsi dilakukan
dengan meminum jamu dan antibiotik. Namun banyak pasien yang
mengalami komplikasi setelah di aborsi dan datang ke dokter atau rumah
sakit untuk perawatan dan pengobatan.
Para dukun umumnya hanya dapat membantu pasien yang umur
keterlambatan haidnya dibawah 4 bulan. Mengenai tarif untuk masing
masing dukun bervariasi. Yang jelas, semakin tua umur kehamilan
semakin banyak biaya yang harus ditanggung pasien, karena selain
penangananya lebih rumit, tingkat resiko mental yang ditanggung dukun
katanya lebih tinggi. Sebagai perbandingan, pasien yang usia kandunganya
4 bulan, dianjurkan untuk meminum pil jodkali sebanyak 10 butir untuk
pagi hari, 3 butir pil tuntas untuk siang hari dan 10 butir pil jodkali untuk
malam hari. Setelah pasien menghabiskan 5 botol pil jodkali (masing-
masing botol berisi 20 butir) dan pil tuntas 15 butir, barulah kandungan
pasien luntur, kurang lebih dalam waktu 5 hari. Pilpil yang disebutkan tadi
dibeli sendiri oleh pasien, dengan petunjuk pemakaian dari dukun. Untuk
keperluan ini, dukun menarik biaya yang relatif murah.
c. Akupuntur
Profesi lain yang ditemukan yang dapat melakukan pengakhiran
kehamilan adalah ahli akupuntur. Cara kerja ahli akupuntur adalah
menggerakan seluruh syaraf yang ada di dalam tubuh seorang manusia,
sehingga mampu meluruhkan bagian-bagian yang dianggap sebagai
gumpalan-gumpalan sumber penyakit, termasuk gumpalan darah yang akan
menjadi calon janin.

d. Tindakan Oleh Bidan


Bidan melakukan proses penguguran kandungan dengan cara suntik.
Umumnya klien mengatakan prosedur itu sebagai suntik terlambat bulan.
Jika keadaan kandungan tidak juga gugur maka dilakukan kuretase juga
penyedotan (sunction).
e. Mantri
Sama halnya dengan bidan, mantri adalah paramedis yang dikenal
mampu pertolongan penyembuhan untuk berbagai macam penyakit, selain
kemampuan tambahan untuk menyunat. Untuk kondisi tertentu, mantri pun
dipercaya untuk menolong persalinan. Mantri termasuk kelompok yang pro
terhadap penguguran kandungan dan hal ini memiliki kesamaan dengan
bidan, namun dengan syarat selama usia kandungannya di bawah 120 hari
yang dianggap belum bernyawa.
f. Tindakan Yang dilakukan Oleh Dokter
Cukup banyak dokter yang ditemui tim peneliti melakukan
penguguran kandungan. Di kota besar, pelayanan tersebut dilakukan oleh
dokter obgyn (dokter kandungan). Faktor utama lebih pada sisi demand
yang ada. Demand untuk aborsi di Indonesia cukup mencengangkan. Para
peneliti memperkirakan sekitar 2 juta kejadian aborsi yang diinduksi setiap
tahunya, walaupun bukti yang valid untuk itu tidak tersedia. Mengingat
aborsi dilakukan secara rahasia dan hanya diketahui oleh pelaku aborsi.
Demand ini, paling tidak, muncul karena dua kepentinagn. Pertama,
kepentinagn yang positif. Dilakukan atas indikasi medis untuk menolong
jiwa ibu. Kedua, kepentingan yang negatif. Dilakukan tanpa indikasi
medis. Mulai dari yang masuk akal sampai yang memang nakal, seperti
kegagalan penggunaan alat kontrasepsi, janin yang tumbuh dengan cacat
yang serius, korban incest, pemerkosaan dan kehamilan di luar nikah.
Demand yang negatif muncul karena masalah sosial, ekonomi, pendidikan
dan moral yang rendah. Demand untuk aborsi menciptakan pasar
aborsi. Mekanisme supply terbentuk dengan sendirinya. Tenaga
kesehatan, termasuk dokter yang memiliki moral hazard akhirnya
memanfaatkan pasar aborsi tersebut. Tindakan aborsi, kalau boleh
dikatakan bisnis aborsi, merupakan bisnis yang mengiurkan. Sifatnya
asimetris. Artinya, terjadi ketidak seimbangan antara kebutuhan yang sangat
medesak oleh wanita untuk diaborsi dengan otonomi pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki oleh dokter. Tarif yang tinggi dan rasa kasihan
dokter terhadap masalah yang dihadapi sang wanita menyebabkan moral
hazard mengalahkan sumpah dokter. Terjadilah tindakan aborsi oleh
dokter. Padahal dalam sumpah dan kode etiknya, dokter harus ...senantiasa
mengingat akan kewajiban melindungi makhluk insani.... artinya, segala
perbuatan dokter ditujukan hanya untuk memelihara kehidupan manusia.
Untuk dokter, tindakan aborsi tanpa indikasi medis adalah perbuatan yang
melanggar sumpah dan etika. Dalam pedoman kode Etik Kedokteran
Indonesia, keputusan melakukan tindakan aborsi atas indikasi medis
sekurangkurangnya harus dilakukan dua orang dokter dengan persetujuan
dari wanita hamil bersangkutan, suaminya dan atau keluarganya yang
terdekat.
Aturan Hukum Penguguran Kandungan Di Indonesia

Kehamilan yang tidak direncanakan dan tidak diinginkan akan terus


terjadi di seluruh dunia. Macam-macam penyebabnya antara lain karena
kegagalan kontrasepsi serta alasan lainnya yang menyebabkan seorang
perempuan tidak menginginkan kehamilannya yaitu perkosaan, usia terlalu
muda/belum menikah, terlalu banyak anak, hubungan bermasalah dengan
pasangan dan masalah kesehatan. Dari perkiraan 210 juta kehamilan di
seluruh dunia pertahunya, 4 dari 10 diantaranya merupakan kehamilan tidak
dikehendaki (KTD). Lebih dari setengah jumlah kehamilan tidak dikehendaki
tersebut berakhir dengan penguguran kandungan dengan estimasi sekitar 50
juta aborsi diseluruh dunia tiap tahunnya. Perempuan di seluruh dunia akan
mencari pelayanan penguguran kandungan ketika mengalami kehamilan tidak
dikehendaki (KTD). Banyak negara berkembang yang tidak menyediakan
pelayanan aborsi yang aman, kalaupun tersedia, kualitasnya jauh dari
memadai, baik karena tidak adanya tenaga kesehatan terlatih ataupun karena
peralatan yang tidak lengkap. Peraturan tentang penguguran kandungan yang
dimiliki tiap negara berbeda-beda batasanya, contohnya di negara Amerika
Serikat, tindakan penguguran kandungan dilegalisasi sebagai hak
konstitusional. Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan apabila
kehamilan tak dikehendaki cukup matang, maka pengadilan dapat
mengijinkan dia menjalani tindakan penguguran kandungan. Pemerintah
Indonesia sendiri saat ini sudah memiliki Undang-undang yang mengatur
tentang tindakan aborsi dalam Pasal 75 dan 76 Undang undang No. 36 Tahun
2009 Tentang kesehatan belum sepenuhnya memberikan jalan keluar bagi
korban perkosaan yang ingin melakukan tindakan aborsi, karena kenyataan
yang terjadi di lapangan masih banyak tindakan pengguguran yang dilakukan
diluar ketentuan Pasal 75dan pasal 76 Undang-undang No. 39 Tahun 2009
Tentang Kesehatan. Dipertegas juga dengan Pasal 77 Undang-undang No. 36
tahun 2009 tentang kesehatan bahwa pemerintah wajib melindungi dan
menjaga wanita dari praktik aborsi ilegal.
1. Contoh Kasus Malpraktek Bidan (Aborsi)
Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi di Kediri. Novila
Sutiana (21), warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo,
Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah berusaha menggugurkan janin yang
dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat perangsang
oleh bidan puskesmas.

Peristiwa nahas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung


seorang bayi hasil hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa
Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya, janin yang dikandung
tersebut bukan buah perkawinan yang sah, namun hasil hubungan gelap
yang sudah dilakukan oleh Novila dan Santoso. Santoso sendiri
sebenarnya sudah menikah dengan Sarti. Namun karena sang istri bekerja
menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong, Santoso kerap tinggal
sendirian di rumahnya. Karena itulah ketika bertemu dengan Novila yang
masih kerabat bibinya di Ponorogo, Santoso merasa menemukan
pengganti istrinya. Ironisnya, hubungan tersebut berlanjut menjadi
perselingkuhan hingga membuat Novila hamil 3 bulan.

Panik melihat kekasihnya hamil, Santoso memutuskan untuk


menggugurkan janin tersebut atas persetujuan Novila. Selanjutnya,
keduanya mendatangi Endang Purwatiningsih (40), yang sehari-hari
berprofesi sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri.
Keputusan itu diambil setelah Santoso mendengar informasi jika bidan
Endang kerap menerima jasa pengguguran kandungan dengan cara suntik.
Pada mulanya Endang sempat menolak permintaan Santoso dan Novila
dengan alasan keamanan. Namun akhirnya dia menyanggupi permintaan
itu dengan imbalan Rp2.100.000. Kedua pasangan mesum tersebut
menyetujui harga yang ditawarkan Endang setelah turun menjadi
Rp2.000.000. Hari itu juga, bidan Endang yang diketahui bertugas di salah
satu puskesmas di Kediri melakukan aborsi.
Metode yang dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia
menyuntikkan obat penahan rasa nyeri Oxytocin Duradril 1,5 cc yang
dicampur dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin B12 ke tubuh Novila.
Menurut pengakuan Endang, pasien yang disuntik obat tersebut akan
mengalami kontraksi dan mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya.
"Ia (bidan Endang) mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6 jam
setelah disuntik. Hal itu sudah pernah dia lakukan kepada pasien lainnya,"
terang Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Didit Prihantoro di kantornya,
Minggu (18/5/2008). Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian,
Novila terlihat mengalami kontraksi hebat. Bahkan ketika sedang
dibonceng dengan sepeda motor oleh Santoso menuju rumahnya, Novila
terjatuh dan pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ
intimnya terus mengelurkan darah.

Warga yang melihat peristiwa itu langsung melarikannya ke


Puskemas Puncu. Namun karena kondisi korban yang kritis, dia dirujuk ke
RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas medis di ruang gawat darurat tak
sanggup menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia pada hari Sabtu
pukul 23.00 WIB.

Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung menginterogasi


Santoso di rumah sakit. Setelah mengantongi alamat bidan yang
melakukan aborsi, petugas membekuk Endang di rumahnya tanpa
perlawanan. Di tempat praktik sekaligus rumah tinggalnya, petugas
menemukan sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada korban. Saat ini
Endang berikut Santoso diamankan di Mapolres Kediri karena dianggap
menyebabkan kematian Novila. Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di
RSUD Pare Kediri mengaku kaget dengan kehamilan yang dialami
anaknya. Sebab selama ini Novila belum memiliki suami ataupun pacar.
Karena itu ia meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu
dan menghukum pelaku.
Pembahasan Kasus
Dalam kasus tersebut bidan Endang telah melanggar ketentuan dari

2. Contoh Kasus Pelanggaran Bidan


Kasus :
Seorang Ibu Primigravida dibantu oleh seorang bidan untuk bersalin.
Proses persalinannya telah lama karena lebih 24 jam bayi belum juga
keluar dan keadaan ibu nya sudah mulai lemas dan kelelahan karena
sudah terlalu lama mengejan. Bidan tersebut tetap bersikukuh untuk
menolong persalinan Ibu tersebut karena takut kehilangan komisi,
walaupun asisten bidan itu mengingatkan untuk segera di rujuk saja.
Setelah bayi keluar, terjadilah perdarahan pada ibu, baru kemudian bidan
merujuk ibu ke RS. Ketika di jalan, ibu tersebut sudah meninggal.
Keluarganya menuntut bidan tersebut.

Analisa : I

bu tersebut sudah mengalami partus yang lama karena lebih dari 24 jam,
seharusnya bidan bisa mengetahui penyebab partus lama, apakah ada
malpresentasi pada janin, emosi yang tidak stabil pada ibu atau panggul
yang kecil sehingga bidan bisa bertindak secepatnya untuk menyelamatkan
nyawa ibu dan bayi, bukan mementingkan komisi yang membahayakan
nyawa ibu dan bayi. Perdarahan itu disebabkan karena atonia uteri akibat
partus yang terlalu lama. Atonia uteri hanya bisa bertahan dalam waktu 2
jam setela Post Partum.
Dalam kasus tertentu justru Bidan dengan sengaja melakukanya demi
uang, dan satu sisi pasien juga tidak mengetahui tentang hak-hak apa yang
dapat diperoleh pasien tentang kondisi kesehatannya atau pasien sengaja
tidak dikasih tahu informasi yang jelas tentang resiko, tindakan serta
prosedur persalinan yang yang seharusnya.Bidan tersebut telah melanggar
wewenangan bidan dan melakukan malpraktek.
Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang
hati-hati melakukan proses kelahiran.
1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai
menyebabkan mati atau luka-luka berat.
Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati : Barangsiapa
karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu
tahun.
2. Pasal 1365 KUHS
setiap perbuatan melanggar hokum yang mengakibatkan kerugian bagi
orang lain, mewajibkan orang yang kkarena kesalahannya mengakibatkan
kerugian itu, menganti kerygian tersebut.
Cara membuktikan kelalaiannya adalah Dereliction of Duty
(penyimpangan dari kewajiban) Jika seorang bidan melakukan pekerjaan
menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang
seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka bidan tersebut
dapat dipersalahkan.
Kepala dinas kesehatan akan memcabut SIPB setelah mendengar saran
dan keputusan dari MPEB dan IBI . MPEB akan melakukan sidang dari
kasus ini. MPEB akan meminta keterangan dari bidan dan saksi. Yang
menjadi saksi dari kasus ini adalah asisten bidan. MPEB akan meminta
keterangan dari bidan dan saksi. Setelah asisten bidan mengatakan yang
sebenarnya bahwa bidan lah yang menahan rujukan karena alasan komisi,
maka MPEB akan memberikan sanksi yang setimpal karena sudah
merugikan orang lain kepada bidan tersebut dan sebagai gantinya izin
praktik bidan tersebut akan di cabut. Keputusan MPEB bersifat final.

KEPMENKES RI No 900/ MENKES/SK/VII/2002.


Pasal 25 ayat 1: Bidan yang menjalankan praktik harus sesuai dengan
kewenangan yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam
memberikan pelayanan kebidanan berdasarkan standar profesi.
Pasal 35 ayat 1: Bidan yang melakukan praktik dilarang: Menjalankan praktik
apabila tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin praktik,
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi.

UU Kesehatan No 23 tahun 1992.


Pasal 15: Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan
jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya dapat dilakukan:
Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan
tim ahli.

Dalam kasus tersebut yang seharusnya dilakukan oleh bidan Endang


adalahmemberikan informasi tentang efek samping dari tindakan aborsi bagi
pasangan Novila dan Santoso. Karena bidan Endang sudah tahu dan sudah
memberitahu efek terburuk yang akan terjadi setelah melakukan proses aborsi,
bidan Endang hendaknya tetap menolak, tetap tidak melanggar norma agama,
norma kesusilaan, dan norma kesopanan sehingga tidak tergiur dengan imbalan
uang sebesar Rp.2.000.000,00.

Seharusnya bidan Endang memberikan suatu alternatif penyelesaian


masalah secara kekeluargaan,atau meminta Novila dan Santoso untuk
mengkonsultasikannya kepada dokter ahli yang berwenang, sehingga tidak
melakukan indakan aborsi di tempat bidan Endang.Bidan Endang tidak
melakukan tindakan aborsi tersebut karena sudah merupakan tindakan malpraktik
civil yaitu melanggar standar profesi, melanggar standar kompetensi dan standar
kewenangan. Bidan Endang bukan merupakan tenaga ahli yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan tindakan aborsi.

Tenaga medis tertentu yang memiliki keahlian dan kewenangan khusus untuk
melakukan aborsipun sebenarnya tidak dapat melakukan tindakan aborsi tersebut
karena dalam kasus diatas kehamilan Novila tidak terdapat indikasi kegawat
daruratan medis.

Akibat perbuatannya, bidan Endang diancam mendapatkan hukuman:


KUHP Pasal 299 Ayat 1 yaitu memberi harapan untuk pengguguran diancam 4
tahun penjara atau pidana denda paling banyak empat puluh ribu rupiah.
Ayat 2 yaitu mengambil keuntungan dari pengguguran tersebut sebagai
pencaharian atau kebiasaan, jika dia seorang tabib, bidan, apoteker, hukuman 4
tahun penjara ditambah sepertiganya.
Ayat 3 yaitu menggugurkan kandungan orang menjadi suatu profesi atau
pencaharian, maka dicabut haknya untuk melakukan pencaharian itu.

KUHP Pasal 348 yaitu sengaja menggugurkan atau mematikan


kandungan seorang wanita dengan persetujuannya atau mengakibatkan matinya
wanita tersebut, diancam pidana paling lama limatahun enam bulan, paling lama
tujuh tahun. KUHP pasal 349 yaitu seorang dokter, bidan, dan apoteker
membantu melakukan kejahatan tersebut dalam pasal 346, 347, dan 348, maka
pidana yang ditentukan dalam pasal tersebut ditambah dengan sepertiga dan dapat
dicabut haknya untuk menjalankan mata pencaharian dalam mana kejahatan
dilakukan.

KEPMENKES RI No 900/MENKES/SK/VII/2002 pasal 42 (c) yaitu


melakukan praktik kebidanan tidak sesui dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) ayat (2) dipidana sesuai dengan ketentuan Pasal
35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga Kesehatan.
UU Kesehatan No 23 tahun 1992 pasal 80 yaitu Barang sipa dengan
sengaja melakukan tindakan medis tertentu pada ibu hamil yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp. 500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah).

Hukum Aborsi Menurut UU


Ditinjau dari aspek hukum, pelarangan abortus justru tidak bersifat mutlak.
Abortus buatan atau abortus provokatus yaitu pengguguran kandungan yang
dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang.
Disebut dengan abortus provocatus therapeticus, karena alasan yang sangat
mendasar untuk melakukannya adalah untuk menyelamatkan nyawa ibu. Abortus
atas indikasi medik ini diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:
Dalam pasal 15 Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 sebagai berikut:
a. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
hamil dan janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
b. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat dilakukan:
1. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut
2. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggungjawab profesi serta
berdasarkan pertimbangan tim ahli.

3. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau


keluarganya.
4. Pada sarana kesehatan tertentu.
Beberapa pasal yang mengatur abortus provocatus dalam Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP) :
Pasal 229:
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa
karenapengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia
seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian
maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

Pasal 314: Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada
saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa
anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.

Pasal 342: Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena
takut akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau
tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan
pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.

Pasal 343:Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi
orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan
dengan rencana.

Pasal 347:
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 348:

1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan


seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan
salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana
yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat
dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

Pasal 535: Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana


untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa
diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan
tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan
yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:

PASAL 80:
1. Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu
hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menghimpun dana dari masyarakat untuk
menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan, yang tidak berbentuk badan hukum
dan tidak memiliki izin operasional serta tidak melaksanakan ketentuan tentang
jaminan pemeliharaan keschatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
66 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
3. Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan komersial
dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau transfuse
darah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
4. Barang siapa dengan sengaja:
a. Mengedarkan makanan dan atau minuman yang tidak memenuhi standar dan
atau persyaratan dan atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (3)
b. Memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan
obat yang tidak memenuhi syarat farmakope Indonesia dan atau buku standar
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Sumber http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt538c858f7a71c/jerat-hukum-
bagi-bidan-yang-membantu-aborsi

3. Jerat Hukum Bagi Bidan yang Membantu Aborsi


Sepasang kekasih yang tengah duduk di bangku SMA bernama
Romeo (17 tahun) dan Juliet (16 tahun) datang ke bidan Ira untuk
melakukan aborsi. Setelah dilakukan anamnesa oleh bidan Ira diketahui
usia kandungan Juliet 9 minggu. Juliet mengatakan bahwa ia sedang
mengandung janin dari hasil hubungan seks bebas dengan Romeo (bidan
Ira dikenal sebagai bidan praktik mandiri sekaligus menyediakan jasa
aborsi). Bidan ira menyatakan sanggup dan meyakinkan pada Juliet bahwa
ia mampu menggugurkan janin tersebut. Setelah selesai berunding
kemudian bidan ira melakukan aborsi. Di tengah proses pengguguran
Juliet mengalami perdarahan akibat rubture uteri dan meninggal dunia.
Bagaimana jerat hukum bagi bidan dan romeo?
Jawaban :

Pada dasarnya menurut Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun


2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), setiap orang dilarang melakukan
aborsi. Larangan dalam Pasal 75 ayat (1) UU Kesehatan dapat dikecualikan
berdasarkan:

a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik
berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi


korban perkosaan.

Aborsi tersebut hanya dapat dilakukan: (lihat Pasal 76 UU Kesehatan)

a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;

b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang


memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;

c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;


d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan

e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh


Menteri.

Dalam UU Kesehatan ada sanksi pidana bagi orang yang melakukan


aborsi tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 75 UU Kesehatan, yaitu dalam Pasal
194 UU Kesehatan:

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Berdasarkan ketentuan di atas, dapat kita lihat bahwa UU


Kesehatan tidak membedakan hukuman pidana bagi ibu si bayi maupun
bidan yang membantu aborsi. Ini berbeda dengan ketentuan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Merujuk pada ketentuan
dalam KUHP, si bidan dapat dihukum dengan Pasal 349 jo. Pasal 348
KUHP:

Pasal 349 KUHP:

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan


kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu
melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan
348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah
dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian
dalam mana kejahatan dilakukan.

Pasal 348 KUHP:

(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan


kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam


dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Karena sudah ada ketentuan yang mengatur lebih khusus yaitu UU


Kesehatan, maka yang berlaku adalah ketentuan pidana dalam UU
Kesehatan bagi si bidan. Ini berarti si bidan dapat dihukum karena
melanggar Pasal 75 UU Kesehatan dengan ancamana hukuman
sebagaimana terdapat dalam Pasal 194 UU Kesehatan yang telah
disebutkan di atas.

Sedangkan bagi si laki-laki, Anda tidak menyebutkan apakah si


laki-laki ikut menghasut si perempuan atau tidak. Jika si laki-laki tidak
melakukan tindakan apa-apa, maka ia tidak dapat dihukum pidana.

Akan tetapi si laki-laki dapat dihukum karena hubungan seks yang


dilakukan dengan pacarnya yang masih anak-anak. Yang dimaksud
dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (Pasal 1 angka 1
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak -
UU Perlindungan Anak).
Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel Pelaku
Persetubuhan Karena Suka Sama Suka, Bisakah Dituntut?, orang
yang melakukan persetubuhan dengan anak, meskipun dilakukan atas
dasar suka sama suka, dapat dijerat dengan Pasal 81 UU Perlindungan
Anak, yang selengkapnya berbunyi:

Pasal 81 UU Perlindungan Anak:

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau


ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan
dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun
dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula
bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Malpraktik aborsi yang tidak aman dan ilegal masih banyak dilakukan
di sekitar kita, bahkan oleh tenaga kesehatan sekalipun. Sebagai contoh dari
kasus di atas, diketahui bahwa seorang bidan dengan sengaja telah melakukan
praktik aborsi kepada salah satu pasiennya, dimana bidan itu sadar betul kalau
tindakan tersebut adalah bukan kewenangannya. Tindakan aborsi
mengandung risiko yang cukup tinggi, apabila dilakukan tidak sesuai standar
profesi medis. Risiko yang mungkin timbul antara lain, perdarahan, infeksi
pada alat reproduksi, rupture uteri, bahkan bisa sampai terjadi kematian.
Pasal-pasal yang mengatur tentang tindakan aborsi

Anda mungkin juga menyukai