Anda di halaman 1dari 10

JUDUL

PENISTAAN AGAMA, INTOLERANSI DALAM


KEMAJEMUKAN BANGSA INDONESIA

TEMA
GERAKAN SOSIAL

Disusun oleh :

-BUDI PRASTYO -AURISTA DWI A


-NICO SHENDY Y -TEUKU GIFAQI J
-RINALDY SURYA G -SISKA TRI APRILIA
-RELI EKO WAHYUDI -ANDO HIDAYAT
-GILDAN ADITYA P -AUFA ILHAMIL F

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dinamika sosial adalah gerak masyarakat secara terus menerus yang
menimbulkan perubahan dalam tata hidup masyarakat yang bersangkutan.
Masyarakat adalah dasar atau wadah dari berbagai aktivitas manusia.
Aktivitas manusia tentu saja tidak semuanya selaras, ada kalanya terdapat
perbedaan pandangan terhadap suatu hal. Perbedaan pandangan dalam
masyarakat demokratis akan menimbulkan gerakan sosial. Adapun gerakan
sosial yang diciptakan masyarakat ada yang menghasilkan kebijakan
penguasa dan ada juga gerakan sosial tersebut malah berlawanan dengan
perubahan.
Seiring berjalannya waktu, manusia semakin paham akan kodratnya
sebagai makhluk ekonomi dan makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk
ekonomi maksudnya dalam segala urusannya manusia akan mementingkan
keperluan dirinya sendiri ketimbang kepentingan orang lain dan kepentingan
yang bersifat umum. Sedangkan manusia sebagai makhluk sosial, dalam
menjalankan kehidupannya, manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya
sendiri melainkan manusia butuh orang lain dan diantara mereka ada rasa
saling membutuhkan satu sama lain. Perkembangan pemahaman manusia
akan kodratnya akan membawa manusia pada suatu kondisi dimana gerakan
sosial akan digunakan sebagai alat pengambilalihan kekuasaan politik atau
pemerintah.
Dewasa ini, seperti yang kita ketahui, telah tersebar secara viral
diberbagai media, seperti media massa, berita di televisi maupun berita di
berbagai sosial media bahwa telah terjadi penistaan keyakinan yang telah
dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta menjadi salah satu perbincangan hangat
belakangan ini. Kejadian tersebut berlangsung saat Gubernur DKI Jakarta,
Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa ahok pada pertemuannya
dengan warga kepulauan seribu. Sok video tersebut menuai pro dan kontra
diberbagai kalangan. Banyak lapisan masyarakat khususnya warga yang
beragama muslim melakukan aksi demonstrasi. Selain demonstrasi, ada
kalangan yang menempuh jalan diplomasi seperti melalui Majelis Ulama
Indonesia (MUI) baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Tak
ketinggalan, para ustad gaul seperti Arifin Ilham, Aa Gym hingga Felix
Siauw pun ikut berkomentar perihal Ahok dan Surah Al-Maidah ayat 51 ini.
Bagi para elite politik terutama yang menjadi rival Ahok pada Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017, polemik dijadikan sebagai
ajang psywar dan mempengaruhi para pemilik suara. Lebih lanjut perihal
penistaan kepercayaan ini, kasusnya sedang ditempuh melalui jalur hukum
sesuai dengan tata peradilan di Indonesia.

B. Kajian Teori
Gerakan sosial (social movement) adalah aktivitas sosial berupa gerakan
sejenis tindakan sekelompok yang merupakan kelompok informal yang
berbentuk organisasi berjumlah besar atau individu yang secara spesifik
berfokus pada suatu isu-isu social atau politik dengan melaksanakan, menolak
atau mengkampanyekan sebuah perubahan gerakan social.
Istilah social movement diperkenalkan pada 1848 oleh sosiolog
Jerman Lorenz von Stein pada bukunya Socialist and Communist
Movements since the Third French Revolution (1848) dimana ia
memperkenalkan istilah "social movement" pada diskusi akademis.
Charles Tily mendefinisikan social movement sebagai rangkaian
tindakan yang berkelanjutan, menunjukkan dan menyampaikan kepada
masyarakat awam untuk membuat klaim bersama terhadap kelompok lainnya.
Menurut Tilly, social movement merupakan kendaraan utama bagi
masyarakat awam untuk berpartisipasi pada kegiatan politik publik.
Sidney Tarrow mendefinisikan social movement sebagai tantangan
bersama (untuk elit politik, penguasa, atau kelompok kebudayaan tertentu)
oleh orang-orang dengan tujuan bersama dan solidaritas dengan interaksi
yang terus-menerus terhadap lawan politik mereka. Ia secara spesifik
memisahkan social movement dengan partai politik dan kelompok
pembelaan.
Gerakan sosial lahir dari situasi yang dihadapi masyarakat karena
adanya ketidakadilan dan sikap sewenang-wenang terhadap rakyat. Dengan
kata lain gerakan sosial lahir sebagai reaksi terhadap sesuatu yang tidak
diinginkannya atau menginginkan perubahan kebijakan karena dinilai tidak
adil. Biasanya gerakan sosial seperti itu mengambil bentuk dalam aksi protes
atau unjuk rasa di tempat kejadian atau di depan gedung dewan perwakilan
rakyat atau gedung pemerintah. Setelah Mei 1998, gerakan sosial semakin
marak dan ketidakadilan atau ketidakpuasan yang muncul jauh sebelum 1998
dibongkar untuk dicari penyelesaiannya. Situasi itu menunjukkan bahwa
dimana sistem politik semakin terbuka dan demokratis maka peluang lahirnya
gerakan sosial sangat terbuka.

C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu metode
deskriptif kualitatif. Tujuan dari penulisan dengan menggunakan metode
deskriptif kualitatif adalah mengungkapkan fakta, keadaan, fakta, fenomena
variabel, dan keadaan yang terjadi saat penulisan berjalan dan menyuguhkan
apa adanya. Metode deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan data
yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan
yang terjadi dalam masyarakat, pertentangan dua buah keadaan atau lebih,
hubungan antarvariabel, perbedaan antarfakta, pengaruh terhadap suatu
kondisi, dan lain-lain.
BAB II
PEMBAHASAN

Setiap pengkajian atas problem-problem sosial-politik mau tidak mau


bertolak dari eksistensi manusia sebagai individu yang memasyarakatkan atau
menegara. Pemahaman akan hakikat manusia sebagai makhluk individual dan
makhluk sosial merupakan titik tolak bagi pemahaman kita tentang pengaruh
masyarakat terhadap kekuasaan politik atau pemerintah. Semakin baik
pemahaman akan hakikat manusia maka dinamika sosial akan terus bergulir
menuju kearah perubahan yang lebih baik. Perubahan tersebut tak sedikit yang
menimbulkan pro kontra dan bahkan berubah menjadi gerakan sosial.
Seperti yang kita ketahui, telah tersebar secara viral diberbagai media,
seperti media massa, berita di televisi maupun berita di berbagai sosial media
tentang penistaan keyakinan yang telah dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta
menjadi salah satu perbincangan hangat belakangan ini. Video yang pertama kali
diunggah oleh akun SBY (Si Bu Yani) di jejaring sosial facebook ini memuat
ucapan ahok yang menyinggung Surah Al-Maidah ayat 51 saat Ahok berbicara
dihadapan warga kepulauan seribu. Atas kejadian tersebut, masyarakat seolah
terbelah menjadi dua. Sebagian dari mereka yang kontra terhadap Ahok
menganggap bahwa Ahok telah melakukan penistaan agama dan sebagaian orang
mengklaim itu hanyalah cara para lawan politik untuk menjatuhkan elektabilitas
Ahok dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Salah seorang cendekiawan muda islam yang kurang setuju dengan ucapan
Ahok adalah Felix Siaw, dalam cuitan akun twitter miliknya yang berjumlah
sebanyak 32 buah yang salah satunya berbunyi, adalah sombong, sebab menolak
kebenaran Al-Quran lalu meremehkan orang-orang yang membawa ayat-ayat
itu. Pihak lain yang ikut menyindir penistaan kepercayaan adalah H.Abraham
Lunggana atau Haji Lulung. Lulung menyarankan agar Gubernur Basuki Tjahaja
Purnama alias Ahok ketika berbicara tidak asal bunyi. Selain berkomentar di
social media, berbagai reaksi pun muncul dalam berbagai bentuk. Pada 10
Oktober 2016 ,telah diadakan demonstrasi pada pukul 15:00 WIB perihal
penistaan agama oleh Ahok. Ancaman aksi radikal pun keluar dari Pasukan
Berani Mati Front Pembela Islam, mereka mengancam akan ada pertumpahan
darah jika Ahok tidak diadili secara tegas.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menjadi organisasi islam tertinggi di
Indonesia telah menerima berbagai tuntutan dari masyarakat. Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pun telah bergerak agar tidak menjadi berkepanjangan. Apresiasi
patut ditujukan pada MUI daerah DKI Jakarta yang telah dulu bergerak dengan
meminta agar Ahok menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. Pada pagi
hari tanggal 10 Oktober 2016 pun Ahok menyampaikan permintaan maaf kepada
seluruh umat islam di Indonesia perihal ucapannya tersebut. Permintaan maaf pun
diterima oleh mayoritas umat islam di Indonesia. Akan tetapi, dengan diterimanya
permintaan maaf Ahok tidak berarti proses hukum yang tengah berjalan menjadi
terhenti. Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) menyatakan proses hukum
Basuki Tjahaja Purnama dipastikan tetap terus berjalan. Adapun Majelis Ulama
Indonesia (MUI) sendiri diminta agar mengeluarkan fatwa terhadap permasalahan
yang kini melibatkan Ahok.
Bagi pihak-pihak yang mendukung Gubernur Basuki Tjahaja Purnama,
mereka mengklaim ucapan Ahok dalam video tersebut tidaklah berbau SARA dan
sama sekali tidak menistakan agama. Mereka juga berpendapat bahwa video ini
dijadikan oleh pihak-pihak tertentu untuk menjatuhkan elektabilitas Gubernur
Basuki Tjahaja Purnama yang maju dalam pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur DKI Jakarta. Lebih lanjut, Kelompok Relawan Kotak Adja (Komunitas
Muda Ahok Djarot) melaporkan ke Polda Metro Jaya terkait video Ahok di
kepulauan Seribu yang berisi pernyataan soal Surat Al-Maidah ayat 51. Ketua
Kotak Adja, Muannas Alaidid mengatakan pihaknya melaporkan akun facebook
dengan akun Si Bu Yani (SBY) yang diduga pertama kali memprovokasi
masyarakat dengan memposting potongan video asli. Namun politikus partai
Gerindra, Fadli Zon menyatakan kepada media bahwa yang seharusnya ditindak
itu adalah Ahok bukan Bu Yani, karena bagaimanapun bu Yani sama sekali tidak
bersalah. Sementara itu melalui akun Instagramnya, hari Kamis (06/10), Ahok
menulis, "Saat ini banyak beredar pernyataan saya dalam rekaman video seolah
saya melecehkan ayat suci Al Quran surat Al Maidah ayat 51, pada acara
pertemuan saya dengan warga Pulau Seribu. Berkenaan dengan itu, saya ingin
menyampaikan pernyataan saya secara utuh melalui video yang merekam lengkap
pernyataan saya tanpa dipotong. Saya tidak berniat melecehkan ayat suci Alquran,
tetapi saya tidak suka mempolitisasi ayat-ayat suci, baik itu Alquran, Alkitab,
maupun kitab lainnya. Ahok juga mengklaim maksud dirinya dalam video itu
adalah pihak-pihak tertentu yang membohongi masyarakat dengan memakai Surat
Al-Maidah ayat 51, bukan Surat Al-Maidah ayat 51 lah yang membohongi
masyarakat melainkan pihak-pihak tertentu yang membohongi dengan memakai
surat Al-Maidah ayat 51.
Dari permasalahan yang masih berlanjut tersebut, kita mengetahui bahwa
disana terdapat dua buah gerakan politik. Yang pertama adalah gerakan sosial
yang pro terhadap gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Sedangkan
gerakan sosial yang kedua adalah gerakan sosial yang menentang pernyataan
Ahok di kepulauan seribu. Kedua gerakan sosial tersebut arahnya saling
berlawanan. Namun, ini merupakan indikasi yang baik dalam kehidupan
demokrasi karena adanya proses control terhadap jalannya kehidupan berbangsa
dan bernegara. Dari segi hukum, kedua belah pihak dan gerakan sosial sama-sama
menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Nilai tinggi hukum dan
peradilan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia terlihat dijunjung
dengan sangat tinggi dan dengan antusiasme yang tinggi dari masyarakat.
Terlepas dari masalah tersebut, dengan adanya kasus dugaan penistaan
agama ini dapat dijadikan pelajaran oleh berbagai pihak. Yang perlu mereka
tekankan disini adalah bagi mereka pada calon gubernur dan calon wakil gubernur
DKI Jakarta sudah saatnya merebut hati para pemilik suara dengan menyuguhkan
kampanye berisikan program kerja yang akan mereka usung. Kesampingkan hal-
hal yang berbau SARA. Karena kemajemukan bangsa dan negara Indonesia ini
bukan untuk menjadikannya perselisihan, permusuhan, pertikaian dan terpercah
belahnya Negara Kesatuan Republik Indonesia melainkan kemajemukan bangsa
dan negara ini harus dapat menyatukan segala aspek kehidupan dan perbedaan
yang ada dalam masyarakat baik itu suku, ras, agama dan hal lainnya. Indonesia
menganut semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Untuk apa semboyan agung tersebut
hanyalah semboyan belaka tanpa dapat menjadi pemersatu semua perbedaan dan
kemajemukan yang ada ini. Juga, diharapkan apapun nanti keputusan hasil proses
hukum yang telah berjalan, kedua belah pihak menerimanya dengan keyakinan ini
yang terbaik untuk kemaslahatan bangsa dan negara Indonesia, karena pada
intinya gerakan sosial apakah itu yang melawan perubahan atau yang mendukung
suatu kebiajkan sehingga menghasilkan sebuah perubahan akan bermuara pada
kemaslahatan bangsa Indonesia.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian diatas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Kasus dugaan penistaan agama telah menimbulkan gerakan sosial yang
bersifat mendukung dan melawan arah.
2. Perubahan yang dihasilkan dari gerakan sosial selalu menuju
kemaslahatan bersama.
3. Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) bukanlah indikator
kemajemukan bangsa dan negara Indonesia yang dapat dimanfaatkan
untuk saling menyerang satu sama lain.
4. Dari kasus dugaan penistaan agama diatas, unsur SARA mulai disadari
bahwa keberadaannya untuk dihargai satu sama lain.
5. Dari kasus dugaan penistaan agama diatas, sudah saatnya
menyampingkan kampanye berbau SARA. Kini saatnya berkampanye
dengan menyuguhkan program kerja yang dapat membuat para pemilik
suara menjadi tertarik untuk memilih seorang gubernur dan wakil
gubernur DKI Jakarta
DAFTAR PUSTAKA

www.bbc.com, diakses 9 Oktober 2016


www.ilmupsikologi.com, diakses 9 Oktober 2016
www.informasi-pendidikan.com, diakses 9 Oktober 2016
www.riaupos.co, diakses pada 9 Oktober 2016

Anda mungkin juga menyukai