Anda di halaman 1dari 9

Lembar Tugas Kelompok

Anggota:
- Inas Imtitsal (15513010) - Diah Retno (15513181)
- Ruwinda Okta P. (15513055) - Ulfa Nurmalia (15513219)
- Nadya Diva S. (15513114)

1. APA YANG DIMAKSUD DENGAN LIMBAH B3?


A. Menurut PP no. 18 tahun 1999 pengertian limbah bahan berbahaya dan
beracun disingkat menjadi limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan
yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat
dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung, maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakan lingkungan hidup,
dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat
membahayakan linkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lain.
B. Wewenang Resource Conservation and Recover Act (RCRA) United States
Environmental Protection Agency/biro perlindungan lingkungan AS yaitu
menentukan zat-zat yang berbahaya sesuai dengan karakteristik sebagai
berikut:
i. Kemampuan terbakar, karakteristik zat cair yang uapnya kemungkinan
terbakar karena keberadaan sumber pembakaran, non liquid yang akan
menangkap api dari gesekan atau sentuhan dengan air dan terbakar dengan
hebat atau terus menerus, gas-gas dipadatkan yang dapat terbakar,
oksidator.
ii. Corrosivity, karakteristik zat yang menunjukkan keasaman tinggi atau basis
atau adanya satu tendensi menyebabkan karat pada baja.
iii. Reaktivitas, karekteristik zat yang memiliki tendensi perubahan kimia hebat
(contoh bahan peledak, bahan piroporik, bahan yang bereaksi dengan air,
atau sianida, atau limbah mengandung sulfit).
iv. Beracun, didefinisikan menurut sebuah prosedur ekstraksi standard diikuti
oleh analisis kimia bagi zat spesifik.
2. APA SAJA DAMPAK YANG TIMBUL JIKA LINGKUNGAN TERCEMAR OLEH LIMBAH
B3?
A. Paparan bahan tercemar Pb dapat menyebabkan gangguan pada organ sebagai
berikut:
i. Gangguan neurologi (susunan syaraf) akibat tercemar oleh Pb dapat berupa
encephalopathy, ataxia, stupor dan coma. Pada anak-anak dapat
menimbulkan kejang tubuh dan neuropathy perifer. Gangguan terhadap
fungsi ginjal. Logam berat Pb dapat menyebabkan tidak berfungsinya tubulus
renal, nephropati irreversible, sclerosis vaskuler, sel tubulus atropi, fibrosis
dan sclerosis glumerolus. Akibatnya dapat menimbulkan aminoaciduria
danglukosuria, dan jika paparannya terus berlanjut dapat terjadi nefritis
kronis.
ii. Gangguan terhadap sistem reproduksi. Logam berat Pb dapat menyebabkan
gangguan pada sistem reproduksi berupa keguguran, kesakitan dan
kematian janin. Logam berat Pb mempunyai efek racun terhadap gamet dan
dapat menyebabkan cacat kromosom. Anak anak sangat peka terhadap
paparan Pb di udara. Paparan Pb dengan kadar yang rendah yang
berlangsung cukup lama dapat menurunkan IQ.
iii. Gangguan terhadap sistem hemopoitik . Keracunan Pb dapat menyebabkan
terjadinya anemia akibat penurunan sintesis globin walaupun tak tampak
adanya penurunan kadar zat besi dalam serum. Anemia ringan yang terjadi
disertai dengan sedikit peningkatan kadar ALA ( AminoLevulinic Acid) urine.
Pada anak anak juga terjadi peningkatan ALA dalam darah. Efek dominan
dari keracunan Pb pada sistem hemopoitik adalah peningkatan ekskresi ALA
dan CP ( Coproporphyrine). Dapat dikatakan bahwa gejala anemia
merupakan gejala dini dari keracunan Pb pada manusia.
iv. Gangguan terhadap sistem syaraf. Efek pencemaran Pb terhadap kerja otak
lebih sensitive pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Paparan
menahun dengan Pb dapat menyebabkan lead encephalopathy. Gambaran
klinis yang timbul adalah rasa malas, gampang tersinggung, sakitkepala,
tremor, halusinasi, gampang lupa, sukar konsentrasi dan
menurunnyakecerdasan
B. Paparan akibat keracunan Cd ( Kadnium).
i. Sesak dada.
ii. Kerusakan ginjal dan hati
iii. Nafas pendek.
iv. Sakit kepala dan menggigil.
v. Mungkindapat diikuti kematian.

C. Paparanakibat Kromium (Cr)


i. Kanker paru paru dan ulkus kronis / perfora sipada septum nasal
ii. Pada kulit (Skin effects), berupa ulkus kronis / iritasi pada permukaan kulit.
iii. Pada pembuluh darah (Vascular effects),berupa penebalan oleh plag pada
pembuluh aorta (Atheroscleroticaortic plaque).
iv. Pada ginjal (Kidney effects), kelainan berupa nekrosis tubulus ginjal.

D. Dampak terhadap Lingkungan :


i. Menimbulkan bau yang tidak sedap
ii. Tercemarnya air tanah
iii. Perubahan warna tanah menjadi kehitaman

3. APA SAJA CONTOH DARI PEMANFAATAN LIMBAH B3?


A. Oli bekas dapat menjadi bahan bakar diesel melalui proses pemurnian meliputi
pengendapan, pemanasan untuk membuang kandungan air, serta penambahan
asam sulfat (H2SO4) dan natrium hidroksida (NaOH).
B. Limbah B3 berupa fly ash (abuterbangbatu bara) untuk dijadikan sebagai bahan
baku dalam pembuatan batako. Batako dengan campuran limbah abu terbang
batu bara dapat mengimmobilisasi logam berat dengan baik. Fly ash batu bara
sebagai pengganti semen pada pembuatan produk batako, mula-mula akan
meningkatkan kuat tekan produk batako, namundengansemakin banyak jumlah
abu batu bara yang ditambahkan akan menurunkan kuat tekan produk
batakonya.
4. BAGAIMANA CIRI-CIRI TANAH YANG TERCEMAR OLEH LIMBAH B3?
A. Kriteria Fisik
Kriteria fisik meliputi pengukuran tentang warna, bau, suhu, dan radioaktivitas.
B. Kriteria Kimia
Kriteria kimia dilakukan untuk mengetahui kadar CO2, pH, keasaman, kadar
logam, dan logam berat. Sebagai contoh berikut disajikan pengukuran pH air
yang terkandung dalam tanah, kadar CO2, dan oksigen terlarut.
i. Pengukuran pH air dalam tanah
Air dalam tanah kondisi alami yang belum tercemar memiliki rentangan pH
6,5-8,5. Karena pencemaran, pH air dalam tanah dapat menjadi lebih rendah
dari 6,5 atau lebih tinggi dari 8,5. Bahan-bahan organik biasanya
menyebabkan kondisi air tersebut menjadi lebih asam. Kapur menyebabkan
kondisi air dalam tanah menjadi alkali (basa). Jadi, perubahan pH air
tersebut tergantung kepada macam bahan pencemarnya. Perubahan nilai
pH mempunyai arti penting bagi kehidupan air. Nilai pH yang rendah (sangat
asam) atau tinggi (sangat basa) tidak cocok untuk kehidupan kebanyakan
organisme. Untuk setiap perubahan satu unit skala pH (dari 7 ke 6 atau dari
5 ke 4) dikatakan keasaman naik 10 kali. Jika terjadi sebaliknya, keasaman
turun 10 kali.
ii. Pengukuran Kadar CO2
Gas CO2 juga dapat larut ke dalam tanah. Sesuai dengan penjelasan
sebelumnya, bahan pencemar tanah juga terkandung dari udara. Kadar gas
CO2 terlarut sangat dipengaruhi oleh suhu, pH, dan banyaknya organisme
yang hidup di dalam tanah. Semakin banyak organisme di dalam tanah,
semakin tinggi kadar karbon dioksida terlarut.
iii. Pengukuran Kadar Oksigen Terlarut (DO)
Kadar oksigen terlarut dalam tanah yang alami berkisar 5 7 ppm (part per
million atau satu per sejuta; 1 ml oksigen yang larut dalam 1 liter air
dikatakan memiliki kadar oksigen 1 ppm). Penurunan kadar oksigen terlarut
dapat disebabkan oleh tiga hal :
1) Proses oksidasi (pembongkaran) bahan-bahan organik
2) Proses reduksi oleh zat-zat yang dihasilkan bakteri anaerob
3) Proses pernapasan organisme
Pencemaran tanah dapat mengurangi persediaan oksigen terlarut. Hal ini
akan mengancam kehidupan organisme yang hidup di dalam tanah. Semakin
tercemar, kadar oksigen terlarut semakin mengecil. Untuk dapat mengukur
kadar oksigen terlarut, dilakukan dengan metode Winkler. Parameter kimia
yang dilakukan melalui kegiatan pernapasan jasad renik dikenal sebagai
parameter biokimia. contohnya adalah pengukuran BOD dan COD.
C. Kriteria Biologi
Di tanah terdapat hewan-hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme yang peka
dan ada pula yang tahan terhadap kondisi lingkungan tertentu. Organisme yang
peka akan mati karena pencemaran dan organisme yang tahan akan tetap
hidup. Planaria merupakan contoh hewan yang peka pencemaran. Tanah yang
mengandung planaria menunjukkan tanah tersebut belum mengalami
pencemaran. Sebaliknya, cacing Tubifex (cacing merah) merupakan cacing yang
tahan hidup dan bahkan berkembang baik di lingkungan yang kaya bahan
organik, meskipun spesies hewan yang lain telah mati. Ini berarti keberadaan
cacing tersebut dapat dijadikan indikator adanya pemcemaran zat organik.
Organisme yang dapat dijadikan petunjuk pencemaran dikenal sebagai indikator
biologis.
Indikator biologis terkadang lebih dapat dipercaya daripada indikator kimia.
Pabrik yang membuang limbah ke sungai dan mengenai tanah dapat mengatur
pembuangan limbahnya ketika akan dikontrol oleh pihak yang berwenang.
Pengukuran secara kimia pada limbah pabrik tersebut selalu menunjukkan tidak
adanya pencemaran. Tetapi tidak demikian dengan makluk hidup yang
menghuni ekosistem air dalam tanah secara terus menerus. Disitu terdapat
hewan-hewan, mikroorganisme, bentos, mikroinvertebrata, ganggang, yang
dapat dijadikan indicator biologis.

5. APA SAJA LANGKAH UNTUK MEREDUKSI LIMBAH B3?


A. Pengurangan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan Pengurangan
Limbah B3. Pengurangan limbah dapat dilakukan dengan: a. substitusi bahan; b.
modifikasi proses; dan/atau c. penggunaan teknologi ramah lingkungan.
Substitusi bahan dapat dilakukan melalui pemilihan bahan baku dan/atau
bahan penolong yang semula mengandung B3 digantikan dengan bahan baku
dan/atau bahan penolong yang tidak mengandung B3. Modifikasi proses dapat
dilakukan melalui pemilihan dan penerapan proses produksi yang lebih efisien.
Dengan teknologi Pemanfaatan Limbah B3 di satu pihak dapat dikurangi jumlah
Limbah B3 sehingga biaya Pengolahan Limbah B3 juga dapat ditekan dan di lain
pihak akan dapat meningkatkan kemanfaatan bahan baku.
B. Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Pemanfaatan Limbah B3 wajib dilaksanakan oleh Setiap Orang yang
menghasilkan Limbah B3. Setiap Orang yang tidak mampu melakukan sendiri,
Pemanfaatan Limbah B3 diserahkan kepada Pemanfaat Limbah B3.
Pemanfaatan Limbah meliputi: a. Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi
bahan baku; b. Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi sumber energi; c.
Pemanfaatan Limbah B3 sebagai bahan baku; dan d. Pemanfaatan Limbah B3
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemanfaatan
Limbah B3 dilakukan dengan mempertimbangkan: a. ketersediaan teknologi; b.
standar produk jika hasil Pemanfaatan Limbah B3 berupa produk; dan c.
standar lingkungan hidup atau baku mutu lingkungan hidup.
C. Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Pengolahan Limbah B3 wajib dilaksanakan oleh Setiap Orang yang
menghasilkan Limbah B3. Setiap Orang yang tidak mampu melakukan sendiri,
Pengolahan Limbah B3 diserahkan kepada Pengolah Limbah B3. Pengolahan
Limbah B3 dilakukan dengan cara: a. termal; b. stabilisasi dan solidifikasi;
dan/atau c. cara lain sesuai perkembangan teknologi. Pengolahan Limbah B3
dilakukan dengan mempertimbangkan: a. ketersediaan teknologi; dan b.
standar lingkungan hidup atau baku mutu lingkungan hidup.

6. BAGAIMANA KLASIFIKASI LIMBAH B3?


A. Limbah B3 berdasarkan kategorinya
Simpan

Kategori 1
Angkut
(akut)

Timbun
Limbah
B3 Simpan

Kategori 2
Angkut
(Kronis)

Timbun

B. Limbah B3 berdasarkan sumbernya


i. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik
ii. Limbah B3 dari sumber spesifik:
iii. Sumber spesifik umum
iv. Sumber spesifik khusus
v. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluwarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan
buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi

7. BAGAMANA CARA MENGIDENTIFIKASI LIMBAH SEBAGAI LIMBAH B3 ATAU


BUKAN?
8. ADAKAH PERATURAN DI INDONESIA YANG MENGATUR TENTANG LIMBAH B3?
Ada .Peraturan Yang Mengatur Tentang Limbah B3 adalah PP 101 Tahun 2014
tentang pengelolaan Limbah B3 adalah regulasi pemerintah terbaru terkait
pengelolaan limbah B3 Isinya yaitu:
i. Penetapan Limbah B3

ii. Pengurangan limbah B3

iii. Penyimpanan limbah B3

iv. Pengumpulan Limbah B3

v. Pengangkutan Limbah B3

vi. Pemanfaatan limbah B3

vii. Pengolahan limbah B3

viii. Penimbunan Limbah B3

ix. Pembuangan Limbah B3

x. Pengecualian Limbah B3

xi. Perpindahan lintas batas limbah B3

xii. Penanggulangan pencemaran lingkungan

xiii. Tanggap darurat dalam pengelolaan Limbah b3

xiv. Pembinaan

xv. Pengawasan

xvi. Pembiayaan

xvii. Sanksi administrative


DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.
Sudarmaji, Mukono, dan Corie. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 Dan
Dampaknya Terhadap Kesehatan. Surabaya : Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol
2,No 2: 5-9.
Suyudi, Yudi. 2014. Rawannya Pelanggaran dalam Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Banten : Jurnal Review. Edisi 1. No 1:5.

Anda mungkin juga menyukai