Kota Yogyakarta sebagai salah satu kota kuno di Indonesia merupakan kota yang
lahir secara terencana. Dalam hal ini baik pemilihan lokasi hingga rencana tata ruang
semua terencana dengan baik. Civic center (CBD) yang dimilikinya berfungsi sebagai
pusat bagi berbagai macam kegiatan penduduk, baik sebagai pusat politik, spiritual,
ekonomi, pertahanan, dan rekreasi (Kostof, 1992). Adapun yang menjadi Civic center
(CBD) ini merupakan kawasan keraton dan sekitarnya hingga kepatihan. Dalam
kawasan ini terdapat berbagai macam bangunan yang digunakan sebagai kawasan
permukiman maupun pusat kegiatan perdagangan dan jasa yang berguna untuk
menunjang kehidupan bermasyarakat. Civic Center di pusat Kota Yogyakarta ini
memberntuk sebuah pola tertentu. Civic Center (CBD) ini dijadikan sebagai pusat
kehidupan penduduk kota karena di dalamnya terdapat komponen yang
merepresentasikan aspek kehidupan sosial, politik, keagamaaan, dan ekonomi. Adapun
pola-pola tersebut adalah alun-alun lor yang merupakan pusat kota dikelilingi Masjid
Agung di sebelah baratnya, keraton di sebelah selatannya, dan pasar di sebelah utara.
Kota Yogyakarta terus mengalami perkembangan baik dilihat dari segi aktivitas
maupun jumlah penduduknya. Dari Civic Center (CBD) yang ada kemudian muncul
Civic Center baru karena adanya perkembangan-perkembangan tersebut. Perkembangan
inilah yang memberi implikasi bagi semakin berkurangnya ruang terbuka di Kota
Yogyakarta.
Menurut sensus penduduk 2010 memiliki jumlah penduduk 3.452.390 jiwa dengan
proporsi 1.705.404 laki-laki, dan 1.746.986 perempuan, serta memiliki kepadatan
penduduk sebesar 1.084 jiwa per km2. Untuk menekan pertumbuhan pembangunan di
wilayah Kota Yogyakarta yang meggusur wilayah RTH. Pemerintah membangun rumah
susun guna menata wilayah Kota Yogyakarta dan menekan pertubuhan bangunan liar.
Namun dengan perkembangan yang begitu pesat dan mulai penuhnya wilayah Kota
Yogyakarta. Kini untuk menarik investor, wilayah pinggiran tak kalah di garap dengan
pembangunan perumahan. Dan sampai saat ini dengan iklan yang begitu kencang dan
lakunya perumahan di pinggiran kota, perumbuhan perumahan seperti tak terkendali.
Pembangunan perumahan mulai menjamur di pinggiran kota. Di wilayah banguntapan
yang masuk wilayah Kabupaten Bantul, karena lokasi yang strategis beradaa di pinggir
jalur lingkar utama Yogyakarta. Perkembangan perumahan begitu pesat, dari tahun
2010-2015 sudah lebih dari 15 blok perumahan yang dibangun.
Dengan berkembangnya kota atau wilayah, kita tidak bisa lari dari masalah
sampah, karena semakin banyaknya penduduk dan semakin banyak aktifitas yang di
lakukan semakin banyak pula sampah yang di hasilkan. semakin membutuhkan tempat
yang harus digunakan untuk menampung sampah. Beda ceritanya kalo kita bisa
mengelola sampah dengan tepat, pasti kita tidak membutuhkan banyak tempat untuk
menampung sampah. Kini untuk menampung sampah se DIY, sampah di tampung di
TPA piyungan. Namun di perkirakan dalam tahun tahun depan, TPA piyungan sudah
tidak mampu menampung lagi sampah, karena telah penuh.