Anda di halaman 1dari 8

Mari Mengenal Karang Lunak (Soft Coral)

Terumbu karang ditemukan terutama di perairan tropis dan subtropis, dengan sebaran vertikal
dari bagian surut terendah sampai ke kedalaman kurang lebih 30 m. Di dalam ekosistem
terumbu karang pada umumnya yang merupakan biota dominan ialah karang batu. Dengan
kerangka yang keras dan bentuk serta ukurannya yang beraneka ragam, karang batu dipakai
sebagai tempat hidup, berlindung dan mencari makan oleh berbagai jenis biota lain seperti
crustasea, moluska, echinodermata, polichaeta, porifera, ikan, bahkan oleh jenis-jenis
coelenterata yang lain. Salah satu jenis coelenterata yang tidak kalah penting peranannya
dalam pembentukan fisik terumbu karang ialah karang lunak (soft coral) atau lebih dikenal
sebagai Alcyonaria (Alcyionarian corals). Istilah Alcyonaria dipakai sebagai nama umum
karang lunak yang merupakan nama penggolongan sub-kelas karang lunak (sub-kelas
Alcyonaria atau Octocorallia).

Anggota Alcyonaria sama halnya dengan karang batu, merupakan Coelenterata yang
berbentuk polip yaitu bentuk seperti bunga yang kecil. Tidak seperti karang batu yang
tersusun atas kerangka kapur Kalsium Karbonat (CaCO3), tubuh Alcyonaria lunak disokong
oleh duri-duri yang kokoh (spikula) dalam jumlah yang banyak, berukuran kecil dan tersusun
sedemikian rupa sehingga tubuh Alcyonaria lentur dan tidak mudah putus. Duri-duri ini
mengandung karbonat kalsium dan disebut spikula. Secara sepintas Alcyonaria nampak
seperti tumbuhan, karena bentuk koloninya yang bercabang-cabang seperti pohon dan
melekat pada substrat yang keras.

Alcyonaria telah dikenal sejak zaman Cretaceous kira-kira 65 juta tahun yang lalu. Hal ini
terbukti dengan adanya fosil-fosil spikula di dalam endapan di laut, terutama di daerah
pasang surut atau di daerah terumbu karang. Fosil spikula inilah yang merupakan unsur kapur
terbanyak di dalam endapan. Spikula sangat memegang peranan penting dalam
mengidentifikasi karang lunak. Semua jenis Alcyonaria cara hidupnya membentuk koloni dan
tidak ada yang soliter. Pada Ekspedisi Siboga di perairan Timur Jauh (zona Indo-Malaya)
termasuk Indonesia, tercatat karang lunak 4 suku, 28 marga dan 219 jenis.

Segi lain dari karang lunak yang telah banyak diteliti adalah kandungan kimianya. Beberapa
peneliti telah mengisolasi senyawa terpen dari beberapa jenis karang lunak. Senyawa terpen
merupakan senyawa kimia yang dihasilkan secara alamiah oleh tumbuh-tumbuhan dan
mengandung aroma atau bau yang harum. Senyawa terpen ini telah menarik perhatian para
ahli kimia terutama yang meneliti senyawa-senyawa alamiah karena dapat digunakan dalam
bidang farmasi sebagai antibiotika, anti jamur dan senyawa anti tumor. Sedangkan
kegunaannya bagi karang lunak itu sendiri ialah sebagai penangkal terhadap serangan
predator, dalam hal memperebutkan ruang lingkup, dan dalam proses reproduksi. Senyawa
terpen karang lunak dihasilkan oleh zooxanthella yaitu alga uniseluler yang bersimbiosis
dengan karang lunak.
Karang Lunak dan Aspek Biologi - Berbicara tentang karang dimana terdiri dari karang
keras (karang batu) dan karang lunak. Kali ini akan dibahas mengenai karang lunak. Seperti
halnya karang batu, karang lunak termasuk filum Coelenterata, kelas Anthozoa, yaitu hewan
dengan bentuk seperi bunga yang disebut polip. Karang lunak temasuk sub-kelas Alcyonaria.
Sub-kelas Alcyonaria dibagi dalam enam bangsa (Ordo) dan salah satu diantaranya yaitu ordo
Alcyonacea yang merupakan karang lunak yang sebenarnya. Urutan-urutan klasifikasi karang
lunak (Manuputty, 2002).
Filum : Coelenterata
Kelas : Anthozoa
Sub-kelas : Octocorallia (Alcyonaria)
Ordo : Stolonifera
Telestacea
Alcyonacea
Coenothhecalia
Gorgonacea
Pennatulacea

Bagian atas tangkai disebut kapitulum, bentuknya bervariasi antara lain seperti jamur, bentuk
lobus atau bercabang-cabang. Variasi bentuk inilah ynag menentukan bentuk koloni secara
keseluruhan. Kapitulum mengandung polip sehingga disebut bagian fertil, sedangkan
tangkainya mengandung spikula yaitu duri- duri kecil dari kalsium karbonat yang berfungsi
sebagai penyokong jaringan tubuh, sehingga disebut bagian steril. Spikula adalah kerangka
kapur berbentuk seperti tanduk yang berfungsi untuk menyokong tubuh Octocorallia, dan
kadang pada beberapa spesies berfungsi sebagai pelindung dari predator.

Sebagian besar Octocoral hanya memiliki satu jenis polip yang disebut autozooid, yang
berfungsi sebagai alat untuk menangkap makanan dan sebagai alat reproduksi. Spesies yang
hanya memiliki satu jenis polip seperti ini disebut monomorphic. Sedangkan pada beberapa
spesies, terutama yang berukuran besar disebut dimorfic, karena memiliki jenis polip lain
yang berukuran kecil yang disebut siphonozoid . Fungsi utamanya yaitu untuk mengalirkan
air ke dalam koloni, serta makanan yang berupa partikel kecil yang tersuspensi dan kemudian
diangkut ke dalam tubuh dengan air (Fabricius dan Alderslade, 2001).

Polip pada karang lunak dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu antokodia, kaliks dan
antostela. Antokodia merupakan bagian yang terdapat di permukaan koloni dan bersifat
retraktil, yaitu dapat ditarik masuk kedalam jaringan tubuh. Apabila antokodia ditarik ke
dalam, maka yang nampak dari atas adalah pori-pori kecil seperti bintang. Bangunan luar dari
pori-pori inilah yang disebut kaliks. Pada antokodia ditemukan tentakel yang berjumlah
delapan dengan deretan duri-duri di sepanjang sisinya. Duri-duri ini disebut pinnula,
fungsinya untuk membantu mengalirkan air dan zat-zat makanan ke dalam mulut. Selain
tentakel, terdapat mulut (sifonoglifa) yang melanjutkan diri membentuk septa. Antokodia
juga mengandung spikula yang berderet sampai ke ujung masing-masing tentakel. Bagian
antostela merupakan bagian basal polip yang mengandung jaring-jaring solenia. Hubungan
antara polip satu dengan lainnya terjadi melalui jaring-jaring solenia (Manuputty, 2002).
Salah satu anggota dari Octocoralia yaitu Gorgonia. Gorgonia biasanya merupakan penyusun
terumbu karang yang tampilannya sangat menarik. Tubuh terdiri dari sumbu axial rod yang
tersusun dari zat-zat organik yang disebut gorgonin. Axial rod biasanya didominasi oleh
kalsium karbonat, dan juga pada beberapa jenis yang tidak mengandung zat kapur (Ruppert
dan Barnes, 1994).

Reproduksi karang lunak dapat berlangsung dengan tiga cara, yaitu : 1) fertilisasi secara
eksternal, yaitu telur-telur diletakkan/dierami pada permukaan tubuhnya, 2) fertilisasi dengan
cara melepaskan telur dan sperma dalam kolom air dan bersifat planktonik, 3) reprodusi
aseksual yang terjadi melalui pertumbuhan koloni dan fragmentasi, yaitu berupa
pembentukan stolon (struktur seperti batang/tangkai individu baru) dari suatu koloni yang
berkembang melalui pertunasan (budding) dan runner/sulur (Cole dan Sammarco, 1986).
Selain tiga cara reproduksi diatas, menurut Fabricius & Alderslade (2001) masih ada satu tipe
lain reproduksi karang lunak, yaitu larva dierami secara internal (dalam tubuh).

Sebagian besar karang lunak memiliki struktur reproduksi jantan dan betina yang terpisah
antara koloni jantan dan betina yang disebut gonokorik. Meskipun demikian, beberapa karang
lunak khususnya spesies Heteroxenia dan xenia, tergolong hermafrodit, dimana koloni
dewasa berisi dua struktur reproduksi, yaitu jantan dan betina (Fabricius dan Alderslade,
2001).

Karang lunak Alcyoniidae dan beberapa Gorgonia mengeluarkan sperma dan telur dalam
jumlah yang besar ke dalam kolom air yang selanjutnya terjadi fertilisasi. Pemijahan biasanya
berhubungan dengan temperatur air. Perkembangan individu dari telur yang fertil hingga
menjadi larva membutuhkan waktu beberapa hari sampai minggu, hingga mereka tinggal
menetap dan berubah bentuk (metamorfosis) menjadi polip/koloni baru. Larva karang lunak
bisa tersebar sepuluh sampai ratusan kilometer dari koloni induknya. Reproduksi seperti ini
biasa terjadi pada beberapa spesies gonokorik, antara lain dari genus Clavularia, famili
Xeniidae dan beberapa dari Gorgonia. Pada strategi ini, sperma dilepaskan ke dalam air,
biasanya beberapa jam setelah matahari terbenam. Pada pemijahan internal, sebagian kecil
telur akan terfertilisasi dan membentuk larva di dalam koloni betina. Setelah beberapa hari
sampai minggu, larva akan dilepaskan dan mereka sudah hampir siap melakukan
metamorfosis. Pemijahan internal biasa terjadi pada Xenia dan Heteroxenia dan beberapa dari
Gorgonia. Sedangkan pemijahan eksternal yang biasa terjadi pada Clavularia, Briareum,
Rhytisma, Efflatounaria, dan juga beberapa Gorgonia, sel telur yang terbuahi berkembang
menjadi larva yang terbungkus oleh lendir di bagian permukaan koloni induk. Larva tersebut
mempunyai daya apung negatif sehingga mereka menetap hanya beberapa meter dari koloni
induknya.

Perkembangbiakan karang lunak secara aseksual dapat berlangsung dengan 3 macam cara,
yaitu pembentukan alur (stolon), pertunasan dan pembelahan koloni. Dalam
perkembangbiakan dengan pembentukan alur, seperti pada jenis Efflatounaria, dimana alur
terbentuk (stolon) dari dasar koloni yang memanjang tanpa tangkai dan mencapai ukuran 3
5 kali dari ukuran koloni dan melekat pada substrat. Selanjutnya induk koloni melakukan
translokasi tubuhnya melalui stolon, sehingga terbentuk koloni baru yang terpisah dari
induknya. Selanjutnya stolon akan menghilang dan akan membentuk dua koloni terpisah
dengan ukuran yang hampir sama. Beberapa spesies seperti Sarcophyton, Lobophytum,
Sinularia, Nephtea, dan Xenia membentuk saluran sempit secara vertical pada koloni induk,
dan akhirnya terbagi menjadi dua koloni kecil yang bebas. Pada spesies lainnya, seperti
Sarcophyton gemmatum atau Sinularia flexibilis, membentuk tunas kecil pada bagian dasar
koloni, kemudian dilepas dan selanjutnya melekat pada substrat membentuk koloni baru yang
terpisah. Beberapa spesies Dendronephthya melepaskan 5 10 buntelan polip, yang
selanjutnya menempel pada substrat dan tumbuh menyerupai bentuk akar. Kelompok
Gorgonia jenis Junceella fragilis menggunakan cara reproduksi yang hampir sama dengan
Dendronephthya, yaitu dengan melepaskan bagian tubuh paling ujung (karena itu spesies ini
dinamakan fragilis), yang selanjutnya akan melekat pada substrat keras tidak jauh dari koloni
induknya dan tumbuh sebagai koloni baru yang bebas (Fabricius dan Alderslade, 2001).

Secara umum Octocoralia termasuk suspension feeders yaitu memperoleh makanan dengan
menyaring partikel kecil di dalam air. Partikel-partikel tersebut didominasi oleh partikel-
partikel organik yang berukuran kecil (< 20 mikrometer) seperti fitoplankton, siliata, dan
mikrozooplankton dan bakterioplankton. Sebagian besar partikel ditangkap dengan pinnule
atau tentakel, kemudian di coba dan jika cocok akan ditelan.

Sama halnya dengan karang keras, karang lunak juga bersimbiosis dengan alga zooxantela,
yang termasuk dalam golongan Dinoflagellata. Zooxantela pada Octocorallia berada pada
bagian gastrodermal, atau menyebar pada gastrovasculer cavities. Seperti kebanyakan
tumbuhan, alga ini memanfaatkan cahaya matahari, karbon dioksida, air dan nutrien untuk
menghasilkan zat gula dan zat-zat lainnya. Zat gula yang dihasilkan selanjutnya akan
dimanfaatkan oleh karang sebagai bahan makanan. Sebaliknya, karang akan memberikan
nutrien dan karbon dioksida kepada alga serta perlindungan sebagai tempat hidup (Fabricius
dan Alderslade, 2001).
Terumbu karang merupakan ekosistem di perairan tropis yang kaya akan biota-biota
penyusunnya, dengan keanekaragaman jenis yang tinggi. Salah satu biota penyusun terumbu
karang adalah karang lunak (Octocorallia, Alcyionacea). Kelompok ini diwakili oleh suku
Alcyoniidae yang merupakan kelompok karang lunak yang tersebar luas di perairan Indo-
Pasifik Barat dalam jumlah besar (Bayer, 1956 in Manuputty, 1996). Kelompok Octocorallia
terdiri dari tujuh bangsa (ordo) yaitu Stolonifera, Telestacea, Alcyonacea, Coenothecalia,
Trachypsammiacea, Gorgonacea dan Pennatulacea.
Lobophytum strictum merupakan koloni besar, tumbuh merambat, serta memiliki
kapitulum yang lebar. Polip dimorfik dan retraktil, serta memiliki koloni berwarna kuning,
krem atau kuning kehijauan yang merupakan perbedaan yang kontras dengan jenis Alcyonaea
lainnya (Manuputty, 1996).

Jenis ini umumnya ditemukan dimana-mana terutama pada perairan yang


jernih. Diketemukan pada perairan dari rataan terumbu sampai kedalaman 7
meter. Koloni bertangkai pendek, sepintas nampak seperti mengerak (encrusting). Lobus
pada bagian tepi bergelombang, dan pada bagian tengah berbentuk seperti
jari. Polip hanya terdapat pada permukaan atas. Garis tengah permukaan atas
hampir sama dengan koloni dasar. Club pada permukaan lobus memiliki tonjolan-
tonjolan berduri, ukuran club 0,070,19 mm. Pada bagian interior lobus club berbentuk
kapstan atau silinder yang memiliki tonjolan berduri, ukuran club 0,18
0,25 mm. Pada bagian permukaan tangkai club sama seperti pada permukaan lobus
dengan ukuran panjang 0,070,15 mm, sedangkan pada interior tangkai berbentuk
kapstan yang lebar dengan ukuran panjang 0,16 0,23 mm (Tixier Durivault, 1957 in
Manuputty 2002).

Morfologi Karang Lunak


Karang lunak (Octocorallia, Alcyonacea) memiliki tubuh yang lunak tapi
lentur. Jaringan tubuhnya disokong oleh spikula yang tersusun sedemikian rupa sehingga
tubuhnya lentur dan tidak mudah sobek. Spikula tersebut mengandung kalsium karbonat yang
berfungsi sebagai penyokong seluruh tubuh karang lunak mulai dari bagian basal tempat
melekat sampai ke ujung tentakel. Bentuk dasar spikula bagi bangsa Octocorallia adalah
bentuk kumparan sederhana (spindle), berujung tumpul atau juga runcing, dengan permukaan
mempunyai tonjolantonjolan (Manuputty, 1998).

Secara sepintas karang lunak tampak seperti tumbuhan, karena bentuk koloninya
bercabang seperti pohon, memiliki tangkai yang identik dengan batang dan tumbuh melekat
pada substrat dasar yang keras (Manuputty, 1998). Tubuhnya yang lunak dan kenyal
disebabkan karena tidak memiliki kerangka kapur luar yang keras seperti karang
keras. Karang lunak ditunjang oleh tangkai berupa jaringan berdaging yang diperkuat oleh
suatu matriks dari partikel kapur yang disebut sklerit (Allen dan Steene, 1994 in Sandy,
2000).

Polip merupakan bagian yang fertil pada karang lunak. Menurut Hyman (1940) in
Fabricius dan Alderslade (2001), terdapat dua tipe polip pada karang lunak, yaitu autozooid
dan siphonozooid. Sebagian besar karang lunak memiliki tipe autozooid, yaitu setiap individu
hanya memiliki satu tipe polip (monomorphic). Polip pada tipe autosoid terdiri dari delapan
tentakel dan delapan septa yang berkembang baik. Selain itu, beberapa karang lunak juga
memiliki tipe polip siphonozooid. Polip pada tipe ini tidak memiliki tentakel, atau tentakel
dan septa yang tereduksi, umumnya lebih kecil dari autozooid dan bersifat steril.

Polip dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu antokodia, kaliks, dan
antostela. Antokodia merupakan bagian yang terdapat dipermukaan koloni dan bersifat
retraktil. Pada antokodia ditemukan tentakel yang berjumlah delapan dengan deretan duri-
duri disepanjang sisinya. Duri ini disebut pinnula yang berfungsi untuk membantu
mengalirkan air dan zat-zat makanan ke dalam mulut. Pada daerah kaliks ditemukan rongga
gastrovaskuler atau rongga perut, terusan dari farinks yang terbagi menjadi delapan dan
disebut septa. Septa membagi rongga perut menjadi delapan ruangan. Bagian antostela
merupakan bagian basal 8 polip yang mengandung jaring-jaring solenia. Hubungan antara
polip satu dengan lainnya terjadi melalui jaring-jaring solenia ini (Manuputty, 2002).

Reproduksi karang Luanak


Pada umumnya karang memiliki kemampuan reproduksi secara aseksual dan
seksual. Reproduksi aseksual adalah reproduksi yang tidak melibatkan peleburan gamet
jantan (sperma) dan gamet betina (ovum). Pada reproduksi ini, polip/koloni karang
membentuk polip/koloni baru melalui pemisahan potonganpotongan tubuh atau
rangka. Karang lunak memiliki cara bereproduksi yang berbeda-beda tergantung pada
kondisi lingkungan sehingga memungkinkan untuk bisa pulih pada kondisi awal (Fabricius
dan Alderslade, 2001).

Reproduksi seksual adalah reproduksi yang melibatkan peleburan sperma dan ovum
(fertilisasi). Sifat reproduksi ini lebih komplek karena selain terjadi fertilisasi, juga melalui
sejumlah tahap lanjutan (pembentukan larva, penempelan baru kemudian pertumbuhan dan
pematangan) (Manuputty, 1996). Larva yang terbentuk memiliki silia atau bulu getar,
kemudian berenang bebas atau melayang sebagai plankton untuk kurun waktu beberapa hari
sampai beberapa minggu, hingga mendapat tempat perlekatan di substrat dasar yang keras
untuk selanjutnya berubah bentuk (metamorfosis) tumbuh menjadi polip muda kemudian
membentuk koloni baru (Manuputty, 2002)

2.3. Senyawa Bioaktif Karang Lunak


Menurut Khatab (2008) in Hardiningtyas (2009) senyawa bioaktif adalah senyawa kimia aktif
yang dihasilkan oleh organisme melalui jalur biosintetik metabolit sekunder. Metabolit
sekunder yang dihasilkan oleh karang lunak memiliki keragaman yang tinggi dan struktur
kimia yang unik. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingginya keanekaragaman organisme laut
dan pengaruh lingkungan laut, yaitu salinitas, intensitas cahaya, arus, dan tekanan. Menurut
Muniarsih (2005), metabolit sekunder diproduksi oleh organisme pada saat kebutuhan
metabolisme primer sudah terpenuhi dan digunakan dalam mekanisme 6
evolusi atau strategi adaptasi lingkungan. Kompetisi ruang dan makanan yang kuat juga
mendorong organisme laut menghasilkan metabolit sekunder. Harper (2001) in Hardiningtyas
(2009) menjelaskan bahwa karang lunak menghasilkan senyawa metabolit sekunder
berfungsi untuk menghadapi serangan predator, media kompetisi, mencegah infeksi bakteri,
membantu proses reproduksi, dan mencegah sengatan sinar ultraviolet. Karang lunak
menghasilkan beberapa dari golongan senyawa hasil metabolit sekunder, antara lain alkaloid,
steroid, flavonoid, fenol, saponin, dan peptida. Karang lunak Sarcophyton sp. dilaporkan
memiliki kandungan senyawa bioaktif alkaloid, steroid, dan flavonoid (Hardiningtyas, 2009).
Struktur kimia dari senyawa flavonoid, yaitu flavonol, flavones, dan flavanone dapat dilihat
pada Gambar 2.
Flavonol Flavone Flavanone

Gambar 2. Struktur Kimia Flavonol, Flavones, dan Flavanone (USDA, 2003)

senyawa metabolit sekunder (komponen bioaktif) karena beberapa senyawa metabolit


sekunder merupakan hasil samping dari metabolisme primer termasuk asam amino. Adanya
limbah organik yang menyebabkan lingkungan perairan menjadi subur juga berpengaruh
terhadap kandungan bioaktif karang lunak. Perairan yang subur menyebabkan banyaknya
alga yang tumbuh di kolom perairan sehingga terjadinya kompetisi dalam memperoleh
cahaya matahari. Semakin banyaknya alga yang hidup di kolom perairan (marak alga), maka
semakin sedikit cahaya yang mencapai habitat karang lunak sehingga zooxanthellae yang
bersimbion di dalam tubuh karang lunak tidak mampu untuk berfotosintesis dan kemudian
mati (coral bleaching). Zooxanthellae diduga memiliki kandungan bioaktif yang akan
terdeteksi ketika dilakukan ekstraksi terhadap karang lunak.

Anda mungkin juga menyukai