BAB 1
PENDAHULUAN
Antiinflamasi didefinisikan sebagai obat-obat atau golongan obat yang memiliki aktivitas
menekan atau mengurangi peradangan. Radang atau
inflamasi dapat disebabkan oleh berbagai rangsangan yang mencakup luka-
luka fisik, infeksi, panas dan interaksi antigen-antibodi (Houglumetal, 2005)
. Berdasarkan mekanisme kerja obat-obat antiinflamasi terbagi dalam
dua golongan, yaitu obat antiinflamasi golongan steroid dan obat
antiinflamasi non steroid. Mekanisme kerja obat antiinflamasi golongan
steroid dan non-steroid terutama bekerja menghambat pelepasan
prostaglandin ke jaringan yang mengalami cedera (Gunawan, 2007).
Obat- obat antiinflamasi yang banyak di konsumsi oleh masyarakat adalah
antiinflamasi non steroid (AINS). Obat-obat golongan AINS biasanya
menyebabkan efek samping berupa iritasi lambung (Kee dan Hayes, 1996).
Indonesia adalah negara yang subur dan kaya akan jenis tumbuh-
tumbuhan. Berbagai tumbuhan tumbuh di negeri yang subur ini, mulai dari
tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias, makanan, dan bahan
obat-obatan. Sayangnya masyarakat kita masih belum begitu tahu bahwa di
balik semua kekayaan itu tersimpan manfaat dan khasiat lain yang besar
dari tanaman tersebut.
Pendahuluan
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terahdap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat zat mikrobiologik. Inflamasi
adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang,
menghilangkan zat iritan, dan mengatur zat perbaikan jaringan. Inflamasi juga merupakan
proses yang vital untuk semua organisme dan berperan baik dalam mempertahankan
kesehatan maupun dalam terjadinya berbagai penyakit yang dicetuskan oleh pelepasan
mediator kimiawi dari jaringan yang rusak dan migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik
bervariasi dengan tipe proses peradangan dan meliputi amin, seperti histamin dan 5-
hidroksitriptamin; lipid, seperti prostaglandin; peptida kecil, seperti bradikinin; dan peptida
besar, seperti interleukin. Penemuan variasi yang luas diantara mediator kimiawi telah
menerangkan paradoks yang tampak bahwa obat obat anti inflamasi dapat mempengaruhi
kerja mediator utama yang penting pada satu tipe inflamasi tetapi tanpa efek pada proses
inflamasi yang tidak melibatkan mediator target obat (Mycek, M.J., dkk., 2001).
Fenomena inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas
kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal
adalah kalor, rubor, tumor, dolor dan function lease atau dengan kata lain secara mikroskopis,
inflamasi menunjukkan gambaran yang kompleks seperti dilatasi arteriol, kapiler dan venul;
peningkatan permeabilitas dan arus darah; eksudasi cairan, termasuk protein plasma; migrasi
leukosit ke fokus inflamasi. Akumulasi leukosit yang disusul dengan aktivasi sel merupakan
kejadian sentral dalam patogenesis hampir semua inflamasi ( Lutfianto, I., 2009).
Kerusakan atau perubahan yang terjadi pada sel dan jaringan akibat adanya noksi
akan membebaskan berbagai mediator dan substansi radang. Pengurangan peradangan
dengan obat-obat antiinflamasi sering mengakibatkan perbaikan rasa sakit selama periode
yang bermakna. Obat-obat AINS yang digunakan untuk penyakit rematik mempunyai
kemampuan untuk menekan gejala peradangan. Beberapa obat ini juga mempunyai efek
antipiretik dan analgesik, tetapi efek antiinflamasinya membuat obat-obat ini bermanfaat
dalam menanggulangi kelainan rasa nyeri yang berhubungan dengan intensitas proses
peradangan (Katzung, 1998).
Tinjauan Pustaka
Inflamasi bisa dianggap sebagai rangkaian kejadian komplek yang terjadi karena
tubuh mengalami injury, baik yang disebabkan oleh bahan kimia atau mekanis atau proses
self-destructive (autoimun). Walaupun ada kecenderungan pada pengobatan klinis untuk
memperhatikan respon inflammatory dalam hal reaksi yang dapat membahayakan tubuh, dari
sudut pandang yang lebih berimbang sebenarnya inflamasi adalah penting sebagai sebuah
respon protektif dimana tubuh berupaya untuk mengembalikan kondisi seperti sebelum
terjadi injury (preinjury) atau untuk memperbaiki secara mandiri setelah terkena injury.
Respon inflammatory adalah reaksi protektif dan restoratif dari tubuh yang sangat penting
karena tubuh berupaya untuk mempertahankan homeostasis dibawah pengaruh lingkungan
yang merugikan (Lutfianto, I., 2009)
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi kuman,
maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang
membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini
kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan
baru. Rangkaian reaksi ini disebut radang (Anonim, 2009).
Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh
radang adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu (panas atau
dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia, dan lain-
lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh berbagai agen ini menunjukkan proses yang
mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi cedera jaringan berupa degenerasi
(kemunduran) atau nekrosis (kematian) jaringan, pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera
dinding kapiler, terkumpulnya cairan dan sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada
tempat radang yang disertai oleh proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas, terjadinya
proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan imunologik (Anonim, 2009).
b. Panas (kalor)
Panas atau kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan. Panas
merupakan sifar reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh yakni kulit.
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab darah dengan
suhu 370C yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena radang lebih banyak
disalurkan daripada ke daerah normal.
d. Pembengkakan (tumor)
Gejala yang paling menyolok dari peradangan akut adalah tumor atau
pembengkakan. Hal ini terjadi akibat adanya peningkatan permeabilitas dinding kapiler serta
pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan yang cedera. Pada peradangan,
dinding kapiler tersebut menjadi lebih permeabel dan lebih mudah dilalui oleh leukosit dan
protein terutama albumin yang diikuti oleh molekul yang lebih besar sehingga plasma
jaringan mengandung lebih banyak protein daripada biasanya yang kemudian meninggalkan
kapiler dan masuk ke dalam jaringan sehingga menyebabkan jaringan menjadi bengkak.
Jenis-jenis radang
1. Radang akut
Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang didesain
untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan berbagai mikroba
yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2
komponen utama dalam proses radang akut, yaitu perubahan penampang dan struktural dari
pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah akan
mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan struktural pada
pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan
sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan
selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera (Anonim, 2009).
Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului oleh
vasokonstriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat aliran darah dalam
kapiler yang telah berfungsi meningkat dan juga dibukanya anyaman kapiler yang
sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman venular pasca kapiler melebar dan diisi darah yang
mengalir deras. Dengan demikian, mikrovaskular pada lokasi jejas melebar dan berisi darah
terbendung. Kecuali pada jejas yang sangat ringan, bertambahnya aliran darah (hiperemia)
pada tahap awal akan disusul oleh perlambatan aliran darah, perubahan tekanan intravaskular
dan perubahan pada orientasi unsur-unsur berbentuk darah terhadap dinding pembuluhnya.
Perubahan pembuluh darah dilihat dari segi waktu, sedikit banyak tergantung dari parahnya
jejas. Dilatasi arteriol timbul dalam beberapa menit setelah jejas. Perlambatan dan bendungan
tampak setelah 10-30 menit (Anonim, 2009).
Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan sel-sel
darah putih ke dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan gambaran utama reaksi
radang akut. Vaskulatur-mikro pada dasarnya terdiri dari saluran-saluran yang
berkesinambungan berlapis endotel yang bercabang-cabang dan mengadakan anastomosis.
Sel endotel dilapisi oleh selaput basalis yang berkesinambungan (Anonim, 2009).
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan keluar ke
dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini berakibat meningkatnya
konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid bertambah besar,
dengan menarik kembali cairan pada pangkal kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan
menyisakan sedikit cairan dalam jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan
melalui saluran limfatik. Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan
sampai berat jenis 10.000 dalton (Anonim, 2009).
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas 1.020)
dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yang melakukan
emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat peningkatan permeabilitas vaskuler (yang
memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan
hidrostatik intravaskular sebagai akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan
peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya (Anonim, 2009).
Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi jejas,
merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu memfagosit bahan
yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis, dan enzim lisosom yang
terdapat di dalamnya membantu pertahanan tubuh dengan beberapa cara. Beberapa produk
sel darah putih merupakan penggerak reaksi radang, dan pada hal-hal tertentu menimbulkan
kerusakan jaringan yang berarti (Anonim, 2009).
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-sel
darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar daripada leukosit
sendiri. Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan terdapat di bagian tengah
dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel
darah putih bergerak dan menggulung pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran
yang tersendat tetapi kemudian sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel
(Anonim, 2009).
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari
pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel endotel.
Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi leukosit
mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel endotel yang tampak tertutup tanpa
perubahan nyata (Anonim, 2009).
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah utama
lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh
kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih
dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis dalam derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan
monosit paling reaktif terhadap rangsang kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi lemah.
Beberapa faktor kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya
bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel darah putih. Faktor-faktor kemotaksis
dapat endogen berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya produk bakteri (Anonim,
2009).
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis. Meskipun sel-
sel fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului oleh suatu proses
pengenalan yang khas, tetapi fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme
diliputi oleh opsonin, yang terdapat dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang
mengalami opsonisasi melekat pada permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan
meliputi partikel, berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak
pada vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom. Meskipun pada
waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-granula sitoplasma
neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya, suatu proses yang
disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan mudah
dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian mikroorganisme. Walaupun beberapa
organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit (Mutschler, E., 1991).
2. Radang kronis
Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang (berminggu-
minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari inflamasi aktif, cedera
jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan radang akut, radang akut ditandai dengan
perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang
kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma),
destruksi jaringan, dan perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan
fibrosis) (Anonim, 2009).
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul menyusul
radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang akut menjadi
radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda, disebabkan agen
penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada proses penyembuhan normal. Ada
kalanya radang kronik sejak awal merupakan proses primer. Sering penyebab jejas memiliki
toksisitas rendah dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang akut. Terdapat 3
kelompok besar yang menjadi penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh mikroorganisme
intrasel tertentu (seperti basil tuberkel, Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu),
kontak lama dengan bahan yang tidak dapat hancur (misalnya silika), penyakit autoimun. Bila
suatu radang berlangsung lebih lama dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi karena
banyak kebergantungan respon efektif tuan rumah dan sifat alami jejas, maka batasan waktu
tidak banyak artinya. Pembedaan antara radang akut dan kronik sebaiknya berdasarkan pola
morfologi reaksi (Anonim, 2009).
Karagenan
Karagenan merupakan suatu mukopolisakarida yang diperoleh dari rumput laut
merah Irlandia (Chondrus crispus). Karagenan juga merupakan suatu zat asing (antigen) yang
bila masuk ke dalam tubuh akan merangsang pelepasan mediator radang seperti histamin
sehingga menimbulkan radang akibat antibodi tubuh bereaksi terhadap antigen tersebut untuk
melawan pengaruhnya. Karagenan terbagi atas tiga fraksi, yaitu kapaa karagenan, iota
karagenan, dan lambda karagenan. Karegenan diberi nama berdasarkan persentase kandungan
ester sulfatnya, yaitu kappa karagenan mengandung 25-30%, iota karagenan 28-35%, dan
lambda karagenan 32-39%. Larut dalam air panas (700C), air dingin, susu dan dalam larutan
gula sehingga sering digunakan sebagai pengental/penstabil pada berbagai
makanan/minuman (Lumbanraja, L.B., 2009).
a. Kappa karagenan
Kappa karegenan berasal dari spesies Euchema cottonii, Euchema striatum,
Euchema speciosum. Bahan ini larut dlam air panas. Kappa karagenan mengekstraksi D-
galaktosa yang mengandung 6 ester sulfat dan 3,6-anhidro-D-galaktosa yang mengandung 2
ester sulfat.
b. Iota karagenan
Iota karagenan berasal dari spesies Euchema spinosuum, Euchema isiforme, dan
Euchema uncinatum. Bahan ini larut dalam air dingin. Iota karagenan mengekstraski D-
galakatosa yang mengandung 4 ester sulfat dan 3,6-anhidro-D-galaktosa yang mengandung 2
ester sulfat.
c. Lambda karagenan
Lambda karagenan berasal dari genus Chondrus dan Gigartina. Lambda karagenan
larut dalam air dingin. Berbeda dengan kappa karagenan dan iota karagenan, lambda
karagenan memiliki disulfat-D-galaktosa (Lumbanraja, L.B., 2009).
1. Asam Karboksilat
Indometasin
Derivat indolilasetat ini berkhasiat amat kuat. Resorpsinya di usus cepat dan
lengkap. Pada rektum tergantung basis suppositorianya dan dapat menurun sampai 60%.
Waktu paruh indometasin adalah 2,5 jam (Mutschler, E., 1991).
Daftar Pustaka
http://pharmacistsucces.wordpress.com/2013/01/06/interaksi-
pada-obat-analgesik-antiinflamasi-2/
d. Nilai medis
Tapak kuda yang merupakan famili Convolvulaceae ini sebenarnya
digunakan sebagai tanaman obat sejak zaman dulu kala. Di beberapa
negara, tapak kuda atau disebut juga beach morning glory, digunakan
untuk mengatasi peradangan dan mengatasi rasa sakit.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tapak kuda mengandung
glochidone, asam betulinic, alfa dan beta amyrin asetat, serta isoquercitrin.
Pada tanaman tersebut juga terdapat antinociceptive, yang berguna
mengatasi rasa sakit berlebihan.
Antinociceptive akan beraksi seperti hidroalkoholik, yang mampu
mengurangi rasa sakit. Dengan kandungan tersebut, tapak kuda kerap
digunakan untuk meredakan nyeri persendian atau pegal otot. Selain itu,
tanaman ini juga digunakan sebagai pereda sakit gigi dan pembengkakan
gusi.
C. Musa Paradiasiaca
a. Morfologi
Musa Paradiasiaca (pisang) adalah satu tumbuhan yang berdaun lengkap
atau folium completus karena memiliki pelepah daun (vagina), tangkai
daun (petioulus) dan helaian daun (lamina). Tanaman ini pula memiliki
sifat daun yaitu bangun daunya atau circumscriptio berbentuk seperti
jorong atau ovalis. Daging daun atau intervenium nya bersifat seperti
kertas atau papyraceus. Susunan tulang-tulang atau nervatio nya
berbentuk bertulang menyirip atau penninervis. Tepi daun atau margo folii
nya berbentuk rata atau integer. Ujung daun atau apex folii nya berbentuk
runcing atau acutus. Pangkal daun atau basis folii nya berbentuk runcing
atau acutus. Permukaan daunnya berbentuk licin dan berselaput lilin atau
laevis pruinosus.
b. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari Musa paradiasiaca sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Family : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradiasiaca
c. Ekologi
Temperatur optimum untuk pertumbuhan pisang adalah pada suhu 27 38
C. Pisang tumbuh baik di daerah beriklim tropika dengan curah hujan 200
220 mm/tahun. Kelembaban tanah berkisar 60 70 %.
Pada daerah tropis, pisang masih dapat tumbuh pada ketinggian hingga
1.600 m dpl dan menyukai matahari langsung. Pisang toleran pada pH 4,5
7,5.
d. Nilai medis
Pisang memiliki banyak nilai medis. Pisang kaya akan mineral seperti
kalium, magnesium, pospor, dan zat besi yang hampir seluruhnya dapat
diserap oleh tubuh. Pisang juga mengandung provitamin A, vitamin C, B
dan seratomin yang aktif sebagai neurot transmitter dalam melancarkan
fungsi otak.
Cairan yang dihasilkan oleh batang pisang digunakan untuk mengobati
saluran kencing, disentri, dan diare bahkan untuk mengobati kebotakan.
Jika dikonsumsi secara rutin dapat menyembuhkan penyakit maag, darah
tinggi, dan berfungsi juga sebagai anti radang.
http://nhono-ghero.blogspot.com/2011/04/daun-lengkap-daun-tidak-
lengkap.html
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Inflamasi adalah respon dari suatu organisme terhadap pathogen
dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi
pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau
terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama system
kekebalan terhadap infeksi dan iritasi.
Radang sendiri dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Inflamasi non imunologis : tidak melibatkan system imun (tidak ada reaksi
alergi) misalnya karena luka, cederafisik, dsb.
2. Inflamasi imunologis : Melibatkan system imun, terjadi reaksi antigen-
antibodi. Misalnya pada asma.
B. SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2013, interaksi-pada-obat-analgesik-antiinflamasi
http://pharmacistsucces.wordpress.com/2013/01/06/interaksi-pada-
obat-analgesik-antiinflamasi-2/
http://cichojoelz.blogspot.co.id/2014/04/contoh-makalah-anti-inflamasi.html