Anda di halaman 1dari 24

1

BAB 1
PENDAHULUAN
Antiinflamasi didefinisikan sebagai obat-obat atau golongan obat yang memiliki aktivitas
menekan atau mengurangi peradangan. Radang atau
inflamasi dapat disebabkan oleh berbagai rangsangan yang mencakup luka-
luka fisik, infeksi, panas dan interaksi antigen-antibodi (Houglumetal, 2005)
. Berdasarkan mekanisme kerja obat-obat antiinflamasi terbagi dalam
dua golongan, yaitu obat antiinflamasi golongan steroid dan obat
antiinflamasi non steroid. Mekanisme kerja obat antiinflamasi golongan
steroid dan non-steroid terutama bekerja menghambat pelepasan
prostaglandin ke jaringan yang mengalami cedera (Gunawan, 2007).
Obat- obat antiinflamasi yang banyak di konsumsi oleh masyarakat adalah
antiinflamasi non steroid (AINS). Obat-obat golongan AINS biasanya
menyebabkan efek samping berupa iritasi lambung (Kee dan Hayes, 1996).
Indonesia adalah negara yang subur dan kaya akan jenis tumbuh-
tumbuhan. Berbagai tumbuhan tumbuh di negeri yang subur ini, mulai dari
tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias, makanan, dan bahan
obat-obatan. Sayangnya masyarakat kita masih belum begitu tahu bahwa di
balik semua kekayaan itu tersimpan manfaat dan khasiat lain yang besar
dari tanaman tersebut.

Pendahuluan
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terahdap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat zat mikrobiologik. Inflamasi
adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang,
menghilangkan zat iritan, dan mengatur zat perbaikan jaringan. Inflamasi juga merupakan
proses yang vital untuk semua organisme dan berperan baik dalam mempertahankan
kesehatan maupun dalam terjadinya berbagai penyakit yang dicetuskan oleh pelepasan
mediator kimiawi dari jaringan yang rusak dan migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik
bervariasi dengan tipe proses peradangan dan meliputi amin, seperti histamin dan 5-
hidroksitriptamin; lipid, seperti prostaglandin; peptida kecil, seperti bradikinin; dan peptida
besar, seperti interleukin. Penemuan variasi yang luas diantara mediator kimiawi telah
menerangkan paradoks yang tampak bahwa obat obat anti inflamasi dapat mempengaruhi
kerja mediator utama yang penting pada satu tipe inflamasi tetapi tanpa efek pada proses
inflamasi yang tidak melibatkan mediator target obat (Mycek, M.J., dkk., 2001).
Fenomena inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas
kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal
adalah kalor, rubor, tumor, dolor dan function lease atau dengan kata lain secara mikroskopis,
inflamasi menunjukkan gambaran yang kompleks seperti dilatasi arteriol, kapiler dan venul;
peningkatan permeabilitas dan arus darah; eksudasi cairan, termasuk protein plasma; migrasi
leukosit ke fokus inflamasi. Akumulasi leukosit yang disusul dengan aktivasi sel merupakan
kejadian sentral dalam patogenesis hampir semua inflamasi ( Lutfianto, I., 2009).
Kerusakan atau perubahan yang terjadi pada sel dan jaringan akibat adanya noksi
akan membebaskan berbagai mediator dan substansi radang. Pengurangan peradangan
dengan obat-obat antiinflamasi sering mengakibatkan perbaikan rasa sakit selama periode
yang bermakna. Obat-obat AINS yang digunakan untuk penyakit rematik mempunyai
kemampuan untuk menekan gejala peradangan. Beberapa obat ini juga mempunyai efek
antipiretik dan analgesik, tetapi efek antiinflamasinya membuat obat-obat ini bermanfaat
dalam menanggulangi kelainan rasa nyeri yang berhubungan dengan intensitas proses
peradangan (Katzung, 1998).

Tinjauan Pustaka
Inflamasi bisa dianggap sebagai rangkaian kejadian komplek yang terjadi karena
tubuh mengalami injury, baik yang disebabkan oleh bahan kimia atau mekanis atau proses
self-destructive (autoimun). Walaupun ada kecenderungan pada pengobatan klinis untuk
memperhatikan respon inflammatory dalam hal reaksi yang dapat membahayakan tubuh, dari
sudut pandang yang lebih berimbang sebenarnya inflamasi adalah penting sebagai sebuah
respon protektif dimana tubuh berupaya untuk mengembalikan kondisi seperti sebelum
terjadi injury (preinjury) atau untuk memperbaiki secara mandiri setelah terkena injury.
Respon inflammatory adalah reaksi protektif dan restoratif dari tubuh yang sangat penting
karena tubuh berupaya untuk mempertahankan homeostasis dibawah pengaruh lingkungan
yang merugikan (Lutfianto, I., 2009)
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi kuman,
maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang
membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini
kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan
baru. Rangkaian reaksi ini disebut radang (Anonim, 2009).
Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh
radang adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu (panas atau
dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia, dan lain-
lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh berbagai agen ini menunjukkan proses yang
mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi cedera jaringan berupa degenerasi
(kemunduran) atau nekrosis (kematian) jaringan, pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera
dinding kapiler, terkumpulnya cairan dan sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada
tempat radang yang disertai oleh proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas, terjadinya
proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan imunologik (Anonim, 2009).

Mekanisme terjadinya radang


Terjadinya inflamasi adalah reaksi setempat dari jaringan atau sel terhadap suatu
rangsang atau cedera. Setiap ada cedera, terjadi rangsangan untuk dilepaskannya zat kimi
tertentu yang akn menstimulasi terjadinya perubahan jaringan pada reaksi radang tersebut,
diantaranya adalah histamin, serotonin, bradikinin, leukotrin dan prostaglandin. Histamin
bertanggungjawab pada perubahan yang paling awal yaitu menyebabkan vasodilatasi pada
arteriol yang didahului dengan vasokonstriksi awal dan peningkatan permeabilitas kapiler.
Hal ini menyebabkan perubahan distribusi sel darah merah. Oleh karena aliran darah yang
lambat, sel darah merah akan menggumpal, akibatnya sel darah putih terdesak ke pinggir.
Makin lambat aliran darah maka sel darah putih akan menempel pada dinding pembuluh
darah makin lama makin banyak. Perubahan permeabilitas yang terjadi menyebabkan cairan
keluar dari pembuluh darah dan berkumpul dalam jaringan. Bradikinin bereaksi lokal
menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi, meningkatakan permeabilitas kapiler. Sebagai
penyebab radang, prostaglandin berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator lainnya
(Lumbanraja, L.B., 2009).

Gejala-gejala terjadinya respons peradangan


a. Kemerahan (Rubor)
Kemerahan atau rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteri yang mensuplai
darah ke daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam
mikrosirkulasi lokal. Pembuluh-pembuluh darah yang sebelumnya kosong atau sebagian saja
meregang dengan cepat dan terisi penuh oleh darah. Keadaan ini dinamakan hiperemia atau
kongesti menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hiperemia
pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh melalui pengeluaran zat mediator seperti
histamin.

b. Panas (kalor)
Panas atau kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan. Panas
merupakan sifar reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh yakni kulit.
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab darah dengan
suhu 370C yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena radang lebih banyak
disalurkan daripada ke daerah normal.

c. Rasa sakit (dolor)


Rasa sakit atau dolor dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara.
Perubahan pH lokal atau konsentrasi ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf,
pengeluaran zat kimia tertentu misalnya mediator histamin atau pembengkakan jaringan yang
meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dapat menimbulkan rasa sakit.

d. Pembengkakan (tumor)
Gejala yang paling menyolok dari peradangan akut adalah tumor atau
pembengkakan. Hal ini terjadi akibat adanya peningkatan permeabilitas dinding kapiler serta
pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan yang cedera. Pada peradangan,
dinding kapiler tersebut menjadi lebih permeabel dan lebih mudah dilalui oleh leukosit dan
protein terutama albumin yang diikuti oleh molekul yang lebih besar sehingga plasma
jaringan mengandung lebih banyak protein daripada biasanya yang kemudian meninggalkan
kapiler dan masuk ke dalam jaringan sehingga menyebabkan jaringan menjadi bengkak.

e. Perubahan fungsi (fungsio laesa)


Gangguan fungsi yang diketahui merupakan konsekuensi dari suatu proses radang.
Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan secara sadar ataupun secara
reflek akan mengalami hambatan oleh rasa sakit, pembengkakan yang hebat secara fisik
mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan (Lumbanraja, L.B., 2009).

Jenis-jenis radang
1. Radang akut
Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang didesain
untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan berbagai mikroba
yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2
komponen utama dalam proses radang akut, yaitu perubahan penampang dan struktural dari
pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah akan
mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan struktural pada
pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan
sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan
selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera (Anonim, 2009).
Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului oleh
vasokonstriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat aliran darah dalam
kapiler yang telah berfungsi meningkat dan juga dibukanya anyaman kapiler yang
sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman venular pasca kapiler melebar dan diisi darah yang
mengalir deras. Dengan demikian, mikrovaskular pada lokasi jejas melebar dan berisi darah
terbendung. Kecuali pada jejas yang sangat ringan, bertambahnya aliran darah (hiperemia)
pada tahap awal akan disusul oleh perlambatan aliran darah, perubahan tekanan intravaskular
dan perubahan pada orientasi unsur-unsur berbentuk darah terhadap dinding pembuluhnya.
Perubahan pembuluh darah dilihat dari segi waktu, sedikit banyak tergantung dari parahnya
jejas. Dilatasi arteriol timbul dalam beberapa menit setelah jejas. Perlambatan dan bendungan
tampak setelah 10-30 menit (Anonim, 2009).
Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan sel-sel
darah putih ke dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan gambaran utama reaksi
radang akut. Vaskulatur-mikro pada dasarnya terdiri dari saluran-saluran yang
berkesinambungan berlapis endotel yang bercabang-cabang dan mengadakan anastomosis.
Sel endotel dilapisi oleh selaput basalis yang berkesinambungan (Anonim, 2009).
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan keluar ke
dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini berakibat meningkatnya
konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid bertambah besar,
dengan menarik kembali cairan pada pangkal kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan
menyisakan sedikit cairan dalam jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan
melalui saluran limfatik. Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan
sampai berat jenis 10.000 dalton (Anonim, 2009).
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas 1.020)
dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yang melakukan
emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat peningkatan permeabilitas vaskuler (yang
memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan
hidrostatik intravaskular sebagai akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan
peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya (Anonim, 2009).
Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi jejas,
merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu memfagosit bahan
yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis, dan enzim lisosom yang
terdapat di dalamnya membantu pertahanan tubuh dengan beberapa cara. Beberapa produk
sel darah putih merupakan penggerak reaksi radang, dan pada hal-hal tertentu menimbulkan
kerusakan jaringan yang berarti (Anonim, 2009).
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-sel
darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar daripada leukosit
sendiri. Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan terdapat di bagian tengah
dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel
darah putih bergerak dan menggulung pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran
yang tersendat tetapi kemudian sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel
(Anonim, 2009).
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari
pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel endotel.
Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi leukosit
mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel endotel yang tampak tertutup tanpa
perubahan nyata (Anonim, 2009).
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah utama
lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh
kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih
dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis dalam derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan
monosit paling reaktif terhadap rangsang kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi lemah.
Beberapa faktor kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya
bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel darah putih. Faktor-faktor kemotaksis
dapat endogen berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya produk bakteri (Anonim,
2009).
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis. Meskipun sel-
sel fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului oleh suatu proses
pengenalan yang khas, tetapi fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme
diliputi oleh opsonin, yang terdapat dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang
mengalami opsonisasi melekat pada permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan
meliputi partikel, berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak
pada vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom. Meskipun pada
waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-granula sitoplasma
neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya, suatu proses yang
disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan mudah
dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian mikroorganisme. Walaupun beberapa
organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit (Mutschler, E., 1991).
2. Radang kronis
Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang (berminggu-
minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari inflamasi aktif, cedera
jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan radang akut, radang akut ditandai dengan
perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang
kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma),
destruksi jaringan, dan perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan
fibrosis) (Anonim, 2009).
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul menyusul
radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang akut menjadi
radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda, disebabkan agen
penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada proses penyembuhan normal. Ada
kalanya radang kronik sejak awal merupakan proses primer. Sering penyebab jejas memiliki
toksisitas rendah dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang akut. Terdapat 3
kelompok besar yang menjadi penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh mikroorganisme
intrasel tertentu (seperti basil tuberkel, Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu),
kontak lama dengan bahan yang tidak dapat hancur (misalnya silika), penyakit autoimun. Bila
suatu radang berlangsung lebih lama dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi karena
banyak kebergantungan respon efektif tuan rumah dan sifat alami jejas, maka batasan waktu
tidak banyak artinya. Pembedaan antara radang akut dan kronik sebaiknya berdasarkan pola
morfologi reaksi (Anonim, 2009).

Karagenan
Karagenan merupakan suatu mukopolisakarida yang diperoleh dari rumput laut
merah Irlandia (Chondrus crispus). Karagenan juga merupakan suatu zat asing (antigen) yang
bila masuk ke dalam tubuh akan merangsang pelepasan mediator radang seperti histamin
sehingga menimbulkan radang akibat antibodi tubuh bereaksi terhadap antigen tersebut untuk
melawan pengaruhnya. Karagenan terbagi atas tiga fraksi, yaitu kapaa karagenan, iota
karagenan, dan lambda karagenan. Karegenan diberi nama berdasarkan persentase kandungan
ester sulfatnya, yaitu kappa karagenan mengandung 25-30%, iota karagenan 28-35%, dan
lambda karagenan 32-39%. Larut dalam air panas (700C), air dingin, susu dan dalam larutan
gula sehingga sering digunakan sebagai pengental/penstabil pada berbagai
makanan/minuman (Lumbanraja, L.B., 2009).
a. Kappa karagenan
Kappa karegenan berasal dari spesies Euchema cottonii, Euchema striatum,
Euchema speciosum. Bahan ini larut dlam air panas. Kappa karagenan mengekstraksi D-
galaktosa yang mengandung 6 ester sulfat dan 3,6-anhidro-D-galaktosa yang mengandung 2
ester sulfat.
b. Iota karagenan
Iota karagenan berasal dari spesies Euchema spinosuum, Euchema isiforme, dan
Euchema uncinatum. Bahan ini larut dalam air dingin. Iota karagenan mengekstraski D-
galakatosa yang mengandung 4 ester sulfat dan 3,6-anhidro-D-galaktosa yang mengandung 2
ester sulfat.
c. Lambda karagenan
Lambda karagenan berasal dari genus Chondrus dan Gigartina. Lambda karagenan
larut dalam air dingin. Berbeda dengan kappa karagenan dan iota karagenan, lambda
karagenan memiliki disulfat-D-galaktosa (Lumbanraja, L.B., 2009).

Obat-obat Anti-Inflamasi Nonsteroid


AINS (Anti-Inflamasi Non-Steroid) berkhasiat analgetis, antipiretis, serta anti radang
(antiflogistis), dan sering sekali digunakan ntuk menghalau gejaa penyakit rema. Obat ini
efektif untuk peradangan lain akibat trauma (pukulan, benturan, kecelakaan), juga misalnya
setelah pembedahan, atau pada memar akibat olahraga. Oba ini dipakai pula untuk mencegah
pembengkakan bila diminum sedini mungkin dalam dosis yang cukup tinggi (Tan, H.T.,
2002).
Pembagian obat-obat Anti-Inflamasi Non Steroida :

1. Asam Karboksilat

a. Asam asetat : Derivat Asam Fenilasetat, misalnya Diklofenak dan Fenklofenak.


Derivat Asam Asetal-inden/indol, misalnya Indometasin, Sulindak dan Tolmetin.
b. Derivat Asam Salisilat, misalnya Aspirin, Salisilat, Benorilat dan Diflunisal.
c. Derivat Asam Propionat, misalnya Asam Tiaprofenat, Fenbufen, Fenoprofen,Flurbiprofen,
Ibuprofen, Ketoprofen dan Naproksen.
d. Derivat Asam Fenamat, misalnya Asam mefenamat, Meklofenamat
2. Asam Enolat
a. Derivat Pirazolon, misalnya Azapropazon, Oksifenbutazon dan Fenilbutazon.
b. Derivat Oksikam, misalnya Piroksikam dan Tenoksikam

Mekanisme kerja AINS


Cara kerja NSAIDs untuk sebagian besar berdasarkan hambatan sintesa
prostaglandin, dimana kedua jenis cyclo-oxygenase diblokir. NSAIDs ideal hendaknya hanya
menghambat COX-2 (peradangan) dan tidak COX-1 (perlindungan mukosa lambung), lagi
pula menghambat lipo-oxygenase (pembentukan leukotrien). Walaupun dilakukan daya
upaya intensif sejak akhir tahun 1980-an hingga kini obat ideal demikian belum ditemukan.
Dewasa ini hanya tersedia tiga obat dengan kerja agak selektif, artinya lebih kuat
menghambat COX-2 daripada COX-1, yakni COX-2 inhibitors agak baru nabumeton dan
meloxicam. Dari obat baru celecoxib diklaim tidak menghambat COX-1 sama sekali pada
dosis bias, tetapi efek klinisnya mengenai iritasi mukosa lambung masih perlu dibuktikan.
Banyak riset sedang dilakukan pula untuk mengembangkan antagonis leukotrien yang dapat
digunakan sebagai obat anti radang pada rema dan asma (Tan, H.T., 2002).

Efek Samping Obat Anti-inflamasi Nonsteroid


Selain menimbulkan efek terapi yang sama, OAINS juga memiliki efek samping
yang serupa. Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau
tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran
cerna.15 Mekanisme kerusakan pada lambung oleh OAINS terjadi melalui berbagai
mekanisme. OAINS menimbulkan iritasi yang bersifat lokal yang mengakibatkan terjadinya
difusi kembali asam lambung ke dalam mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan. Selain
itu OAINS juga menghambat sintesa prostaglandin yang merupakan salah satu aspek
pertahanan mukosa lambung disamping mukus, bikarbonat, resistensi mukosa, dan aliran
darah mukosa. Dengan terhambatnya pembentukan prostaglandin, maka akan terjadi
gangguan barier mukosa lambung, berkurangnya sekresi mukus dan bikarbonat,
berkurangnya aliran darah mukosa, dan terhambatnya proses regenerasi epitel mukosa
lambung sehingga tukak lambung akan mudah terjadi.Indometasin, sulindak, dan natrium
mefenamat mempunyai resirkulasi enterohepatik yang luas, yang menambah pemaparan obat-
obat ini dan meningkatkan toksisitas gastrointestinalnya. Selain itu, indometasin juga
dilaporkan dapat mengakibatkan iritasi setempat langsung yang dapat mengakibatkan
perforasi. Penelitian lain menunjukkan bahwa OAINS yang menyebabkan kerusakan mukosa
paling minimal adalah sulindak, aspirin enteric coated, diflunisal, dan ibuprofen. Gejala yang
diakibatkan oleh OAINS antara lain dispepsia, nyeri epigastrium, indigesti, heart burn,
nausea, vomitus, dan diare (Mutschler, E., 1991).
Prostaglandin E2 (PGE2) dan I2 (PGI2) yang dibentuk dalam glomerulus
mempunyai pengaruh terutama pada aliran darah dan tingkat filtrasi glomerulus. PGI1 yang
diproduksi pada arteriol ginjal juga mengatur aliran darah ginjal. Penghambatan biosintesis
prostaglandin di ginjal, terutama PGE2, oleh OAINS menyebabkan penurunan aliran darah
ginjal. Pada orang normal, dengan hidrasi yang cukup dan ginjal yang normal, gangguan ini
tidak banyak mempengaruhi fungsi ginjal karena PGE2 dan PGI2 tidak memegang peranan
penting dalam pengendalian fungsi ginjal. Tetapi pada penderita hipovolemia, sirosis hepatis
yang disertai asites, dan penderita gagal jantung, PGE2 dan PGI2 menjadi penting untuk
mempertahankan fungsi ginjal. Sehingga bila OAINS diberikan, akan terjadi penurunan
kecepatan filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal bahkan dapat pula terjadi gagal ginjal.
Penghambatan enzim siklooksigenase dapat menyebabkan terjadinya hiperkalemia. Hal ini
sering sekali terjadi pada penderita diabetes mellitus, insufisiensi ginjal, dan penderita yang
menggunakan -blocker dan ACE-inhibitor atau diuretika yang menjaga kalium (potassium
sparing). Selain itu, penggunaan OAINS dapat menimbulkan reaksi idiosinkrasi yang disertai
proteinuria yang masif dan nefritis interstitial yang akut (Neal, M.J., 2006).
Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit dengan akibat perpanjangan
waktu perdarahan. Ketika perdarahan, trombosit yang beredar dalam sirkulasi darah
mengalami adhesi dan agregasi. Trombosit ini kemudian menyumbat dengan endotel yang
rusak dengan cepat sehingga perdarahan terhenti. Agregasi trombosit disebabkan oleh adanya
tromboksan A2 (TXA2). TXA2, sama seperti prostaglandin, disintesis dari asam arachidonat
dengan bantuan enzim siklooksigenase. OAINS bekerja menghambat enzim siklooksigenase.
Aspirin mengasetilasi Cox I (serin 529) dan Cox II (serin 512) sehingga sintesis
prostaglandin dan TXA2 terhambat. Dengan terhambatnya TXA2, maka proses
trombogenesis terganggu, dan akibatnya agregasi trombosit tidak terjadi. Jadi, efek
antikoagulan trombosit yang memanjang pada penggunaan aspirin atau OAINS lainnya
disebabkan oleh adanya asetilasi siklooksigenase trombosit yang irreversibel (oleh aspirin)
maupun reversibel (oleh OAINS lainnya). Proses ini menetap selama trombosit masih
terpapar OAINS dalam konsentrasi yang cukup tinggi (Neal, M.J., 2006).
Natrium diklofenak
Natrium diklofenak adalah suatu senyawa anti-inflamasi non-steroid yang bekerja
sebagai analgesik, antipiretik dan antiinflamasi. Senyawa ini sangat merangsang lambung
sehingga untuk mencegah efek samping ini bentuk sediaan oral (tablet) natrium diklofenak
disalut enteric. Waktu paruh natarium diklofenak adalah 1,5 jam (Mutschler, E., 1991).
Efektivitas suatu senyawa obat pada pemakaian klinik berhubungan dengan
farmakokinetiknya, dan farmakokinetik suatu senyawa dari suatu bentuk sediaan ditentukan
oleh ketersediaan hayatinya (bioavailabilitasnya). Bioavailabilitas suatu senyawa obat dari
sediaannya ditentukan/dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti: kualitas dan sifat
fisiko-kimia bahan baku zat aktif yang dipakai, jenis dan komposisi bahan pembantu, teknik
pembuatan, dll. Dengan demikian, sediaan-sediaan obat yang mengandung zat aktif yang
sama dalam bentuk sediaan yang sama ("pharmaceutical equivalent") tetapi diproduksi oleh
pabrik yang berbeda bisa menghasilkan efektivitas klinik yang berbeda (Mutschler, E., 1991).

Indometasin
Derivat indolilasetat ini berkhasiat amat kuat. Resorpsinya di usus cepat dan
lengkap. Pada rektum tergantung basis suppositorianya dan dapat menurun sampai 60%.
Waktu paruh indometasin adalah 2,5 jam (Mutschler, E., 1991).

Daftar Pustaka

Anonim. (2008). Obat Antiinflamasi Nonsteroid. http://fkunsri.wordpress.com/2008/02/09/obat-


antiinflamasi-nonsteroid-part-1/
Lumbanraja, L. B. (2009). Skrining Fitokimia dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun
Tempuyung (Sonchus arvenis L.) terhadap Radang pada Tikus.
http://repository.usu.ac.id/bitsream/123456789/14501/1/09E02475.pdf
Lutfianto, I. (2009). Mekanisme pada Injury Jaringan Inflamasi. http://
forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/25/mekanisme-pada-injury-jaringan-inflamasi/
Meycek. J.M. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: Widya Medika. Hal. 157-164.
Mutschler, Ernst. (1991). Dinamika Obat. Edisi kelima. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 643-650.
Neal, M.J. (2006). At a Glance Farmakologi Medis. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga. Hal. 55-56.
Pappana, A. (1989). Analgetik dalam Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Hal. 280-2291.
Tan, H.T. (2002). Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta:
PT.Elex Media Komputindo. Hal.229-239.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ANTI INFLAMASI
Analgesik atau analgetik, adalah obat yang digunakan untuk
mengurangi atau menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.

Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit, sadar tidak


sadar kita sering mengunakannya misalnya ketika kita sakit kepala atau
sakit gigi, salah satu komponen obat yang kita minum biasanya
mengandung analgesic atau pereda nyeri.

Inflamasi adalah respon dari suatu organisme terhadap pathogen


dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi
pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau
terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama system
kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Radang terjadi saat suatu mediator
inflamasi (misal terdapat luka) terdeteksi oleh tubuh kita. Lalu
permeabilitas sel di tempat tersebut meningkat diikuti keluarnya cairan ke
tempat inflamasi maka terjadilah pembengkakan. Kemudian terjadi
vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah perifer sehingga aliran darah
dipacu ke tempat tersebut, akibatnya timbul warna merah dan terjadi
migrasi sel-sel darah putih sebagai pasukan pertahanan tubuh kita.
Inflamasi distimulasi oleh factor kimia (histamin, bradikinin, serotonin,
leukotrien dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan
sebagai mediator radang di dalam system kekebalan untuk melindungi
jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.

Radang sendiri dibagi menjadi 2, yaitu:


1. Inflamasi non imunologis : tidak melibatkan system imun (tidak ada reaksi
alergi) misalnya karena luka, cederafisik, dsb.
2. Inflamasi imunologis : Melibatkan system imun, terjadi reaksi antigen-
antibodi. Misalnya pada asma.
Prostaglandin merupakan mediator pada inflamasi yang menyebabkan kita
merasa perih, nyeri, dan panas. Prostaglandin dapat menjadi salah
satu donator penyebab nyeri kepala primer.

Di membrane sel terdapat phosphatidylcholine dan phosphatidylinositol.


Saat terjadi luka, membrane tersebut akan terkena dampaknya juga.
Phosphatidylcholine dan phosphatidylinositol diubah menjadi asam
arakidonat. Asam arakidonat nantinya bercabang menjadi dua yaitu jalur
siklooksigenasi (COX) dan jalur lipooksigenase.

Pada jalur COX ini terbentuk prostaglandin dan thromboxanes. Sedangkan


pada jalur lipooksigenase terbentuk leukotriene.

1. Prostaglandin sebagai mediator inflamasi dan nyeri. Juga menyebabkan


vasodilatasi dan edema (pembengkakan).
2. Thromboxane menyebabkan vasokonstriksi dan agregasi (penggumpalan)
platelet.
3. Leukotriene menyebabkan vasokontriksi, bronkokonstriksi.

Radang mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi


:
1. Memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi
untuk meningkatkan performa makrofaga.
2. Menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi.
3. Mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.
Respon peradangan dapat dikenali dari rasa sakit, kulit lebam, demam,
dll.yang disebabkan karena terjadi perubahan pada pembuluh darah di
area infeksi :

1. Pembesaran diameter pembuluh darah, disertai peningkatan aliran darah


di daerah infeksi. Hal ini dapat menyebabkan kulit tampak lebam
kemerahan dan penurunan tekanan darah terutama pada pembuluh kecil.
2. Aktivasi molekul adhesi untuk merekatkan endothelia dengan pembuluh
darah.
3. Kombinasi dari turunnya tekanan darah dan aktivasi molekul adhesi, akan
memungkinkan sel darah putih bermigrasi ke endothelium dan masuk ke
dalam jaringan. Proses ini dikenal sebagai ekstravasasi.
Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai
berikut :

1. Tumor atau membengkak


2. Calor atau menghangat
3. Dolor atau nyeri
4. Rubor atau memerah
5. Functiolaesa atau daya pergerakan menurun, dan kemungkinan disfungsi
organ
Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang
disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi). Gejala inflamasi
dapat disertai dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit,
fungsinya terganggu. Proses inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler,
meningkatnya permeabilitas vaskuler dan migrasi leukosit ke jaringan
radang, dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya
terganggu. Mediator yang dilepaskan antara lain histamin, bradikinin,
leukotrin, prostaglandin dan PAF.
Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian
diikuti oleh radang adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru,
dsb.), suhu (panas atau dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar
ultraviolet), listrik, zat-zat kimia, dan lain-lain. Cedera radang yang
ditimbulkan oleh berbagai agen ini menunjukkan proses yang mempunyai
pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi cedera jaringan berupa degenerasi
(kemunduran) atau nekrosis (kematian) jaringan, pelebaran kapiler yang
disertai oleh cedera dinding kapiler, terkumpulnya cairan dan sel (cairan
plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada tempat radang yang disertai oleh
proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas, terjadinya proses
fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan imunologik

http://pharmacistsucces.wordpress.com/2013/01/06/interaksi-
pada-obat-analgesik-antiinflamasi-2/

B. JENIS TANAMAN ANTI INFLAMASI


A. Kunyit (Curcuma domestica Val)
a. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma domestica Val
b. Morfologi
Secara umum, kunyit memiliki ciri-ciri antara lain memiliki cabang
dengan ketinggian antara 10 sampai 100 cm. Adapun bagian batangnya
tidak berupa batang berkambium melainkan batang semu yang tegak dan
cenderung bulat. Batang tersebut membentuk rimpang, berwarna hijau
bercampur kuning dan tersusun atas pelepah-pelepah daun dengan tekstur
yang lunak. Sementara itu bagian daun memiliki bentuk yang lanset atau
bulat telur. Ukuran panjangnya bisa mencapai 40 cm. Sementara itu
lebarnya antara 8 sampai 12,5 cm. Daun tersebut merupakan daun tunggal
dengan tulang menyirip dan warna hijau yang cenderung pucat. Dari
klasifikasi kunyit di atas, kita juga bisa mengetahui bahwa bunga pda
kunyit merupakan jenis bunga majemuk dengan rambut juga sisik yang
terletak di pucuk batang semunya.
http://akardanumbi.blogspot.com/2013/05/nama-latin-dan-klasifikasi-
kunyit.html
Khasiat tanaman kunyit
1) Mencegah Alzheimer
Seseorang yang memiliki penyakit Alzheimer akan bermasalah dengan
ingatan, penilaian, dan berpikir. beberapa penelitian menunjukan bahwa
kunyit memiliki kandungan zat anti-inflamasi dan antioksidan, sehingga
dengan mengkonsumsi kunyit maka akan mendapatkan manfaat kunyit
yatiu mencegah penyakit Alzheimer.
2) Mengobati Tifus
Kunyit dapat digunakan untuk mengobati tifus. untuk membuat obat tifus
dari kunyit inilah yang harus anda lakukan.
Bahan : 2 rimpang kunyit, 1 bonggol sere, 1 lembar daun sambiloto.
caranya : Tumbuk semua bahan tersebut hingga halus dan dipipih,
kemudian tambahkan 1 gelas air masak yang masih hangat dan disaring,
kemudian minumlah ramuan tersebut, lakukan rutin selama seminggu.
3) Mencegah Kanker
Kunyit mengandung kurkumin dimana zat ini merupakan antioksidan yang
dapat mencegah kerusakan dan mutasi sel yang disebabkan oleh radikal
bebas. Selain itu kandungan kurkumin juga memiliki kemampuan untuk
menghambat pertumbuhan kanker terutama kanker payudara, kanker
usus, kanker perut, kanker paru-paru dan juga kanker kulit.
4) Mengurangi Resiko Diabetes
Khasiat kunyit yang didapat dari kandungan kurkumin di dalamnya dapat
mengurangi resistansi insulin. Karena hal tersebut maka kandungan kadar
glukosa darah dapat dikendalikan sehingga resiko untuk terserang diabetes
tipe 2 pun akan berkurang.
5) Menyembuhkan Luka
Manfaat kunyit bisa digunakan untuk meyembuhkan luka, karena kunyit
mengandung bahan anti-septik dan bahan anti-bakteri. dengan kandungan
itu kunyit sangat baik digunakan untuk disinfektan untuk luka biasa
maupun luka bakar.
6) Mencegah Anemia
Anemia diakibatkan oleh kekurangan zat besi. Anda bisa menggunakan
kunyit untuk mencegah anemia, karena kunyitbanyak mengandung zat
besi. Kandungan zat besi ini merupakan komponen penting dalam
pembentukan sel darah merah sehingga dengan mengkonsumsi kunyit
anda dapat mencegah anemia.
7) Melancarkan Pencernaan
Dengan adanya kandungan kurkumin dalam kunyit juga dapat membantu
proses pencernaan serta mengurangi gejala kembung. Namun orang yang
memiliki penyakit kandung empedu sebaiknya tidak menggunakan kunyit
sebagai suplemen karena dapat memperburuk kondisi.
8) Mencegah dan Mengobati Panas Dalam
Manfaat kunyit juga bisa digunakan untuk mengobati dan mencegah panas
dalam. Caranya : Ambil 1 biji kunyit yang agak besar, lalu bersihkan kunyit
sampai tidak tersisa lagi bekas tanah yang menempel. Kuliti sampai bersih,
parut kunyit sampai mempunyai bagian-bagian yang kecil. Sisihkan. Ambil
gula merah dan potong secukupnya, campurkan keduanya bersamaan
dengan menggunakan air panas. Aduk dan sampai terlihat mengental, lalu
parutan kunyit tadi Anda saring, dan minum selagi hangat.
9) Mencegah Keputihan
Khasiat kunyit sangat ampuh untuk mencegah keputihan.
Caranya : Ambil 2 ruas kunyit, satu genggam daun beluntas, satu gagang
asam, sepotong gula aren. Bersihkan dulu semua bahan, lalu bahan direbus
secara bersamaan sampai air mendidih, jika sudah mendidih, saring bahan
dan minumlah secara rutin, satu gelas per hari.
10) Mengatasi Gatal dan Penyakit Kulit
Khasiat kucnyit dapat digunakan untuk mengatasi gatal dan penyakit kulit.
Caranya : Ambil 1 ruas kunyit, bersihkan lalu parut kunyit. Ambil biji
cengkeh lalu ditumbuk, parutan kunyit tadi Anda campurkan dengan
tumbukan biji cengkeh dan bunga melati. Remas-remas, lalu balurkan pada
tubuh yang gatal. Untuk mencegah luka, Anda cukup mencampurkan
parutan kunyit dan asam kawak, balurkan sampai luka mongering dan
tidak terasa sakit lagi.
http://dropfamous.blogspot.com/2013/10/manfaat-kunyit.html
B. Ipomea pes-caprae
a. Morfologi
Ipomea pes-caprae (tapak kuda) adalah satu tumbuhan yang berdaun tidak
lengkap atau folium incompletus karena hanya memiliki tangkai daun
(petioulus) dan helaian daun (lamina). Tanaman ini memiliki sifat daun
yaitu bangun daun atau circumscriptio nya berbentuk seperti bulat atau
orbicularis. Daging daun atau intervenium nya bersifat tipis lunak atau
herbaceus. Susunan tulang-tulang atau nervatio nya berbentuk tulang
melengkung atau cervinervis. Tepi daun atau margo folii nya berbentuk
rata atau integer. Ujung daun atau apex folii nya bersifat meruncing atau
acuminatus. Pangkal daun atau basis folii nya berbentuk tumpul atau
obtusus.
b. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari Ipomoea pes-caprae sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Monocotyledineae
Ordo : Solanales
Family : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea pes-caprae
c. Ekologi
Tumbuh liar mulai permukaan laut hingga 600 m dpl, biasanya di pantai
berpasir, tetapi juga tepat pada garis pantai, serta kadang-kadang pada
saluran air, dan kebanyakan hidup pada daerah tropis.

d. Nilai medis
Tapak kuda yang merupakan famili Convolvulaceae ini sebenarnya
digunakan sebagai tanaman obat sejak zaman dulu kala. Di beberapa
negara, tapak kuda atau disebut juga beach morning glory, digunakan
untuk mengatasi peradangan dan mengatasi rasa sakit.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tapak kuda mengandung
glochidone, asam betulinic, alfa dan beta amyrin asetat, serta isoquercitrin.
Pada tanaman tersebut juga terdapat antinociceptive, yang berguna
mengatasi rasa sakit berlebihan.
Antinociceptive akan beraksi seperti hidroalkoholik, yang mampu
mengurangi rasa sakit. Dengan kandungan tersebut, tapak kuda kerap
digunakan untuk meredakan nyeri persendian atau pegal otot. Selain itu,
tanaman ini juga digunakan sebagai pereda sakit gigi dan pembengkakan
gusi.
C. Musa Paradiasiaca
a. Morfologi
Musa Paradiasiaca (pisang) adalah satu tumbuhan yang berdaun lengkap
atau folium completus karena memiliki pelepah daun (vagina), tangkai
daun (petioulus) dan helaian daun (lamina). Tanaman ini pula memiliki
sifat daun yaitu bangun daunya atau circumscriptio berbentuk seperti
jorong atau ovalis. Daging daun atau intervenium nya bersifat seperti
kertas atau papyraceus. Susunan tulang-tulang atau nervatio nya
berbentuk bertulang menyirip atau penninervis. Tepi daun atau margo folii
nya berbentuk rata atau integer. Ujung daun atau apex folii nya berbentuk
runcing atau acutus. Pangkal daun atau basis folii nya berbentuk runcing
atau acutus. Permukaan daunnya berbentuk licin dan berselaput lilin atau
laevis pruinosus.
b. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari Musa paradiasiaca sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Family : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradiasiaca
c. Ekologi
Temperatur optimum untuk pertumbuhan pisang adalah pada suhu 27 38
C. Pisang tumbuh baik di daerah beriklim tropika dengan curah hujan 200
220 mm/tahun. Kelembaban tanah berkisar 60 70 %.
Pada daerah tropis, pisang masih dapat tumbuh pada ketinggian hingga
1.600 m dpl dan menyukai matahari langsung. Pisang toleran pada pH 4,5
7,5.
d. Nilai medis
Pisang memiliki banyak nilai medis. Pisang kaya akan mineral seperti
kalium, magnesium, pospor, dan zat besi yang hampir seluruhnya dapat
diserap oleh tubuh. Pisang juga mengandung provitamin A, vitamin C, B
dan seratomin yang aktif sebagai neurot transmitter dalam melancarkan
fungsi otak.
Cairan yang dihasilkan oleh batang pisang digunakan untuk mengobati
saluran kencing, disentri, dan diare bahkan untuk mengobati kebotakan.
Jika dikonsumsi secara rutin dapat menyembuhkan penyakit maag, darah
tinggi, dan berfungsi juga sebagai anti radang.
http://nhono-ghero.blogspot.com/2011/04/daun-lengkap-daun-tidak-
lengkap.html
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Inflamasi adalah respon dari suatu organisme terhadap pathogen
dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi
pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau
terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama system
kekebalan terhadap infeksi dan iritasi.
Radang sendiri dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Inflamasi non imunologis : tidak melibatkan system imun (tidak ada reaksi
alergi) misalnya karena luka, cederafisik, dsb.
2. Inflamasi imunologis : Melibatkan system imun, terjadi reaksi antigen-
antibodi. Misalnya pada asma.

B. SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2013, interaksi-pada-obat-analgesik-antiinflamasi
http://pharmacistsucces.wordpress.com/2013/01/06/interaksi-pada-
obat-analgesik-antiinflamasi-2/

Anonim 2013, nama-latin-dan-klasifikasi-kunyit


http://akardanumbi.blogspot.com/2013/05/nama-latin-dan-klasifikasi-
kunyit.html

Anonim 2013 ,daun-lengkap-daun-tidak-lengkap.html


http://nhono-ghero.blogspot.com/2011/04/daun-lengkap-daun-tidak-
lengkap.html

Anonim 2013, manfaat-kunyit.html


http://dropfamous.blogspot.com/2013/10/manfaat-kunyit.html

http://cichojoelz.blogspot.co.id/2014/04/contoh-makalah-anti-inflamasi.html

Anda mungkin juga menyukai