Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsep dasar ekologi secara tak sadar justru sudah diterapkan dalam
masyarakat tradisional. Bagaimana konsep hidup bahwa hewan dan manusia, air
dan udara serta tumbuhannya memenuhi kehidupan masyarakat pedesaan yang
tidak begitu dekat dengan ilmu-ilmu baru. Konsep gunungan dalam pewayangan
atau konsep hasta brata dalam kehidupan kejawen. Namun demikian konsep yang
ada pada masyarakat tradisional tidak dipandang sebagai konsep ilmu ekologi,
karena pada dasarnya tidak dicetuskan secara teoritis, tetapi melalui tutur
tinular, pendekatan ilmu titen dalam pendekatan-pendekatan empiris. Justru
orang Baratlah yang pada akhirnya mengeluarkan konsep dan teori tentang
ekologi secara tertulis.
Memang dalam kehidupan masyarakat primitif, untuk dapat bertahan hidup
dibutuhkan pengetahuan mengenai lingkungannya, tentang kekuatan alam dan
tumbuh-tumbuhan, dan juga hewan sekitar. Tentang api yang bisa dipergunakan
dan diperkenalkan sebagai kebudayaan dan melalui kebudayaan pada waktu
manusia pertama kali mengenalnya sebagai bagian dari Dewa Api. Tetapi itu
semua belum menyangkut konsep ilmu ekologi sebenarnya, tetapi sekedar untuk
dapat mempertahankan hidup.
Pemenuhan kebutuhan manusia dapat terpenuhi karena adanya pemanfaatan
lingkungan yang berbentuk pengelolaan lingkungan hidup. Melalui pengelolaan
lingkungan hidup, terjadi hubungan timbal balik antara lingkungan biofisik
dengan lingkungan sosial. Ini berarti sudah berkaitan dengan konsep ekologi,
terutama tentang konsep hubungan timbal balik (inter-related) antara lingkungan
biofisik dengan lingkungan sosial. Dengan demikian apabila membicarakan
lingkungan hidup, maka konsep ekologi akan selalu terkait.

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana ekologi sebagai dasar ilmu lingkungan?
2. Apa saja prinsip prinsip dasar ilmu lingkungan?
3. Bagaimana pendekatan (paham-paham) ilmu lingkungan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami ekologi sebagai ilmu lingkungan.
2. Untuk mengetahui dan memahami prinsip-prinsip dasar ilmu lingkungan.
3. Untuk mengetahui dan memahami pendekatan (paham-paham) ilmu
lingkungan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ekologi Sebagai Dasar Ilmu Lingkungan


Ekologi hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan rumah tangga
sistem penyokong kehidupan.
Jadi ekologi mempelajari:
1) Hubungan timbal balik antara organisme dengan tempat tinggalnya
2) Saling mempengaruhi antara jenis organisme
3) Interaksi antara unsur unsur penyusun tempat tinggal.
Komponen Penyusun Ekologi
1) Makhluk hidup (komponen hayati atau biotik) meliputi: flora, fauna,
mikroorganisme, manusia.
2) Tempat tinggal = rumah tangga (komponen fisik / geofisik) meliputi: tanah, air,
udara .
Ekologi merupakan salah satu ilmu dasar bagi ilmu lingkungan. Kata
ekologi berasal dari bahasa yunani, yaitu oikos yang berarti habitat atau tempat
tinggal, dan logos yang berarti ilmu atau kajian. Secara umum ekologi diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara makhluk hidup dengan
lingkungannya. Dalam ilmu lingkungan seperti halnya ekologi , mahluk hidup
(organisme), di pelajari dalam unit populasi.
Populasi adalah sekelompok individu- individu mahluk hidup yang sejenis
yang hidup dalam suatu lingkungan tertentu. Basis dari Ekologi adalah ekosistem.
Ekologi mengkaji berbagai proses dalam bentuk interaksi yang terjadi di dalam
ekosistem.
1. Ekosistem
Tingkatan organisasi yang lebih tinggi dari komunitas adalah ekosistem.
Suatu kawasan alam yang di dalamnya tercakup unsur makhluk hidup (biotik) dan
makhluk tak hidup (abiotik) dimana antara unsur-unsur tersebut terjadi hubungan
timbal balik. Unsur Biotik berdasarkan fungsinya dapat dikelompokan menjadi:

3
a. Produser
Produser bersifat autotrof (dapat menyediakan makanan sendiri melalui
fotosintesis) dengan jumlah biomassa paling banyak. Contohnya tumbuhan
yang berhijau daun.
b. Konsumer
Konsumer bersifat heterotrof (tidak dapat berfotosintesis),
mengkonsumsi autotrof. Contohnya herbivora (pemakan tumbuhan),
karnivora (pemakan daging), dan omnivora (pemakan segala).
c. Dekomposer
Dekomposer merupakan penguraikan senyawa organik (biodegradable)
dari tumbuhan dan binatang yang telah mati menjadi senyawa anorganik
(mineral) yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Pengurai terdiri dari
bakteri, jamur, dan alga.
Unsur Abiotik adalah komponen fisik dan kimia yang terdiri atas:
a. Tanah: habitat dan media hidup makhluk hidup; tempat tersedianya air dan
mineral untuk tumbuhan.
b. Air: habitat tumbuhan dan binatang; kebutuhan esensial makhluk hidup.
c. Cahaya dan suhu : sumber energi untuk fotosintesis, menentukan penyebaran
organisme, menentukan cuaca, hujan, dan angin.
d. Udara : O2 untuk respirasi binatang CO2 untuk fotosintesis tumbuhan.
Ekosistem merupakan satuan fungsional dasar dalam ekologi, mengingat
bahwa di dalamnya tercakup organisme dan lingkungan abiotik yang satu
terhadap yang lain saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan benda nyata dan
mempunyai ukuran beraneka, bergantung pada tingkat organisasinya. Ekosistem
kolam, misalnya, memiliki organisasi yang sederhana daripada ekosistem danau.
Suatu pulau memiliki ekosistem yang lebih kompleks, dan yang paling kompleks
tentunya ekosistem bumi.
Individu individu organisme yang sejenis akan berkelompok membentuk
suatu kelompok dan menempati suatu tempat pada suatu waktu, kelompok ini
yang disebut populasi.

4
Beberapa populasi akan mendiami suatu tempat secara bersama sama,
kumpulan ini disebut komunitas.
Komunitas akan saling berinteraksi secara timbal balik dengan komponen
abiotiknya membentuk suatu sistem yang dikenal dengan ekosistem.
Populasi
Di dalam populasi ada hal-hal yang sangat khas sekali, yaitu:
a. Ciri khas yang dimiliki oleh tiap tiap individu anggota populasi, misalnya
sejarah hidup, perkembangan dan lainnya.
b. Ciri khas yang dimiliki oleh populasi, misalnya laju kematian, laju kelahiran
dan perbandingan umur.
c. Individu anggota populasi dilahirkan, mempunyai umur dan mati. Tetapi
individu ini tidak mempunyai laju kelahiran dan laju kematian, karena untuk
mengetahui laju harus dalam kelompok individu atau populasi.
d. Kepadatan suatu populasi dapat ditunjukkan dengan cacah individu per unit
area atau unit volume. Angka ini yang menunjukkan besarnya populasi.
Misalnya kepadatan penduduk di suatu kota sebesar 750/kilometer
persegikepadatan phytoplankton 1 juta/liter
Kepadatan dapat dibedakan jadi 2 yaitu:
Kepadatan kasar: kepadatan per unit area.
Kepadatan ekologi spesifik: epadatan per unit habitat.
Misalnya pada musim kering di suatu kolam dengan berkurangnya air
kolam secara keseluruhan menyebabkan kepadatan kasarnya menurun. Sedangkan
kepadatan ekologi spesifiknya makin meningkat, karena ikan makin tampak padat
pada penurunan volume air. Dalam studi populasi penting diketahui pula adanya
perubahan populasi, baik penambahan atau pengurangan. Terdapat faktor faktor
yang mempengaruhi populasi diantaranya:
1. Faktor yang tergantung kepada kepdatan populasi, umumnya faktor biologik
seperti kompetisi, parasit, patogen.
2. Faktor yang tidak tergantung kepada kepadatan populasi, merupakan faktor
faktor fisik misalnya iklim.

5
Dispersal (pemencaran) pada populasi yaitu gerakan individu masuk
ataupun keluar dari populasi, yang dibedakan menjadi:
1. Imigrasi: gerakan individu memasuki suatu populasi.
2. Emigrasi: gerakan individu keluar dari populasi.
3. Migrasi: gerakan individu keluar atau memasuki kembali suatu populasi
secara periodik.
Komunitas
Apabila suatu komunitas disusun oleh sekelompok populasi dengan satu
atau dua dianatarnya mempunyai pengaruh yang nyata terhadap lingkungannya
dan dapat mengontrol aliran energi ke dalam komunitas tersebut, maka spesies ini
disebut spesies dominan. Kedominannya spesies pada organisme yang besar dapat
ditunjukksn dengan biomassanya (berat kering). Pada komunitas hutan
ditunjukkan dengan basal area dari batang tumbuhan (penampang batang) atau
persentase penutupan lahan oleh tajuk. Suatu komunitas dapat diklasifikasikan
menurut beberapa hal:
1. Kenampakan struktur yang menyolok, misalnya spesies yang dominan,
bentuk pertumnuhan.
2. Habitat fisik komunitas.
3. Ciri fungsional komunitas, misalnya tipe metabolisme komunitas.

6
Hubungan Antar Ilmu Biosains
Hubungan antar cabang (interdisiplin) ilmu seperti yang disebutkan di
slide sebelumnya, dapat dilihat pada fenomena yang terjadi di Inggris
Sampai abad ke 13 di London khususnya, Inggris umumnya, terdapat
sejenis belalang yang badan dan sayapnya berwarna putih namanya
Locusta alba. Belalang ini hinggap pada dinding dinding bangunan, yang pada
saat itu berwarna putih. Dengan melaksanakan mimicry seperti, belalang putih
tidak terlihat dengan jelas oleh burung pemangsanya.

Pada abad ke 20 saat pemakaian batubara untuk pembangkit listrik


tenaga uap (pltu) dan kegiatan industri meningkat pesat, pencemaran
di kota London mencapai puncaknya. Udara yang tercemar itu
mengandung belangkin atau ter (tar), yaitu butiran arang yang amat
kecil sekitar satu mikrometer (0,001 mm) yang bercampur air Zat pencemar
tersebut telah merubah warna dinding bangunan dari
putih menjadi abu abu bahkan ada yang hitam. Ternyata apabila dicermati ada
jenis belalang lain yang warnanya tidak putih seperti pada awal abad ke 13 dulu
yang warnanya berubah dari putih menjadi abu abu atau hitam, selanjutnya
dinamai Locusta grisea dan Locusta nigrita. Terlihat bahwa warna yang
merupakan salah satu ciri morfologi telah berubah. Bersamaan dengan perubahan
morfologi ini telah merubah pula nama belalang atau telah terjadi perubahan
dalam taksonomi. Perubahan yang berlangsung perlahan dari abad 13 sampai abad

7
20 atau sekitar 700 tahun itu disebut pula sebagai evolusi. Uraian tersebut di atas
memperlihatkan keterkaitan atau hubungan antar ilmu ilmu biosains.
Hubungan Antar Ilmu Fiskosains
Kegiatan pertambangan yang mengambil bahan mineral dari dalam
tanah menggunakan pengetahuan geologi pertambangan. Pada
pertambangan emas, tembaga, dan perak oleh PT, Freeport Indonesia
(PTFI) umpamanya, galian tersebut mengandung limbah yang disebut tailing.
Tailing PTFI dibuang ke sungai aykwa yang menimbulkan
pencemaran perairan. Kerusakan ekosistem ini menimbulkan masalah lingkungan
apabila dikaji dari sudut pengetahuan hidrologi. Terlihat dari kejadian di atas
seolah terkait pula antara sesama pengetahuan fisikosains, dalam hal ini antara
geologi dan hidrologi. Jika dikaji lebih dalam ternyata lingkungan perairan yang
tercemar dapat mempengaruhi biota yang hidup didalamnya, misalnya ikan
Apabila air yang jernih menjadi tercemar maka ikan mas yang semula
berwarna merah akan berubah menjadi pucat atau kuning keputihan.
Konsep ekologi, hubungan timbal balik antara organisme dan lingkungannya
terlihat pada fenomena di atas. Jadi organisme dipelajari melalui biosains atau
ilmu lingkungan kehayatan, habitat dikaji dengan fisikosains atau ilmu lingkungan
kebendaan.
2.2 Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Lingkungan
Terdapat beberapa prinsip-prinsip dasar ilmu lingkungan diantaranya:
1. Prinsip 1
Semua energi yang masuk ke dalam tubuh organisme, populasi, atau ekosistem
dapat dianggap sebagai energi yang tersimpan atau yang terlepaskan. Energi
dapat diubah dari suatu bentuk ke bentuk lainnya, tetapi tidak mungkin hilang,
atau dihancurkan, atau diciptakan
Asas ini adalah sebenarnya serupa dengan hukum termodinamika I, yang
sangat fundamental dalam fisika. Asas ini dikenal sebagai hukum konservasi
energi dalam persamaan matematika.Energi yang memasuki jasad hidup,populasi,
atau ekosistem dapat dianggap energi yang tersimpan atau terlepaskan. Dalam hal

8
ini sistem kehidupan dapat dianggap sebagai pengubah energi, dan berarti pula
akan didapatkan berbagai strategi untuk mentransformasi energi.
Contohnya dapat dilihat dari banyaknya kalori, energi yang terbuang dalam
bentuk makanan diubah oleh jasad hidup menjadi energi untuk tumbuh berbiak,
menjalankan proses metabolisme, dan yang terbuang. Dalam dunia hewan
sebagian energi hilang, misalnya, dalam bentuk tinjanya sebagian diambil oleh
parasit yang terdapat dalam tubuhnya. Metabolisme hewan ini kemudian terbagi
dalam beberapa komponen yang tetap dapat mempertahankan kegiatan
metabolisme dasarnya.
2. Prinsip 2
Tak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul efisien
Asas ini tak lain adalah hukum thermodinamika kedua, ini berarti energi
yang tak pernah hilang dari alam raya, tetapi energi tersebut akan terus diubah
dalam bentuk yang kurang bermanfaat.
Contohnya energi yang diambil oleh hewan untuk keperluan hidupnya
adalah dalam bentuk makanan padat yang bermanfaat. Tetapi panas yang keluar
dari tubuh hewan karena lari,terbang, atau berenang terbuang tanpa guna.
3. Prinsip 3
Materi, energi, ruang, waktu, dan keanekaragaman, semuanya termasuk
kategori sumber daya alam
Memang jelas dalam asas kimia, bahwa pengubahan energi oleh sistem
biologi harus berlangsung pada kecepatan yang sebanding dengan adanya materi
dan energi di lingkungannya. Pengaruh ruang secara asas adalah beranalogi
dengan materi dan energi sebagai sumber alam.
Contohnya pada ruang yang sempit bagi suatu populasi yang tingkat
kepadatannya tinggi mungkin akan terjadi terganggunya proses pembiakan. Pada
ruang yang sempit hewan jantan akan bertarung untuk mendapatkan betina
sehingga pembiakan terganggu. Sebaliknya kalau ruang terlalu luas, jarak antar
individu dalam populasi semakin jauh, kesempatan bertemu antara jantan dan
betina semakin kecil sehingga pembiakan akan terganggu.
Ruang dapat juga memisahkan jasad hidup dengan sumber bahan makanan yang

9
dibutuhkan, jauh dekatnya jarak sumber makanan akan berpengaruh terhadap
perkembangan populasi. Waktu sebagai sumber alam tidak merupakan besaran
yang berdiri sendiri. Misal hewan mamalia di padang pasir, pada musim kering
tiba persediaan air habis dilingkungannya, maka harus berpindah ke lokasi yang
ada sumber airnya. Berhasil atau tidaknya hewan bermigrasi tergantung pada
adanya cukup waktu dan energi untuk menempuh jarak lokasi sumber air.
Keanekaragaman juga merupakan sumberdaya alam. Misal semakin beragam jenis
makanan suatu spesies semakin kurang bahayanya apabila menghadapi perubahan
lingkungan yang dapat memusnahkan sumber makanannya. Sebaliknya suatu
spesies yang hanya tergantung satu jenis makanan akan mudah terancam bahaya
kelaparan.
4. Prinsip 4
Untuk semua kategori sumber alam, kalau pengadaanya sudah mencapai
optimum, pengaruh unit kenaikannya sering menurun dengan penambahan
sumber alam itu sampai ke suatu tingkat maksimum. Melampaui batas
maksimum ini tak akan ada pengaruh yang menguntungkan lagi. Untuk semua
kategori sumber alam (kecuali keanekaragaman dan waktu) kenaikan
pengadaannya yang melampui batas maksimum , bahkan akan berpengaruh
merusak karena kesan peracunan. Ini adalah asas penjenuhan. Untuk banyak
gejala sering berlaku kemungkinan penghancuran yang disebabkan oleh
pengadaan sumber alam yang sudah mendekati batas maksimum.
Asas ini dapat dijelaskan dengan gambar, dimana batas suhu maksimum
membatasi kegiatan hidup dalam sistem biologi , yaitu Asas 4 tersebut terkandung
arti bahwa pengadaan sumber alam mempunyai batas optimum, yang berarti pula
batas maksimum, maupun batas minimum pengadaan sumber alam akan
mengurangi daya kegiatan sistem biologi.
Pada keadaan lingkungan yang sudah stabil, populasi hewan atau
tumbuhannya cenderung naik - turun (bukan naik terus atau turun terus).
Maksudnya adalah akan terjadi pengintensifan perjuangan hidup, bila persediaan
sumber alam berkurang. Tetapi sebaliknya, akan terdapat ketenangan kalau
sumber alam bertambah.

10
5. Prinsip 5
Ada dua jenis sumber alam dasar, yaitu sumber alam yang pengadaannya dapat
merangsang penggunaan seterusnya, dan yang tak mempunyai daya rangsang
penggunaan lebih lanjut
Ada 2 hal pada asas 5 ini. Di suatu pihak dapat kita bayangkan suatu
keadaan atau situasi, dengan jenis sumber alam tidak menimbulkan rangsangan
untuk penggunaan lebih lanjut. Di pihak lain dapat juga kita bayangkan adanya
paling sedikit dua situasi yang mempunyai kesan merangsang itu.
Contohnya Suatu jenis hewan sedang mencari berbagai sumber makanan.
Kemudian didapatkan suatu jenis tanaman yang melimpah di alam, maka hewan
tersebut akan memusatkan perhatiannya kepada penggunaan jenis makanan
tersebut. Dengan demikian, kenaikan sumber alam (makanan) merangsang
kenaikan pendayagunaan.
6. Prinsip 6
Individu dan spesies yang mempunyai lebih banyak keturunan dari pada
saingannya, cenderung berhasil mengalahkan saingannya
Asas ini aalah pernyataan teori Darwin dan Wallace. Pada jasad hidup
terdapat perbedaan sifat keturunan dalam hal tingkat adaptasi terhadap faktor
lingkungan fisik atau biologi. Kemudian timbul kenaikan kepadatan populasinya
sehingga timbul persaingan. Jasad hidup yang kurang mampu beradaptasi yang
akan kalah dalam persaingan. Dapat diartikan pula bahwa jasad hidup yang
adaptif akan mampu menghasilkan banyak keturunan daripada yang non-adaptif.
Contohnya mula-mula di bukit pasir tumbuhan pelopor itu kemudian
berhasil mengubah keadaan lingkungan. Pada perkembangan berikutnya,
serangkaian spesies lain yang lebih adaptif dengan keadaan lingkungan barulah
yang datang mengganti, dan tumbuhan pelopor kemudian tersisihkan. Proses
penggantian spesies secara berurutan inilah yang dikenal swbagai proses suksesi.
7. Prinsip 7
Kemantapan keanekaragaman suatu komunitas lebih tinggi di alam yang
mudah diramal

11
Mudah diramal pada asas 7 ini maksudnya adalah adanya keteraturan yang
pasti pada pola faktor lingkungan pada suatu periode yang relatif lama. Terdapat
fluktuasi turun-naiknya kondisi lingkungan di semua habitat, tetapi mudah dan
sukarnya untuk diramal berbeda dari satu habitat ke habitat lain. Dengan
mengetahui keadaan optimum pada faktor lingkungan bagi kehidupan suatu
spesies, maka perlu diketahui berapa lama keadaan tersebut dapat bertahan.
Contohnya keadaan iklim yang stabil dalam waktu yang lama tidak saja
akan melahirkan keanekaragaman spesien yang tinggi, tetapi juga akan
menimbulkan keanekaragaman penyebaran kesatuan populasi.
8. Prinsip 8
Sebuah habitat dapat jenuh atau tidak oleh keanekaragaman takson, bergantung
kepada bagaimana nicia dalam lingkungan hidup itu dapat memisahkan takson
tersebut
Kelompok taksonomi tertentu dari suatu jasad hidup ditandai oleh keadaan
lingkungannya yang khas (nicia), tiap spesias mempunyai nicia tertentu. Spesies
dapat hidup berdampingan dengan spesies lain tanpa persaiangan, karena masing-
masing mempunyai keperluan dan fungsi yang berbeda di alam.
Contohnya Burung dapat hidup dalam suatu keadaan lingkungan yang luas
dengan spesies yang kurang beraneka ragam, karena burung mempunyai
kemampuan menjelajah. Tumbuhan dan serangga mempunyai gerakan terbatas,
sehingga hanya dapat memanfaatkan bahan makanan disekitarnya. Oleh sebab itu
tumbuhan dan serangga lebih responsif terhadap lingkungan terbatas
dibandingkan dengan burung. Tumbuhan dan serangga bila ada perubahan
biokimia yang halus saja dapat menyebabkan perbedaan genetika dalam
perjalanan evolusinya. Jadi dalam waktu yang lama keanekaragaman serangga
dan tumbuhan meningkat, kemudian hidup dalam bentuk nicia suatu lingkungan.
9. Prinsip 9
Keanekaragaman komunitas apa saja sebanding dengan biomasa dibagi
produktivitas
Asas ini mengandung arti, bahwa efisiensi penggunaan aliran energi dalam
sistem biologi akan meningkat dengan meningkatnya kompleksitas organisasi

12
sistem biologi dalam suatu komunitas. Contohnya Spesies bertambah dan terdapat
juga tumbuhan dalam bentuk komunitas tumbuhan yang berlapis-lapis.
10. Prinsip 10
Pada lingkungan yang stabil perbandingan antara biomasa dengan
produktivitas (B/P) dalam perjalanan waktu naik mencapai sebuah asimtot
Sistem biologi menjalani evolusi yang mengarah kepada peningkatan
efisiensi penggunaan energi dalam lingkungan fisik yang stabil, dan
memungkinkan berkembangnya keanekaragaman. Contohnya Apabila suatu
masyarakat berkembang semakin maju, memang secara keseluruhan ada
penurunan harga energi per unit produksi kotor nasional (gross national product),
tetapi pada waktu yang sama produksi kotor nasional per kapita naik dengan
sangat cepat, sehingga terdapat peningkatan pengeluaran energi per orang.
11. Prinsip 11
Sistem yang sudah mantap (dewasa) mengekploitasi yang belum mantap
(belum dewasa)
Asas 11 ini mengandung arti ekosistem, populasi atau tingkat makanan yang
sudah dewasa memindahkan energi, biomasa, dan keanekaragaman tingkat
organisasi ke arah yang belum dewasa. Dengan kata lain, energi, materi, dan
keanekaragaman mengalir melalui suatu kisaran yang menuju ke arah organisasi
yang lebih komplek. Dari subsistem yang rendah keanekaragaman nya ke
subsistem yang tinggi keanekaragamannya.
Contohnya tenaga kerja dari ladang,kampung, kota kecil mengalir ke kota
besar(metropolitan) karena keanekaragaman kehidupan kota besar melebihi
tempat asalnya. Atau cendekiawan yang berasal dari daerah enggan kembali ke
asalnya, karena taraf keanekaragaman penghidupan kota besar lebih tinggi dari
daerah asalnya. Dengan demikian keahlian, bakat, tenaga kerja mengalir dari
daerah yang kurang ke daerah yang lebih beraneka ragam corak penghidupannya.
12. Prinsip 12
Kesempurnaan daya adaptasi tiap sifat atau atribut bergantung kepada nilai
penting relatif dari suatu lingkungan tertentu

13
13. Prinsip 13
Lingkungan yang secara fisik stabil memungkinkan terjadinya penimbunan
keanekaragaman biologik di dalam ekosistem yang mantap, yang
menggalakkan kestabilan populasi
14. Prinsip 14
Derajat pola keteraturan fluktuasi populasi bergantung kepada jumlah
keturunan dari populasi sebelumnya yang berpengaruh pada populasi
tersebut.
2.3 Pendekatan (Paham Paham) Ilmu Lingkungan
Pada pendekatan (paham paham) mengenai ilmu lingkungan terdapat
beberapa pandangan pandangan yaitu:
1. Antroposentrisme
Antroposentrisme (antropos = manusia) adalah suatu pandangan yang
menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Pandangan ini
berisi pemikiran bahwa segala kebijakan yang diambil mengenai lingkungan
hidup harus dinilai berdasarkan manusia dan kepentingannya. Jadi, pusat
pemikirannya adalah manusia. Kebijakan terhadap alam harus diarahkan untuk
mengabdi kepada kepentingan manusia. Pandangan moral lingkungan yang
antroposentrisme disebut juga sebagai human centered ethic, karena
mengandaikan kedudukan dan peran moral lingkungan hidup yang terpusat pada
manusia. Maka tidak heran kalau fokus perhatian dalam pandangan ini terletak
pada peningkatan kesejahteraan dan kebahagian manusia di dalam alam semesta.
Alam dilihat hanya sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan
kebutuhan dan kepentingan manusia. Dengan demikian alam dilihat sebagai alat
bagi pencapaian tujuan manusia.
Antroposentrisme didasarkan pada pandangan filsafat yang mengklaim
bahwa hal yang bernuansa moral hanya berlaku pada manusia. Manusia di
agungkan sebagai yang mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting dalam
kehidupan ini, jauh melebihi semua mahluk lain. Ajaran yang telah menempatkan
manusia sebagai pusat suatu sistem alam semesta ini telah membuat arogan
terhadap alam, dengan menjadikan sebagai objek untuk dieksploitasi.

14
Antroposentrisme sangat bersifat instrumentalis, dimana pola hubungan
manusia dengan alam hanya terbatas pada relasi instrumental semata. Alam dilihat
sebagai alat pemenuhan dan kepentingan manusia. Teori ini dianggap sebgai
sebuah etika lingkungan yang dangkal dan sempit (shallow environmental
ethics).
Antroposentrisme sangat bersifat teologis karena pertimbangan yang
diambil untuk peduli terhadap alam didasarkan pada akibat dari tindakan itu bagi
kepentingan manusia. Konservasi alam misalnya, hanya dianggap penting sejauh
hal itu mempunyai dampak menguntungkan bagi kepentinmgan manusia.
Teori antroposentrisme telah dituduh sebagai salah satu penyebab bagi
terjadinya krisis lingkungan hidup. Pandangan inilah yang menyebabkan manusia
berani melakukan tindakan eksploitatif terhadap alam, dengan menguras kekayaan
alam demi kepentingannya. Kepedulian lingkungan hanya muncul sejauh terkait
dengan kepentingan manusia, dan itupun lebih banyak berkaitan dengan
kepentingan jangka pendek saja. Walaupun kritik banyak dilontarkan terhadap
teori antroposentrisme, namun sebenarnya argumen yang ada didalamnya cukup
sebagai landasan kuat bagi pengembangan sikap kepedulian terhadap alam.
Manusia membutuhkan lingkungan hidupn yang baik, maka demi kepentingan
hidupnya, manusia memiliki kewajiban memelihara dan melestarikan alam
lingkungannya. Kekurangan pada teori ini terletak pada pendasaran dari tindakan
memberi perhatian pada alam, yang tidak didasarkan pada kesadaran dan
pengakuan akan adanya nilai ontologis yang dimiliki oleh alam itu sendiri,
melainkan hanya kepentingan manusia semata.
2. Biosentrisme
Etika lingkungan Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih
menekankan kehidupan sebagai standar moral. Salah satu tokoh penganutnya
adalah Kenneth Goodpaster. Menurut Kenneth rasa senang atau menderita
bukanlah tujuan pada dirinya sendiri. Bukan senang atau menderita, akhirnya,
melainkan kemampuan untuk hidup atau kepentingan untuk hidup. Kepentingan
untuk hidup yang harus dijadikan standar moral. Sehingga bukan hanya manusia

15
dan binatang saja yang harus dihargai secara moral tetapi juga tumbuhan. Menurut
Paul Taylor, karenanya tumbuhan dan binatang secara moral dapat dirugikan dan
atau diuntungkan dalam proses perjuangan untuk hidup mereka sendiri, seperti
bertumbuh dan bereproduksi.
Biosentrisme adalah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai
yang mempunyai nilai dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia.
Dengan demikian biosentrisme menolak antroposentrisme yang menyatakan
bahwa manusialah yang mempunyai nilai dalam dirinya sendiri. Teori
biosentrisme berpandangan bahwa mahluk hidup bukan hanya manusia saja. Ada
banyak hal dan jenis mahluk hidup yang memiliki kehidupan. Hanya saja, hal
yang rumit dari biosentrisme, atau yang disebut juga life-centered ethic, terletak
pada cara manusia menanggapi pertanyaan: Apakah hidup itu. Pandangan
biosentrisme mendasarkan moralitas pada keluhuran kehidupan, entah pada
manusia atau pada mahluk hidupnya. Karena yang menjadi pusat perhatian dan
ingin dibela dalam teori ini adalah kehidupan, maka secara moral berlaku prinsip
bahwa setiap kehidupan dimuka bumi ini mempunyai nilai moral yang sama,
sehingga harus dilindungi dan diselamatkan. Oleh karena itu, kehidupan setiap
mahluk hidup pantas diperhitungkan secara serius dalam setiap keputusan dan
tindakan moral, bahkan lepas dari pertimbangan untung rugi bagi kepentingan
manusia.
Biosentrisme menekankan kewajiban terhadap alam bersumber dari
pertimbangan bahwa kehidupan adalah sesuatu yang bernilai, baik kehidupan
manusia maupun spesies lain dimuka bumi ini. Prinsip atau perintah moral yang
berlaku disini dapat dituliskan sebagai berikut: adalah hal yang baik secara
moral bahwa kita mempertahankan dan memacu kehidupan, sebaliknya, buruk
kalau kita menghancurkan kehidupan
Biosentrisme melihat alam dan seluruh isinya mempunyai harkat dan nilai
dalam dirinya sendiri. Alam mempunyai nilai justru karena ada kehidupan yang
terkandung didalamnya. Kewajiban terhadap alam tidak harus dikaitkan dengan
kewajiban terhadap sesama manusia. Kewajiban dan tanggung jawab terhadap

16
alam semata-mata didasarkan pada pertimbangan moral bahwa segala spesies di
alam semesta mempunyai nilai atas dasar bahwa mereka mempunyai kehidupan
sendiri, yang harus dihargai dan dilindungi.
Biosentrisme memandang manusia sebagai mahluk biologis yang sama
dengan mahluk biologis yang lain. Manusia dilihat sebagai salah satu bagian saja
dari keseluruhan kehidupan yang ada dimuka bumi, dan bukan merupakan pusat
dari seluruh alam semesta. Maka secara biologis manusia tidak ada bedanya
dengan mahluk hidup lainnya. Salah satu tokoh yang menghindari penyamaan
begitu saja antara manusia dengan mahluk hidup lainnya adalah Leopold.
Menurut dirinya, manusia tidak memiliki kedudukan yang sama begitu saja
dengan mahluk hidup lainnya. Kelangsungan hidup manusia mendapat tempat
yang penting dalam pertimbangan moral yang serius. Dalam rangka menjamin
kelangsungan hidupnya, manusia tidak harus melakukannya dengan cara
mengorbankan kelangsungan dan kelestarian komunitas ekologis. Manusia dapat
menggunakan alam untuk kepentingannya, namun dia tetap terikat tanggung
jawab untuk tidak mengorbankan integrity, stability dan beauty dari mahluk hidup
lainnya. untuk mengatasi berbagai kritikan atas klaim pertanyaan antara manusia
dengan mahluk biologis lainnya, salah seorang tokoh biosentrisme, Taylor,
membuat pembedaan antara pelaku moral (moral agents) dan subyek moral (moral
subjects). Pelaku moral adalah manusia karena dia memiliki kemampuan untuk
bertindak secara moral, berupa kemampuan akal budi dan kebebasan. Maka hanya
manusialah yang memikul kewajiban dan tanggung jawab moral atas pilihan-
pilihan, dan tindakannya. Sebaliknya, subyek moral adalah mahluk yang bisa
diperlakukan secara baik atau buruk, dan itu berarti menyangkut semua mahluk
hidup, termasuk manusia. Dengan demikian semua pelaku moral adalah juga
subyek moral, namun tidak semua subyek moral adalah pelaku moral, di mana
pelaku moral memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap mereka.
Teori biosentrisme, yang disebut juga intermediate environmental ethic,
harus dimengerti dengan baik, khususnya menyangkut kehidupan manusia dan
mahluk-mahluk hidup yang lain di bumi ini. Teori ini memberi bobot dan

17
pertimbangan moral yang sama kepada semua mahluk hidup. Disini dituntut
bahwa alam dan segala kehidupan yang terkandung didalamnya haruslah masuk
dalam pertimbangan dan kepedulian moral. Manusia tidak mengorbankan
kehidupan lainnya begitu saja atas dasar pemahaman bahwa alam dan segala
isinya tidak bernilai dalam dirinya sendiri.
3. Ekosentrisme
Etika Lingkungan Ekosentrisme adalah sebutan untuk etika yang
menekankan keterkaitan seluruh organisme dan anorganisme dalam ekosistem.
Setiap individu dalam ekosistem diyakini terkait satu dengan yang lain secara
mutual. Planet bumi menurut pandangan etika ini adalah semacam pabrik integral,
suatu keseluruhan organisme yang saling membutuhkan, saling menopang dan
saling memerlukan. Sehingga proses hidup-mati harus terjadi dan menjadi bagian
dalam tata kehidupan ekosistem. Kematian dan kehidupan haruslah diterima
secara seimbang. Hukum alam memungkinkan mahluk saling memangsa diantara
semua spesies. Ini menjadi alasan mengapa manusia boleh memakan unsur-unsur
yang ada di alam, seperti binatang maupun tumbuhan. Menurut salah satu
tokohnya, John B. Cobb, etika ini mengusahakan keseimbangan antara
kepentingan individu dengan kepentingan keseluruhan dalam ekosistem.
Ekosentrisme dapat dikatakan sebagai lanjutan dari teori etika lingkungann
biosentrisme. Kalau biosentrisme hanya memusatkan perhatian pada kehidupan
seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan perhatian pada seluruh komunitas
biologis, baik yang hidup maupun tidak. Pandangan ini didasarkan pada
pemahaman bahwa secara ekologis, baik mahluk hidup maupun benda-benda
antibiotik lainnya saling terkait satu sama lainnya. Jadi ekosentrisme, selain
sejalan dengan biosentrisme di mana keduanya sama-sama menentang pandangan
antroposentrismejuga mencakup komunitas ekologis seluruhnya. Jadi
ekosentrisme, menuntut tanggungjawab moral yang sama untuk semua realitas
biologis.
Ekosentrisme, yang disebut juga deep environmental ethics, semakin
dipopulerkan dengan versi lain setelah diperkenalkan oleh Arne Naes, seorang
filsuf Norwegia dengan menyebutnya sebagai Deep Ecology ini adalah suatu

18
paradigma baru tentang alam dan seluruh isinya. Perhatian bukan hanya berpusat
pada manusia melainkan pada mahluk hidup seluruhnya dalam kaitan dengan
upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Manusia bukan lagi pusat dari
dunia moral. Deep Ecology memusatkan perhatian kepada semua kehidupan di
bumi ini, bukan hanya kepentingan seluruh komunitas ekologi.
Arne Naes bahkan juga menggunakan istilah ecosophy untuk memberikan
pendasaran filosofi atas deep ecology. Eco berarti rumah tangga dan sophy
berarti kearifan atau kebijaksanaan. Maka ecosophy berarti kearifan dalam
mengatur hidup selaras dengan alam sebagai sebuah rumah tangga dalam arti luas.
Dalam pandangan ecosophy terlihat adanya suatu pergeseran dari sekedar sebuah
ilmu (science) menjadi sebuah kearifan (wisdom). Dalam arti ini, lingkungan
hidup tidak hanya sekedar sebuah ilmu melainkan sebuah kearifan, sebuah cara
hidup, sebuah pola hidup selaras dengan alam.
Deep ecology menganut prisip biospheric egalitarianism, yaitu pengakuan
bahwa semua organisme dan mahluk hidup adalah anggota yang sama statusnya
dari suatu keseluruhan yang terkait sehingga mempunyai martabat yang sama. Ini
menyangkut suatu pengakuan bahwa hak untuk hidup dan berkembang untuk
semua mahluk (baik hayati maupun nonhayati) adalah sebuah hak universal yang
tidak bisa diabaikan.
Sikap deep ecology terhadap lingkungan sangat jelas, tidak hanya
memusatkan perhatian pada dampak pencemaran bagi kesehatan manusia, teapi
juga pada kehidupan secara keseluruhan. Pendekatan yang dilakukan dalam
menghadapi berbagai isu lingkungan hidup bukan bersifat antroposentris,
melainkan biosentris dan bahkan ekosentris. Isi alam semesta tidak dilihat hanya
sebagai sumberdaya dan menilainya dari fungsi ekonomis semata. Alam harus
dipandang juga darisegi nilai dan fungsi budaya, sosial, spiritual, medis dan
biologis.
Dari beberapa teori-teori etika tentang lingkungan, perlu dirumuskan suatu
pemahaman dan sikap yang semakin baik dan bertanggung jawab terhadap
lingkungan hidup. Pemahaman yang semakin tepat adalah pemahaman yang

19
mendorong pada sikap dan perilaku yang semakin menjamin keberlangsungan
segala proses kehidupan yang terdapat di dalam alam semesta ini, termasuk
diantaranya, manusia.
1. Teori Teori Etika Lingkungan
Sudah diuraikan mengenai ketiga teori utama etika lingkungan:
antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme. Ketiganya sama-sama menuntut
kewajiban dan tanggung jawab manusia terhadap alam. Antroposentrisme, banyak
dituduh sebagai sumber terjadinya eksploitasi lingkungan. Namun teori ini tetap
menuntut kesediaan manusia untuk memelihara lingkungannya. Teori
biosentrisme, memusatkan perhatian pada keseluruhan kehidupan yang memiliki
nilai pada dirinya sendiri, perhatian bukan hanya ditujukan kepada manusia
melainkan juga kepada mahluk hidup lain selain manusia. Teori ekosentrisme
menawarkan pemahaman yang semakin memadai tentang lingkungan. Kepedulian
moral diperluas, sehingga mencakup komunitas ekologis seluruhnya, baik yang
hidup maupun tidak. Ekosentrisme yang semakin diperluas dalam deep ecology
dan ecosophy, sangat menggugah pemahaman manusia tentang kepentingan
seluruh komunitas ekologis. Deep ecology menuntut suatu etika baru yang tidak
berpusat kepada manusia, melainkan berpusat pada keseluruhan kehidupan dalam
kaitan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Yang menjadi pusat
dunia moral bukan hanya lagi manusia, melainkan semua spesies, termasuk
spesies bukan manusia. Deep ecology bukan hanya sekedar pemahaman filosofis
tentang lingkungan hidup, melainkan sebuah gerakan konkrit dan praktis
penyelamatan lingkungan hidup. Inilah pandangan yang sebaiknya kita
kembangkan secara konsisten.
2. Deep ecology dan pengembangannya
Paham ekosentrisme semakin diperluas dan diperdalam melalui teori deep
ecology, sebagaimana dipopulerkan oleh Arne Naess, yang menyebut dasar dari
filosofinya tentang lingkungan hidup sebagai ecosophy, yakni kearifan mengatur
hidup selaras dengan alam. Dengan demikian manusia dengan kesadaran penuh,
diminta untuk membangun suatu kearifan budi dan kehendak, suatu gaya hidup

20
yang semakin selaras dengan alam. Ada 8 prinsip deep ecology yang dapat dilihat
sebagai pandangan yang rata-rata dianut oleh pendukung deep ecology.

a. Kesejahteraan dan keadaan baik dari kehidupan manusiawi maupun kehidupan


bukan manusiawi di bumi, mempunyai nilai intrinsik. Nilai-nilai ini tak
tergantung dari bermanfaat tidaknya dunia bukan manusiawi untuk tujuan
manusia.

b. Kekayaan dan keanekaan bentuk-bentuk hidup, menyumbangkan kepada


terwujudnya nilai-nilai ini dan merupakan nilai-nilai sendiri.

c. Manusia tidak berhak mengurangi kekayaan dan keanekaan ini, kecuali untuk
memenuhi kebutuhan vitalnya.

d. Keadaan baik dari kehidupan dan kebudayaan manusia dapat dicocokkan


dengan dikuranginya secara substansia jumlah penduduk. Keadaan baik
kehidupan bukan-manusiawi memerlukan dikuranginya jumlah penduduk itu.

e. Campur tangan manusia dengan dunia bukan-manusia kini terlalu besar, dan
situasi memburuk dengan pesat.

f. Karena itu kebijakan umum harus berubah. Kebijakan itu menyangkut


struktur-struktur dasar dibidang ekonomi, teknologi dan ideologi. Keadaan
yang timbul sebagaimana hasilnya akan berbeda secara mendalam dengan
struktur-struktur sekarang.

g. Perubahan ideologis adalah terutama menghargai kualitas kehidupan (artinya,


manusia dapat tinggal dalam situasi-situasi yang bernilai inheren), dan bukan
berpegang pada standar kehidupan yang semakin tinggi. Akan timbul
kesadaran mendalam akan perbedaan antara big(=kuantitas) dan
great(=kualitas).

h. Mereka yang menyetujui butir-butir sebelumnya berkewajiban secara


langsung dan tidak langsung untuk mengusahakan mengadakan perubahan-
perubahan yang perlu.
Pandangan deep ecology patut dihargai karena menempatkan manusia
sebagai bagian dari alam. Pandangan ekosentrisme juga bisa dibenarkan sejauh
pandangan itu tidak melepaskan manusia dari alam. Alam memang mempunyai

21
nilai intrisik, yang tidak tergantung pada manfaatnya untuk manusia. Akan tetapi,
kita perlu juga realistis melihat bahwa pendekatan teknokratis telah membawa
manfaat yang tidak perlu bahkan tidak perlu dihilangkan lagi. Biospherical
egalitarianisme tidak bisa dibenarkan bila dimaksudkan sebagai penyamaan
martabat semua mahluk hidup. Pengakuan bahwa segenap mahluk mempunyai
nilai dalam dirinya sendiri, termasuk dalam hal ini manusia, tidak boleh
membawa konsekuensi pengurangan derajat dan martabat manusia sebagai satu-
satunya mahluk di bumi ini yang memiliki akal budi dan kehendak bebas. Akan
tetapi pengenaan martabat istemewa kepada pribadi manusia, martabat alam tidak
dikurangi sedikitpun, tetapi justru ditingkatkan. Dengan keistimewaan yang
dimilikinya itu, manusia menjadi satu-satunya mahluk hidup yang memilik
tanggung jawab moral, terhadap dirinya sendiri dan juga lingkungannya.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Ekologi merupakan salah satu ilmu dasar bagi ilmu lingkungan. Kata ekologi
berasal dari bahasa yunani, yaitu oikos yang berarti habitat atau tempat
tinggal, dan logos yang berarti ilmu atau kajian. Secara umum ekologi
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi anatara makhluk hidup
dengan lingkungannya. Ekologi sebagai dasar ilmu lingkungan terbagi atas
biosains dan fiskosains.
2. Dalam hal mengenai prinsip prinsip dasar ilmu lingkungan, terbagi atas
beberapa 14 prinsip.
3. Pendekatan (paham paham) ilmu lingkungan meliputi beberapa pandangan
pandangan diantaranya antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrime.
Dari ketiga teori pandangan ini, muncullh paham yakni mengenai ketiga teori
tersebut dan deep ecology.
3.2 Saran
Dari pembahasan tersebut, kiranya para pembaca dapat memberikan saran
dan kritik terhadap makalah ini agar pembuatan makalah selanjutnya lebih baik
lagi.

23

Anda mungkin juga menyukai