Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH STUDI KASUS

PRAKTEK COMPOUNDING DISPENSING


KIE II (OTITIS MEDIA)

SEMESTER I
KELAS B
KELOMPOK 4/B2

Oleh :
Novita Ratna Sari (1720343799)
Nunung Mutoharoh (1720343800)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi
Otitis media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan gejalanya
dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing
memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik,
seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis
media adhesiva (Djaafar, 2007).
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan
tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik
dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual,
muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada
pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah (Buchman, 2003). Terjadinya
efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada
membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat
cairan di belakang membran timpani, dan otore (Kerschner, 2007).

B. Klasifikasi
Otitis media dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Otitis media Akut
Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum
telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 2002).Otitis media akut Adalah peradangan
akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah, yang disebabkan oleh bakteri atau
virus. Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada
anak-anak terutama usia 3 bulan 3 tahun.
2. Otitis media Serosa (Otitis media dengan efusi)
Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga
tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif.Secara teori, cairan ini sebagai akibat
tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii.
Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun
otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis
media akut dan biasanya dikenal dengan glue ear. Bila terjadi pada orang dewasa,
penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi
telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma
(eg : penyelam) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi
saluran napas atas yang terjadi.
3. Otitis media Kronik
Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi
jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut
yang tak tertangani. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani.
Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrane timpani
tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid.
Sebelum penemuan antibiotic, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa.
Sekarang, penggunaan antibiotic yang bijaksana pada otitis media akut telah
menyebabkan mastoiditis koalesens akut menjadi jarang.
Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak
mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi telinga yang tak
ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa dari infeksi kronik ini, dapat
mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke
dalam (epitel skuamosa) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari
membrane timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah
rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid.
Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysis nervus
fasialis (N. Cranial VII), kehilangan pendengaran sensorineural dan/ atau gangguan
keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak.

C. Etiologi
1. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut
penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui
isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong
sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga
jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%),
diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%).
Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes
(group , hemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif.
Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan
neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering
dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa
juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2007).
2. Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada
anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus
(sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau
enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius,
menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat
antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007).
Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific
enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan
telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus (Buchman, 2003).

D. Patofisiologi
Umumnya otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah,
kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang
membocorkan membran timpani.Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hipertemi
dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya
dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan
transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap
infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh
pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit. Otitis media akut
dan kronis yang juga diketahui sebagai otitis media supuratif dan purulent adalah sama
dalam patofisiologisnya.
Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii
akibat kontaminasi secret dalam nasofaring. Agen infeksi masuk kedalam telinga tengah
menyebabkan peradangan dalam mukosa yang menimbulkan bengkak dan iritasi tulang
atau osikel (tulang pendengaran pada telinga tengah) proses ini diikuti dengan
pembentukan peradangan eksudat purulent. Serangan terjadi secara mendadak atau akut
dengan durasi yang relatif pendek sekitar 3 minggu atau kurang.
Otitis media kronik biasanya mengikuti kondisi akut yang berulang, berlangsung
lebih lama, dan dapat dihubungkan dengan morbiditas atau injuri yang lebih luas dalam
struktur telinga tengah baikm akut maupun kronik. Tanda dan gejala penyakit ini
disebabkan oleh tekanan cairan pada rongga telinga tengah, tuba eustacheus dan proses
infeksi. Kerusakan tulang-tulang pada teelinga tengah berkembang menjadi perforasi
membrane, jetuhnya material terinfeksi ketelinga luar.Penyakit dan pengobatab menjadi
lebih rumit dengan adanya otitis eksterna. Faktor penyebab biasanya saling berkaitan.
Otitis media serosa dikarakteristikan oleh akumulasi cairan sterill dibelakang
membran timpani. Otitis media serosa dapat mendahului atau menjadi komplikasi jangka
panjang otitis media akut. Efusi cairan mungkin menetap pada telinga tengah mencapai
beberapa bulan. Ketika cairan menetap lebih lama dan mulai menebal akhirnya terjadi
komplikasi berupa otitis media adhesiva. Otitis media serosa dan kronik yang tidak diobati
menyebabkan penebalan dan perlukaan pada struktur telinga tengah dan tulang. Nekrosis
osikel mengakibatka destruksi struktur telinga tengah. Pembedahan osikel penting
dilakukan untuk mengatasi ketulian

E. Manifestasi Klinis
1. Otitis media Akut
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat
ringan dan sementara atau sangat berat.Keadaan ini biasanya unilateral pada orang
dewasa. Membran timphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang
dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic (pemberian tekanan positif atau
negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop), dapat
mengalami perforasi. Otorrhea, bila terjadi rupture membran timphani dengan keluhan
nyeri telinga (otalgia) sebagai berikut:
a. Sakit telinga yang berat dan menetap.
b. Terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara.
c. Pada anak-anak bisa mengalami muntah, diare dan demam sampai 40,5C
d. Gendang telinga mengalami peradangan dan menonjol.
e. Demam
f. Anoreksia
g. Limfadenopati servikal anterior
2. Otitis media Serosa
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam
telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi
ketika tuba eustachii berusaha membuka.Membrane tymphani tampak kusam (warna
kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung
udara dalam telinga tengah.Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan
pendengaran konduktif.
3. Otitis media Kronik
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan
terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk.Biasanya tidak ada nyeri
kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan
dan bahkan merah dan edema.Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan
nyeri.Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan
kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani atau
keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi.Kolesteatoma dapat juga tidak
terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi.Hasil audiotitis mediatric pada kasus
kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau
campuran.

F. Penatalaksanaan Terapi
Pengobatan pada otitis media meliputi pengobatan konservatif dan tindakan
operatif. Pengobatan konservatif secara local (obat tetes hidung atau spray) dan sistemik
antara lain antibiotika spektrum luas, antihistamin, dekongestan, dengan atau tanpa
kortikosteroid. Pengobatan dan control terhadap alergi dapat mengurangi atau
menyembuhkan otitis media efusi.
Pengobatan secara operatif dilakukan pada kasus dimana setelah dilakukan
pengobatan konservatif selam lebih dari 3 bulan tidak sembuh. Untuk memberikan hasil
yang baik terhadap drainase dilakukan miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi. Pipa
ventilasi dipasang pada daerah kuadran antero inferior atau antero superior. Pipa ventilasi
akan dipertahankan sampai fungsi tuba ini paten.
Penatalaksanaan secara operatif meliputi mirigotomi dengan atau tanpa
pemasangan pipa ventilasi dan adenoidektomi dengan atau tanpa tonsilektomi. Tujuan
pemasangan pipa ventilasi adalah menghilangkan cairan pada telinga tengah, mengatasi
gangguan pendengaran yang terjadi, mencegah kekambuhan, mencegah gangguan
perkembangan kognitif, bicara, bahasa dan psikososial. Penatalaksanaan otitis media yang
pernah diteliti, antara lain:
1. Anti-histamin/dekongestan
Pada berbagai percobaan klinis, efikasi anti-histamin/dekongestan tidak dapat
dibuktikan. Meta-analisis dari 3 uji coba acak yang membandingkan antihistamin
dekongestan dengan plasebo untuk terapi otitis media tidak menunjukkan perbedaan
(0%, confidence interval 95%:-7 s/d 7%). Tidak ada bukti untuk mendukung pemberian
obat ini pada otitis media. Penelitian pada 1880 partisipan tidak menemukan manfaat
klinis bermakna antihistamin/dekongestan.
2. Kortikosteroid
Secara teori, kortikosteroid bermanfaat untuk pengobatan otitis media.
Mekanisme anti-inflamasi terjadi karena penghambatan fosfolipase A2, yang kemudian
menghambat pembentukan asam arakidonat, sehingga menghambat sintesis mediator
inflamasi, peningkatan regulasi ion natrium transepitelial, menyebabkan pengosongan
cairan dari telinga tengah dan menekan produksi musin dengan cara menekan musin5ac
(MUC5AC). Bukti ilmiah perbaikan jangka pendek penggunaan kortikosteroid
intranasal masih terbatas.
3. Antibiotik
Banyaknya studi yang menunjukkan bakteri pada cairan efusi, menyebabkan
amoksisilin dipergunakan sebagai antibiotik lini pertama. Mendel, et al, melaporkan
pada 518 pasien anak dengan otitis media, penyembuhan dengan amoksilin dengan atau
tanpa kombinasi antihistamin dekongestan 2 kali lebih tinggi dibandingkan plasebo.
Namun, antibiotic rutin tidak dianjurkan karena risiko resistensi. Penggunaan antibiotik
jangka panjang dengan atau tanpa kortikosteroid tidak terbukti efektif untuk otitis
media.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Resep

dr. SANDORO., Sp. A (K)


Spesialis Anak-Konsultan
SIP. 221.DS.078.I.213

Praktek:
Jl. Kapten Mulyadi 21 Solo, telp. 652345
Sore: Jam 17.00-20.00

Solo,

R/ Otopai tts telinga I


S 3.d.d.3 tts

R/ Zifin Sachet no.VI


S.3.d.d.1 sachet

R/ Proris syrup btl I


S.3.d.d.1 cth

Pro : An. Nabila


Umur :

Mengganti obat harap memberitahu doketr

B. Skrining Resep
1. Skrining Administratif
Hal-hal Ada Tidak ada
Nama, dan alamat dokter
Surat Ijin Praktek Dokter
Tanggal penulisan resep
Tanda R/
Nama setiap obat dan komposisinya
Aturan pemakaian obat
Paraf dokter
Nama pasien
Umur dan alamat pasien
2. Skrining Farmasetis
No Nama Obat Bentuk Sediaan Stabilitas
1. Otopain Tetes Telinga Simpan di bawah 25OC terlindung dari cahaya.
Jangan disimpan dalam lemari pembeku.
2. Zifin Sachet (Cair) Simpan di bawah 25OC terlindung dari cahaya.
Jangan disimpan dalam lemari pembeku.
3. Proris Sirup Simpan di bawah 25OC terlindung dari cahaya.
Jangan disimpan dalam lemari pembeku.

3. Skrining Klinis
No. Nama obat Kandungan Indikasi Kontraindikasi DM DL Efek samping Interaksi Obat
1. Otopain Tiap ml mengandung: Otitis eksternal akut Penderita-penderita yang - - Reaksi Neomycin sulfate
- Polymyxin B sulfate dan kronis hipersensitif terhadap hipersensitifitas bersifat
10000 UI disebabkan oleh salah satu komponen Iritasi bakteriostatik,
- Neomycin sulfate 5mg bakteri yang peka dalam obat ini. Rasa terbakar dan menghambat
- Fludrocortisone terhadap Polymyxin Produk ini jangan menyengat aktivitas
acetate 1 mg dan Neomycin digunakan, jika diduga bakterisida dari
- Lidocaine HCL 40 sulfate serta bila efek atau diketahui adanya golongan
mg antiinflamasi dari gangguan pada kanal penisilin dan
kartikosteroid dan bagian eksternal auditory derivat-
efek anestesi lokal yang disebabkan oleh derivatnya.
diperlukan. infeksi viral
cutaneous (sebagai
contoh: virus Herpes
simpleks atau virus
Varicella-zoster).
2. Zifin Otitis media akut Zifin (Azithromycin) - - Mual, muntah, Obat antasida
yang disebabkan harus dihindari pada diare, kembung, yang mengandung
oleh H. influenzae, pasien hipersensitifitas flatulensi, palpitasi, aluminium dan
M. catarrhalis atau pada zifin nyeri dada, magnesium
S. pneumoniae, (Azithromycin) dan dispepsia, dan mengurangi kadar
faringitis atau antibiotika makrolidum nyeri pada perut. puncak zifin
tonsilitis yang lainnya. (Azithromycin)
disebabkan pada plasma
oleh Streptococcus darah. Selain itu
pyogenes. zifin
(Azithromycin)
mengurangi
klirens triazolam
sehingga
meningkatkan
efek
farmakologinya.
3. Proris Mengandung Ibuprofen Obat penurun Menurunkan demam - - Gangguan pada Antikoagula
100 mg / sendok teh demam dan nyeri pada anak, meringankan saluran pencernaan Antitrombotik
(5ml) rasa nyeri ringan sampai termasuk mual, Obat-obatan
sedang, seperti nyeri muntah, diare, AINS lain
sakit gigi, nyeri sakit konstipasi, nyeri ACEI
kepala, nyeri setelah lambung
operasi, nyeri pada Ruam kulit,
penyakit tulang dan penyempitan
rematik, nyeri sendi dan bronkus,
non sendi trombositopenia,
limfopenia
Bisa terjadi
penurunan
ketajaman
penglihatan dan
kesulitan
membedakan
warna
C. Kasus
Seorang ibu dating ke apotek mulia farma untuk menebus resep dari dokter untuk
anaknya yang berumur 6 tahun.
D. Percakapan
Apoteker : Selamat pagi bu, saya Nunung apoteker di apotek ini. Ada yg bisa saya bantu?

Ibu Pasien : Saya mau menebus resep untuk anak saya mbak (menyerahkan resep ke
apoteker)

Apoteker : Ya bu, benar ini resep untuk anak Nabila?

Ibu Pasien : Iya mbak itu nama anak saya

Apoteker : Saya data dulu ya bu, umur anak ibu berapa?

Ibu Pasien : 6 tahun mabk

Apoteker : Alamatnya di mana?

Ibu pasien : Jl. Letjen Sutoyo no 6 Mojosongo Jebres, Solo

Apoteker : baik ibu saya siapkan dulu ya resepnya, silahkan tunggu dulu diruang tunggu

Ibu Pasien : iya mba (duduk diruang tunggu)

(Setelah beberapa menit aoteker keluar dan memanggil pasien)

Apoteker : anak Nabila dari mojosongo?

Ibu Pasien : iya mbak

Apoteker : Ibu, ini obatnya sudah saya siapkan, apakah ibu ada waktu sebentar buat saya
menjelaskan aturan pakainya?

Ibu Pasien : Kira-kira berapa lama ya mbak?

Apoteker : 10 menit bu, bagaimana? Apakah ibu bisa?

Ibu Pasien : Iya mbak saya bisa.

Apoteker : Baik bu mari ikut saya keruang konseling.

Ibu Pasien : Iya mbak,

(Ibu tersebut langsung menuju ruang konseling bersama apoteker)


Apoteker : Mari ibu, silahkan duduk.

Ibu pasien : Iya mbak terimakasih.

Apoteker : Mohon maaf ibu, apakah sebelumnya dokter sudah menjelaskan tentang
kondisi anak ibu dan pengobatan ini?

Ibu pasien : udah 2 hari anak saya demam dan mengeluh telinganya sakit terus saya bawa
ke dokter. Kata dokter anak saya sakit otitis apa gitu mbak..,seingat saya doker
bilang dikasih tetes telinga gitu,,

Apoteker : Apakah dokter sudah memberikan penjelasan cara pemakaian obatnya?

Ibu pasien : gak dikasih tau sama dokternya tu mbak.

Apoteker : Baik ibu. Apakah yang diharapkan dokter setelah pemakaian obat tersebut?

Ibu pasien : Untuk hal itu dokter tidak menyampaikan informasi apa-apa mbak.

Apoteker : baik ibu saya akan jelaskan tentang obat dan cara pakainya, ini ibu dapat 3
macam obat, yang pertama Otopain tetes telinga, diapakai 3x sehari 3 tetes pada
telinga yang sakit, terus yang kedua Zifin saset diminum 3x sehari 1 saset, dan
yang ketiga ini proris sirup diminum 3x sehari 1 sendok teh. Obat zifin ini
antibiotic ya bu dan harus diminum sampai habis, terus yang proris ini untuk
meredakan nyeri dan demamnya. Sampai disini apa ibu mengerti?

Ibu pasien : iya mba mengerti

Apoteker : untuk yang tetes telinga sebelum digunakan sebaiknya ibu cuci tangan dulu,
kemudian buka tutup botolnya, usahakan ujung pada botol atau tempat
keluarnya cairan tetes telinga jangan tersentuh pada tangan atau benda asing.
Kemudian teteskan pada telinga anak ibu dengan posisi anak ibu kepala
dimiringkan ke kanan/ kekiri, atau bisa berbaring miring. Setelah selesai
digunakan tutup rapat kembali. Ketiga obat ini disimpan pada suhu 25o C atau
suhu kamar dan terlindung dari cahaya, jangan disimpan dilemari es/ freezer ya
bu.

Ibu Pasien : oh gitu ya mbak, terus ini ada efek smpingnya ga mbak? Nanti kalau efek
sampingnya parah pada anak saya gimana mbak?
Apoteker :ketiga obat ini ada efek sampingya. Yang tetes telinga ini efek sampingnya akan
terasa seperti terbakar dan menyengat. Terus yang proris dan zifin ini efek
sampingnya dapat mengalami gangguan pencernaan seperti mual, muntah,
diare, nyeri perut, dan kembung, ruam kulit, dan gangguan penglihatann. Tapi
tenang saja ibu efek samping ini tidak selalu terjadi pada semua orang, jadi ibu
tidak perlu kuatir. Jika anak ibu mengalami efek samping tadi dan berlangsung
lama dan parah segeralah anak ibu d bawa kedokter untuk peanganan lebih
lanjut. Gimana ibu apakah sudah mengerti penjelasan saya tadi?

Ibu Pasien : iya mbak sudah mengerti

Apoteker : bisa diulangi penjelasan saya tadi?

Ibu Pasien : obatnya yang sirup diminum 3x sehari 1 sendok teh , terus yang zifin saset
diminum 3x sehari 1 saset, untuk tetes telinga dipakai 3x sehari 3 tetes,
sebelumnya cuci tangan dulu, dan ujung botolnya ga boleh terkena tangan atau
benda asing gitu kan mba? terus yang tetes telinga kalau dipakai rasanya seperti
terbakar, kalau efek sampingnya parah langsung dibawa kedokter.

Apoteker :iya betul sekali, Oh ya, jangan lupa anaknya diberi makanan yang bergizi dan
tidur yang cukup ya bu, dan jangan biarkan anak ibu minum sambil berbaring.
Hindari asap rokok, dan usahkan mencuci tangan setelah bermain dan
membersihkan mainan dan hindari diruangan kecil dengan anak lain atau orang
dewasa yang sedang sakit ya bu. Apakah ada yang ingin ditanyakan?

Ibu Pasien :gak mbak sudah jelas kok, jadi berapa harganya mbak?

Apoteker : untuk pembayarannya ibu bisa langsung ke kasir, ini ada kartu nama saya, jika
ada perlu atau ada yang ingin ditanyakan ibu bisa hubungin nomer disini.
(menyerahkan kartu nama)

Ibu Pasien : (menerima kartu nama) oh gitu, ya udah terimakasih kalau gitu saya kekasir
dulu, permisi

Apoteker : iya ibu sama-sama, semoga anaknya lekas sembuh, dan hati-hati dijalan

(Ibu pasien pergimeninggalkan ruang konseling dan menuju kasir)


DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta : Media Asculapius

Bluestone CD, Klien JO Otitis media in infant and children In Bluestone et al eds. Pediatrics
Otolaryngology 2 ed Philadelphia WB Saunders Co, 1995.

Buchman, C.A., Levine, J.D., Balkany, T.J., 2003. Infection of the Ear. In: Lee, K.J., ed.
Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery. 8th ed. USA: McGraw-Hill
Companies, Inc., 462-511.

Cody, D dan Thane. R. 1993. Penyakit telinga, hidung dan tenggorokan. Jakarta : EGC

Darrow DH, Dash N, Derkay CS. Otitis media: concepts and controversies. Curr Opin
Otolaryngol Head Neck Surg 2003;11:416-423.

Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Dalam: Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI;2007.p.65-
9.

FKUI. 2000. Penatalaksanaan penyakit dan kelainan hidung, telinga dan tenggorikan edisi
2.Jakarta : EGC

Healy GB, Rosbe KW. Otitis media and middle ear effusions. In: Snow JB, Ballenger JJ,eds.
Ballengers otorhinolaryngology head and neck surgery. 16th edition. New York: BC
Decker;2003. p.249-59.

Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of Pediatrics.
18th ed. USA: Saunders Elsevier, 2632-2646

Lee K.J, MD, FACS. Otitis Media with Effusion. In : Lee K.J, MD, FACS eds. Essential

otolaryngology head & neck surgery. 8 Edition. Nc Graw-Hill medical publishing


division. 479 95.

Linsk R, Blackwood A, Cooke J, Harrison V, Lesperance M, Hildebrandt M. Otitis media.


Guidelines for clinical care. UMHS otitis media guidelin May, 2002: 1-12 24. Ghanie
A. Penatalaksanaan

Maw AR: otitis media with effusion (glue ear). In : Kerr, A.G, Groves eds. Scott Browns

deseases of the ear, nose and throat. 4 ed. Vol 2. London. Butterworths. 1979: 159
76
Pereira BRM, Pereira BR, Canterlli V, Sady SC. Prevalence of bacteria in children with otitis
media with effusion. J Pediatry (Rio J). 2004; 80 (1): 41 8.

Pearce, Evelyn C, 2009, Anatomi dan Fisiologi untuk paramedic, PT Gramedia Pustaka
Umum: Jakarta.

Probst R., Grevers G dan Iro H., 2006. Otitis Media With Effusion In : Basic
Otorhinolaryngology. Stutgart. Newyrk. Thieme : 240 42.

Reeves,C. Gayle Roux dan Robin Loekhart. 2001. Keperawatan medikal bedah edisi pertama
alih bahasa Joko Setiono. Jakarta : Salemba Medika

Rosenfeld RM and Bluestone CD. Evidence based media Stephen Berman, MD eds. Canada
BC Decker Inc. 1999.

Smeltzer, S. C. dan Brenda G. Bare. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah edisi 8 alih
bahasa Agung Waluyo. Jakarta : EGC

Tamim S, Djafar ZA, Soetirto I. Prevelensi otitis media efusi pada anak sekolah taman kanak
kanak dan sekolah dasar di TK dan SD Al-Azhar Jakarta. Kumpulan naskah PIT
Perhati. Batu Malang 27 29 Oktober 1996; 215.

Anda mungkin juga menyukai