Anda di halaman 1dari 62

No : TA/TL/2008/027

TUGAS AKHIR

PENGGUNAAN TANAMAN ENCENG GONDOK


(Eichornia Crassipes) SEBAGAI PRE TREATMENT
PENGOLAHAN AIR MINUM
PADA AIR SELOKAN MATARAM
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Teknik Lingkungan

Oleh :

Nama : Nuzulul Lail


No. MHS : 99 513 005

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS


TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
JOGJAKARTA
2008

1
LEMBAR PENGESAHAN

PENGGUNAAN TANAMAN ENCENG GONDOK


(Eichornia Crassipes) SEBAGAI PRE TREATMENT
PENGOLAHAN AIR MINUM
PADA AIR SELOKAN MATARAM

Nama : Nuzulul Lail


No. Mhs : 99 513 005

Telah diperiksa dan disetujui oleh :

Dosen pembimbing I
Ir. H. Kasam, MT Tanggal :

Dosen pembimbing II
Andik Yulianto, ST Tanggal :

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL LEMBAR


PENGESAHAN HALAMAN
PERSEMBAHAN KATA
PENGANTAR DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
INTISARI
ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakangMasalah...................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................5
1.3 Tujuan Perencanaan .......................................................5
1.4 Manfaat Penelitian..... ...................................................5
1.5 Batasan Masalah...............................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Air Baku Pada Industri............................7
2.2 Air Permukaan ........................................................9
2.3 Air Sungai Sebagai Air Bersih....................................10
2.3.1 Kuantitas........................................................10
2.3.2 Kualitas .....................................11
2.4 Air Minum..12
2.4.1 Kekeruhan..12
2.4.2 Total Suspended Solid (TSS).14

3
2.4.3 DO (Disolved Oxygen)..15
2.5 Tanaman Enceng Gondok (Eichornia Crassipes).17
2.5.1 Klasifikasi Enceng Gondok..17
2.5.2 Ciri-ciri Fisiologis Enceng Gondok.21
2.5.3 Manfaat Enceng Gondok.............................22
2.5.4 Kerugian Enceng Gondok.............................23
2.5.5 Penyerapan Oleh Enceng Gondok................23
2.6 Hipotesis....................................................................24
BAB III METODE PENELITIAN...................................................25
3.1 Lokasi Penelitian...........25
3.2 Parameter Penelitian..................................................25
3.3 Waktu Penelitian.......................................................25
3.4 Metode Penelitian.....................................................26
3.5 Langkah Penelitian....................................................27
3.6 Variabel Penelitian.....................................................29
3.7 Pengujian Kekeruhan.................................................29
3.8 Pengujian Total Disolved Suspended Solid (TSS)....30
3.9 Analisa Kualitas Air Permukaan...31
3.9.1 Analisa Kekeruhan Dan Analisa Total
Suspended Solid(TSS)..................................31
3.10 Analisa Tanaman.......................................................32
3.11 Metode Analisa Data.................................................32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Umum .......................................................................33
4.2 Parameter Kekeruhan.................................................34
4.2.1 Pembahasan Kekeruhan...............................42
4.3 Parameter TSS(Total Suspended Solid)....................43
4.3.1 Pembahasan TSS (Total Suspended Solid)..50
4.4 Peranan Tanaman Enceng Gondok..............................50

4
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan...................................................................52
5.2 Saran.............................................................................52

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

14
Tabel 1.1 Sepektrum Ukuran Partikel.
14
Tabel 1.2 Jenis Partikel Koloid.
31
Tabel3.1 Analisa Kekeruhan Dan AnalisaTotal Suspended Solid (TSS).
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Kekeruhan Untuk Td 2 Jam. 34

38
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Kekeruhan Untuk Td 4 Jam.
43
Tabel 4.3 Hasil Pengujian TSS Untuk Td 2 Jam.
Tabel 4.4 Hasil Pengujian TSS Untuk Td 4 Jam. 47

5
DAFTAR GAMBAR

17
Gambar 2.1 Tanaman Enceng Gondok.
26
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian.
28
Gambar 3.2 Reaktor Continyu.
Gambar 4.1 Penurunan Kekeruhan Untuk Konsentrasi 0% Pada Td 2 Jam. 35

36
Gambar 4.2 Penurunan Kekeruhan Untuk Konsentrasi 50% Pada Td 2 Jam.
Gambar 4.3 Penurunan Kekeruhan Untuk Konsentrasi 100% Pada Td 2 Jam. 37

Gambar 4.4 Penurunan Kekeruhan Untuk Konsentrasi 0% Pada Td 4 Jam. 39

Gambar 4.5 Penurunan Kekeruhan Untuk Konsentrasi 50% Pada Td 4 jam. 40

Gambar 4.6 Penurunan Kekeruhan Untuk Konsentrasi 100 %Pada Td 4 Jam. 41

Gambar 4.7 Penurunan TSS Untuk Konsentrasi 0% Pada Td 2 Jam. 44

Gambar 4.8 Penurunan TSS Untuk Konsentrasi 50% Pada Td 2 Jam. 45

Gambar 4.9 Penurunan TSS Untuk Konsentrasi 100% Pada Td 2 Jam. 46

Gambar 4.10 Penurunan TSS Untuk Konsentrasi 0% Pada Td 4 Jam. 47

Gambar 4.11 Penurunan TSS Untuk Konsentrasi 50% Pada Td 4 Jam. 48

Gambar 4.12 Penurunan TSS Untuk Konsentrasi 100% Pada Td 4 Jam. 49

6
PENGGUNAAN TANAMAN ENCENG GONDOK (Eichornia Crassipes)
SEBAGAI PRE TREATMENT PENGOLAHAN AIR MINUM PADA
AIR SELOKAN MATARAM

Kasam1), Andik Yulianto), Nuzulul Lail3)

Intisari

Air sungai merupakan air permukaan yang mempunyai sifat yang sangat
ditentukan oleh komponen penyusunnya. Adapun parameter pencemaran air sungai
seperti TSS, kekeruhan dan lain-lain. Salah satu alternatif pengolahan sebagai
pengolahan awal (pre-treatment) sebelum masuk pengolahan selanjutnya. Penelitian
dilakukan dengan memanfaatkan tanaman enceng gondok. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui besarnya kemampuan penggunaan Tanaman Enceng
Gondok dalam menurunkan kadar kekeruhan dan TSS pada air Selokan Mataram
dengan variasi tutupan tanaman 0% (tanpa tanaman), 50%, dan 100% dengan waktu
2 jam dan 4 jam serta luas tutupan permukaan reaktor.
Penelitian ini menggunakan reaktor yang terbuat dari kayu yang dilapisi
plastik dengan ukuran 0,5 m x 1,0 m dan memanfaatkan tanaman enceng gondok
(Eichornia Crassipes) sebagai media untuk menurunkan kekeruhan dan TSS.
Sehingga pada akhir penelitian ini dapat diketahui besarnya kemampuan penggunaan
Tanaman Enceng Gondok dalam menurunkan kadar kekeruhan dan TSS pada air
Selokan Mataram dengan variasi tutupan tanaman 0% (tanpa tanaman), 50%, dan
100% dengan waktu 2 jam dan 4 jam serta luas tutupan permukaan reaktor. Analisis
laboratorium menggunakan Spektrofotometri, yaitu untuk menguji kekeruhan dengan
metode pada SNI 06-2413-1991. Dan untuk analisis TSS menggunakan Gravimetri
dengan metode pada SK SNI 06-6989.3-2004.
Berdasarkan hasil pengujian pada tiap jam telah mengalami perubahan
sehingga tanaman enceng gondok mampu menurunkan Kadar TSS maka hasil yang
didapat dalam penelitian ini diketahui bahwa tanaman enceng gondok dapat
menurunkan TSS dengan efisiensi sebesar 24,56% dan untuk kekeruhan efisiensinya
sebesar 34,67 %.

Kata kunci : Air Permukaan, Reaktor Kayu, Tanaman Enceng Gondok, Kekeruhan,
TSS.

1
Dosen Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan
2
Dosen Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan
3
Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan

7
THE USING OF EICHORNIA CRASSIPES
AS A PRE TREATMENT OF DRINKING WATER TREAT
AT WATER SELOKAN MATARAM

Kasam1), Andik Yulianto), Nuzulul Lail3

Abstract

Irrigate the river represent the surface water having the nature of very
determined by its compiler component. As for contamination parameter irrigate the
river of like TSS, kekeruhan and others. One of the processing alternative as
processing of early pre-treatment of before entering processing hereinafter.
Research done/conducted by exploiting thyroid crop enceng. Target of this research
is to know the level of ability of Thyroid Crop Enceng usage in degrading rate of
kekeruhan and TSS of at water of Moat Mataram with the variation of tutupan crop
0% without crop, 50%, and 100% with the time 2 [hour/clock] and 4 hour and also
wide of tutupan of reactor surface.
This research use the made reactor from wood arranged in layers by the
plastic of the size 0,5 m x 1,0 m and exploit the thyroid crop enceng ( Eichornia
Crassipes) as media to degrade the kekeruhan and TSS. So that by the end of this
research is knowable to level of ability of Thyroid Crop Enceng usage in degrading
rate of kekeruhan and TSS of at water of Moat Mataram with the variation of tutupan
crop 0% ( without crop), 50%, and 100% with the time 2 [hour/clock] and 4 [hour
and also wide of tutupan of reactor surface. Analyse the laboratory use the
Spektrofotometri, that is to test the kekeruhan with the method of at SNI 06-2413-
1991. And to analyse the TSS use the Gravimetri with the method of at SK SNI 06-
6989.3-2004.
Pursuant to examination result of at every hour have experienced of the
change so that thyroid crop enceng can degrade the Rate TSS of hence result got in
this research is known by that thyroid crop enceng can degrade the TSS with the
efficiency of equal to 24,56% and for the turbidity of its efficiency equal to 34,67 %.

Key word : irrigate The Surface, Wood Reactor, Thyroid Crop Enceng Gondok,
Turbidity, TSS

1
Dosen Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan
2
Dosen Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan
3
Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan

8
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Air dan sumber-sumbernya merupakan salah satu kekayaan alam yang mutlak
dibutuhkan oleh makhluk hidup guna menopang kelangsungan hidupnya dan
memelihara kesehatannya. Kehadiran air di dunia ini sangat penting sekali artinya
bagi kehidupann karena tanpa air semuanya akan musnah. Sehingga dapat dikatakan
bahwa air tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan, tanpa air tidaklah mungkin ada
kehidupan. Perkembangan ilmu pengetahuan telah membuktikan bagaimana
pentingnya air dalam berbagai fenomena. Namun sumber daya air ada batasnya dan
apabila pengelolaannya keliru dapat menimbulkan suatu kerusakan/kehancuran
(bencana akibat banjir dan sebagainya). Oleh sebab itu pengembangan dan
pengelolaan sumber daya air secara nasional merupakan suatu keharusan.
Melalui penyediaan air minum yang diatur baik dari segi kualitasnya di suatu
daerah, maka penyebaran penyakit menular diharapkan dapat ditekan seminimal
mungkin, supaya air yang masuk ke dalam tubuh manusia baik berupa makanan
maupun minuman tidak merupakan pembawa bibit penyakit, maka pengolahan air
baik berasal dari sumber, jaringan transmisi ataupun distribusi mutlak diperlukan
untuk mencegah terjadinya kontak antara korotan sebagai sumber penyakit dengan air
yang sangat diperlukan (Sutrisno dan Suciastuti, 1987).
Pengolahan adalah usaha-usaha teknik yang dilakukan untuk merubah sifat-sifat
suatu zat. Hal ini penting sekali dalam air minum karena adanya pengolahan ini,
maka akan didapatkan air minum yang memenuhi standar kualitas air minum yang
telah ditentukan (Anonimous, 1984).
Peningkatan kualitas air minum dengan jalan mengadakan pengelolaan
terhadap air yang akan digunakan sebagai sumber air minum mutlak diperlukan
terutama apabila air tersebut berasal dari air permukaan. Pengolahan yang dimaksud

9
dapat dimulai dari proses yang sangat sederhana sampai pada pengolahan yang
lengkap, sesuai dengan tingkat pengotoran sumber air asal. Semakin kotor semakin
berat pengolahan yang dibutuhkan dan semakin banyak pula teknik-teknik yang
diperlukan untuk mengolah air tersebut agar dapat dimanfaatkan sebagai air minum.
Sementara itu peningkatan kuantitas air adalah merupakan syarat kedua setelah
kualitas, karena semakin maju tingkat hidup seseorang, maka makin tinggi pula
kebutuhan air masyarakat tersebut (Sutrisno dan Suciastuti, 1987).
Seperti telah diuraikan di atas, air mutlak diperlukan oleh semua makhluk hidup
di dunia, khususnya sebagai air minum. Namun air dapat juga menimbulkan berbagai
akibat gangguan kesehatan terhadap si pemakai, ini disebabkan sifat air tersebut
antara lain, yaitu :
1. Adanya kemampuan air untuk melarutkan bahan-bahan padat, mengabsorpsi gas-
gas dan bahan cair lainnya
2. Air sebagai faktor yang utama dalam penularan berbagai macam penyakit infeksi
bakteri-bakteri tertentu seperti typhus, paratyphus, dysentri baccilair, dan kolera.
Sumber air dapat digolongkan menjadi dua yaitu: air permukaan (Run-off water)
misalnya air danau, sungai, bendungan, air hujan, dan air dalam tanah seperti sumur
dan artesis. Dipandang dari kandungan bakteri organik, jumlah mikrobia dan
kandungan mineralnya, air yang berasal dari daerah permukaan dan dalam tanah
dapat berbeda.
Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas
air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas
air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik,
dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain
menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan,
kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber
daya air. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air
secara seksama.

10
Sebagian besar air baku untuk penyediaan air bersih diambil dari air permukaan
seperti sungai, danau, kolam dan sebagainya. Air sungai sebagai salah satu sumber air
baku secara kuantitatif relatif lebih besar bila dibandingkan dengan sumber air baku
lain.
Partikel-partikel koloid mempengaruhi tingkat kekeruhan yang terjadi pada air
sungai, dapat disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia. Komposisi kimia
yang terkandung dalam air permukaan sangat tergantung daerah yang dilaluinya.
Umumnya air permukaan akan memiliki kekeruhan yang cukup tinggi ditandai
dengan tingginya konsentrasi suspended solids. Selain itu juga terdapat beberapa
material organik dan plankton yang dapat mempengaruhi kualitas air. Air
permukaan juga mempunyai fluktuasi harian, baik temperatur maupun kandungan
kimia lain seperti oksigen, besi, mangan maupun jenis logam lainnya. Tiap elemen
tersebut memiliki variasi yang berbeda-beda sepanjang tahun.
Hadirnya material berupa koloid menyebabkan air menjadi tampak keruh yang
secara estetika kurang menarik dan mungkin bisa berbahaya bagi kesehatan.
Kekeruhan juga dapat disebabkan oleh partikel-partikel tanah liat, lempung maupun
lanau.
Tanggung jawab para ahli teknik dimulai dengan pengembangan sumber daya
air untuk memenuhi penyediaan air yang cukup dengan kualitas yang baik, yaitu air
harus bebas dari :
- Material tersuspensi yang menyebabkan kekeruhan
- Warna yang berlebihan, rasa dan bau
- Material terlarut yang tidak dikehendaki
- Zat - zat yang bersifat agresif
- Dan bakteri indikator pencemaran kotoran
Untuk penyediaan air bersih, air tersebut harus secara nyata memenuhi
kebutuhan orang, yaitu dapat langsung diminum (potable), juga harus berasa enak
dan secara fisis menarik.

11
Pada penelitian ini, sampel air baku yang digunakan adalah sampel air yang
diambil dari air selokan Mataram, Jogjakarta. Tingginya kadar kekeruhan pada air
Selokan Mataram melatar belakangi digunakan air tersebut sebagai sampel air yang
perlu pengolahan untuk memperbaiki kualitasnya terutama kadar kekeruhan.
Selokan Mataram ini berupa sungai kecil yang dibuat oleh Sri Sultan
Hamengkubuwono IX pada jaman pendudukan jepang. Air dari Selokan Mataram
diambil dari sungai Progo dan mengalir sepanjang 60 km menuju sungai Opak
banyaknya wilayah yang dilewati Selokan Mataram sehingga hamparan sawah di
kawasan yang dilewati selokan mataram kelihatan subur. Inilah fungsi ekonomi dan
kultur Selokan Mataram, sebagai irigasi yang menghidupi lahan pertanian di
Jogjakarta, khususnya wilayah Kabupaten Sleman (BAPELDA DIY 2006).
Secara politik, pada waktu itu, Selokan Mataram mempunyai makna lain.
Karena Selokan Mataram dibangun dalam upaya untuk menolak kerja paksa yang
dilakukan oleh penjajah Jepang. Upaya untuk menolak itu sultan mengerahkan
rakyatnya untuk membuat Selokan Mataram, dan ini menguntungkan rakyat.
Melihat Selokan Mataram sekarang dengan Selokan Mataram yang dulu tentu
banyak yang berbeda,setidaknya dari segi kebersihan wilayah sekitar, namun dari
limbah,boleh jadi Mataram lebih kotor dibandingkan yang dulu, karena sekarang
disekitar selokan telah berdiri banyak pemukiman dan mereka terbiasa membuang
berbagai limbah keselokan,disamping itu juga kepadatan penduduk yang terus
meningkat secara nyata menyebabkan pencemaran air permukaan yang disebabkan
oleh buangan limbah domestik maupun limbah non domestik yang masuk kebadan
air. Salah satu bentuk pengolahan yang sangat sederhana yang dapat diterapkan
adalah melewatkan air permukaan tersebut kedaerah yang terdapat tanaman Enceng
Gondok. Untuk tujuan akhirnya atau dengan kata lainnya output yang akan dihasilkan
dari penelitian ini yaitu pengolahan bersifat pre-treatment sebagai air minum. Karena
didasari dari sumber mata air khususnya untuk kota Yogyakarta adalah air tanah.
Untuk itulah pada penelitian ini diharapkan air pada selokan Mataram dapat menjadi

12
pertimbangan untuk dijadikan sebagai salah satu alternatif yang dapat didistribusikan
menjadi air minum untuk masyarakat kota Yogyakarta.

1.2 Rumusan Masalah


Dari uraian latar belakang masalah di atas diperoleh rumusan masalah sebagai
berikut :
Dengan memanfaatkan Tanaman Enceng Gondok dapat menurunkan kadar
kekeruhan, dan TSS pada air Selokan Mataram sebagai pengolahan awal (pre-
treatment) sebelum diolah terlebih dahulu untuk menjadi konsumsi air minum. Dan
efisiensi penurunan konsentrasi untuk kadar kekeruhan, dan TSS yang terjadi di
dalam reaktor.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya kemampuan
penggunaan Tanaman enceng gondok dalam menurunkan kadar kekeruhan dan TSS
pada air Selokan Mataram dengan variasi tanaman 0 % ( tanpa tanaman ), 50 %,
100% dengan waktu 2 jam dan 4 jam serta luas tutupan permukaan reaktor.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diperoleh dalam tugas akhir ini :
1. Sebagai alternatif untuk pengolahan awal (pre-treatment) sebelum masuk
pengolahan selanjutnya dengan menggunakan tanaman enceng gondok.
2. Mengetahui efisiensi penurunan kadar kekeruhan, dan TSS oleh tanaman
enceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap air selokan Mataram.
3. Diperolehnya sistem pengolahan pendahuluan untuk air minum yang
sederhana, mudah, murah serta mempunyai efisiensi yang tinggi.

13
1.5 Batasan Masalah
Terdapat beberapa batasan masalah dalam pelaksanaan tugas akhir ini yaitu :
a. Tanaman yang digunakan adalah tanaman enceng gondok (Eichornia
crassipes).
b. Tanaman enceng gondok (Eichornia crassipes) yang digunakan tidak
dipengaruhi oleh jumlah, umur, panjang, dan lebar daun tanaman.
c. Penelitian ini terbatas untuk mengetahui efisiensi penurunan optimum guna
menurunkan kadar kekeruhan, dan TSS.
d. Sumber air berasal dari air permukaan Selokan Mataram.

14
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA

2.1 Karakteristik Air Baku Pada Industri


Penyediaan air bersih, selain kuantitas, kualitasnya pun harus memenuhi
standar yang berlaku. Untuk ini perusahaan air minum selalu memeriksa kualitas air
bersih sebelum didistribusikan kepada pelanggan sebagai air minum. Air minum
yang ideal seharusnya jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa. Air minum
pun seharusnya tidak mengandung kuman patogen dan segala makhluk yang
membahayakan kesehatan manusia. Tidak mengandung zat kimia yang dapat
merubah fungsi tubuh, tidak dapat diterima secara estetis dan dapat merugikan secara
ekonomis. Air itu seharusnya tidak korosif, tidak meninggalkan endapan pada seluruh
jaringan distribusinya.

Penyediaan air bersih, selain kuantitasnya, kualitasnya pun harus memenuhi


standar yang berlaku. Dalam hal air bersih, sudah merupakan praktek umum bahwa
dalam menetapkan kualitas dan karakteristik dikaitkan dengan suatu baku mutu air
tertentu (standar kualitas air). Untuk memperoleh gambaran yang nyata tentang
karakteristik air baku, seringkali diperlukan pengukuran sifat-sifat air atau biasa
disebut parameter kualitas air, yang beraneka ragam. Formulasi-formulasi yang
dikemukakan dalam angka-angka standar tentu saja memerlukan penilaian yang kritis
dalam menetapkan sifat-sifat dari tiap parameter kualitas air (Slamet, 1994).

Standar kualitas air adalah baku mutu yang ditetapkan berdasarkan sifat-sifat
fisik, kimia, radioaktif maupun bakteriologis yang menunjukkan persyaratan kualitas
air tersebut. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air, air menurut
kegunaannya digolongkan menjadi :

15
Kelas I : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas II : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, Peternakan, air untuk
mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas III : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
Kelas IV : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu
air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Untuk dapat memahami akibat yang dapat terjadi apabila air minum tidak
memenuhi standar, berikut pembahasan karakteristik beserta parameter kualitas air
bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/MENKES/PER/IX/1990
:

a. Jumlah zat padat tersuspensi TSS (Total Suspended Solid)


Materi yang tersuspensi adalah materi yang mempunyai ukuran lebih kecil
dari pada molekul / ion yang terlarut. Materi tersuspensi ini dapat digolongkan
menjadi dua, yakni zat padat dan koloid. Zat padat tersuspensi dapat mengendap
apabila keadaan air cukup tenang, ataupun mengapung apabila sangat ringan;
materi inipun dapat disaring. Koloid sebaliknya sulit mengendap dan tidak dapat
disaring dengan (filter) air biasa.
Materi tersuspensi mempunyai efek yang kurang baik terhadap kualitas air
karena menyebabkan kekeruhan dan mengurangi cahaya yang dapat masuk
kedalam air. Oleh karenanya, manfaat air dapat berkurang, dan organisme yang

16
butuh cahaya akan mati. Setiap kematian organisme akan menyebabkan
terganggunya ekosistem akuatik. Apabila jumlah materi tersuspensi ini banyak
dan kemudian mengendap, maka pembentukan lumpur dapat sangat mengangu
dalam saluran, pendangkalan cepat terjadi, sehingga diperlukan pengerukan
lumpur yang lebih sering. Apabila zat-zat ini sampai dimuara sungai dan bereaksi
dengan air yang asin, maka baik koloid maupun zat terlarut dapat mengendap di
muara muara dan proses inilah yang menyebabkan terbentuknya delta. Dapat
dimengerti, bahwa pengaruhnya terhadap kesehatan pun menjadi tidak langsung.
b. Kekeruhan
Kekeruhan air disebabkan oleh adanya zat padat yang tersuspensi, baik yang
bersifat anorganik maupun yang organik. Zat anorganik, biasanya berasal dari
lapukan batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan
lapukan tanaman atau hewan. Buangan industri dapat juga menyebabkan sumber
kekeruhan. Zat organik dapat menjadi makanan bakteri, sehingga mendukung
perkembangbiakannya. Bakteri ini juga merupakan zat tersuspensi, sehingga
pertambahannya akan menambah pula kekeruhan air. Demikian pula dengan
algae yang berkembang biak karena adanya zat hara N, P, K akan menambah
kekeruhan air. Air yang keruh sulit didesinfeksi, karena mikroba terlindung oleh
zat tersuspensi tersebut. Hal ini tentu berbahaya bagi kesehatan, bila mikroba itu
patogen.

2.2 Air Permukaan


Air tawar berasal dari dua sumber, yaitu air permukaan (surface water) dan air
tanah (ground water). Air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau,
waduk, rawa dan badan air lain, yang tidak mengalami ilfiltrasi kebawah tanah. Areal
tanah yang mengalirkan air kesuatu badan air disebut watershed atau drainage
basins. Air yang mengalir dari daratan menuju suatu badan air disebut limpasan
permukaan (surface run off), dan air yang mengalir di sungai menuju laut disebut
aliran air sungai (river run off). Sekitar 69% air yang masuk ke sungai berasal dari

17
hujan, pencairan es / salju (terutama untuk wilayah Ugahari), dan sisanya berasal dari
air tanah. Wilayah di sekitar daerah aliran sungai yang menjadi tangkapan air disebut
catchment basin.
Air hujan yang jatuh ke bumi dan menjadi air permukaan memiliki kadar-
kadar bahan terlarut atau unsur hara yang sangat sedikit. Air hujan biasanya bersifat
asam, dengan nilai pH 4,2. Hal ini disebabkan air hujan melarutkan gas-gas yang
terdapat di atsmosfer, misalnya gas karbondioksida (CO2), sulphur (S) dan nitrogen
oksida (NO2) yang dapat membentuk asam lemah (Novotny dan Olem, 1994). Setelah
jatuh kepermukaan bumi, air hujan mengalami kontak dengan tanah dan melarutkan
bahan-bahan yang terkandung di dalam tanah.(Effendi, 2003)

2.3 Air Sungai Sebagai Sumber Air Bersih


2.3.1 Kuantitas
Permukaan planet bumi sebagian besar terdiri dari perairan, Dari 40 juta
mil kubik air yang berada di permukaan bumi dan ada di dalam tanah tidak lebih
dari 0,5 % (0,2 juta mil kubik) yang secara langsung dapat digunakan untuk
kepentingan manusia. Karena dari jumlah 40 juta mil kubik 97 % terdiri dari air
laut dan jenis air lain yang berkadar garam tinggi, 2,5 % berbentuk es dan salju
abadi yang dalam keadaan cair baru dapat dipakai manusia dan mahluk lain
(Seyhan, 1977).
Akibat panas sinar matahari pada permukaan bumi, permukaan air laut dan
air yang ada pada mahluk hidup menguap munjadi awan yang apabila terkena
dingin akan mengalami kondensasi, yang akan turun menjadi hujan. Air hujan
akan meresap kedalam tanah dan mengalir di permukaan tanah menuju ke badan-
badan air sehingga air di badan air akan bertambah banyak. Dari rantai perputaran
air tersebut, dapat dibedakan atas tiga sumber yaitu :
1. Air angkasa meliputi air hujan dan salju,
2. Air tanah meliputi mata air,sumur dangkal, sumur dalam dan artesis.
3. Air permukaan meliputi sungai, rawa-rawa dan danau.

18
Air sungai sangat terpengaruh oleh musim, dimana debit air sungai pada
musim hujan relatif lebih banyak dibanding dengan pada musim kemarau.
Kuantitas air sungai dipengaruhi oleh :
- Debit sumber air sungai (air hujan, air dari mata air dan sebagainya)
- Sifat dan luas area.
- Keadaan tanah.

2.3.2 Kualitas
Air permukaan adalah air yang ada di permukaan tanah, baik
keberadaannya bersifat sementara dan mengalir ataupun stabil. Air permukaan
bila langsung digunakan untuk kebutuhan sehari-hari perlu diperhatikan apakah
air tersebut sudah tercemar atau belum. Indikator atau tanda bahwa air permukaan
sudah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui :
l. Adanya perubahan warna, bau dan rasa dalam air.
2. Adanya perubahan suhu air.
3. Adanya perubahan pH dan konsentrasi ion hidrogen.
4. Timbulnya endapan, koloidal dan bahan terlarut.
5. Adanya mikroorganisme.
6. Meningkatnya radioaktifitas dalam air
Agar air permukaan dapat digunakan sebagai sumber air bersih perlu
dilakukan pengolahan air untuk perbaikan kualitas fisika air bersih dapat
dilakukan misalnya dengan penyaringan (filtrasi).
Pada umumnya air sungai mengandung zat organik maupun anorganik,
yang terkandung dalam air sungai tergantung kadar pencemaran pada air sungai
tersebut dan jenis tanah yang dilalui oleh air sungai tersebut.
Sungai pada umumnya akan membawa zat-zat padat yang berasal dari erosi,
penghancuran zata-zat organik, garam-garam mineral sesuai dengan jenis tanah yang
dilalui. Dan pada sungai-sungai yang melalui daerah-daerah pemukiman yang padat

19
akan mengalami pencemaran akibat buangan rumah tangga yang dapat
mengakibatkan perubahan warna, peningkatan kekeruhan, rasa, bau dan lain-lain.

2.4 Air Minum


Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan
fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan
komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita. Air berperan sebagai pembawa
zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan
pembentukan biopolimer, dan sebagainya.
Air dapat dikonsumsi sebagai air minum apabila air tersebut bebas dari
mikroorganisme yang bersifat patogen dan telah memenuhi syarat-syarat kesehatan.
Untuk masyarakat awam persediaan air minum, mereka mengambil dari sumber air
sebelum dikonsumsi air tersebut harus direbus dahulu. Merebus air sampai mendidih
bertujuan untuk membunuh kuman-kuman yang mungkin terkandung dalam air
tersebut. Sedangkan air minum yang tersedia di pasaran luas berupa air mineral yang
berasal dari sumber air pegunungan dan telah mengalami proses destilasi atau
penyulingan di industri dalam skala besar. Penyulingan ini juga bermaksud untuk
menghilangkan mineral-mineral yang terkandung baik berupa mikroorganisme
maupun berupa logam berat.

2.4.1 Kekeruhan
Air menjadi keruh karena adanya benda-benda lain yang tercampur atau
larut dalam air seperti tanah liat, lumpur, benda-benda organik halus dan plankton.
Kekeruhan didefinisikan sebagai suatu istilah untuk menggambarkan butiran-
butiran tanah liat, pasir, bahan mineral dan sebagainya yang menghalangi cahaya
atau sinar masuk kedalam air.
Kekeruhan air didalam air permukaan pada umumnya ditimbulkan oleh
bahan-bahan dalam suspensi (ukuran lebih besar 1 milimikron dan 1 mikron).

20
Kekeruhan yang di timbulkan oleh bahan-bahan dalam suspensi sangat mudah di
hilangkan dengan cara pengendapan, bentuk ini terdiri antara lain bakteria, bahan-
bahan anorganik seperti pasir dan lempung serta bahan-bahan organik seperti
daun-daunan. Bahan-bahan koloid hanya dapat dihilangkan dengan proses
penyaringan dengan saringan pasir. (Chatib, 1992)
Kekeruhan sebenarnya tidak mempunyai efek langsung terhadap kesehatan
tetapi tidak disukai masyarakat karena masalah estetika kurang baik. Persyaratan
mutu dari kekeruhan air bersih maksimum vang diperolehkan menurut Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/SK/2002 adalah 5 NTU.
Kekeruhan menunjukkan sifat optis air, yang mengakibatkan pembiasan
cahaya kedalam air. Kekeruhan membatasi masuknya cahaya ke dalam air.
Kekeruhan ini terjadi karena adanya bahan yang terapung dan terurainya zat tertentu,
seperti bahan organik, jasad renik, lumpur, tanah liat dan benda lain yang melayang
atau terapung dan sangat halus. Semakin keruh air, semakin tinggi daya hantar
listriknya dan semakin banyak pula padatannya (Kristanto, 2002).
Partikel yang terkandung dalam air dapat terjadi karena adanya erosi tanah
yang dilalui oleh aliran air. Kation-kation yang terdapat dalam partikel lempung
adalah Na+, K + , Ca 2 + , H+, Al 2 + dan Fe 2 , berurutan menurut besarnya gaya
adsorbsi yang dialami. Dari urutan kation tersebut, terlihat partikel yang
mengandung Na+ dan K+ sangat stabil dan sukar mengendap karena hanya sedikit
yang mengalami gaya adsopsi, sedangkan patikel yang mengandung A13+ dan Fe 3+
kurang stabil dan mudah mengendap.
Adapun zat yang tidak dapat mengendap tanpa bantuan bahan kimia
(koagulan) antara lain unsur organik dari limbah domestik. Jenis dan ukuran
partikel koloid dalam air yang sukar mengendap dapat dilihat pada tabel berikut:

21
Tabel 1. Spektrum Ukuran Partikel
No Jenis Partikel Bahan Penyusun Ukuran ( Mikron )
1 Molekul - 10^-10 - 10^-8
2 Koloid - Clay
3 Tersuspensi FeOH
CaCO3
SiO3

4 Bakteri 10^-6 - 10^-5.5


5 Alga 10^-6 - 10^-4.5
6 Virus 10^-7.5 - 10^8.5

Sumber : Fair, 1968

Untuk menghilangkan zat-zat tersebut di atas, cara yang umum dilakukan


adalah dengan proses sedimentasi, akan tetapi untuk ukuran partikel yang sangat
kecil seperti paktikel koloidal dan partikel tersuspensi memerlukan waktu yang
sangat lama, seperti dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Jenis Partikel Koloid dan Tersuspensi.


No Jenis partikel Diameter (mm) Waktu Pengendapan
1 Kerikil 10 0,3 Detik
2 Pasir halus 0,1 33 Detik
3 silt 0,01 38 Detik
4 Bakteri 0,001 55 Detik
5 Koloid 0,0001 - 0,000001 230 Hari - 6,3 Tahun
Sumber: Anonim, 1971

2.4.2 Total Suspended Solid (TSS)


TSS adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak
dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang

22
ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan
organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya. Sebagai contoh, air
permukaan mengandung tanah liat dalam bentuk suspensi yang dapat tahan sampai
berbulan-bulan, kecuali jika keseimbangannya terganggu oleh zat-zat lain, sehingga
mengakibatkan terjadinya penggumpalan yang kemudian diikuti dengan pengendapan
(Fardiaz, 1992)
Bahan-bahan tersuspensi dan terlarut pada perairan alami tidak bersifat toksik,
akan tetapi jika berlebihan, dapat meningkatkan nilai kekeruhan yang selanjutnya
akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh
terhadap proses fotosintesis di perairan.
TSS adalah zat-zat padat yang berada pada dalam suspensi, dapat dibedakan
menurut ukuranya sebagai partikel tersuspensi koloid (partikel koloid) dam partikel
tersuspensi biasa (partikel tersuspensi) (Alaerts dan Santika, 1987)
Jenis partikel koloid tersebut adalah penyebab kekeruhan dalam air (efek
tyndall) yang disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang menembus suspensi
tersebut. Partikel-partikel koloid tidak terlihat secara visual, sedangkan larutannya
(tanpa partikel koloid) yang terdiri dari ion-ion dan molekul-molekul tidak pernah
keruh. Larutan menjadi keruh bila terjadi pengendapan (presipitasi) yang merupakan
keadaan kejenuhan dari suatu senyawa kimia. Partikel-partikel tersuspensi biasa,
mempunyai ukuran lebih besar dari partikel koloid dan dapat menghalangi sinar yang
akan menembus suspensi, sehingga suspensi tidak dapat dikatakan keruh, karena
sebenarnya air di antara partikel-partikel tersuspensi tidak keruh dan sinar tidak
menyimpang (Alaerts dan Santika, 1987)

2.4.3 DO (Disolved Oxygen)


Ujicoba oksigen terlarut sangat penting untuk menjamin keadaan aerobik
perairan. Dalam pengendalian pencemaran air, ikan, tumbuhan dan binatang lain
perlu berkembang biak. Hal ini perlu pemeliharaan oksigen terlarut yang dapat
menunjang tata kehidupan di dalam air dengan keadaan yang sehat.

23
Oksigen terlarut adalah oksigen yang terdapat di dalam air (dalam bentuk
molekul oksigen, bukan dalam bentuk molekul hydrogen oksida) dan biasanya
dinyatakan dalam mg/l (ppm). Adanya oksigen bebas ini sangat diperlukan oleh
berbagai biota air (misalnya ikan hanya dapat hidup di air yang mempunyai
kandungan oksigen bebas lebih besar 3 ppm). Oksigen bebas dalam air dapat
berkurang bila dalam air terdapat kotoran atau limbah organik yang degradable.
Dalam air kotor selalu terdapat bakteri (bakteri aerob dan anaerob). Bakteri
aerob adalah bakteri yang memerlukan oksigen bebas dalam hidupnya sedangkan
bakteri anaerob adalah bakteri yang tidak memerlukan oksigen bebas dalam
hidupnya. Bakteri aerob dan anaerob akan menguraikan zat organik dalam air
menjadi persenyawaan yang sederhana. Selama ini air mengandung oksigen bebas
cukup banyak, maka yang bekerja atau tumbuh berkembang adalah bakteri aerob.
Bakteri aerob akan merubah persenyawaan organik menjadi bentuk persenyawaan
yang tidak berbahaya (yang dikehendaki manusia). Misalnya nitrogen dirubah
menjadi persenyawaan nitrat, belerang dirubah menjadi persenyawaan sulfat, bila
oksigen bebas dalam air itu habis atau sangat kurang, maka yang bekerja atau tumbuh
dan berkembang adalah bakteri anaerob. Bakteri anaerob merubah persenyawaan
organik menjadi bentuk persenyawaan sederhana (tidak dikehendaki manusia).
Misalnya nitrogen dirubah menjadi amoniak, belerang dirubah menjadi hydrogen
sulfide, yang keduanya berbentuk gas dan bau.
Oksigen larut dalam air dan tidak bereaksi dengan air secara kimiawi. Pada
tekanan tertentu, kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu. Faktor lain yang
mempengaruhi kelarutan oksigen yaitu air dan luas permukaan air yang terbuka bagi
atmosfer (Mahida, 1984).

24
2.5 Tanaman Enceng Gondok (Eichornia crassipes)
2.5.1 Klasifikasi Enceng Gondok
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Suku : Pontederiaceae
Marga : Eichhornia
Jenis : Eichornia crassipes Solms
Gambar Rudi, h. 2003. Enceng Gondok : Budi Daya Eceng Gondok di Indonesia
www.Google.com.(22/04/2007)

`
Gambar 2.1 Tanaman Enceng Gondok

Orang lebih banyak mengenal tanaman ini tumbuhan pengganggu (gulma)


diperairan karena pertumbuhannya yang sangat cepat. Awalnya didatangkan ke
Indonesia pada tahun 1894 dari Brazil untuk koleksi Kebun Raya Bogor. Ternyata
dengan cepat menyebar ke beberapa perairan di Pulau Jawa. Dalam
perkembangannya, tanaman keluarga Pontederiaceae ini justru mendatangkan
manfaat lain, yaitu sebagai biofilter cemaran logam berat, sebagai bahan kerajinan,
dan campuran pakan ternak.

25
Eceng gondok hidup mengapung bebas bila airnya cukup dalam tetapi berakar
di dasar kolam atau rawa jika airnya dangkal. Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter. Tidak
mempunyai batang. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya
meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan
berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya
berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak
beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut.
Eceng gondok dapat hidup mengapung bebas di atas permukaan air dan
berakar di dasar kolam atau rawa jika airnya dangkal. Kemampuan tanaman inilah
yang banyak di gunakan untuk mengolah air buangan, karena dengan aktivitas
tanaman ini mampu mengolah air buangan domestik dengan tingkat efisiensi yang
tinggi. Eceng gondok dapat menurunkan kadar BOD, partikel suspensi secara
biokimiawi (berlangsung agak lambat) dan mampu menyerap logam-logam berat
seperti Cr, Pb, Hg, Cd, Cu, Fe, Mn, Zn dengan baik, kemampuan menyerap logam
persatuan berat kering eceng gondok lebih tinggi pada umur muda dari pada umur tua
(Widianto dan Suselo, 1977).
Adapun bagian-bagian tanaman yang berperan dalam penguraian air
limbah adalah sebagai berikut :
a) Akar
Bagian akar eceng gondok ditumbuhi dengan bulu-bulu akar yang
berserabut, berfungsi sebagai pegangan atau jangkar tanaman. Sebagian besar
peranan akar untuk menyerap zat-zat yang diperlukan tanaman dari dalam air.
Pada ujung akar terdapat kantung akar yang mana di bawah sinar matahari
kantung akar ini berwarna merah, susunan akarnya dapat mengumpulkan lumpur
atau partikel-partikal yang terlarut dalam air (Ardiwinata, 1950).
b) Daun
Daun eceng gondok tergolong dalam makrofita yang terletak di atas permukaan
air, yang di dalamnya terdapat lapisan rongga udara dan berfungsi sebagai alat
pengapung tanaman. Zat hijau daun (klorofil) eceng gondok terdapat dalam sel

26
epidemis. Dipermukaan atas daun dipenuhi oleh mulut daun (stomata) dan bulu
daun. Rongga udara yang terdapat dalam akar, batang, dan daun selain sebagai
alat penampungan juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan O2 dari proses
fotosintesis.
Reaksi fotosintesis :

6CO2 + 6H2O C
ahayaMata hari
C6H12O6 +6O2 . (reaksi 2)
Klorofil

Oksigen hasil dari fotosintesis ini digunakan untuk respirasi tumbuhan dimalam
hari dengan menghasilkan CO2 yang akan terlepas kedalam air (Pandey, 1980).
c) Tangkai
Tangkai eceng gondok berbentuk bulat menggelembung yang di dalamnya
penuh dengan udara yang berperan untuk mengapaungkan tanaman di permukaan
air. Lapisan terluar petiole adalah lapisan epidermis, kemudian dibagian
bawahnya terdapat jaringan tipis sklerenkim dengan bentuk sel yang tebal disebut
lapisan parenkim, kemudian didalam jaringan ini terdapat jaringan pengangkut
(xylem dan floem). Rongga-rongga udara dibatasi oleh dinding penyekat berupa
selaput tipis berwarna putih (Pandey, 1950).
d) Bunga
Eceng gondok berbunga bertangkai dengan warna mahkota lembayung muda.
Berbunga majemuk dengan jumlah 6 - 35 berbentuk karangan bunga bulir dengan
putik tunggal.
Eceng gondok juga memiliki ciri-ciri morfologi sebagai berikut, eceng gondok
merupakan tumbuhan perennial yang hidup dalam perairan terbuka, yang
mengapung bila air dalam dan berakar didasar bila air dangkal.
Perkembangbiakan eceng gondok terjadi secara vegetatif maupun secara
generatif, perkembangan secara vegetatif terjadi bila tunas baru tumbuh dari
ketiak daun, lalu membesar dan akhirnya menjadi tumbuhan baru.

27
Setiap 10 tanaman eceng gondok mampu berkembangbiak menjadi 600.000
tanaman baru dalam waktu 8 bulan, hal inilah membuat eceng gondok banyak
dimanfaatkan guna untuk pengolahan air limbah. Eceng gondok dapat mencapai
ketinggian antara 40 - 80 cm dengan daun yang licin dan panjangnya 7 - 25 cm.
Faktor lingkungan yang menjadi syarat untuk pertumbuhan eceng
gondok adalah sebagai berikut :
1. Cahaya matahari, PH dan Suhu
Pertumbuhan eceng gondok sangat memerlukan cahaya matahari yang
cukup, dengan suhu optimum antara 25 oC-30 oC, hal ini dapat dipenuhi dengan
baik di daerah beriklim tropis. Di samping itu untuk pertumbuhan yang lebih baik,
eceng gondok lebih cocok terhadap pH 7,0 - 7,5, jika pH lebih atau kurang maka
pertumbuhan akan terlambat (Dhahiyat, 1974).
2. Ketersediaan Nutrien Derajat keasaman (pH) air
Pada umumnya jenis tanaman gulma air tahan terhadap kandungan unsur
hara yang tinggi. Sedangkan unsur N dan P sering kali merupakan faktor
pembatas. Kandungan N dan P kebanyakan terdapat dalam air buangan domestik.
Jika pada perairan kelebihan nutrien ini maka akan terjadi proses eutrofikasi.
Eceng gondok dapat hidup di lahan yang mempunyai derajat keasaman (pH) air
3,5 - 10. Agar pertumbuhan eceng gondok menjadi baik, pH air optimum berkisar
antara 4,5 7.
Pemilihan tanaman eceng gondok pada reaktor ini didasarkan pada
pertimbangan pertimbangan berikut ini :
1. Tanaman eceng gondok merupakan jenis tanaman yang banyak dijumpai
di Indonesia.
2. Dari segi ekonomi tanaman eceng gondok harganya relatif murah.
3. Tidak memerlukan perawatan khusus dan pemeliharaan sangat mudah.

2.5.2 Ciri-ciri Fisiologis Enceng Gondok

28
Eceng gondok memiliki daya adaptasi yang besar terhadap berbagai macam
hal yang ada disekelilingnya dan dapat berkembang biak dengan cepat. Eceng gondok
dapat hidup ditanah yang selalu tertutup oleh air yang banyak mengandung makanan.
Selain itu daya tahan eceng gondok juga dapat hidup ditanah asam dan tanha yang
basah (Anonim, 1996). Kemapuan eceng gondok untuk melakukan proses-proses
sebagai berikut :
a. Transpirasi
Jumlah air yang digunakan dalam proses pertumbuhan hanyalah
memerlukan sebagian kecil jumlah air yang diadsorbsi atau sebagian besar dari air
yang masuk kedalam tumbuhan dan keluar meninggalkan daun dan batang
sebagai uap air. Proses tersebut dinamakan proses transpirasi, sebagian menyerap
melalui batang tetapi kehilangan air umumnya berlangsung melalui daun. Laju
hilangnya air dari tumbuhan dipengaruhi oleh kwantitas sinar matahari dan musim
penanamnan. Laju teraspirasi akan ditentukan oleh struktur daun eceng gondok
yang terbuka lebar yang memiliki stomata yang banyak sehingga proses
transpirasi akan besar dan beberapa factor lingkungan seperti suhu, kelembaban,
udara, cahaya dan angin (Anonim, 1996).
b. Fotosintesis
Fotosintesis adalah sintesa karbohidrat dari karbondioksida dan air oleh
klorofil. Menggunakan cahaya sebagai energi dengan oksigen sebagai produk
tambahan.
Reaksi fotosintesis :

6 CO2 + 6H2O S C6H12O6 + 6O2


inarmatah ari
. (reaksi 3)
Klorofil

Dalam proses fotosintesis ini tanaman membutuhkan CO2 dan H2O dan
dengan bantuan sinar matahari akan menghasilkan glukosa dan oksigen dan

29
senyawa-senyawa organic lain. Karbondioksida yang digunakan dalam proses ini
beasal dari udara dan energi matahari (Sastroutomo, 1991).
c. Respirasi
Sel tumbuhan dan hewan mempergunakan energi untuk membangun dan
memelihara protoplasma, membran plasma dan dinding sel. Energi tersebut
dihasilkan melalui pembakaran senyawa-senyawa. Dalam respirasi molekul gula
atau glukosa (C6H12O6) diubah menjadi zat-zat sederhana yang disertai dengan
pelepasan energi (Tjitrosomo, 1983).
reaksi kimia adalah :

C6H12O6 + 6O2 6 CO2 + 6H2O + energi .... (reaksi 4)


2.5.3 Manfaat Enceng Gondok
Little (1968) dan Lawrence dalam Moenandir (1990), Haider (1991) serta
Sukman dan Yakup (1991), menyebutkan bahwa eceng gondok banyak menimbulkan
masalah pencemaran sungai dan waduk, tetapi mempunyai manfaat sebagai berikut :
a. Mempunyai sifat biologis sebagai penyaring air yang tercemar oleh
berbagai bahan kimia buatan industri.
b. Sebagai bahan penutup tanah dan kompos dalam kegiatan pertanian dan
perkebunan.
c. Sebagai sumber gas yang antara lain berupa gas ammonium sulfat, gas
hidrogen, nitrogen dan metan yang dapat diperoleh dengan cara
fermentasi.
d. Bahan baku pupuk tanaman yang mengandung unsur NPK yang
merupakan tiga unsur utama yang dibutuhkan tanaman.
e. Sebagai bahan industri kertas dan papan buatan.
f. Sebagai bahan baku karbon aktif.

30
2.5.4 Kerugian Enceng Gondok
Kondisi merugikan yang timbul sebagai dampak pertumbuhan eceng gondok
yang tidak terkendali di antaranya adalah :
a. Meningkatnya evapontranspirasi.
b. Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga
menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (DO :
Dissolved Oxygens).
c. Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat
yang kehidupannya masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman
Kalimantan dan beberapa daerah lainnya.
d. Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia.
e. Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.

2.5.5 Penyerapan Oleh Enceng Gondok


Tumbuhan ini mempunyai daya regenerasi yang cepat karena potongan-
potongan vegetatifnya yang terbawa arus akan terus berkembang menjadi eceng
gondok dewasa. Eceng gondok sangat peka terhadap keadaan yang unsur haranya
didalam air kurang mencukupi, tetapi responnya terhadap kadar unsur hara yang
tinggi juga besar. Proses regenerasi yang cepat dan toleransinya terhadap lingkungan
yang cukup besar, menyebabkan eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai
pengendali pencemaran lingkungan. (Soerjani, 1975)
Sel-sel akar tanaman umumnya mengandung ion dengan konsentrasi yang
lebih tinggi dari pada medium sekitarnya yang biasanya bermuatan negative.
Penyerapan ini melibatkan energi, sebagai konsekuensi dan keberadaannya, kation
memperlihatkan adanya kemampuan masuk ke dalam sel secara pasif ke dalam
gradient elektrokimia, sedangkan anion harus diangkut secara aktif kedalam sel akar
tanaman sesuai dengan keadaan gradient konsentrasi melawan gradient elektrokimia.
(Foth, 1991)

31
Di dalam akar, tanaman biasa melakukan perubahan pH kemudian
membentuk suatu zat khelat yang disebut fitosiderofor. Zat inilah yang kemudian
mengikat logam kemudian dibawa kedalam sel akar. Agar penyerapan logam
meningkat, maka tumbuhan ini membentuk molekul rediktase di membran akar.
Sedangkan model tranportasi didalam tubuh tumbuhan adalah logam yang dibawa
masuk ke sel akar kemudian ke jaringan pengangkut yaitu xylem dan floem, kebagian
tumbuhan lain. Sedangkan lokalisasi logam pada jaringan bertujuan untuk mencegah
keracunan logam terhadap sel, maka tanaman akan melakukan detoksofikasi,
misalnya menimbun logam kedalam organ tertentu seperti akar.
Menurut Fitter dan Hay (1991), terdapat dua cara penyerapan ion ke
dalam akar tanaman :
1. Aliran massa, ion dalam air bergerak menuju akar gradient potensial yang
disebabkan oleh transpirasi.
2. Difusi, gradient konsentrasi dihasilkan oleh pengambilan ion pada
permukaan akar.
Dalam pengambilan ada dua hal penting, yaitu pertama , energi metabolik
yang diperlukan dalam penyerapan unsur hara sehingga apabila respirasi akan
dibatasi maka pengambilan unsur hara sebenarnya sedikit. Dan kedua, proses
pengambilan bersifat selektif, tanaman mempunyai kemampuan menyeleksi
penyerapan ion tertentu pada kondisi lingkungan yang luas. (Foth, 1991).

2.6 Hipotesis
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan, maka dapat diambil beberapa
hipotesis.
Bahwa kontruksi reaktor dengan menggunakan tanaman Enceng Gondok dapat
menurunkan konsentrasi TSS dan kekeruhan. Kapasitas reaktor dengan menggunakan
enceng gondok terhadap TSS dan kekeruhan dapat dipergunakan untuk pengolahan
air selokan Mataram sebagai langkah awal (pre-treatment) untuk pengolahan
selanjutnya agar lebih mudah, aman dan efisien.

32
BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian dapat disebut dengan penelitian ilmiah apabila memiliki metode


penelitian yang sistematis. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :

3.1 Lokasi Penelitian


Lokasi pengambilan sampel air permukaan yaitu di selokan Mataram,
Yogyakarta. Pengambilan sampel dilaksanakan pada laboratorium kualitas
lingkungan dan penelitian dilakukan di halaman belakang FTSP, UII, Sleman,
Yogjakarta dengan menggunakan reaktor secara Terus menerus (continue) berukuran
1 m x 0.5 m yang ditanami tanaman eceng gondok, sedang untuk analisis parameter
kualitas air permukaan dilakukan di laboratorium kualitas lingkungan UII
Yogjakarta.

3.2 Parameter Penelitian


Sebagai parameter penelitian ini adalah kandungan Kekeruhan dan TSS.
Penelitian ini dilakukan analisa pengukuran dan pengujian parameter air permuakaan
laboratorium berdasarkan tingkat konsentrasi yaitu 0%, 50%,dan 100% serta variasi
waktu penelitian yang diambil setiap 2 jam sekali dengan Td ( Waktu tinggal ) 2 jam
dan 4 jam sekali dengan Td ( Waktu Tinggal ) 4 Jam .dari sumber air baku yaitu air
permukaan selokan Mataram Yogyakarta.

3.3 Waktu Penelitian


Waktu penelitian dilakukan selama 6 bulan yang terdiri dari tahap persiapan
penelitian, desilasi tanaman eceng gondok, pembuatan reaktor, penanaman eceng

33
gondok dalam reaktor, pengambilan sample Air permukaan selokan Mataram
Yogyakarta, pemeriksaan di laboratorium, analisa data dan penyusunan laporan.
3.4 Metode Penelitian
Metodologi penelitian dalam kegiatan penelitian ini dapat dilihat dalam
gambar di bawah ini.

Study literatur dan desain

Analisis parameter

Desain peralatan penelitian


Tanaman yang digunakan
Dimensi reaktor
Sistem inlet dan outlet

Pengumpulan alat dan bahan


Alat
Alat pengambilan sampel
Alat pengujian sampel
Alat tambahan
Bahan
Tanaman yang digunakan
Air permukaan yang digunakan
Bahan yang digunakan untuk reaktor
Bahan yang digunakan untuk pengujian sampel

Pembuatan reaktor

Pengambilan sampel

Pengujian sampel

Pengolahan data dan analisis data

Penyusunan laporan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

34
3.5 Langkah Penelitian
a. Tahap Persiapan alat dan bahan
1. Dimensi reaktor
Filter bentuk persegi Panjang :
Direncanakan dimensi :
P = 100 cm = 1 m
L = 50 cm = 0.5 m
T = 25 cm = 0.25 m
Kecepatan (V) = 2 m/dtk
Debit air (Q) = (P x L x V)
= (1 x 0.5 x 2)
= 1 m/jam
Volume = (P x L x T)
= (1 x 0.5 x 0.25)
= 0.125 m
Td = 2 jam
4 jam

2. Pembuatan reaktor
Dalam tahap pembuatan alat, direncanakan reaktor berbentuk persegi panjang
Dengan rincian sbb:
P = 1 m , L = 0.5 m, T = 0.25 m
Plastik 2m
Kaca
Paku payung
Pipa tegak
Selang
Pompa

35
Ember plastik
papan

3. Gambar reaktor

Gambar 3.2 Reaktor continyu

4. Proses sampling
Dalam proses ini, dilakukan pemeriksaan awal untuk parameter Kekeruhan
dan TSS. Kemudian selama 3 hari setiap 2 jam sekali dilakukan sampling
pemeriksaan parameter TSS dan Kekeruhan dengan masing masing variasi 50
% dan 100% kemudian setiap 4 jam sekali dilakukan sampling pemeriksaan TSS
dan Kekeruhan dengan masing masing variasi 50 % dan 100 %.
b. Tahap pelaksanaan percobaan
1. Pengambilan sampel air baku yang diambil dari air permukaan selokan
mataram, Yogyakarta
2. Air baku dari bak penampung dialirkan kedalam kolom bak secara gravitasi
dengan kecepatan konstan.

36
3. Air dibiarkan mengalir terusmenerus dengan arah aliran dari atas ke bawah.
4. Effluent hasil penyaringan diambil, kemudian diukur kadar Kekeruhan dan
TSS

3.6 Variabel Penelitian


Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Parameter yang diteliti adalah Kekeruhan dan TSS
2. Variabel penelitian adalah perbandingan antara sample blanko,
Kekeruhan, dan TSS.
3. Variasi tanaman 50 % dan 100 %.
4. Durasi waktu 2 jam dan 4 jam

3.7 Pengujian Kekeruhan


Metode yang digunakan menurut SNI 06-2413-1991.

Alat dan Bahan yang digunakan

Alat :

Spektrofotometer panjang gelombang 390 nm

Bahan pereaksi :

- Larutan standar kekeruhan (1ml : 1mg SiO2)

- 100 mg SiO2 dilarutkan dalam 100 ml aquades

Cara Kerja

1. Aduk sampel air hingga homogen.

2. Masukkan dalam kuvet.

3. Baca dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 390 nm

37
4. Perhitungan : cari kadar kekeruhan dari kurva kalibrasi yang telah
dibuat oleh laboran.

3.8 Pengujian Total dissolved suspended ( TSS )

Metode yang di gunakan sesuai dengan SK SNI 06-6989.3-2004

Bahan :

a. Kertas saring (glass fiber filter) dengan berbagai jenis

1. Whatman Grade 934 Ah, dengan ukuran pori (Particel Retention) 1,5 m
(Standart for TSS in water Analysis).
2. Gelman type A/E, dengan ukuran pori (Particle Retention) 1,0 m (standar
TSS / TDS testing in sanitary water analysis proceures).
3. E-D scientific specialities grade 161 (VWR brand grade 161) dengan
ukuran pori (particle retention) 1,1 m (Recommended for use in TSS/ TDS
testing in water and wastewater.
4. Saringan dengan ukuran pori 0,45 m.
b. Air suling/aquades

Peralatan

1. Desikator yang berisi silica gel


2. Oven, untuk pengoperasian pada suhu 1030C sampai 1050C;
3. Timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg;
4. Pipet volum;
5. Gelas ukur;
6. Penjepit.
Persiapan pengujian

Persiapan dengan memakai kertas saring

a. Letakkan kertas saring pada peralatan filtrasi. Kemudian basahi kertas saring
dengan air suling/aquades.

38
b. Keringkan dalam oven pada suhu 1030C sampai 1050C selama satu jam,
dinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian timbang.
c. Ulangi langkah pada butir b) sampai diperoleh berat konstan atau sampai
perubahan berat lebih kecil dari 4% terhadap penimbangan sebelumnya atau
lebih kecil dari 0,5 mg.
Prosedur

a. Aduk c
b. ontoh uji dengan cara mengocok untuk memperoleh contoh uji yang lebih
homogen.
c. Ambil 25 ml contoh uji,
d. Masukan contoh uji pada kertas saring.
e. Keringkan dalam oven setidaknya selama 1 jam pada suhu 1030C sampai
dengan 1050C, dinginkan dalam desikator selama 10 menit untuk
menyeimbangkan dan timbang.

1.9 Analisa kualitas air permukaan


3.9.1 Analisa Kekeruhan dan analisa Total Suspended Solid ( TSS )

No Paramameter SNI Analisa Standar

1. Kekeruhan SNI Satuan kekeruhan


06 2413 1991 dalam air dapat 1 unit SiO2
1NTU =
dinyatakan dengan 2,5
satuan mg/l SiO2,
NTU(Nephelometri
c Turbidity Units).
2. TSS SK SNI mg TSS per liter =
06 6989.3 2004 TSS (mg / l ) = (A B) x 1000
Berat kosong Volume contoh uji, mL
Berat isi
X 1.000.000

39
3.10 Analisa Tanaman
Pada tanaman ini juga dilakukan pengamatan, pengamatan dilakukan secara
visual terhadap tanaman uji yang meliputi kondisi tumbuhan.

3.11 Metode Analisa Data


Untuk mengetahui tingkat efisiensi dari reaktor yang sedang diteliti, maka
dilakukan analisa data yang diperoleh dari hasil pengamatan, baik data utama (tingkat
removal) maupun data pendukung (kondisi tanaman uji). Sedangkan untuk
memudahkan dalam pengolahan data, maka dipergunakan pengujian dengan metode
statistik, yaitu uji statistik T Test.

40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Umum
Pada penelitian pengolahan air permukaan selokan Mataram dengan
menggunakan media reaktor yang dilakukan secara kontinyu dengan variasi 0%,
50%, dan 100% pada air permukaan selokan Mataram, bermedia tanaman enceng
gondok (Eichornia crassipes), dengan parameter TSS (Total Suspended Solid) dan
Kekeruhan (Turbidity). Pertama-tama adalah pembuatan media reaktor filter
berbentuk persegi panjang dari bahan papan dengan tambahan palstik 2m, kaca, paku
payung, pipa tegak, selang, pompa, ember plastik. Untuk langkah kedua yaitu proses
sampling, pada proses ini dilakukan pemeriksaan awal (blanko) untuk parameter
Kekeruhan dan TSS. Kemudian selama 3 hari setiap 2 jam sekali dilakukan sampling
pemeriksaan parameter TSS dan Kekeruhan dengan masing masing variasi 50 %
dan 100% kemudian setiap 4 jam sekali dilakukan sampling pemeriksaan TSS dan
Kekeruhan dengan masing-masing variasi 50 % dan 100 %. Sambil berjalannya
proses sampling, penelitian ini dilanjutkan ke tahap pengujian di laboratorium Teknik
Lingkungan untuk mengetahui kadar konsentrasi parameter Kekeruhan dan TSS.
Setelah data dari hasil pengujian parameter Kekeruhan dan TSS didapatkan maka
untuk langkah selanjutnya dilakukan pengolahan data sekaligus analisis data. Untuk
parameter Kekeruhan sesuai dengan SNI 06 2413 1991 sedangkan untuk
parameter TSS menggunakan SK SNI 06 6989.3 2004.

41
4.2 Parameter Kekeruhan
a. Pengujian Kekeruhan Untuk Td 2 Jam
Dalam penelitian ini, untuk variasi pada tanaman enceng gondok (eichornia
crassipes)50 % - 100% td 2 jam, diuji sebanyak 10 pengambilan sampel dari jam ke 1
sampai dengan jam ke 10. Untuk perbandingan konsentrasi antara inlet dan outlet
dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Kekeruhan Untuk Td 2 Jam

Konsentrasi (NTU) Konsentrasi (NTU) Konsentrasi (NTU)


Pengambilan Blanko R1 R2
Inlet 0% Outlet 0% Inlet 50% Outlet 50% Inlet 100% Outlet 100%
1 701 628 1058.424 161.455 394.182 110.545
2 736 839 239.03 174.788 385.697 292.364
3 720 478 990.545 136.000 755.394 163.879
4 775 648 631.758 205.091 480.242 246.303
5 554 536 579.636 162.667 477.818 182.061
6 2717 571 416.969 155.394 1019.636 174.788
7 655 1164 763.879 177.212 249.939 314.182
8 558 543 447.515 271.758 279.03 246.303
9 714 597 327.515 263.273 185.697 179.636
10 498 485 289.939 253.576 333.576 185.697
8628 6489 5745.210 1961.214 4561.211 2095.758
(Sumber : Hasil Penelitian,2007)

42
3000

2500

Kekeruhan (NTU) 2000


Inlet 0%
1500
Outlet 0%
1000

500

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Wak tu Pe ngam bilan

Gambar 4.1 Penurunan Kekeruhan Untuk Konsentrasi 0%


Pada Td 2 Jam.

Dari gambar 4.1 terlihat bahwa parameter kekeruhan untuk konsentrasi 0%


ada sedikit yang mengalami kenaikan kenaikan seperti pada pengambilan ke-2 yaitu
dari 736 NTU naik menjadi 839 NTU, dan pengambilan ke-7 yaitu dari 655 NTU
naik menjadi 1.164 NTU. Pengambilan selanjutnya mengalami penurunan, dan untuk
tingkat penurunan yang paling besar terjadi pada pengambilan ke-6 dimana dari inlet
2.717 NTU outletnya turun menjadi 571 NTU.
Pada konsentrasi 0% terjadi kenaikan karena disebabkan proses pengendapan
yang kurang sempurna disebabkan waktu perlakuan yang kurang lama sehingga
proses tersebut kurang maksimal.
Berdasarkan hasil uji t sampel berpasangan maka didapatkan nilai t hitung
untuk kekeruhan pada konsentrasi 0% sebesar 0,955 dengan probabilitas 0,364 > 0,05
yaitu tidak signifikan, hal ini berarti tidak terdapat perbedaan rata rata kekeruhan
antara inlet dan outlet.

43
1200

1000

Kekeruhan (NTU) 800


Inlet 50%
600
Outlet 50%
400

200

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Wak tu Pe ngam bilan

Gambar 4.2 Penurunan Kekeruhan Untuk Konsentrasi 50%


Pada Td 2 Jam

Dari gambar 4.2 terlihat bahwa parameter kekeruhan untuk konsentrasi 50%
tidak mengalami kenaikan. Selanjutnya untuk semua waktu pengambilan pada
umumnya mengalami penurunan, ada beberapa tingkat penurunan yang cukup besar
seperti yang terjadi pada pengambilan ke-1 yaitu inlet 1058.424 NTU turun menjadi
161.455 NTU, pada pengambilan ke-3 juga mengalami penurunan yaitu dari inlet
990.545 NTU outletnya turun menjadi 136.000 NTU, dan juga pada pengambilan ke-
7 yaitu dari inlet 763.879 NTU outletnya turun menjadi 177.212 NTU.
Untuk konsentrasi 50% tidak terjadi kenaikan karena peranan tanaman
enceng gondok pada waktu ini cukup sempurna dalam menurunkan parameter
kekeruhan.
Berdasarkan hasil uji t sampel berpasangan maka didapatkan nilai t hitung
untuk kekeruhan pada konsentrasi 50% sebesar 0,04 < 0,05 yaitu signifikan, hal ini
berarti terdapat perbedaan rata rata kekeruhan antara inlet dan outlet.

44
1200

1000

Kekeruhan (NTU) 800


Inlet 100%
600
Outlet 100%
400

200

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Wak tu Pe ngam bilan

Gambar 4.3 Penurunan Kekeruhan Untuk Konsentrasi 100%


Pada Td 2 Jam.

Dari gambar 4.3 terlihat bahwa parameter kekeruhan untuk 100% ada satu
yang mengalami sedikit kenaikan dan terjadi pada pengambilan ke-7 yaitu dari
249.939 NTU naik menjadi 314.182 NTU. Untuk pengambilan selanjutnya
mengalami penurunan, ada beberapa tingkat penurunan yang besar seperti pada
pengambilan ke-3 yaitu dari inlet 755.394 NTU turun menjadi 163.879 NTU dan
selanjutnya pada pengambilan ke-6 yaitu dari inlet 1019.636 NTU outletnya turun
menjadi 174.788 NTU.
Pada konsentrasi 100% ini memang terjadi kenaikan satu kali pada
pengambilan ke-7, ini disebabkan karena proses penyerapan dari akar tanaman
enceng gondok yang kurang stabil dalam menurunkan parameter kekeruhan pada
pengambilan ke-7 ini.
Berdasarkan hasil uji t sampel berpasangan maka didapatkan nilai t hitung
untuk kekeruhan pada konsentrasi 100% sebesar 2,67 dengan probabilitas 0,022 >
0,05 yaitu tidak signifikan, hal ini berarti tidak terdapat perbedaan rata rata
kekeruhan antara inlet dan outlet.

45
b. Pengujian Kekeruhan Untuk Td 4 Jam
Dalam penelitian ini, untuk variasi pada tanaman enceng gondok (eichornia
crassipes)50 % - 100% td 4 jam, diuji sebanyak 10 pengambilan sampel dari jam ke 1
sampai dengan jam ke 10. Untuk perbandingan konsentrasi antara inlet dan outlet
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Kekeruhan Untuk Td 4 Jam


Konsentrasi (NTU) Konsentrasi (NTU) Konsentrasi (NTU)
Blanko R1 R2
Pengambilan
Inlet 0% Outlet 0% Inlet 50% Outlet 50% Inlet 100% Outlet 100%
1 582 589 948.121 182.061 519.03 315.394
2 732 583 767.515 192.97 2898.424 219.636
3 719 944 396.606 281.455 368.727 197.818
4 713 512 1112.970 253.576 783.273 240.242
5 558 549 298.424 225.697 111.758 199.030
6 952 475 740.848 191.758 209.939 176.000
7 637 801 1968.727 171.152 298.424 182.061
8 823 624 199.030 162.667 458.424 178.424
9 485 411 361.455 591.667 174.788 262.061
10 542 471 257.212 203.879 762.667 189.333
6743 5959 7050.908 2456.882 6585.454 2159.999
(Sumber : Hasil Penelitian,2007)

46
1000
900
800

Kekeruhan (NTU)
700
600
Inlet 0%
500
Outlet 0%
400
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Wak tu Pe ngam bilan

Gambar 4.4 Penurunan Kekeruhan Untuk Konsentrasi 0% Pada Td 4 Jam.

Dari gambar 4.4 terlihatbahwa parameter kekeruhan untuk konsentrasi 0% ada


beberapa yang mengalami peningkatan, akan tetapi kembali mengalami penurunan.
Peningkatan terjadi pada pengambilan ke-3 yaitu dari 719 NTU naik menjadi 944
NTU dan pada pengambilan ke-7 yaitu dari 637 NTU naik menjadi 801 NTU. Untuk
pengambilan yang lainnya mengalami penurunan. Tingkat penurunan yang cukup
besar terjadi pada pengambilan ke-6 yaitu dari inlet 952 NTU outletnya turun
menjadi 475 NTU.
Pada konsentrasi 0% terjadi kenaikan karena disebabkan proses pengendapan
yang kurang sempurna disebabkan waktu perlakuan yang kurang lama sehingga
proses tersebut kurang maksimal.
Bedasarkan hasil uji t hitung sampel berpasangan maka didapatkan nilai t
hitung untuk kekeruhan pada konsentrasi 0% sebesar 1,246 dengan probabilitas 0,244
> 0,05 yaitu tidak signifikan, hal ini berarti tidak terdapat perbedaan rata rata
kekeruhan antara inlet dan outlet.

47
2500

2000

Kekeruhan (NTU) 1500


Inlet 50%
Outlet 50%
1000

500

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Wak tu Pe ngam bilan

Gambar 4.5 Penurunan Kekeruhan Untuk Konsentrasi 50 %


Pada Td 4 Jam.

Dari gambar 4.5 terlihat bahwa parameter kekeruhan untuk konsentrasi 50%
ada satu yang mengalami kenaikan dan terjadi pada pengambilan ke-9 yaitu dari
391.455 NTU naik menjadi 591.758 NTU. Untuk pengambilan lainnya mengalami
penurunan. Seperti pada pengambilan ke-4 yaitu dari 1112.970 NTU turun menjadi
253.576 NTU dan tingkat penurunan yang besar terjadi pada pengambilan ke-7 yaitu
dari inlet 1968.727 NTU outletnya 171.152 NTU.
Pada konsentrasi 50% ini memang terjadi kenaikan satu kali pada
pengambilan ke-9, sama dengan halnya diatas ini disebabkan karena proses
penyerapan dari akar tanaman enceng gondok yang kurang stabil dalam menurunkan
parameter kekeruhan pada pengambilan ke-9.
Bedasarkan hasil uji t hitung sampel berpasangan maka didapatkan nilai t
hitung untuk kekeruhan pada konsentrasi 50% sebesar 2,454 dengan probabilitas
0,037 > 0,05 yaitu tidak signifikan, hal ini berarti tidak terdapat perbedaan rata rata
kekeruhan antara inlet dan outlet.

48
3500

3000

Kekeruhan (NTU)
2500

2000 Inlet 100%


1500 Outlet 100%

1000
500

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Wak tu Pe ngam bilan

Gambar 4.6 Penurunan Kekeruhan Untuk Konsentrasi 100%


Pada Td 4 Jam.

Dari gambar 4.6 terlihat bahwa parameter kekeruhan untuk konsentrasi 100%
terjadi dua kali kenaikan seperti pada pengambilan ke-5 yaitu dari 111.758 NTU naik
menjadi 199.030 NTU dan pada pengambilan ke-8 yaitu dari 174.788 NTU menjadi
262.061 NTU. Untuk pengambilan selanjutnya mengalami penurunan dan tingkat
penurunan yang paling besar terjadi pada pengambilan ke-2 yaitu dari inlet 2898.424
NTU outletnya turun menjadi 219.636 NTU.
Untuk konsentrasi 100% terjadi dua kali kenaikan, ini juga disebabkan karena
pada pengambilan ke-5 dan pengambilan ke-8, ada beberapa tanaman enceng gondok
yang mengalami kematian, sehingga peranan tanaman ini kurang maksimal dalam
menurunkankan parameter kekeruhan.
Bedasarkan hasil uji t hitung sampel berpasangan maka didapatkan nilai t
hitung untuk kekeruhan pada konsentrasi 100% sebesar 1,711 dengan probabilitas
0,121 > 0,05 yaitu tidak signifikan, hal ini berarti tidak terdapat perbedaan rata rata
kekeruhan antara inlet dan outlet.

49
4.2.1 Pembahasan Kekeruhan
Pada penelitian yang dilakukan dengan menggunakan air permukaan yaitu air
baku Selokan Mataram. Untuk penelitian kekeruhan terdapat pada tabel 4.1 dan tabel
4.2 variasi tutupan tanaman 0%, 50% dan 100% untuk td 2 jam dan 4 jam yang
dimaksud dengan variasi tutupan tanaman 0%,50% dan 100% adalah banyaknya
tutupan tanman enceng gondok pada reaktor, sedangkan Td 2 jam dan 4 jam adalah
waktu tinggal air yang mengalir dari inlet sampai otlet. Untuk penurunan yang
terjelas yaitu pada 50% td 2 jam yaitu pada jam ke 6 konsentrasi awal 1019.636 NTU
turun menjadi 174.788 NTU. Dan untuk kenaikan terjadi pada pengambilan ke 9
variasi 50% td 4 jam yaitu dari 361.455 NTU naik menjadi 591.667 NTU. Pada
reaktor tanpa tanaman yaitu 0% penurunan terbesar pada pengambilan ke 6 dengan td
2 jam konsentrasi awal 2717 NTU turun menjadi 571 NTU dan untuk kenaikan
terjadi pada pengambilan ke 7dengan td 2 jam konsentrasi awal 655 NTU naik
menjadi 1164 NTU.
Untuk pengujian kekeruhan terjadi penurunan dan kenaikan yang sangat
berimbang, disebabkan oleh faktor tanaman enceng gondok Penurunan konsentrasi
kekeruhan pada reaktor yang menggunakan tanaman enceng gondok terjadi karena
beberapa faktor diantaranya karena proses penyerapan akar tanaman enceng gondok.
Proses kenaikan konsentrasi kekeruhan dalam reaktor dapat terjadi karena
peranan tanaman enceng gondok yang ada direaktor. Proses yang terjadi akibat dari
media tanaman enceng gondok disebabkan oleh adanya daun-daun dari tanaman
yang layu dan jatuh kedalam reaktor serta kematian dari tanaman sehingga
menghasilkan bahan organik terlarut, dalam hal ini tanaman enceng gondok
memanfaatkan untuk proses fotosintesis dan nutrien oleh tanaman. Berdasarkan Kep
Menkes RI NOMOR 907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang syarat-syarat Dan
Pengawasan Kualitas Air Minum untuk parameter kekeruhan yang diijinkan 5 NTU,
maka hasil tersebut dikatakan masih diambang batas yang ditentukan.

50
4.3 Parameter TSS (Total Suspended Solid)
Dari hasil pengujian untuk parameter TSS yang kami lakukan pada
pengambilan sampel masing-masing dari inlet dan outlet dengan variasi 0% (tanpa
tanaman), variasi 50%, dan 100% sehingga didapatkan hasilnya. Hal ini seperti
terlihat pada tabel dibawah ini sebagai berikut :

a. Pengujian TSS Untuk Td 2 Jam


Tabel 4.3 Hasil Pengujian TSS Untuk Td 2 Jam

Konsentrasi (mg/l) Konsentrasi (mg/l) Konsentrasi (mg/l)


Blanko R1 R2
Pengambilan
Inlet 0% Outlet 0% Inlet 50% Outlet 50% Inlet 100% Outlet 100%

1 736 152 1856 864 1832 1156

2 628 100 840 312 216 696

3 644 116 352 148 180 236

4 488 124 1056 780 768 444

5 552 144 268 184 124 116

6 576 148 1124 244 732 444

7 396 180 816 840 440 328

8 132 80 636 728 592 32

9 320 52 808 264 116 368

10 116 12 944 196 832 280

4588 1108 8700 4560 5832 4100


(Sumber : Hasil Penelitian,2007)

51
800
700
600
TSS (mg/l) 500
Inlet 0%
400
Outlet 0%
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu Pengambilan

Gambar 4.7 Penurunan TSS Untuk Konsentrasi 0%


Pada Td 2 Jam.

Dari gambar 4.7 terlihat bahwa parameter TSS untuk konsentrasi 0% semua
waktu pengambilan mengalami penurunan dan tingkat penurunan yang paling besar
terjadi pada pengambilan pertama yaitu dari inlet 736 mg/l outletnya turun menjadi
152 mg/l.
Pada konsentrasi 0% ini tidak terjadi kenaikan disebabkan proses sedimentasi
yang sempurna sehingga proses pemisahan suspended solid dari air sempurna
berjalan dengan semestinya.
Bedasarkan hasil uji t hitung sampel berpasangan maka didapatkan nilai t
hitung untuk TSS pada konsentrasi 0% sebesar 6,010 dengan probabilitas 0,000 <
0,05 yaitu signifikan, hal ini berarti terdapat perbedaan rata rata TSS antara inlet
dan outlet.

52
2000
1800
1600
TSS (mg/l) 1400
1200
Inlet 50%
1000
Outlet 50%
800
600
400
200
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu Pengambilan

Gambar 4.8 Penurunan TSS Untuk Konsentrasi 50%


Pada Td 2 Jam.

Dari gambar 4.8 terlihat bahwa parameter TSS untuk konsentrasi 50%
mengalami dua kali kenaikan seperti pada pengambilan ke-7 yaitu dari 816 mg/l naik
menjadi 840 mg/l, dan pada pengambilan ke-8 juga mengalami kenaikan yaitu dari
636 mg/l naik menjadi 728 mg/l. Untuk pengambilan yang lainnya mengalami
penurunan dan tingkat penurunan yang paling besar terjadi pada pengambilan ke-6
yaitu dari inlet 1124 mg/l outletnya 244 mg/l dan juga mengalami penurunan pada
pengambilan ke-10 yaitu dari 944 mg/l turn menjadi 196 mg/l.
Kenaikan yang terjadi pada pengambilan ke-7 dan pengambilan ke-8 untuk
konsentrasi 50% ini salah satunya karena disebabkan kematian dari tanaman enceng
gondok sehingga menambah jumlah padatan yang tersuspensi.
Bedasarkan hasil uji t hitung sampel berpasangan maka didapatkan nilai t
hitung untuk TSS pada konsentrasi 50% sebesar 3,428 dengan probabilitas 0,008 <
0,05 yaitu signifikan, hal ini berarti terdapat perbedaan rata rata TSS antara inlet
dan outlet.

53
2000
1800
1600
TSS (mg/l) 1400
1200
Inlet 100%
1000
Outlet 100%
800
600
400
200
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu Pengambilan

Gambar 4.9 Penurunan TSS Untuk Konsentrasi 100%


Pada Td 2 Jam.

Dari gambar 4.9 terlihat bahwa parameter TSS untuk konsentrasi 100%
terjadi beberapa kali kenaikan dan tingkat kenaikan yang paling besar terdapat pada
pengambilan ke-2 yaitu dari 216 mg/l naik menjadi 696 mg/l. Untuk pengambilan
selanjutnya terjadi penurunan dan tingkat penurunan yang paling besar terjadi pada
pengambilan ke-8 yaitu dari inlet 592 mg/l outletnya 32 mg/l dan juga terjadi pada
pengambilan ke-10 yaitu dari inlet 832 mg/l outletnya 280 mg/l.
Kurang optimalnya tanaman enceng gondok pada konsentrasi 100% dalam
menurunkan parameter TSS karena disebabkan berkurangnya jumlah tanaman
didalam reaktor, sehingga peranan tanaman enceng gondok dalam proses penurunan
ini kurang efektif.
Bedasarkan hasil uji t hitung sampel berpasangan maka didapatkan nilai t
hitung untuk TSS pada konsentrasi 100% sebesar 1,456 dengan probabilitas 0,179 >
0,05 yaitu tidak signifikan, hal ini berarti tidak terdapat perbedaan rata rata TSS
antara inlet dan outlet.

54
b. Hasil Pengujian TSS Untuk Td 4 Jam
Tabel 4.4 Hasil Pengujian TSS Untuk Td 4 Jam
Konsentrasi (mg/l) Konsentrasi (mg/l) Konsentrasi (mg/l)
Blanko R1 R2
Pengambilan
Inlet 0% Outlet 0% Inlet 50% Outlet 50% Inlet 100% Outlet 100%
1 676 420 1912 1280 396 608
2 508 360 840 712 484 260
3 480 112 428 388 108 436
4 476 88 568 1084 716 552
5 340 84 948 840 404 116
6 492 92 152 396 200 64
7 600 52 120 392 400 380
8 368 128 240 136 428 528
9 472 88 796 368 538 260
10 668 23 580 444 420 396
5080 1452 6584 6040 4094 3600
(Sumber : Hasil Penelitian,2007

800
700
600
TSS (mg/l)

500
Inlet 0%
400
Outlet 0%
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu Pengambilan

Gambar 4.10 Penurunan TSS Untuk Konsentrasi 0%


Pada Td 4 Jam.

55
Dari gambar 4.10 terlihat bahwa parameter TSS untuk konsentrasi 0% semua
waktu pengambilan mengalami penurunan dan tingkat penurunan yang paling besar
terjadi pada pengambilan ke-10 yaitu dari 668 mg/l turun menjadi 28 mg/l.
Pada konsentrasi 0% ini juga tidak terjadi kenaikan disebabkan proses
sedimentasi yang sempurna sehingga proses pemisahan suspended solid dari air
sempurna berjalan dengan semestinya.
Bedasarkan hasil uji t hitung sampel berpasangan maka didapatkan nilai t
hitung untuk TSS pada konsentrasi 0% sebesar 7,741 dengan probabilitas 0,000 <
0,05 yaitu signifikan, hal ini berarti terdapat perbedaan rata rata TSS antara inlet
dan outlet.

2500

2000
TSS (mg/l)

1500
Inlet 50%
Outlet 50%
1000

500

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Wak tu Pe ngam bilan

Gambar 4.11 Penurunan TSS Untuk Konsentrasi 50 % Pada Td 4 Jam.

Dari gambar 4.11 terlihat bahwa parameter TSS untuk konsentrasi 50% terjadi
kenaikan dan tingkat kenaikan yang terbesar terjadi pada pengambilan ke-4 yaitu dari
568 mg/l naik menjadi 1084 mg/l. Sedangkan untuk pengambilan yang lainnya tetap
mengalami penurunan dan untuk tingkat penurunan yang paling besar terjadi pada
pengambilan ke-9 yaitu dari inlet 796 mg/l outletnya 368 mg/l.

56
Pada konsentrasi 50% ini terjadi tiga kali mengalami kenaikan, ini disebabkan
oleh peranan media tanaman enceng gondok yang kurang stabil dalam proses
penurunan kadar TSS sehingga konsentrasi padatan tersuspensinya terjadi naik turun.
Bedasarkan hasil uji t hitung sampel berpasangan maka didapatkan nilai t
hitung untuk TSS pada konsentrasi 50% sebesar 0,513 dengan probabilitas 0,620 >
0,05 yaitu tidak signifikan, hal ini berarti tidak terdapat perbedaan rata rata TSS
antara inlet dan outlet.

800
700
600
TSS (mg/l)

500
Inlet 100%
400
Outlet 100%
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Wak tu Pe ngam bilan

Gambar 4.12 Penurunan TSS Untuk Konsentrasi 100 %


Pada Td 4 Jam.

Dari gambar 4.12 terlihat bahwa parameter TSS untuk 100% terjadi dua kali
kenaikan dan kenaikan yang paling besar terjadi pada pengambilan ke-1 yaitu dari
396 mg/l naik menjadi 608 mg/l. Untuk pengambilan selanjutnya tetap mengalami
penurunan dan tingkat penurunan yang paling besar terjadi pada pengambilan ke-6
yaitu dari inlet 200 mg/l outletnya 64 mg/l.
Untuk konsentrasi 100% dalam proses penurunan kadar TSS ini memang
terjadi dua kali kenaikan, hal tersebut juga disebabkan oleh ketidakstabilan dalam
memisahkan suspended solid dari air sekaligus dalam menguraikan padatan

57
tersuspensi didalam reaktor, sehingga masih terjadi dua kali kenaikan untuk td 4 jam
pada konsentrasi 100%.
Bedasarkan hasil uji t hitung sampel berpasangan maka didapatkan nilai t
hitung untuk TSS pada konsentrasi 100% sebesar 0,746 dengan probabilitas 0,475 >
0,05 yaitu tidak signifikan, hal ini berarti tidak terdapat perbedaan rata rata TSS
antara inlet dan outlet.

4.3.1 Pembahasan TSS ( Total Suspended Solid)


Sama seperti dengan kekeruhan, TSS juga mengalami hal yang sama yaitu
terjadinya penurunan sehingga dapat dilihat dengan jelas perbedaan antara inlet dan
outletnya, yaitu pada pengambilan ke 6 variasi 50% dengan td 2 jam konsentrasi awal
1124 mg/l turun menjadi 244 mg/l. Dan pada pengambilan ke 6 variasi 100% dengan
td 4 jam terjadi penurunan yang cukup besar yaitu dari 200 mg/l turun menjadi 64
mg/l. Untuk kenaikan terjadi juga pada pengujian TSS ini dan kenaikan yang cukup
besar terjadi pada pengambilan ke 3 variasi 100% dengan td 4 jam yaitu dri 108 mg/l
naik menjadi 436 mg/l. Penurunan konsentrasi tersebut disebabkan karena adanya
suplai oksigen serta luas permukaan tutupan reaktor. Semakin luas permukaan maka
sinar matahari yang masuk semakin banyak dan penguapan dapat berjalan secara
cepat. Sedangkan yang terjadi untuk kenaikan tersebut disebabkan oleh peranan
media tanaman enceng gondok yang kurang stabil dalam menguraikan bakteri di
dalam reaktor sehingga konsentrasi padatan tersuspensinya terjadi naik turun.
Penurunan padatan terlarut oleh tanaman enceng gondok banyak dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain umur tanaman, media, konsentrasi tanaman dan
lamanya waktu perlakuan.

4.4 Peranan Tanaman Enceng Gondok


Dalam proses untuk penurunan kadar konsentrasi Kekeruhan dan TSS pada
penelitian ini peranan tanaman enceng gondok dalam menurunkan dua parameter
tersebut sangatlah penting. Karena secara mekanisme yang dipakai sebagai acuan

58
pengujian secara aplikatif dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan proses
pengolahan air secara fisik dengan memanfaatkan gaya grvitasi untuk memisahkan
suspended solid dari air atau dengan kata lain sedimentasi, untuk membantu
memisahkan suspended solid dari air inilah diharapkan tanaman enceng gondok dapat
menurunkan kadar konsentrasi kekeruhan dan TSS secara optimal. Dari pengamatan
secara visual, kinerja tanaman enceng gondok untuk menurunkan parameter
kekeruhan dan TSS yang sangat berperan adalah akar dari tanaman enceng gondok
tersebut. Namun dalam kenyataannya berdasarkan hasil yang didapat dari pengujian
di laboratorium untuk kadar kekeruhan tingkat keberhasilannya cukup memuaskan
75% dengan efisiensi 34,67%, akan tetapi lain halnya untuk paramater TSS agak
mengecewakan dengan kata lain kurang berhasil dalam proses penurunan yaitu
dengan tingkat keberhasilan 25% dan efisiensinya 24,56%.

59
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Dengan menggunakan tanaman Enceng Gondok mampu menurunkan kadar
kekeruhan pada air Selokan Mataram dengan rata-rata efisiensinya 34,67 %.
2. Untuk konsentrasi TSS ( Total Suspended Solid ) pada air selokan Mataram
dengan menggunakan tanaman Enceng Gondok untuk penurunan TSS kurang
optimal dengan efisiensi 24,56 %.
3. Luas tutupan tanaman berpengaruh besar dalam penurunan kadar kekeruhan
dan TSS.

5.2 Saran
Saran untuk penelitian berikutnya adalah :
1. Perlunya variasi waktu kontak yang lebih lama untuk menyempurnakan dalam
proses penurunan kadar parameter yang diuji.
2. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya untuk media tanaman yang akan diuji
untuk sampel air yang diuji, khususnya pada parameter TSS dengan memakai
tanaman lain selain tanaman enceng gondok.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan sebagai alternatif
untuk pengolahan pre-treatment pada air Selokan Mataram.

60
DAFTAR PUSTAKA

Alaerts G., dan S.S Santika., 1984, Metode Penelitian Air, Usaha Nasional,
Surabaya, Indonesia

Sutrisno, dan Suciati., 1987, Teknologi Penyediaan Air Bersih., Penerbit Rineka
Cipta Karya, Jakarta

Chatib B, Diktat Pengolahan Air Minum, ITB, Bandung

Effendi, 2003, Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan
Perairan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta

Kodoatie, dan Sjarief, 2005, Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu, Andi
Offset, Yogyakarta

Marianto, Lukito Adi. SP. 2003, Tanaman Air, Agro Media Pustaka

Pandey.B.P.,1980, Plant Anatomi, S Chard dan Co, Ltdramnage, New Delhi

Widianto. L.S, 1986, The Effect Of Heavy Metal On The Growth Of


WaterHyacinth, Proceed Syimposium on Pest Ecology and Pest management,
Seameo-Biotrop, Bogor, indonesia...

Ardiwinata.R.O., 1985 , Musuh Dalam Selimut di Rawa Pening, Kementrian


Pertanian, Vorking, Bandung

61
Slamet, J,S., 1994, Kesehatan Lingkungan, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.

Fardiaz, Srikandi, 1992, Polusi Udara dan Air, Penerbit Kanisius, Yogyakarta

Effendi, H, 2003, Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan

Mahida, U.N, 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah industri,


Rajawali, Jakarta

Tjitrosomo.S.S., 1983, Botani Umum II, Angkasa Bandung

Kristanto P, 2002, Ekologi Industri, LPPM, Universitas Kristen PETRA,


Surabaya

Fair, 1968, Spektrum Ukuran Partikel, CV. Aneka Ilmu, Demak

62

Anda mungkin juga menyukai