Anda di halaman 1dari 5

HUBUNGAN TANAH DENGAN KEGIATAN AKUAKULTUR

OLEH:

NAMA :AUNIAH AMIRUDDIN

NIM :L22116525

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017
BAB I PENDAHULUAN

Budidaya perairan merupakan bentuk pembudidayaan organism air termasuk ikan, udang,
kerang, kepiting dan tumbuhan air. Pada dasarnya budidaya cenderung menguasai ekosistem
perairan agar memperoleh produksi yang lebih tinggi dengan menerapkan teknologi
pengelolaan secara terkontrol. Di Indonesia kegiatan budidaya perairan dibagi menjadi 3
yaitu sistem tradisional, semi intensif, dan intensif (direktorat jendral perikanan budidaya
2003). Secara umum budidaya perairan dilakukan melalui ekosistem buatan manusia satuan
budidaya yang biasanya terdiri dari komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik terdiri
dari ikan udang yang dibudidayakan, organism plankton, organism lain yang hidup di dalam
air seperti parasit, predator dan mikroba, sedangkan komponen abiotik terdiri dari bahan
kimia dan fisika baik dari tanah maupun air sebagai media pembudidaya komponen
ekosistem pembudidaya baik biotik maupun abiotik memberikan fungsi ekologis dan
berhubungan satu sama lain. Udang windu ( Penaeus mondon fab )

merupakan salah satu komoditas primadona di subsektor perikanan yang diharapkan dapat
meningkatkan devisa negara. Permintaan pasar di luar negeri yang cenderung meningkat serta
sumber daya yang cukup tersedia di Indonesia memberikan peluang sangat besar untuk dapat
dikembangkan budidayanya. Budidaya udang windu sudah lama di kenal oleh masyarakat
Indonesia, sejak awal dekade 1970, pada awal-awal tahun (1970-1990) produksi udang windu
yang dihasilkan dari budidaya meningkat dengan pesat, namun seiring dengan berjalannya
waktu sampai sekarang budidaya udang windu mengalami kemunduran. Hal ini dikarenakan
pengembangan teknologi budidayanya dilakukan tanpa dasar ilmiah yang kokoh maka
banyak usaha budidaya udang (lebih dari 60%) mengalami kegagalan, selain itu udang windu
mengalami kematian massal yang disebabkan kondisi lingkungan yang buruk dan terserang
penyakit. Sehingga banyak petani udang windu beralih usaha ke budidaya ikan (bandeng
atau nila) dan sebagian lain menelantarkan tambak akibat kerugian. Di sisi
lain,perkembangan teknologi budidaya Bandeng ( Chanos chano) berjalan sangat lambat,
tetapi bandeng tetap menjadi komoditas budidaya yang paling banyak diproduksi dan
dikonsumsi di Indonesia. Budidaya udang windu lebih menguntungkan dari pada bandeng,
karena harga jual udang windu lebih tinggi. Sehingga untuk mengantisipasi agar kegiatan
budidaya udang windu tetap berlangsung, perlu diterapkan budidaya dengan cara polkultur.
Kondisi ini memungkinkan pemanfaatan tambak yang terlantar untuk membudidayakan
udang windu dan bandeng dalam satu lahan dengan cara polikultur. Polikultur merupakan
metode budidaya yang digunakan untuk pemeliharaan banyak produk dalam satu lahan.
Dengan sistem ini diperoleh manfaat yaitu tingkat produktifitas lahan yang tinggi. Pada
prinsipnya terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan produk yang harus diatur sehingga
tidak terjadi persaingan antar produk dalam memperoleh pakannya, selain itu setiap produk
diharapkan dapat saling memanfaatkan sehingga terjadi sirkulasi dalam satu lokasi budidaya.
(Syahid dkk, 2006) Penerapan teknik budidaya secara polikultur diharapkan dapat
meningkatkan craying capacity atau daya dukung lahan tambak pada keadaan tertentu,
dimana pertumbuhan produksi akan tetap stabil. Hasil produksi dengan sistem monokultur,
petani hanya dapat memanen satu produk dalam satu periode. Namun dengan polikultur, hasil
panen dalam satu periode akan bertambah dengan pemanfaatan lahan luasan yang sama, hal
ini sangat membantu peningkatan penghasilan petambak (Syahid dkk, 2006).

BAB II PEMBAHASAN
JENIS-JENIS HEWAN DALAM KEGIATAN AKUAKULTUR

A.Tambak intensif
.
Usaha budidaya dengan sistem tambak apabila dilakukan dengan cara yang benar, maka
akan memberikan banyak keuntungan khususnya bagi pengelola, maupun bagi masyarakat
sekitarnya, seperti:
a. Organisme yang dibudidayakan dalam tambak umumnya berupa organisme dengan harga
jual yang tinggi, sehingga usaha tambak jelas mempunyai nilai ekonomi yang tinggi,
terutama untuk tambak intensif.
b. Dengan adanya usaha tambak di suatu lingkungan pantai, maka diharapkan dapat
membuka lahan kerja baru bagi masyarakat di sekitarnya.
c. Pengontrolan organisme yang dibudidayakan menjadi lebih mudah, karena lingkungan
pemeliharaannya yang terbatas.

Luas petak pemeliharaan yang digunakan untuk tambak intensif adalah yang terkecil
dibandingkan dengan kedua tipe tambak lainnya yaitu sekitar 0,3-0,5 ha. Biasanya tambak
intensif sudah dilengkapi dengan pintu pembuangan di tengah dan pintu panen model monik
yang diletakkan di pematang saluran buangan. Untuk tambak air payau, percampuran air
tawar dan air laut dilakukan dalam bak pencampur. Dalam tambak intensif penggunaan kincir
dan pompa sudah optimal, kepadatan organisme yang dipelihara dalam tambak sangat tinggi
dibandingkan dengan tambak ekstensif, misalnya untuk udang windu yaitu sekitar 30-40
ekor/m2 dan penggunaan pakan buatan merupakan unsur yang sangat penting dalam proses
pemeliharaan. Budidaya dengan sistem tambak intensif biasanya dilakukan secara besar-
besaran dan hanya dilakukan oleh para pengusaha yang bermodal besar.

B.Tambak tradiosonal

Tambak sistem ini biasanya dibangun pada lahan pasang surut yang pada umumnya berupa
rawa-rawa bakau, atau rawa-rawa pasang surut bersemak dan rerumputan. Luas tambak
berkisar antara 1-3 ha dengan satu pintu air di setiap petak. Pengisian dan pembuangan air
bergantung sepenuhnya pada daya gravitasi pasang surutnya air laut. Tambak ekstensif sangat
bergantung pada keberadaan pakan alami yang ditumbuhkan di dasar tambak yang telah
disiapkan dengan pemupukan, kedalaman air sekitar 0,5-0,6 m dan tidak digunakan kincir air,
sedangkan pompa air masih digunakan untuk proses penggantian air (Gambar 1.13).

Kepadatan organisme yang dipelihara sangat rendah misalnya untuk udang windu (Penaeus
monodon) hanya sekitar 3-10 ekor/m2.
BAB III
KESIMPULAN

Tambak merupakan salah satu faktor penetu berhasil atau tidaknya suatu usaha budidaya
sehingga di harapkan para petambak lebih memperhatikan apa-apa saja yang ada di dalam
tambak tersebut baik itu kwalitas tanah,pemberian pupuk,pakan ,air dll yang berhubungan
dengan proses budidaya sehingga tercapainya hasil yang maksimal

DAFTAR PUSTAKA

Adiwidjaya, D., Kokarkin, C., Supito. 2001. Petunjuk Teknis Operasional Tambak Sistem
Resikulasi. Ditjen Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan.Jepara.
E f f e n d i . 1 9 9 7 . M e t o d e B i o l o g i
P e r i k a n a n . Y a y a s a n D e w i S r i . B o g o r H a l 1 1 2 .
Murachman,Hanani, N., Soemarno, dan Muhammad, S,. 2010. Model Polikultur Udang
Windu (Penaeus monodon Fab), Ikan Bandeng (Chanos-chanos Forskal) dan Rumput Laut (
GracillariaSp.) Secara Tradisional. Program Doktor Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Brawijaya, Malang

Anda mungkin juga menyukai