Pengantar Kriminologi
Pendahuluan
Kejahatan dan penjahat telah ada tidak berapa lama setelah manusia menghuni
bumi. Meski kejahatan telah ada akan tetapi perhatian mengenai kejahatan,
penyebab dan cara menanggulanginya secara ilmiah tidak setua kejahatan.
Kejahatan merupakan masalah kemanusiaan dan masalah sosial (Marc Ancel).
Kejatahan merupakan the oldest sosial problem. Tidak ada problem sosial yang
mempunyai rekor demikian lama mendapat perhatian dunia luas secara terus-
menerus selain daripada penomena kejahatan (Benedict S. Alper).
Kejahatan sebagai masalah sosial tampaknya tidak hanya merupakan masalah bagi
suatu masyarakat tertentu (nasional), tetapi juga menjadi masalah yang dihadapi
oleh seluruh masyarakat di dunia.Tegasnya, kejahatan telah menjadi penomena
internasional, yang menurut istilah Seiichiro Ono merupakan "a universal
phenomenon".
Kejatahan sebagai masalah internasional tidak hanya karena jumlahnya yang telah
meningkat, tetapi juga karena kualitasnya dipandang lebih serius dibandingkan
masa-masa lalu.
Pengertian Kriminologi
Pengertian secara etimologi
Kriminologi diturunkan dari kata "criminology".Istilah tersebut merupakan
gabungan dari dua suku kata, "crime" berarti kejahatan dan crimen artinya jahat atau
kejahatan; dan "logos" berarti ilmu pengetahuan.Jadi, secara etimologi,
kriminologi yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatan atau penjahat, atau suatu
ilmu pengetahuan yang mempelajari segala sesuatu tentang kejahatan.
3. Abad ke-16-17
Menurut Antonini, pada abad ke-16-17 terdapat beberapa tanda dari Antropologi
Kriminal. Dalam arti bahwa terdapat beberapa penulis yang menyelidiki hubungan
antara watak-watak dengan bahan-bahan Antropologiseperti G. Grataroli dan G.B
Della Porta.
4. Abab ke-18
Pada abad ini terdapat banyak tulisan yang berkenaan dengan sebab-sebab social
dari kejahatan dan sebab-sebab antropologi dari kejahatan.Nampaknya pada
abad ini Kriminologi mulai mendapatkan perhatian.
Sehubungan dengan sebab-sebab social dari kejahatan terdapat beberapa
catatanantara lain:
Voltaire dalam karyanya "Prix de la justice et de I'humanite" mencatat bahwa
pencurian dan kejahatan lainnya adalah kejahatan orang miskin.
Dalam "Encyclopedia" Rousseau menulis bahwa kesengsaraan merupakan ibu
(induk) dari kejahatan yang besar; dan juga dalam karyanya "Le contrat social"
mengemukakan bahwa dalam negara yang diperintah dengan baik terdapat
sedikit penjahat.
Beccaria mengatakan bahwa pencuri biasanya adalah kejahatan yang timbul
karena kesengsaraan dan putus asa.
D' Holbach dalam bukunya "System Social" mencatat bahwa masyarakat yang
terdapat di dalamnya orang-orang miskin terdesak hingga putus asa, kejahatan
merupakan jalan untuk mendapatkan nafkah.
Berkenaan dengan sebab-sebab antropologi dari kejahatan terdapat beberapa
catatan yang dikemukakan oleh J.K Lavater seorang ahli agama Swiss sekaligus
pelopor dari ilmu pengetahuan yang menyelidiki ciri-ciri lahiriah watak (roman,
muka, tulisan dan jalannya) seorang penjahat
5. Abad ke-19
Pada abad ini Kriminologi mulai berkembang pesat didukung oleh tokoh-tokoh ahli
pidanayang pada umumnya tidak puas terhadap sistem hukum pidana yang ada, dan
juga dibantu oleh para recedivis sebagai penunjuk jalan.
Kriminologi Terapan
1. Hygiene atau prophylake kriminal (penghindaran kejahatan)
2. Politik kriminal (tindakan terhadap pelaku kejahatan).
3. Kriminalistik (police scientifique)ilmu pengetahuan terapan atau secara praktis,
yang menyelidiki teknik dan pengusutan kejahatan.
Menurut Wood
Kriminologi secara ilmiah dapat dibagi atas tiga bagianyaitu:
1. Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan sebagai masalah yuridis
yang menjadi objek pembahasan Ilmu Hukum Pidana dan Acara Hukum Pidana.
2. Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan sebagai masalah
antropologi yang menjadi inti bahasan secara sempityaitu sosiologi dan biologi.
3. Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan sebagai masalah teknik
yang menjadi menjadi pembahasan kriminalistikseperti ilmu kedokteran
forensik, ilmu alam forensik dan ilmu kimia forensik.
Ajaran Ferri
Ferri adalah salah seorang penganut Lombroso yang paling besar jasanya dalam
menyebarkan ajarannya.
Sehubungan dengan teori timbulnya kejahatania menambahkan dari ajaran
Lombroso yaitu bahwa tiap-tiap kejahatan adalah resultan (dihasilkan,
diakibatkan) dari keadaan individu, fisik dan sosial.
Teori Ferri ini kemudian dianut oleh yang laindan melahirkan mazhab baru
dalam kriminologi yaitu aliran Bio-Sosiologi.
Mazhab Lingkungan
Mazhab Lingkungan atau yang disebut juga dengan mazhab Perancis memiliki
pandangan yang menghubungkan tingkah laku jahat (kejahatan) dengan faktor
lingkungan.
Mazhab ini lahir sebagai respon penentangan atau pengingkaran terhadap
ajaran dari mazhab antropologi.
Salah satu tokoh yang penting dari aliran ini yaitu G. Tarde (1843-1904)
seorang ahli hukum dan sosiologi. Dalam pendapatnya ia mengatakan, bahwa
kejahatan bukan suatu gejala antropologis, tapi sosiologis yang didominasi oleh
peniruan dari masyarakat lain.
Mazhab Lingkungan-Ekonomi
Aliran ini lebih mengedepankan faktor ekonomi sebagai timbulnya kejahatan.
Tokoh dari mazhab ini antara lain:
1. F. Turati (1857).Ia menyatakan antara lain, "kesengsaraan dan juga nafsu
untuk memiliki akan mendorong timbulnya kejahatan".
2. N. Colanjanni (1847-1921).Dalam penyelidikannya menunjukkan antara lain
bahwa "krisis ekonomi dapat memicu timbulnya kejahatan".
Mazhab Bio-Sosiologi
Mazhab ini merupakan perpaduan dari dua mazhab sebelumnyayaitu aliran
antropologi dan aliran lingkungan sebagai sebab timbulnya kejahatan. Mazhab
ini sesungguhnya merupakan ajaran Ferri.
Dalam pandangannya mazhab ini menyatakan, bahwa tiap-tiap kejahatan
adalah hasil (resultan) dari unsur-unsur yang terdapat dalam individu,
masyarakat dan keadaan fisik.
Tokoh-tokoh yang tergolong aliran iniantara lain: D. Simons (1860-1930), F.
Exner (1880-1947) dan G. Aschaffenbung (1886-1944).
Mazhab Spiritualis
Aliran ini memandang, bahwa terjadinya kejahatan dipengaruhi oleh unsur
kerohanian. Tokoh-tokoh yang termasuk aliran ini antara lain: F. A.K. Krauss
(1843-1917), H. Jolly (1839-1925) dan M. De Baets (1863-1931).
Klasik
Dalam pandangan pemikiran klasik, tingkah laku jahat dilakukan oleh manusia
merupakan cerminan dari adanya konsep "free will" atau kehendak bebas.
Dengan ini menganggap bahwa individu memiliki pilihan atau pemikiran untuk
menentukan tindakan yang akan mereka lakukan.
Hukuman yang diterapkan pada pemikiran ini bersifat umum sesuai dengan
kejahatan yang dilakukan.
Tokoh dalam aliran ini antara lain: Cesare Beccaria dan Jeremy Bentham.
Neo Klasik
Neo klasik muncul sebagai bentuk kritikan terhadap aliran klasik yang
menyamakan hukuman setiap orang tanpa mempertimbangkan usia, fisik dan
kondisi kejiwaan seseorang.
Determinisme
Dalam paham determinisme menyatakan bahwa orang tidak mempunyai kehendak
bebas dalam melakukan suatu perbuatan karena dipengaruhi oleh watak
pribadinya, faktor-faktor biologis dan lingkungan kemasyarakatannya.Atas dasar
hal ini bahwa tingkah laku jahat merupakan pengaruh dari adanya faktor-faktor
tertentu. Aliran ini terdapat beberapa paradigmayaitu:
1. Positivisme
Dalam paradigma ini, tingkah laku jahat dihubungkan kondisi biologis atau fisik
seseorang.salah satu tokoh dari paradigma ini Cesare Lombroso yang
bermazhab antropologi.
2. Interaksionisme
Dalam paradigma ini, tingkah laku jahat merupakan definisi dari hasil interaksi,
dimana seseorang dianggap jahat ketika orang lain melihat bahwa tingkah laku
tersebut adalah jahat atau menyimpang.Teori yang terkenal dalam paradigma
ini ini adalah teori "labeling" dan tokoh-tokohnya antara lain: Edwin Lemert,
Becker, Kitsuse dan Goffman.
3. Konflik
Dalam paradigma ini, tingkah laku jahat merupakan suatu definisi yang dibuat
oleh penguasa terhadap tingkah laku dimana hal tersebut ditujukan untuk
kepentingan penguasa.Tokoh-tokohnya antara lain: Bonger, Quinney, Taylor,
Vold dan J. Young.
4. Pos Modern Kriminologi
Paradigma ini memandang bahwa kejahatan merupakan suatu konsep yang
harus didekonstruksikan. Tiga buah pendekatan dalam paradigma iniyaitu
realisme, Feminisme dan konstitutif.
5. Budaya
Paradigma ini memandang bahwa tingkah laku jahat berbeda jika dilihat dalam
konteks budaya yang berbeda pula. Jika pada suatu kebudayaan tertentu
memandang suatu tingkah laku jahat, maka pada kebudayaan lain belum tentu
dipandang juga sebagai kejahatan.
Catatan:
Perkembangan kriminologi setelah tahun 1960-an khususnya studi sosiologi
terhadap perundang-undangan menyadarkan bahwa dijadikannya perbuatan
tertentu sebagai kejahatan bukan semata-mata dipengaruhi oleh besar-kecilnya
kerugian yang ditimbulkan atau karena bersifat amoral atau antisosial, melainkan
lebih dipengaruhi oleh faktor kepentingan (politik).
Dengan demikian, kriminologi memperluas studinya terhadap perbuatan-
perbuatan yang dipandang sangat merugikan masyarakat luasbaik kerugian
materi maupun baahaya terhadap jiwa dan kesehatan manusia walaupun tidak
diatur dalam undang-undang pidana.
Herman dan Julia Schwendinger menyatakan bahwa indicator yang cukup baik
dalam melakukan pendefinisian tentang kejahatan dan pelaku kejahatan tiada lain
bertolak dari penalaran tentang standar etika. Sebab dengan menggunakan
demikian, maka beberapa bentuk perbuatan yang ada dapat dikontruksikan ke
dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang mengarah pada social injury.