Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI TOKSIKOLOGI II

OBAT ADRENERGIK

OLEH:

NAMA: HENNY ELITA TASYA KALA

NIM : 201404036

DOSEN PENGAMPU: RUSLAN BELANG S.Si, Apt,.M.kes

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARKAT PAPUA (YPMP)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) SORONG

PROGRAM STUDI FARMASI

2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan perlindungan_Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah Farmakologi Toksikologi II tentang Obat
Adrenergik.
Makalah ini saya buat sebagai salah satu pertanggungjawaban saya
sebagai mahasiswa dalam rangka untuk menambah ilmu pengetahuan dalam
pendalaman materi.
Akhir kata, saya ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
hingga makalah ini terselesaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Kritik dan saran sangat saya harapkan untuk perbaikan.

2
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..1

1.2 Rumusan Masalah.2


1.3 Tujuan Penulisan...2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi.3

2.2 Obat Adrenergik Kerja Langsung.3

2.3 Obat Adrenergik Kerja Tidak Langsung...4

2.4 Pengaruh Refleks...4

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Efedrin...6

3.2 Adrenergik Lain10

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan...22
4.2 Saran.22

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa
terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu
kedokteran senyawa tersebut disebut obat. Karena itu dikatakan farmakologi
merupakan seni menimbang ( the art of weighing ). Tanpa pengetahuan
farmakologi yang baik, seorang dokter dapat merupakan sumber bencana bagi
pasien karena tidak ada obat yang aman secara murni. Hanya dengan
penggunaan yang cermat, obat akan bermanfaat tanpa efek samping tidak
diinginkan yang terlalu menggangu. Selain itu, pengetahuan mengenai efek
samping obat memampukan dokter mengenal tanda dan gejala yang
disebabkan obat. Hampir tidak ada gejala dari demam, gatal sampai syok
anafilaktik, yang tidak terjadi dengan obat. Jadi obat selain bermanfaat dalam
pengobatan penyakit, juga merupakan penyebab penyakit. Menurut suatu
survey di Amerika Serikat, sekitar 5 % pasien masuk rumah sakit akibat obat.
Rasio fatalitas kasus akibat obat dirumah sakit bervariasi antara 2 12%. Efek
samping obat meningkat sejalan dengan jumlah obat yang diminum. Melihat
fakta tersebut, pentingnya pengetahuan obat bagi seorang dokter maupun
apoteker tidak dapat diragukan.
Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah,
mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan atau menimbulkan suatu kondisi
tertentu misalnya membuat seorang infertile, atau melumpuhkan otot rangka
selama pembedahan.
Salah satu bagian dalam ilmu farmakologi yaitu obat otonom yakni obat
adrenergic atau simpatomimetika yaitu zat zat yang dapat menimbulkan (
sebagian ) efek yang sama dengan stimulasi susunan simpaticus ( SS ) dan
melepaskan noradrenalin ( NA ) di ujung ujung sarafnya. SS berfungsi
meningkatkan penggunaan zat oleh tubuh dan menyiapkannya untuk proses
disimilasi. Organisme disiapkan agar dengan cepat dapat menghasilkan

4
banyak energy, yaitu siap untuk suatu reaksi fight, fright, or flight (
berkelahi, merasa takut, atau melarikan diri ). Oleh karena itu, adrenergika
memiliki daya yang bertujuan mencapai keadaan waspada tersebut.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi, obat adrenergic kerja langsung dan tidak
langsung, serta pengaruh reflex dari obat adrenergic.
2. Untuk mengetahui apa saja obat adrenergic.

1.2 Manfaat

Dari penulisan ini diharapkan mendatangkan manfaat beupa


penambahan pengetahuan serta wawasan penulis kepada pembaca tentang
obat adrenergic yang sangat penting untuk diketahui dalam kehidupan
sehari-hari.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Obat golongan ini disebut obat adrenergic karena efek yang di
timbulkannya mirip perangsangan saraf adrenergic, atau mirip efek
neurotransmitor neropinefrin dan epinefrin (yang disebut juga noradrenalin
dan adrenalin). Dari susunan saraf simpatis. Golongan obat ini disebut juga
obat simpatik atau simpatomimetik, tetapi nama ini kurang tepat karena
aktivitas susunan saraf simpatis ada yang diprantairai oleh transmitor
asetilkolin.
Kerja obat adrenergic dapat dibagi dalam 7 (tujuh) jenis, antar lain:
a. perangsangan perifer, terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan
mukosa, dan terhadap kelenjar liur dan keringan,
b. penghambat perifer, terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh
darah otot rangka,
c. perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan
kekuatan kontraksi,
d. perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan
kewaspadaan, aktivitas psikomotor, dan pengurangan nafsu makan,
e. efek metabolic, misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot,
lipolisis dan penglepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak,
f. efek endokrin, misalnya mempengaruhi sekresi insulin, rennin dan
hormone hipofis, dan
g. efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan penglepasan
6edative66mitter NE dan Ach (secara fisiologis, efek hambatan lebih
penting).

6
2.2 Obat Adrenergik Kerja Langsung

Kebanyakan obat adrenergic bekerja secara langsung pada reseptor


adrenergic di sedatif sel efektor. Akan tetapi, berbagai obat adrenergic
tersebut berbeda dalam kapasitasnya untuk mengaktifkan berbagai jenis
reseptor adrenergic. Misalnya, isoproterenol praktis hanya bekerja pada
resptor dan sedikit sekali pengaruhnya pada reseptor . Sebaliknya,
fenilefrin praktis hanya menunjukkan aktivitas pada reseptor . Jadi, efek
suatu obat adrenergic dapat diduga bila diketahui reseptor mana yang terutama
dipengaruhi oleh obat tersebut.
Konsep reseptor dan sukar diterapkan pada efek metabolic dan efek
pada SSP. Misalnya, urutan potensi NE, Epi, dan Iso dalam menimbulkan
hiperglikemia pada manusia menunjukkan aktivitas reseptor , tetapi efek ini
tidak dapat dihambat oleh antagonis reseptor dan justru reseptor yang
dapat menhambat efek tersebut.

2.3 Obat Adrenergik Kerja Tidak Langsung


Banyak obat adrenergic, misalnya amfetamin dan efedrin, bekerja secara
tidak langsung, artinya menimbulkan efek adrenergic melalui pengelepasan
NE yang tersimpang dalam ujung saraf adrenergic. Karenanya, efek obat-obat
ini nebyerupai efek NE, tetapi timbulkanya lebih lambat dan masa kerjanya
lebih lama.
Pada umumnya, obat yang mempunyai efek tidak langsung ini juga
mempunyai efek langsung pada reseptor adrenergic. Efek langsung ini tentu
saja tidak bergantung pada cadangan NE endogen.

2.4 Pengaruh Refleks

7
Respons suatu organ otonom terhadap obat adrenergic ditentukan tidak
hanya oleh efek langsung obat tersebut, tetapi juga oleh reflex homeo static
tubuh. Misalnya, rangsangan adrenergikn 1 menimbulkan vasokontriksi yang
meningkatkan tekanan darah. Ini menimbulkan reflex kompensasi melalui
baroreseptor pada lengkung aorta dan sinus karotis, sehingga tonus simpatis
berkurang dan tonus parasimpatis (vagal) bertambha. Akibatnya,
vasokontriksi oleh obat adrenergic 1 berkurang dan terjadi bradikardia.
Metoksamin adalah contoh obat yang mempunyai efek adrenergic 1 yang
hampir murni, obat ini dapat digunakan untuk menghentikan takikardi
paroksismal. NE, yang di samping efek juga mempunyai efek 1 yang
merangsang jantuk, ternyata juga menimbulkan reflex baroreseptor yang kuat,
sehingga timbul bradikardi. Sebaliknya Epi, selain efek dan 1 yang berupa
perangsangan, juga mempunyai efek 2 yang menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah tidak begitu besar. Reflex vagal yang timbul tidak begitu kuat
sehingga biasanya hasil akhirnya adalah takikardi.

8
BAB III
PEMBAHASAN

Obat obat adrenergic ialah obat yang mempunyai efek sama dengan efek
yang dihasilkan oleh perangsangan system saraf simpatik.
3.1 Efinefrin
a. Farmakodinamik
Pada umumnya, pemberian Epi menimbulkan efek mirip 9sedatif9
saraf adrenergic. Ada beberapa perbedaan karena neurotransmitor pada
saraf adrenergic adalah NE. Efek yang paling menonjol adalah efek
terhadap jantung, otot polos pembuluh darah dan otot polos lain.
Kardiovaskular. Pembuluh darah. Efek vascular Epi terutama pada
arteriol kecil dan sfingter prekapiler, tetapi vena dan arteri besar juga
dipengaruhi.
Pada manusia, pemberian Epi dalam dosis terapi yang menimbulkan
kenaikan tekanan darah tidak menyebabkan konstriksi arteriol otak, tetapi
menimbulkan peningkatan aliran darah otak. Epi dalam dosis yang tidak
banyak mempengaruhi tekanan darah, meningkatkan resistensi pembuluh
darah ginjal dan mengurangi aliran darah ginjal sebanyak 40%. Ekskresi
Na, K, dan Cl berkurang; volume urin mungkin bertambah, berkurang atau
tidak berubah. Dosis Epi yang berlebih dapat menimbulkan kematian
karena udem paru.
Arteri Koroner. Epi meningkatkan aliran darah koroner. Di satu pihak
Epi cenderung menurunkan aliran darah koroner karena kompresi akibat
peningkatan kontraksi otot jantung, dank arena vasokontriksi pembuluh
darah koroner akibat efek reseptor . Di lain pihak Epi memperpanjang
waktu diastolic, meningkatkan tekanan darah aorta, dan menyebabkan
dilepaskannya adenosine, suatu metabolit yang bersifat vasodilator, akibat
peningkatan kontraksi jantung dan konsumsi oksigen miokard; semuanya
ini akan meningkatkan aliran darah koroner. Efek Epi ini tidak dapat
dimanfaatkan pada keadaan iskemia miokard, karena manfaat peningkatan

9
aliran darah ditiadakan oleh bertambahnya kerja miokard akibat
perangsangan langsung oleh Epi.
Jantung. Epi mengaktifkan reseptor 1 di oto jantung, sel pacu jantung
dan jaringan konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan kronotrpik
positif Epi pada jantung.
Epi mempercepat konduksi sepanjang jaringan konduksi, mulai dari
atrium ke nodus atrioventrikular (AV), sepanjang bundle of His dan serat
Purkinje sampai ke ventrikel. Epi juga mengurangi blockade AV yang
terjadi akibat penyakit, obat atau aktivitas vagal. Selain itu Epi
memperpendek periode refrakter nodus AV dan berbagai bagian jantung
lainnya.
Epi memperkuat kontraksi dan mempercepat relaksasi. Dalam
mempercepat denyut jantung dalam kisaran fisiologis, Epi memperpendek
waktu sistolik tanpa mengurangi waktu diastolic.
Akibatnya, curah jantung bertambah, tetapi kerja jantung dan
pemakaian oksigen sangat bertambah, sehingga efisiensi jantung (kerja
dibandingkan dengan pemakaian oksigen) berkurang. Dosis Epi yang
berlebih di samping menyebabkan tekanan darah naik sangat tiggi, juga
menimbulkan kontraksi ventrikel premature, diikuti takikardi ventrikel,
dan akhirnya fibrilasi ventrikel.
Tekanan darah. Pemberian Epi IV dengan cepat (pada hewan)
menimbulkan kenaikan tekanan darah yang cepat dan berbanding
langsung dengan besarnya dosis. Kenaikan sistolik lebih besar daripada
kenaikan diastolic, sehingga tekanan nadi membesar.
Pemberian Epi pada manusia secara SK atau secara IV dengan lambat
menyebakan kenaikan tekanan sitolik yang sedang dan penurunan tekana
diastolic. Tekanan nadi bertambah besar, tetapi tekanan darah rata-rata
(mean arterial pressure) jarang sekalih menunjukkan kenaikan yang
besar.
Otot polos. Efek Epi pada otot polos berbagai organ bergantung pada
jenis reseptor adrenergic pada otot polos yang bersangkutan.

10
Saluran cerna. Melalui reseptor dan 2, Epi menimbulkan relaksasi
otot polos saluran cerna pada umumnya; tonus dan motilitas usus dan
lambung berkurang, Epi menimbulkan kontraksi melalui aktivitas reseptor
1.
Uterus. Otot polos uterus manusia mempunyai reseptor 1 dan 2.
Reseptornya terhadap Epi berbeda-beda, tergantung pada fase kehamilan
dan dosis yang diberikan. Selama kehamilan bukan terakhir dan diwaktu
partus, Epi menghambat tonus dan kontraksi uterus melalui reseptor 2;
efek ini tidak mempunyai arti klinis karena singkat dan disetai
kardiovaskular. Tetapi 2-agonis yang lebih selektif seperti ritodrin atau
terbutalin ternyata efektif untuk menunda kelahiran premature.
Kandungan kemih. Epi menyebabkan relaksasi otot detrusor melalui
reseptor 2 dan sfingte melalui reseptor 1, sehingga dapat menimbulkan
kesulitan urinasi serta retensi urin dalam kandung kemih.
Pernapasan. Epi mempengaruhi pernapasan utama dengan cara
merelaksasi otot bronkus melalui reseptor 2. Efek bronkodilatasi ini jelas
sekali bila sudah ada kontraksi otot polos bronkus karena asma bronchial,
histamine, ester kolon, pilokarpin, bradiki, zat penyebab anafilaksis yang
beraksi lambat (SRS-A), dan lain-lain. Disini Epi bekerja sebgai antagonis
fisiologik. Pada asma, Epi juga mengahmabat penglepasan mediator
inflamasi dari sel-sel mast melalui reseptor 2, serta mengurangi sekresi
bronkus dan kongesti mukosa melalui reseptor 1.
Susunan saraf pusat. Epi pada dosis terapi tidak mempunyai efek
stimulasi SSP yang kuat karena obat ini relative polar sehingga sukar
masuk SSP. Tetapi pada banyak orang Epi dapat menimbulkan
kegelisahan, rasa kuatir, nyeri kepala dan tremor; sebagian karena efeknya
pada system kardiovaskular.

b. Farmakokinetika

Absorpsi. Pada pemberian oral, Epi tidak mencapai dosis terapi karena
sebagian besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat

11
pada dinding usus dan hati. Pada penyuntikan SK, absorpsi yang lambat
terjadi karena vasokontriksi local, dapt di percepat dengan memijat tempat
suntikan. Absorpsi yang lebih cepat dengan penyuntik IM. Pada
pemberian local secara inhalasi, efeknya terbatas terutama pada saluran
napas, tetapi efek sitemik dapat terjadi, terutama bila digunakan dosis
besar.
Biotransformasi dan eksresi. Epi stabil dalam darah. Degradasi Epi
terutama terjadi dalam hati yang banyak mengandung kedua enzim COMT
dan MAO, tetapi jaringan lain juga dapat merusak zat ini.
c. Intoksikasi, Efek Samping dan Kontraindikasi
Pemberian Epi dapat menimbulkan gejala seperti perasaan takut,
khawatir, gelisah, tegang, nteri kepala berdenyut, tremor, rasa lemah,
pusing,pucat, sukar bernapas dan palpitasi. Penderita hipertiroid dan
hipertensi lebih peka terhadap efek-efek tersebut diatas maupun terhadap
efek pada system kardiovaskular. Pada penderita psikoneurotik, Epi
memperberat gejala-gejalanya.
Dosis Epi yang besar atau penyuntikan IV cepat yang tidak disengaja
dapat menimbulkan perdarahan otak karena kenaikan tekanan darah yang
hebat. Bahkan penyuntikan SK 0,5 ml larutan 1: 1000 dapat menimbulkan
perdarahan subaraknoid dan hemiplegia. Untuk mengatasinya, dapat
diberikan vasodilator yang kerjanya cepat, misalnya nitrit atau natrium
nitroprusid; -bloker mungkin juga berguna.
Epi dapat menimbulkan aritmia ventrikel. Fibrilasi ventrikel bila
terjadi, biasanya bersifat fatal; ini terutama terjadi bila Epi diberikan
sewaktu anesthesia dengan hidrokarbon berhalogen, atau pada penderita
penyakit jantung organic. Pada penderita asma bronchial yang sudah lama
dan menderita emfisema, yang sudah mencapai usia dimana penyakit
jantung degeneratife sering terdapat, pemberian Epi sangat berhati-hati.
Pada penderita syok, Epi dapat memperberat penyakit dari syok. Pada
penderita angina pectoris, Epi mudah menimbulkan serangan karena obat

12
ini meningkat kerja jantung sehinggga memperberat kekurangan akan
kebutuhan oksigen.
Epi dikontraindikasikan pada penderita yang mendapat -bloker
nonselektif, karena kerjanya yang tidak terimbangi pada reseptor
pembuluh darah dapat memyebabkan hipertensi yang berat dan perdarahan
otak.
d. Penggunaan Klinis
Manfaat Epi dalam klinik berdasarkan efeknya terhadap pembuluh
darah, jantung dan otot polos bronkus. Pengunaan paling sering ialah
untuk menghilangkan sesak napas akibat bronkokontriksi, untuk
mengatasi reaksi hypersensitivitas terhadap obat maupun 13edative
lainnya, dan untuk memperpanjang masa kerja anestetik local. Epi juga
dapat digunakan untuk merangsang jantung pada waktu henti jantung oleh
berbagai sebab. Secara local obat ini digunakan untuk menghentikan
perdarahan kapiler.
d. Posologi dan Sediaan
Suntikan epinefrin adalah larutan steril 1: 1.000 Epi HCl dalam air
untuk penyuntikan SK; ini digunakan untuk mengatasi syok anafilaktik
dan reaksi-reaksi hipersensitivitas akut lainnya. Dosis dewasa berkisar
antara 0,2-0,5 mg (0,2-0,5 ml larutan 1 : 1.000). untuk penyuntikan IV,
yang jarang dilakukan, larutan ini harus diencerkan lagi dan harus
disuntikkan dengan sangat perlahan-lahan. Dosisnya jarang sampai 0,5
mg, kecuali pada henti jantung, dosis 0,5 mg dapat diberikan tiap 5 menit.
Penyuntikan intrakardial kadang-kadang dilakukan untuk resusitasi dalam
keadaan darurat (0,3-0,5 mg).
Inhalasi Epinefrin adalah larutan tidak steril 1% Epi HCl atau 2% Epi
bitartrat dalam air untuk inhalasi oral (bukan nasal) yang digunakan untuk
menghilangkan bronkokontriksi.
Epinefrin tetes mata adalah larutan 0,1-2% Epi HCl, 0,5-2% Epi borat
dan 2% Epi bitartrat.

13
3.2 Adrenergik Lain

Disini dibicarakan bersama berbagai obat adrenergic yang lain. Obat


adrenergic yang termasuk katekolamin (epinefrin, norepinefrin,
isoproterenol, dopamine dan lain-lain; table 5.1) pada umumnya
menimbulkan efek adrenergic melalui kerja langsung reseptor adrenergic.

Obat adrenergic nonkatekolamin (amfetamin, efedrin, fenilefrin, dan


lain-lain; Tabel 5-1), efeknya sebagian melalui pengelepasan NE endogen,
dan sebagian lagi akibat kerja langsung pada reseptor adrenergic.
Perbandingan antara kerja langsung dan kerja tidak langsung pada
berbagai nonkatekolamin sangat bervariasi, tergantung dari obatnya,
jaringannya, dan spesiesnya. Karena kebanyakan nonkatekolamin
mempunyai kerja langsung pada reseptor adrenergic, maka tergantung dari
sifat kerja langsung ini dan pada perbandingannya terhadap kerja yang
tidak langsung, nonkatekolamin dapat saja mempunyai efek yang berbeda
dari efek NE. misalnya: efedrin mempunyai efek 2 yang hampir tidak
dipunyai NE; fenilefrin, yang terutama bekerja langsung, tidak
mempunyai efek 1 dari NE.

Berbeda dengan ketekolamin, kebanyakam nonketekolamin dapat


diberikan secara oral, dan banyak diantarannya mempunyai masa kerja
yang cukup lama. Hal ini disebabkan selain oleh resistensi obat-obat ini
terhadap COMT dan MAO, juga karena diberikannya dalam jumlah yang
relative besar. Berbeda dengan ketekolamin yang sukar melewati sawar
darah-otak, fenilisopropilamin (amfetamin dan metamfetamin; table 5-1)
melewatinya dengan mudah dan ditemukan dalam jaringan otak dan
caraian serebrospinalis dalam kadar yang tinggi. Hal ini merupakan salah
satu sebab bagi efek sentralnya yang relating kuat.

Dengan adanya penghambat MAO, tiramin dalam jumlah besar


memcapai sirkulasi sistemik dan melepaskan NE yang sama banyaknya
dari ujung saraf adrenergic, akibatnya dapat terjadi krisis hipertensi. Obat

14
adrenergic yang resisten terhadap MAO sekalipun jangan diberikan
bersama penghambat MAO karena yang terakhir ini akan memperkuat
efek NE endogen yang dilepaskan oleh obat tadi.

a. Farmakodinamik
Norepinefrin. Obat ini juga dikenal sebagai levarterenol, I-
arterenol atau I-noraardrenalin, dan merupakan neurotransmitor yang
dilepas oleh serat pasca ganglion adrenergic.
NE bekerja terutama pada reseptor , tetapi efeknya masih sedikit
lebih lemah bila dibandingkan den Epi. NE mempunyai efek 1 pada
jantung yang sebanding dengan Epi, tetapi efek 2 nya jauh lebih
lemah daripada Epi.
Infuse NE pada manusia menimbulkan peningkatan tekanan diastolic,
sistolik, dan biasanya juga tekanan nadi. Penderita angina Prinzmetal
mungkin supersensitive terhadap efek vasokontriksi -adrenergik dari
NE, Epi dan perangsangan simpatis. Pada penderita ini, NE dapat
mengurangi aliran darah koroner, sehingga terjadi serangan angina
saat istrahat dan bila hebat sampai terjadi infark miokard. Berlainan
dengan Epi, NE dalam dosis kecil tidak menimbulkan vasodilatasi
maupun penurunan tekanan darah, karena NE boleh dikatakan tidak
mempunyai efek terhadap resptor 2 pada pembuluh darah otak
rangka. Efek metabolic NE mirip Epi tetapi hanya timbul pada dosis
yang lebih besar.
Isoproterenol. Obat ini, yang juga dikenal sebagai
isopropilnorepinefrin, osopropilnarterenol dan isoprenalin, merupakan
amin simpatomimetik yang kerjanya paling kuat pada semua reseptor
, dan hampir tidak bekerja pada reseptor . Isoproterenol tersedia
dalam bentuk (campuran rasemik).
Infuse isoproterenol pada manusia menurunkan resistensi perifer,
terutama pada otot rangka, tetapi juga pada ginjal dan mesemterium,
sehingga tekanan diastolic menurun. Curah jantung meningkat karena
efek inotropik dan kronotropik positif yang langsung dari obat. Pada

15
dosis isoproterenol yang biasa diberikan pad manusia, peningkatan
curah jangung umumnya cukup besar untuk mempertahankan atau
meningkatkan tekanan sistolik, tetapi tekanan rata-rata menurun. Dosis
isoproterenol yang lebih besar menimbulkan penurunan tekanan darah
rata-rata yang hebat.
Isoproterenol, melalui aktivitas reseptor 2, menimbulkan relaksasi
hampir semua jenis otot polos. Efek ini jelas terlihat bila tonus otot
tinggi, dan paling jelas pada otot polos bronkus dan saluran
cerna.isoproterenol bekerja sebagai antagonis fisiologik dalam
mencegah atau mengurangi bronkokontriksi yang disebabkan oleh
obat atau pada asma bronchial, tetapi toleransi terhadap efek ini timbul
bila obat digunakan secara berlebihan.
Dopamine. Precursor NE mempunyai kerja langsung pada reseptor
dopaminergik dan adrenergic, dan dapat melepaskan NE endogen.
Pada kadar rendah, dopamine bekerja pada reseptor dopaminergik D1
pembuluh darah, terutama diginjal, mesenterium, dan pembuluh darah
koroner. Stimulasi reseptor 1 menyebabkan vasodilatasi melalui
aktivitas adenilsiklase. Dengan demikian infuse dopamine dosis
rendah akan meningkatkan aliran darah ginjal, laju filtrasi glomerulus
dan ekstkresi Na+. pada dosis yang sedikit yang sedikit tinggi,
dopamine meningkatkan kontraktilitas miokard melalui aktivitas
reseptor 1. Dopamine juga melepaskan NE endogen yang menambah
efeknya pada jantung. Pada dosis rendah sampai sedang, resistensi
perifer total tidak berubah. Hal ini mungkin karena dopamine
mengurangi resistensi arterial di ginjal dan mesenterium dengan hanya
sedikit peningkatan di tempat-tempat lain. Dengan demikian dopamine
meningkatkan tekanan sistolik dan tekanan nadi tanpa mengubah
tekanan diastolic ( atau sedikit meningkat). Akibatnya, dopamine
terutama berguna untuk keadaan cura jantung rendah disertai dengan
gangguan fungsi ginjal, misalnya syok kardiogenik dan hipovolemik.

16
Pada kadar yang tinggi, dopamine menyebabkan vasokontriksi akibat
aktivitas reseptor 1 pembuluh darah.
Dobutamin. Senyawa ini mirip dopamine, dengan substitusi yang
besar pada gugus amino. Dobutamin merupakan campuran resemik
dari kedua isomer I dan d. isomer I adalah 1-agonis yang poten
sedangkan isomer d 1-bloker yang poten.
Dobutamin menimbulkan efek inotropik yang lebih kuat daripada e
fek kronotropik dibandingkan isoproterenol. Hal ini mungkin
disebabkan karena resistemsi perifer yang relatif tidak berubah (akibat
vasokontriksi melalui reseptor 1 diimbangi oleh vasodilatasi melalui
reseptor 2) sehingga tidak menimbulkan reflex takikardi, atau karena
reseptor 1 di jantung menambah efek inotropik obat ini.
Amfetamin. Obat ini adalah salah satu simpatomimetik yang
paling kuat dalam merangsang SSP, di samping mempunyai kerja
perifer pada reseptor dan melalui pengelepasan NE endogen.
Amfetamin merangsang pusat napas pada medula oblongata dan
mengurangi depresi sentral yang ditimbulkan oleh berbagai obat.
Meskipun pada dosis biasa, amfetamin hanya sedikit meningkatkan
kecepatan dan volume napas, tetapi obat ini dapat meringankan depresi
napas oleh obat-obat yang bekerja sentral. Efek ini disebabkan oleh
perangsangan pada korteks dan system aktivasi retikuler. Sebaliknya
amfetamin dapat pula mengurangi kejang akibat renjatan listrik dan
dapt memperpanjang depresi setelahnya. Sebagai perangsang SSP,
isomer d (dekstroamfetamin) 3-4 kali lebih kuat daripada isomer l-nya.
Pada manusia, efek psikik dapat berupa peningkatan kewaspadaan,
hilangnya rasa ngantuk, dan berkurangnya rasa lelah; perbaikan mood,
bertambahnya inisiatif, keyakinan diri, dan daya konsentrasi; mingkin
pula euphoria; peningkatan aktivitas motorik dan aktivitas bicara.
Penggunaan lama atau dosis besar hampir selalu diikuti oleh depresi
mentaldan kelelahan fisik. Banyak juga orang yang pada pemberian
amfetamin, mengalami sakit kepala, palpitasi, rasa pusing, gangguan

17
vasomotor, rasa khawatir, kacau piker, disforia, delirium, atau rasa
lelah. Penggunaan amfetamin dapat menimbulkan adiksi.
Amfetamin seringkali digunakan untuk menunda kelelahan. Dalam
hal ini, amfetamin mengurangi frekunsi hilangnya perhatian akibat
kurang tidur sehingga memperbaiki pelaksanaan tugas yang
memerlukan perhatian yang terus menerus. Bila obat ini dihentikan
setelah penggunaan kronik, kembalinya pola tidur yang normal dapat
makan waktu 2 bulan. Efek anoreksik amfetamin juga merupakan efek
sentral, yakni pada pusat makan di hipotalamus lateral, dan bukan pada
pusat kenyang di hipotalamus ventromedial. Berkurangnya nafsu
makan menyebabkan berkurangnya jumlah kalori yang masuk; inilah
yang merupakan factor penting pada penggunaan amfetamin untuk
mengurangi berat badan.
Mekanisme kerja amfetamin di SSP semuanya atau hampr
semuanya melalui pengelepasan amin biogenic dari ujung saraf yang
bersangkutan di otak. Peningkatan kewaspadaan, efek anoreksik dan
sebagai aktivitas lokomotor melalui pengelpasan NE. Dosis yang lebih
tinggi melepaskan dopamine, terutama di neostriatum dan
menimbulkan aktivitas lokomotor serta perilaku yang stereotype.
Dosis yang lebih tinggi lagi melepaskan serotonin (5-HT) dan
dopamine di mesolimbik, disamping bekerja langsung sebagai
serotonin-agonis, dan menimbulkan gangguan persepsi serta perilaku
psikotik.
Pada system kardivaskular, amfetamin yang diberikan secara oral,
meningkatkan tekanan sistolik dan dastolik. Denyut jantung
diperlambat secara reflex. Pada dosis besar, dapat terjadi aritmia
jantung. Curah jantung tidak bertambah pada dosis terapi, dan aliran
darah otak hampir tidak berubah. Isomer l sedikit lebih poten daripada
isomer d dalam menimbulkan efek kardiovaskular.
Metamfetamin. Efek farmakodinamik metamfetamin serupa
dengan amfetamin, bedanya dalam perbandingan antara efek sentral

18
dan efek perifer. Dosis kecil menimbulkan efek perangsangan sentral
yang nyata tanpa menimbulkan efek perifer yang berarti. Dosis yang
lebih besar menimbulkan peningkatan tekanan sistolik dan diastolic,
terutama akibat stimulasi jantung. Dosis yang berlebihan menimbulkan
depresi miokard.
Efedrin. Efedrin adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan
jenis efedra. Efek farmakodinamik efedrin banyak menyerupai efek
Epi. Perbedaannya ialah bahwa efedrin efektif pada pemberian oral,
masa kerjanya jauh lebih panjang, efek sentralnya lebih kuat, tetapi
diperlukan dosis yang jauh lebih lebih daripada dosis Epi.
Seperrti halnya dengan Epi, efedrin bekerja pada reseptor , 1 dan
2. Efek perifer efedrin melalui kerja langsung dan melalui
pengelepasan NE endogen. Kerja tidak langsungnya mendasari
timbulnya takifilaksis terhadap efek perifernya. Hanya l-efedrin dan
efedrin rasemik yang digunakan dalam klinik. Efek kardivaskular
efedrin menyerupai Epi tetapi berlangsung kira-kira 10 kali lebih lama.
Tekanan sistolik meningkat, dan biasanya juga tekanan diastolic,
sehingga tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan darah ini
sebagian disebabkan oleh vasokontriksi, tetapi terutama oleh stimulasi
jantung yang meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan curah
jantung. Aliran darah ginjal dan iseral berkurang, sedangkan aliran
darah koroner, otak dan otot rangka meningkat. Berbada dengan Epi,
penurunan tekanan darah pada dosis rendah tidak nyata pada efedrin.
Bronkorelaksasi oleh efdrin lebih lemah tetapi berlangsung lebih
lama daripada oleh Epi. Efedrin kurang efektif dalam meningkatkan
kadar gula darah dibandingkan dengan Epi.
Efek sentral efedrin menyerupai efek amfetamin tetapi lebih
lemah.
Metoksamin. Metoksamin merupakan agonis reseptor 1 yang
hampir murni, dan kerjanya secara langsung. Obat ini tidak
mempengaruhi reseptor 1 maupun 2, dan tidak mempunyai efek

19
sentral. Efeknya berupa peningkatan tekanan darah diastolic dan
sistolik yang seluruhnya berdasarkan vasokontriksi, disertai dengan
reflex bradikari yang dapat diblok dengan atropine. Obat ini digunakan
untuk pengobatan hipotensi atau untuk menghentikan serangan
takikardi atrial paroksismal, terutama yang menyertai hipotensi.
Fenilefrin. Fenilefrin adalah agonis selektif reseptor 1 dan hanya
sedikit mempengaruhi reseptor . Efeknya mirip metoksikam dan
digunakan untuk indikasi yang sama. Obat ini juga digunakan sebagai
dekongestan nasal dan sebagai midriatik.
Mefentermin. Mefentermin digunakan dalam klinik sebagai obat
suntik untuk mencegah hipotensi yang sering sekali menyertai anestesi
spinal. Stekah penyuntikan IM, obat ini mulai bekerja dalam 5-15
menit, dengan lama kerja beberapa jam. Pemberian IV atau infuse
dengan dosis sesuai respon tekanan darahnya lebih disukai. Mentermin
bekerja langsung maupun melalui pengelepasan NE endogen, dan
mempunyai banyak persamaan dengan efedrin. Obat ini memperkuat
kontraksi jantung dan meningkatkan curah jantung, tekanan sistolik
dan tekanan diastolic. Pada dosis terapi, efek sentralnya lebih lemah,
tetapi menjadi nyata pada dosis yang lebih besar.
Metaraminol. Metaraminol mempunyai kerja langsung pada
reseptor vascular dan kerja tidak langsung. Obat ini digunakan untuk
pengobatan hipotensi atau untuk menghentikan serangan takikardi
atrial paroksismal, terutama yang menyertai hipotensi.
Fenilpropanolamin. Efek farmakodinamik fenilpropanolamin
menyerupai efedrin dan potensinya hampir sama dengan efedrin
kecuali bahwa obat itu kurang menimbulkan perangsangan SSP.
Seperti efedrin, obat ini efektif pada pemberian oral.
Hidroksiamfetamin. Efek farmakodinamik mirip efek efdrin,
kecuali bahwa ibat ini hampir tidak mempunyai efek terhadap SSP.
Penetesan larutan hidroksiamfetamin pada mata menimbulkan

20
midriasis melalui aktivitas reseptor 1. Ini merupakan indikasi
penggunaannya.
Etilnorepinefrin. Obat ini terutama berefek -agonis maka
digunakan sebagai bronkodilator, tetapi juga mempunyai aktivitas -
agonis sehinga menyebabkan vasokontriksi local dan dengan demikian
mengurangi kongesti bronkus. Etil NE digunakan IM dan SK.
Agonis Selektif Reseptor 2 (2-agonis). Dalam golongan ini
termasuk metaproterenol (orsiprenalin), salbutamol (albuterol),
terbutalin, fenoterol, ritodrin,isoetarin, perbuterol, bitolterol, dan lai-
lain. Pada dosis kecil, kerja obat-obat ini pada reseptor 2 jauh lebih
kuat daripada kerjanya pada reseptor 1. Tetapi bila dosisnya
ditinggikan, selektivitas ini hilang.
Melalui aktivitas reseptor 2, obat-obat ini menimbulkan relaksasi
otot polos bronkus, uterus dan pembuluh darah otot rangka. Aktivitas
reseptor 1 yang menghasilkan stimulasi jantung, oleh dosis sama, jauh
lebih lemah. Obat-obat ini, hanya menimbulkan sedikit perubahan
tekanan darah, dikembangkan terutama untuk pengobatan asma
bronchial. Seletivitas obat-obat ini terhadap reseptor 2 tidak sama
untuk setiap obat.
Agonis Selektif Reseptor 2 (2-agonis). Dibatang otak seperti
hipotalamus dan nucleus traktus solitaries terhadap meuron adrenergic
yang mengatur aktivitas simpatik perifer melalui akson eferennya.
Sampai saat ini belum diketahui secara tepat bagaimana
pengaturannya. Klonidin, metildopa, guanfasin, dan guanabenz adalah
obat antihipertensi yang bekerja dengan menghambat perangsangan
neuron adrenergic SSP.
Vasokontriksi Lokal Pada Hidung dan Mata. Dalam golongan ini
obat-obat adrenergic yang terutama digunakan sebagai vasokontriktor
untuk pemakaian local pada lapisan mukosa hidung atau pada mata,
yakni propilheksedrin, nafazolin, tetrahidrozolin, oksimetazolin, dan
xilometazolin,

21
Lain-lain:
Metilfenidat. Obat ini mempunyai struktur kimia mirip amfetamin,
dengan efek farmakologik praktis sama dengan amfetamin. Sebagai
perangsang SSP yang lemah, efeknya lebih nyata pada aktivitas mental
daripada aktivitas motorik.
Pemolin. Struktur kimia obat ini tidak sama dengan metilfenidat
tetapi menimbulkan efek sentral yang sama dengan kardiovaskular
yang minimal.
b. Farmakokinetik
Norepinefrin, isoproterenol, dopamine, dan dobutamin, sebgai
katekolamin, tidak efektif pada pemberian oral. NE tidak diabsorpsi
dengan baik pada pemberian SK. Isoproterenol diabsorpsi dengan baik
pada pemberian parenteral atau sebagai aerosol, tetapi tidak dapat
diandalkan pada pemberian oral sublingual sehingga tidak dianjurkan.
Obat ini merupakn substrat yang baik untuk COMT tetapi bukan
subtract baik untuk MAO, sehingga kerjanya sedikit lebih panjang
daripada Epi. Disamping itu isoproterenol tidak diambil oleh ujung
saraf adrenergic.
Nonketekolami yang digunakan diklinik pada umumnya efektif
pada pemberian oral dan kerjanya lama, karena obat-obat ini resisten
terhadap COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus,
hati dan ginjal. Misalnya amfetamin, metamfetamin, dan efedrin
adalah obat-obat oral. Demikian juga fenilpropanolamin, fenilefrin,
dan pseudoefedrin merupakan obat simpatomimetik pang paling sering
diberikan per oral untuk dekongesti nasal atau sinus. Akan tetapi
metoksamin, mefentermin, metaraminol dan fenilefrin yang digunakan
untuk pengobatan hipotensi, diberikan secara IV atauinfus, karena
pemverian secara IM atau SK tidak dapat dipercaya pada keadaan
hipotensi.
Golongan 2-agonis, selektif efektif pada pemberian oral, juga
diabsorpsi dengan baik dan cepat pada pemberian sebagai aerosol.

22
Obat-obat ini bukan katekolamin, maka resisten terhadap COMT,
kecuali isoetarin yang merupakan katekolamin. Terbuatlin merupakan
satu-satunya 2-agonis yang mempunyai sediaan parenteral untuk
pengobatan darurat satus asmatikus.
Semua 2-agonis adalah obat-obat oral, demikian juga metilfenidat dan
pemolin, yang teakhir ini dapat diberikan sekali sehari karena waktu
paruhnya yang panjang.

c. Intoksikasi, Efek Samping dan Kontraindikasi


Norepinefrin. Efek samping NE serupa dengan efek samping Epi
tetapi biasanya lebih ringan dan lebih jarang. Efek samping paling
umum berupa rasa kuatir, sukar bernapas, denyut jantung yang lambat
tapi kuat, dan nyeri kepala selintas. Obat ini merupakan kontraindikasi
pada anesthesia dengan obat-obat yang menyebabkan sensitasi jantung
karena dapat timbul aritmia. Obat ini dikontraindikasikan pada ibu
hamil karena menimbulkan kontraksi uterus hamil.
Isoproterenol. Efek samping yang umum berupa palpitasi,
takikardi, nyeri kepala dan kemerahan kulit; kadang-kadang terjadi
aritmia, serangan angina, nausea, tremor, rasa pusing, rasa lemah, dan
pengeluaran keringat. Inhalasi isoproterenol dosis berlebih dapat
menimbulkan aritmia ventrikel yang fatal.
Dopamine. Sebelum dopamine diberikan pada penderita syok,
hipovolemia harus dikoreksi terlebih dahulu. Dosis berlebih
menimbulkan efek adrenergic yang berlebih. Efek samping termasuk
nausea, muntah, takikardi, aritmia, nyeri dada, nyeri kepala, hipertensi
dan peningkatan tekanan diastolic. Dosis dopamine harus disesuaikan
pada penderia yang mendapat antidepresi trisiklik.
Dobutamin. Aritmia yang berat dapat terjadi, tetapi lebih jarang
dibandingkan pada isoproterenol atau dopamine. Obat ini
mempercepat AV, maka sebaiknya dihindarkan pada fibrilasi atrium.

23
Dobutamin dapat sangat meningkatkan denyut jantung atau tekanan
sistolik. Bila ini terjadi, kurangi kecepatan infuse obat. Efek samping
yang jarang terjadi adalah nausea, nyeri kepala, dispnea, palpitasi, dan
nyeri angina. Seperti obat inotropik lainnya, dobutamin
dikontraindikasikan pada stenosis subaorta.
Amfetamin.intoksikasi akut disebabkan oleh dosis berlebih dan
merupakan kelanjutan dari efek terapinya. Gejala sentral berupa
kegelisaan, pusing kepala, tremor, reflex hiperaktif, suka bicara, rasa
tegang, mudah tersinggung, insomnia, dan kadang-kadang euphoria.
Pengeluaran keringat yang berlebihan dan gejala saluran cerna jug
adapt timbul. Keracunan yang hebat berakhir dengan konvulsi, koma
dan kematian karena perdarahan otak Gejala-gejala sentralnya dapat
diatasi dengan sedatif, sedangkan hipertensi yang berat membutuhkan
natrium nitroprusid atau suatu -bloker.
Intoksikasi kronik menimbulkan gejala yang serupa dengan
intoksitas akut, tetapi gejala mental lebih umum terjadi. Gejala yang
berat umunya berupa reaksi psikotik dengan halusinasi dan delusi
paranoid, menyerupai skizofrenia.berat abdan turun dengan nyata. Bial
obat dihentikan, biasanya penderita sembuh dengan cepat.
Amfetamin sebaiknya tidak diberikan pada penderita dengan
anoreksia, insomnia, asthenia, keperibadian yang psikopat atau yang
labil. Kontaindikasi dan perhatian laian pada penggunaan obat ini
umumnya sama dengan Epi.
Efedrin. Efek samping pada penggunaan efedrin serupa dengan
efek samping epinefrin, dengan tambahan efek sentral efedrin.
Insomnia, yang sering terjadi pada pengobatan kronik, mudah diatasi
dengan pemberian sedatif. Perhatian pada penggunaan obat ini sama
dengan pada epinefrin dan amfetamin.
Metoksamin. Dosis terapi menimbulkan perangsangan pilomotor
dan keinginan kecingg. Pada penyuntikan IV kadang-kadang timbul
rasa sakit pada ekstremitas dan perasaan dingin.

24
Menfentermin. Dosis besar dapat menimbulkan efek sentral (
misalnya, rasa ngantuk, incoherence, dan kejang-kejang), peningkatan
tekanan darah berlebihan dan aritmia.
Agonis selektif reseptor 2. Efek samping berupa rasa guggup,
tremor, takikardi, palpitasi, mengantuk, nyeri kepala, nausea, muntah
dan berkeringat terutama pada pemberian oral. Efek samping sistemik
ini jarang terjadi pada pemberian secara inhalasi. Infuse ritodrin,
terbutalin, fenoterol, 2-agonis lainnya untuk menunda kelahiran
premature menimbulkan efek samping berupa takikardi, hiperglikemia,
hipokalemia, edema paru ( bila hidrasi berlebihan), dan lain-lain pada
sang ibu, sedangkan bayinya dapat mengalami hipoglikemia.
Penggunaan 2-agonis sebagai bronkodilator harus hati-hati pada
penderita dengan hipertensi, penyakit jantung koroner, gagal jantung
kongestif, hipertiroid, atau diabetes. Disamping itu, penggunaan 2-
agonis untuk menunda kelahiran dikontraindikasikan pada penderita
dengan penyakit jantung atau diabetes yang tergantung pada insulin.
Obat adrenergic local sebagai dekongestan nasal. Penggunaannya
dapat diikuti dengan kongesti susulan, dan penggunaan lama sering
menimbulkan rhinitis kronik. Nafazolin juga merangsang mukosa
hidung, sehingga menimbulkan rasa sakit seperti ditusuk pada
pemakaian pertama. Derivate imidazolin (nafazolin, tertrahidrozolin,
oksimetazolin, xilometazolin) bila cukup banyak terabsorpsi dapat
menimbulkan depresi SSP dengan akibat koma dan penurunan suhu
tubuh yang hebat, terutama pada bayi. Karenanya, obat-obat ini tidak
boleh diberikan pada bayi dan anak kecil.
Dekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral (misalnya
fenilpropanolamin) selaian menimbulkan kontriksi pembuluh darah
mukosa hidung, juga menimbulkan kontriksi pembuluh darah lain
sehingga dapat meningkatkan tekanan darah, dan mungkin
menimbulkan stimulasi jantung.

25
d. Penggunaan Klinik
1. Berdasarkan efek kardiovaskular
2. Asma bronchial
3. Reaksi alergi
4. Mata
5. Berdasarkan efek sentral

26
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Respons suatu organ otonom terhadap obat adrenergic ditentukan
tidak hanya oleh efek langsung obat tersebut, tetapi juga oleh reflex
homeo static tubuh. Pada pemberian oral, Epi tidak mencapai dosis
terapi karena sebagian besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO
yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati.
Norepinefrin, isoproterenol, dopamine, dan dobutamin, sebgai
katekolamin, tidak efektif pada pemberian oral. Nonketekolami yang
digunakan diklinik pada umumnya efektif pada pemberian oral dan
kerjanya lama, karena obat-obat ini resisten terhadap COMT dan
MAO yang banyak terdapat pada dinding usus, hati dan ginjal.

4.2 Saran
Disarankan agar pemilihan obat adrenergic didasarkan atas
pemilihan obat dengan golongan obat yang sesuai dengan
penimbangan yaitu keadaan pasien, jenis penyakit, dan pasien dengan
penyakit jantung atau diabetes yang bergantung pada insulin.

27
DAFTAR PUSTAKA

http://salmalovejemy.blogspot.co.id/2011/10/farmakologi-adrenergik.html

Farmakologi dan Terapi edisi 4, 2004, Departemen Farmakologi dan Terapi


fakultas Kedokteran- Universitas Indonesia.Jakarta

28

Anda mungkin juga menyukai