Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit merupakan penyedia layanan yang penting dalam
pemenuhan tuntutan dan kebutuhan masyarakat terkait kesehatan.
Berdasarkan undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 menjelaskan rumah
sakit merupakan sebuah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan seperti pelayanan rawat inap, rawat jalan dan
gawat darurat secara penuh kepada tiap individu. Seorang farmasis
memegang peranan penting di rumah sakit dalam peningkatan pelayanan
kesehatan berorientasi kepada pasien (patient oriented). Sebagai seorang
farmasis, peningkatan mutu pelayanan ini dapat dilakkukan melalui suatu
proses pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) (Siregar 2004).
Pelayanan Kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
untuk mencapai hasil yang pasti dalam meningkatkan mutu kehidupan
pasien. Adapun pekerjaan kefarmasian diantaranya adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Pelayanan Kefarmasian yang ada di rumah sakit berdasarkan standar
pelayanan farmasi terdiri atas pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan
dan bahan habis pakai serta pelayanan farmasi klinis. Pelayanan
Kefarmasian dalam pelayanan farmasi klinis harus memastikan bahwa
pasien mendapatkan terapi obat yang tepat, efesien dan aman. Hal ini
melibatkan tiga fungsi umum, yaitu mengidentifikasi potensial Drug
Related Problems, memecahkan atau mengatasi potensial Drug Related
Problems, mencegah terjadinya potensial Drug Related Problems(Aslam,
dkk, 2004; Siregar, 2004).
Kanker payudara di Indonesia merupakan penyakit yang sering
terjadidialami oleh wanita, menurut Depkes RI tahun 2013, kanker payudara
inimerupakan kanker yang paling mendominasi di Indonesia yaitu
memilikikontribusi sebesar 30%, mengalahkan kanker servik yang
berkontribusi sekitar 24%. Pravalensi Riskesda tahun 2013 jumlah penderita
penyakit kanker payudara di Indonesia 0,5 per-seribu dengan estimasi
jumlah penderita penyakit kanker payudara sejumlah 62.685 penderita.
Pravalensi di Jawa Tengah penyakit kanker payudara semua umur di
Indonesia 1,4% dengan pravalensi kanker tertinggi di provinsi Yogyakarta
sebesar 4,1%. Resiko menderita kanker payudara semakin meningkat
dengan seiring bertambahnya usia, terutama pada wanita yang mengalami
haid di bawah usia 12 tahun dan wanita yang menopause pada usia di atas
55 tahun. Penelitian Dinas kesehatan Jawa tengah pada tahun 2012 terdapat
4,864 pasien terkena kanker payudara (Depkes, 2012).
Pada stadium lanjut kanker payudara akan mengalami metastases ke
organ lain dan mengakibatkan sistem tubuh menurun. Pengobatan pasien
penyakit kanker payudara akan mempengaruhi penilaian negatif pasien
terhadap dirinya sendiri sehingga terjadi penurunan kualitas hidup. Sebagian
besar wanita menganggap pengobatan mastektomi dan kemoterapi
merupakan tindakan yang mengerikan karena pasien akan kehilangan salah
satu payudaranya dan mengalami penurun aktivitas fisik. Pasien akan
merasakan kelelahan murung, sedih dan menimbulkan tekanan psikologis
seperti depresi, banyak peneliti menunjukkan bahwa tekanan psikologis
berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup (Oesman, 2015).
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pemakaian terapi obat pada pasien
2. Untuk memantau terapi obat pasien
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kanker Payudara
Kanker payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara
yang dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya.Kanker payudara
merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia. Kanker payudara
adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus tumbuh
berupa ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk benjolan di
payudara. Jika benjolan kanker tidak terkontrol, sel-sel kanker bias
bermestastase pada bagian-bagian tubuh lain. Metastase bisa terjadi pada
kelenjar getah bening ketiak ataupun diatas tulang belikat. Seain itu sel-sel
kanker bisa bersarang di tulang, paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit
(Smeltzer, 2016).
2.2 Epidemiologi
Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang paling
banyak ditemui pada wanita dewasa ini.Kanker ini umumnya menjangkiti
kau wanita, tetapi juga dapat menjangkiti kaum pria. Kanker payudara
menyumbang sepertiga keganasan pada wanita.Satu juta wanita di seluruh
dunia didiagnosis terkena kanker payudara setiap tahunnya. Sekitar 182.000
wanita di Amerika Serikat didiagnosis menderita kanker payudara setiap
tahun, sekitar 26% dari semua insiden kanker di kalangan wanita. Kejadian
kanker payudara dan angka kematian meningkat seiring dengan
pertambahan usia, sekitar 95% kasus baru terjadi pada wanita 40 tahun ke
atas. Angka kejadian kanker payudara terus meningkat setelah menopause
dan usia tua. Setiap tahunnya 40.000 wanita meninggal akibat kanker
payudara, menjadi penyebab kematian kedua terbanyak wanita di Amerika
setelah kanker paru-paru (Siegel,2017).
Insiden kanker payudara lebih tinggi dikalangan wanita kulit putih
daripada wanita kulit hitam, meskipun demikian angka kematian kulit hitam
di Amerika Serikat lebih tinggi jika dibandingkan wanita kulit putih. Pada
satu dekade terakhir tingkat insiden kanker payudara meningkat di negara
Asia dan Afrika. Di negara-negara yang tersedia mamografi, skrining secara
rutin terkait dengan penurunan angka kematian dari kanker payudara. Pada
dua dekade terakhir angka mortalitas menurun di beberapa negara Eropa dan
Amerika Utara (Coughlin & Cypel, 2013).
Berdasarkan Pathological Based Registration di Indonesia, KPD
menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%. Angka
kejadian ca mammae di Indonesia diperkirakan 12/100.000 wanita. Penyakit
ini juga dapat diderita oleh laki-laki dengan frekuensi sekitar 1%. Lebih dari
80% kasus ca mammae di Indonesia ditemukan pada stadium lanjut
sehingga upaya pengobatan sulit dilakukan. Pemahaman mengenai upaya
pencegahan, diagnosis dini, pengobatan kuratif maupun paliatif serta upaya
rehabilitasi yang baik sangat diperlukan agar pelayanan pada penderita
dapat dilakukan secara optimal (Kemenkes, 2013)

2.3 Etiologi
Etiologi kanker payudara Meskipun belum ada penyebab spesifik
kanker payudara yang diketahui, para peneliti telah mengidentifikasi
sekelompok faktor resiko. Ada beberapa faktor risiko yang bisa
meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker payudara, antara lain :
2.6.1 Usia
Resiko kanker payudara semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nani
(2009) mendapatkan bahwa kanker payudara mulai berkembang
pesat saat umur 40-49 tahun sebelum wanita memasuki usia 50
tahun keatas, sedangkan risiko kanker payudara sendiri
berkembang sampai usia 50 tahun dengan perbandingan peluang 1
diantara 50 wanita. Berdasarkan program Surveillance,
Epidemiology, and End Results (SEER) yang dilakukan National
Cancer Institutte (NCI) insidensi kanker payudara meningkat
seiring dengan pertambahan usia. Diperkirakan 1 dari 8 wanita
mengalami perkembangan penyakit kanker payudara sepanjang
hidupnya.Kemungkinan terbesar perkembangan penyakit payudara
mulai terjadi pada wanita dengan kisaran umur 40-50 tahun
Harianto, Rina, dan Hery (2005).
2.6.2 Faktor hormone
Hormon merupakan faktor yang berpengaruh, seperti
menarke dini. Risiko kanker payudara meningkat pada wanita yang
mengalami menstruasi sebelum usia 12 tahun, menopause setelah
umur 55 tahun, tidak menikah atau tidak pernah melahirkan anak,
dan melahirkan anak pertama setelah umur 35 tahun, serta
penggunaan pil KB atau terapi hormon esterogen.
2.6.3 Riwayat pribadi tentang kanker payudara
Risiko mengalami kanker payudara pada payudara
sebelahnya meningkat hampir 1% setiap tahun Harianto, Rina, dan
Hery (2005). Mulai terjadi pada wanita dengan kisaran umur 40-50
tahun Harianto, Rina, dan Hery (2005).
2.6.4 Riwayat keluarga
Wanita yang ibu atau saudara perempuannya menderita
kanker, memiliki risiko 3 kali lebih besar untuk menderita kanker
payudara. Hetty (2009) menyatakan bahwa pada studi genetic
ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen
tertentu. Apabila terdapat suatu gen suseptibilitas kanker payudara,
probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur
50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun. Riwayat keluarga
merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita yang
akan dilaksanakan skrining untuk kanker payudara. Terdapat
peningkatan risiko keganasan ini pada wanita yang keluarganya
menderita kanker payudara.
2.6.5 Faktor genetik
Terdapat 2 varian gen BRCA1 dan BRCA2 yang merupakan
suatu gen suseptibilitas kanker payudara.jika seorang wanita
memiliki salah satu gen tersebut maka kemungkinan menderita
kanker payudara sangatlah besar. Riwayat menderita kanker
payudara yang diwarisi menjadi salah satu faktor risiko terjadinya
kanker payudara. Adanya faktor pembawa (carrier) kanker
payudara akan meningkatkan perkembangan kanker payudara pada
usia muda. Terdapat hubungan terjadinya kanker ovarium dengan
kanker payudara secara genetik yaitu adanya gen kanker payudara-
ovarium yang terletak pada kromosom 17q12- 21 (BRCA1) akan
memperkuat terjadinya kanker payudara dan ovarium. BRCA2
(Breast Cancer gene two) yang terletak pada kromosom 13 juga
dapat memicu terjadinya kanker payudara.BRCA1 (Breast Cancer
gene one) merupakan gen supresor tumor yang berperan dalam
perkembangan kanker payudara dan ovarium.Meskipun terjadinya
kanker payudara dapat disebabkan oleh mutasi BRCA1 dan
BRCA2, namun persentase insidensinya kecil Harianto, Rina, dan
Hery (2005).
2.6.6 Pernah menggunakan obat hormonal
Penggunaan obat hormonal yang lama, seperti terapi sulih
hormon atau hormonal replacement therapy (HRT), dan
pengobatan kemandulan (infertilitas).
2.6.7 Pemakaian kontrasepsi
Pemakaian kontasepsi oral pada penderita tumor payudara
jinak seperti kelainan fibrokistik.Wanita yang menggunakan
kontraseptif oral berisiko tinggi untuk mengalami kanker
payudara.Bagaimanapun, risiko tinggi ini menurun dengan cepat
setelah penghentian medikasi.

2.6.8 Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) inonisasi

Terutama pada bagian dada setelah masa pubertas dan


sebelum usia 30 tahun berisiko hampir dua kali lipat.
2.6.9 Wanita yang obesitas (kegemukan)
Pasca menopause, mengkonsumsi lemak, dan konsumsi
alkohol berlebih.
2.4 Patofisiologi
Proses pembentukan kanker berlangsung lama dan dibagi menjadi tiga
tahap yaitu inisiasi, promosi dan perkembangan. Pada tahap inisiasi kondisi sel
sudah mengalami perubahan permanen di dalam genom akibat kerusakan DNA
yang berakhir pada mutasi gen. Sel yang telah berubah ini tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan sel normal di sekitarnya. Tahap inisiasi memakan waktu
satu sampai beberapa hari. Tahap yang kedua yaitu tahap promosi. Periode
berlangsungnya tahap ini memakan waktu hingga sepuluh tahun lebih karena
pada tahap ini merupakan proses panjang yang disebabkan oleh kerusakan yang
melekat dalam materi genetik sel. Diawali dengan mekanisme epigentic akan
terjadi ekspansi sel-sel rusak membentuk premalignasi (mengarah ke kanker).
Tahapan yang terakhir yaitu tahap perkembangan (Progression). Pada tahapan
ini terjadi ketidakstabilan genetik yang menyebabkan perubahan- perubahan
mutagenik dan epigenetik. Hasil dari proses ini adalah klon baru sel-sel tumor
yang memiliki aktivitas pembelahan terus menerus, bersifat ganas, berkembang
biak, menyerbu jaringan sekitar, lalu menyebar ke tempat lain (D’Hiru, 2013).
2.5 Tanda dan Gejala
Menurut Ariani (2015) bahwa ada gejala dan tanda dini kanker
payudara yang dikeluhkan penderita yaitu berupa benjolan yang dapat
dirasakan oleh penderita. Benjolan awal ini tidak menimbulkan rasa sakit tetapi
membuat permukan sebelah pinggir payudara tidak teratur. Semakin membesar
kanker pada payudara membuat benjolan yang menempel pada kulit sehinga
menimbulkan borok.
Gejala kanker payudara lainya dapat ditemukan berupa benjolan pada
ketiak, perubahan ukuran dan bentuk payudara, keluar cairan darah atau
berwarna kuning sampai kehijau-hijauan yang berupa nanah. Ditandai juga
dengan putting susu atau areola (daerah coklat di sekeliling susu) payudara
tampak kerahan dan putting susu tertarik ke dalam atau terasa gatal.
2.6 Diagnosis
Menurut Komite Penanggulangan Kanker Payudara untuk mengetahui
seseorang terkana kanker payudaral dengan dilakukanya pemeriksaan, yaitu:
2.6.1 Pemeriksan fisik
Pemeriksan fisik meliputi pemeriksan status lokalis, regionalis
dan sistemik. Pemeriksan fisik dimulai dengan menilai status generalis
untuk mencari kemungkinan adanya metastase atau kelainan medis
sekunder. Pemeriksan dilakaukan secara sistematis, inpeksi dan palpasi.
Inpeksi pada kedua payudara, aksila dan sekitar klavikula bertujuan
untuk mengidentifikasi tanda tumor primer dan kemunginan metastase
ke kelnjar gertah bening. Palpasi dilakukan secara sistematis dan
menyeluruh baik secara sirkular ataupun radial.
2.6.2 Pemeriksan laboratorium
Pemeriksan laboratorium meliputi pemeriksan darah rutin dan
pemeriksan kimia darah sesuai dengan perkiraan metastasis.
2.6.3 Pemeriksaan pencitraan
1. Mamografi payudara
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan sinar X pada
jaringan payudara yang dikompresi.
2. USG payudara
Pemeriksan USG digunakan untuk melihat kelainan pada
payudara. Penggunan USG untuk tambahan mamografi
meningkatkan akurasi 7,4%.
2.6.4 Pemeriksaan patologi anatomi
Pemeriksan patologi pada kanker payudara meliputi
pemeriksan sitologi, morfologi dan pemeriksan imunohistokimia.
Pemeriksan sitologi dilakukan dengan cara biopsy jarum halus,
biopsy apus dan analisis cairan. Pemeriksan imunohistokimia
merupakan pemeriksan mengunakan antibody sebagai probe untuk
mendeteksi antigen potongan jaringan atau bentuk preparasi sel
lainya.
2.7 Klasifikasi
Klasifikasi pentahapan kanker digunakan untuk menentukan luas
atau ekstensi kanker dan nilai prognostik pasien. Sistem yang paling banyak
digunakan adalah sistem TNM American Joint Committee on Cancer
(AJCC) 2010.
Tabel 2.1 Stadium Kanker Payudara
Stadium T N M
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium IA T1 N0 M0
Stadium IB T0 N1mic M0
T1 N1mic M0
Stadium IIA T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
Stadium IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stadium IIIA T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1-N2 M0
Stadium IIIB T4 N1-N2 M0
Stadium IIIC Semua T N3 M0
Stadium IV Semua T Semua N M1
Keterangan:
T : Ukuran tumor primer
N : Kelenjar getah bening regional
M : Metastasis
2.8 Terapi Kanker Payudara
Menurut Manuaba dan Tjakra (2010), Terapi pada kanker payudara
sangat ditentukan luas penyakit atau stadium kanker payudara.
2.8.1 Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling awal dikenal
untuk pengobatan kanker payudara. Berikut adalah macam-macam
pembedahan.
1. Mastektomi
Mastektomi adalah dibedakan menjadi masektomi
radikal modifikasi, dimana tindakan pengangkatan tumor
payudara dan seluruh payudara termasuk puting dan areola.
Mastektomi yang kedua yaitu mastektomi radikal klasik
dimana dilakukan tindakan pengangkatan payudara, kompleks
putting areola, otot pektoralis mayor dan minor serta kelenjar
getah bening. Ketiga yaitu mastektomi simple, yaitu
pengangkatan seluruh payudara beserta kompleks putting- areolar
tanpa diseksi kelenjar getah bening.
2. Metastasektomi
Metastasektomi merupakan pengangkatan tumor metastasis
pada kanker payudara.
2.8.2 Kemoterapi
Kemoterapi merupakan terapi dengan memberikan obat
tungal atau berupa obat gabungan kombinasi obat kemoterapi pada
pada penderita kanker payudara untuk menghambat pertumbuhan
kanker. Kemoterapi diberikan bertahap sebanyak 6-8 siklus agar
mendapatkan efek yang diharapkan. Berikut adalah dosis dan jenis
kombinasi kemoterapi :
1. Kemoterapi adjuvant: 6 siklus
2. Kemoterapi neoadjuvant: siklus
3. Kemoterapi terapeutik: diberikan sampai metastasis hilang
atau terjadi intoksikasi.
4. Kemoterapi paliatif: diberikan jangka panjang dengan tujuan
paliatif
2.8.3 Radioterapi
Radioterapi merupakan terapi loko-regional dan ekternal
dengan Co60 ataupun dengan terapi sinar X. radioterapi dapat
dilakukan sebagai radioterapi neoadjuvant (sebelum pembedahan),
radioterapi adjuvant (sesudah pembedahan), palliative diberikan
sebagai terapi paliatif, baik pada tumor primer ataupun pada
metastasistulang, cerebral dan sebagainya

BAB III
KASUS
3.1 Data Pasien

Nama Pasien Ny. H


Tanggal Lahir 12 Juni 1986
No. RM 294771
Jenis kelamin Perempuan
Berat badan 89 kg
Tinggi badan 158
IMT 35,6 (obesitas)
Agama Islam
Tanggal masuk rumah sakit 3 Februari 2021
Riwayat penyakit Hipertensi
Riwayat alergi -
Diagnosa Ca. Mamma
Metode pembayaran BPJS Mandiri

3.2 Metode SOAP


3.2.1 Data Klinis Pasien
Pasien telah menjalani pemeriksaan klinnis setiap hari selama
di rawat di rumah sakit. Pemeriksaan dilakukan mulai dari tanggal 2
Maret sampei dengan yanggal 7 Maret 2020. Data klinis pasien
dapat dilihat pada tabel 3.2.1
Tabel 3.2.1 Data Klinis Pasien

Nilai Keterangan (2021)


Indikator
Normal 2/Mar 3/Mar 4/Mar 5/Mar 6/ Mar 7/ Mar
Tekanan 120/80
110/80 120/78 99/80 126/75 100/80 110/77
Darah mmHg
Nadi (HR) 60-100
80x 98x 96x 96x 88x 88x
x/menit
Suhu 36-37C 36,9oC 36C 36,2C 36,3C 37C 36,4C

Berikut adalah tabel data klinis pasien:

Nilai Keterangan (2021)


Indikator
Normal
2/Mar 3/Mar 4/Mar 5/Mar 6/ Mar 7/ Mar
Respirasi 16-20 x/
18x 20x 20 x 20 x 20 x 24 x
(RR) menit
Demam -
- - - - - -
-
Nyeri - + + + +↓ +↓
-
Sesak - - - - - -
-
Muntah - - - + - -

3.2.2 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah rutin dan
kimia darah yang dilaksanakan sebanyak 3 kali selama pasien di
rawat di rumah sakit. Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada
tanggal 4,6 dan 7 Maret 2021. Hasil pemeriksaan laboratorium
pasien dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2.2 Data Pemeriksaan Laboratorium

Jenis
Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
Normal
Darah Rutin
WBC 4.0 – 10.0 7.68 10ˆ3/ uL
LYM 0.6 – 3.5 3.08 10ˆ3/ uL
MON 0.1 – 0.9 0.28 10ˆ3/ uL
GRA 1.3 – 6.7 4.32 10ˆ3/ uL
*LYM 20.0 – 40.0 40.0 %
*MON 2.0 – 8.0 3.6 %
*GRA 50 – 70 56.3 %
RBC 3.50 – 5.50 3.79 10ˆ6/ uL
HGB 11.0 – 17.9 9.5 g/dL
HCT 40 – 50 29.0 %
MCV 80.0 – 96.0 76.6 fL
MCH 23.2 – 38.7 25.1 Pg
MCHC 32 – 37 32.8 g/dL
RDW-SD 37.0 – 54.0 39.0 fL
RDW-CV 10.0 – 18.0 12.5 %
PLT 150 – 400 302 10ˆ3/ uL
PCT 0.15 – 0.50 0.277 %
MPV 6.5 – 11.0 9.2 fL
PDW 10.0 – 18.0 16.0 fL
P-LCR 13.0 – 43.0 21.5 %
Cetting Time
(CT) <10 5 menit Menit
Beting Time
(BT) <5 2 m/detik Menit
Anti Non Non
HIV(Rapid) Reaktif Reaktif
SARS-CoV1-
2 Negatif Negatif -
Glukosa
Darah
Sewaktu <200 102 Mg/dL

3.2.3 Profil Pengobatan


Setelah dirawat di rumah sakit RSUD Labuang Baji Ny. H
memeperoleh sejumlah pengobatan sebagaimana tercantum pada
tabel berikut:
Tabel 3.2.3 Data Profil Pengobatan

Aturan Keterangan (2021)


Nama Obat Dosis
Pakai 2/3 3/3 4/3 5/3 6/ 3 7/ 3
RL @500 ml @8 jam -     -
Ceftriaxone inj 1 gr @12 jam -     
Ranitidine inj 50 mg @12 jam -   -  -
Dextofen inj 25 mg @8 jam -   -  -
Omeprazole inj 40 mg @12 jam - - -  - -
Ondansetron inj 40 mg @24 jam - - -  - -

3.2.4 Analisis Rasionalisme Pengobatan


Berdasarkan data pengobatan Tn. H selama di raawat di Rsud
Labuang Baji Makassar di dapatkan hasil anailisis kerasionalan
seperti pada tabel 3.2.4

Tabel 3.2.4 Data Rasionalisme Pengobatan


Atura
Cara Lama
NO Nama Obat Indikasi Obat Dosis n Penderita
penggunaan pemberian
pakai
1 RL R R R R R R R
2 Ceftriaxone inj R R R R R R R
3 Ranitidine inj R R R R R R R
4 Dextofen inj R R R R R R R
5 Omeprazole inj R R R R R R R
6 Ondansetron inj R R R R R R R
7 Cefadroxil cap R R R R R R R
8 Asam Mefenamat R R R R R R R
9 Onoiwa R R R R R R R
Ket : R : Rasional , IR : Irasional
3.2.5 Assesment dan plan
Berdasarkan hasil analisis rasionlitas pengobatan, maka dapat
dilakukan assesment dan plan yang dapat dilihat pada tabel III.2.5
Tabel 3.2.5 Data Assesment dan Plan Pengobatan

Problem
Terapi DRPs Plan Monitoring
medik
Analgesik Dextrofen Pada tanggal 5 Dextrofen Tingkat nyeri
gejala nyeri seharusnya masi
masi ada tetapi di lanjutkan
tidak diberi
terapi

3.2.6 Resep Obat Pulang


Tabel 3.2.6 Data Assesment dan Plan Pengobatan

NAMA OBAT DOSIS CARA PEMAKAIAN


Cefadroxil cap 500 mg 2x1
Asam Mefenamat 500 mg 2x1
Onoiwa 500 mg 2x1

3.2.7 Pembahasan
Pasien bernama Ny. H umur 34 tahun dengan berat badan 89
kg dan dengan tinggi badan 158 cm dengan nomor rekamedik
294xxx. Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 2 maret 2021.
Pasien datang kerumah sakit dengan keluahan utama benjolan pada
payudara kiri.
Kanker payudara atau ca.mammae merupakan keganasan
pada jaringan payudara yang dapat berasal dari epitel duktus maupun
lobulusnya.Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker
terbanyak di Indonesia. Kanker payudara adalah sekelompok sel
tidak normal pada payudara yang terus tumbuh berupa ganda. Pada
akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk benjolan di payudara (Smeltzer,
2016).
Terapi pada pasien yaitu terapi operasi bedah operasi MRM,
MRM merupakan prosedur operasi pengangkatan tumor dan seluruh
jaringan payudara serta pengangkatan kelenjar getah bening ketiak
level I – II Manuaba dan Tjakra (2010).
Terapi yang diberikan post operasi bedah yaitu antibiotik,
analgetik golongan NSIAD, cairan elektrolit, antiemetik, antagonis
H2, dan PPI. Pemberian ceftriaxone dinalai sudah tepat karena
diindikasikan untuk pengobatan pencegahan infeksi setelah operasi.
Ceftriaxone berbentuk injeksi dengan kekuatan sediaan 1 g/vial.
Dosis lazim untuk dewasa = 1-2 g setiap 12 jam (Mc Evoy, 2011).
Dosis pemberian pada pasien 1 g/12 jam. Jadi dosis yang diberikan
sudah tepat.
Terapi analgetik yang diberikan yaitu dextrofen inj
golongan NSIAD yang merupakan golongan non opiat yang
umumnya digunakan sebagai obat penangkal nyeri. Cara kerjanya
dengan menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin karena
hambatan pada enzim COX. Hambatan pada enzim COX-2
menimbulkan efek anti inflamasi. Efek hambatan sintesis
prostaglandin berperan sebagai penangkal nyeri karena menghambat
terjadinya hipersensitivitas nosiseptor pada jaringan trauma. Efek
samping NSAID terutama karena efek anti COX-1 yang
menyebabkan terjadinya gangguan fungsi ginjal, gangguan
pembekuan darah (trombosit), dan meningkatnya risiko terjadinya
ulkus lambung (Rehatta, etal, 2000).
Pemberian ringer laktat pada Ny. H sudah tepat obat karena
kondisi pasien yang lemah. Cairan infus tersebut mengandung
elektrolit yang merupakan bahan utama untuk menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit, sudah tepat obat. Namun dalam
hal ini, pemberian Ringer laktat sebaiknya tetap dimonitoring untuk
mencegah kenaikan kadar glukosa akibat dari proses
glukoneogenesis dari laktat yang terkandung dalam ringer laktat.
Pemberian elektrolit harus memperhatikan kadar elektrolit dalam
tubuh (Jessen,T.1993). Selain meningkatkan glukosa, ringer laktat
yang mengandung laktat dapat menyebabkan asidosis laktat. Pada
pemberian nutrisi ginjal pada stadium 4 keatas, harus
memprtimbangkan, asupan energi, elektrolit, dan cairan. Pada
penderia stadium tinggi, besar kemungkinan terjadinya asidosis
elektrolit. Disebabkan karena penurunan dari kadar ion bikarbonat,
ion bikarbonat menurun seiring dengan penurunan laju filtrasi
glomerolus (GFr).
Ranitidin adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang
menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan
mengurangi sekresi asam lambung (Dewoto, 2007). Kondisi pasien
dalam keadaan sedikit mendapat asupan makanan, maka untuk
mencegah adanya jumlah asam lambung yang berlebih, dokter
memberikan Ranitidin sebagai pencegahan.Dengan demikian
pemberian Ranitidin sudah tepat. Ranitidin berbentuk injeksi dengan
kekuatan sediaan 50 mg/ampul. Dosis lazim untuk dewasa 50 mg
setiap 6-8 jam.Lama pemberian 2 minggu dengan interval setiap 6-8
jam (Mc Evoy, 2011). Dosis pemberian pada pasien 100 mg/24 jam
atau 50 mg/12 jam. Jadi dosis yang diberikan sudah tidak tepat.
Pemilihan rute pemberian antiemetik sudah tepat, yaitu
melalui intravena pada pasien yang mengalami mual muntah.
Melalui rute ini, obat dapat lebih cepat bekerja karena langsung
masuk ke aliran darah. Secara per oral dapat dilakukan pada pasien
yang tidak mengalami mual muntah berat dan mampu menelan obat.
Ondansetron adalah antiemetic gologan antagonis reseptor 5-HT 3
yang paling selektif. Antagonis reseptor 5-HT3 merupakan standart
terapi pada penatalaksanaan mual dan muntah akibat kemoterapi,
radiasi dan pasca operasi. Antiemetika golongan antagonis reseptor
5-HT3 bekerja dengan menghambat reseptor presinaptik serotonin
pada sensor saraf vagus pada serabut dinding usus
(DiPiro dan Thomas, 2005).
Pemberian Onoiwa diberikan pada pasien dimana dimaksud
untuk mempercepat penyembuan luka pasca opersi. onoiwa adalah
obat herbal yang mengandung ekstrak ikan gabus (Channa Striata).
yang memiliki kandungan senyawa albumin yang berguna untuk
membantu menjaga kesehatan tubuh. Selain itu, Onoiwa atau ekstrak
ikan gabus juga terdapat protein, vitamin, asam-asam amino (glisin),
mineral seng (Zn),dan asam-asam lemak tak jenuh seperti omega-3,
omega-6 dan omega-9 yang berguna untuk membantu mempercepat
penyembuhan luka dan pasca operasi (Tungadi, 2019).

Anda mungkin juga menyukai