Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah
maju. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia
dan influenza. Insidensi pneumonia di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per
tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa
di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.Hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran
napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia.1,2
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem pernapasan
dimana alveoli(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung
jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan
penimbunan cairan.Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab,meliputi
infeksi karena bakteri,virus,jamur atau parasit. Pneumonia merupakan penyakit
yang umumnya terjadi pada semua kelompok umur, dan menunjukan penyebab
kematian pada orang tua dan orang dengan penyakit kronik.1,2,3
Pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia) adalah
pneumonia yang terjadi akibat infeksi diluar rumah sakit , sedangkan pneumonia
nosokomial adalah pneumonia yang terjadi >48 jam atau lebih setelah dirawat di
rumah sakit, baik di ruang rawat umum ataupun di ICU tetapi tidak sedang
menggunakan ventilator. Pneumonia berhubungan dengan penggunaan ventilator
(ventilator-acquired pneumonia/VAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah 48-
72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal. Pneumonia yang didapat di pusat
perawatan kesehatan (healthcare-associated pneumonia) adalah pasien
yangdirawat oleh perawatan akut di rumah sakit selama 2 hari atau lebih dalam
waktu 90 hari dari proses infeksi.3,4

1
Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur, walaupun manifestasi klinik
terparah muncul pada anak, orang tua dan penderita penyakit kronis.1

1.2 TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan informasi mengenai tentang


Fisiologi Saluran Pernafasan, Definisi, Epidemiologi, Etiologi dan Faktor Resiko,
patogenesis, Gejala Klinis, Diagnosa Banding, Penegakan Diagnosa,
Penatalaksanaan, Komplikasi dari Pneumonia.

1.3 MANFAAT PENULISAN

1. Melalui tulisan ini penulis mendapat pengetahuan dan bahan pembelajaran


tentang Pneumonia.
2. Sebagai salah satu syarat dalam kegiatan kepaniteraan klinik dibagian Ilmu
Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum HKBP Balige.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. FISIOLOGI SALURAN PERNAFASAN

Fungsi utama respirasi (pernapasan) adalah memperoleh O2 untuk


digunakan oleh sel tubuh dan untuk mengeluarkan CO2 yang diproduksi oleh sel.
Respirasi mencakup dua proses yang terpisah tetapi berkaitan: respirasi internal dan
respirasi eksternal. Istilah respirasi internal atau respirasi sel merujuk kepada
proses-proses metabolik intrasel yang dilakukandi dalam mitokondria, yang
menggunakan O2dan menghasilkan CO2 selagi mengambil energi dari molekul
nurrien, Istilah respirasi eksternal merujuk kepada seluruh rangkaian kejadian
dalam pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Sistem
respirasi mencakup saluran napas yang menuju paru, paru itu sendiri, dan
struktur,struktur thoraks (dada) yang berperan menyebabkan aliran udara masuk
dan keluar paru melalui saluran napas. Saluran napas adalah tabung atau pipa yang
mengangkut udara antara atmosfer dan kantung udara (alveolus), alveolus
merupakan satu-sarunya tempat pertukaran gas anrara udara dan darah. Saluran
napas berawal dari saluran nasal (hidung). Saluran hidung membuka ke dalam
faring (tenggorokan), yang berfungsi sebagai saluran bersama untuk sistem
pernapasan dan pencernaan. Terdapat dua saluran yang berasal dari faring trakea,
yang dilalui oleh udara untuk menuju paru, dan esofagus, yang dilalui oleh makanan
untuk menuju lambung. Udara dalam keadaan normal masuk ke faring melalui
hidung, tetapi udara juga dapat masuk melalui mulut ketika saluran hidung
tersumbat; yaitu, anda dapat bernapas melalui mulut ketika anda pilek. Karena
faring berfungsi sebagai saluran bersama untuk udara dan makanan maka sewaktu
menelan terjadi mekanisme refleks yang menutup trakea agar makanan masuk ke
esofagus dan bukan ke saluran napas. Esofagus selalu tertutup kecuali ketika
menelan untuk mencegah udara masuk ke lambung sewaktu bernapas.1,5

3
Tonjolan anterior laring membentuk jakun ("Adams apple"). Pita suara,
dua pita jaringan elastik yang melintang di pintu masuk laring, dapat diregangkan
dan diposisikan dalam berbagai bentuk oleh otot laring. Sewaktu udara dilewatkan
melalui pita suara yang kencang, lipatan tersebut bergetar untuk menghasilkan
berbagai suara bicara. Bibir, lidah, dan palatum mole memodifikasi suara menjadi
pola suara yang dapat dikenali. Sewaktu menelan, pita suara melaksanakan fungsi
yang tidak berkaitan dengan bicara; keduanya saling mendekat untuk menutup
pintu masuk ke trakea.1,5
Di belakang laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus
kanan dan kiri, yang masing-masing masuk ke paru kanan dan kiri. Di dalam
masing-masing paru,bronkus terus bercabang-cabang menjadi saluran napas yang
semakin sempit, pendek, dan banyak, seperti percabangan sebuah pohon. Cabang-
cabang yang lebih kecil dikenal sebagai bronkiolus. Di ujung bronkiolus terminal
berkelompok alveolus, kantung-kantung udara halus tempat pertukaran gas antara
udara dan darah Agar aliran udara dapat masuk dan keluar bagian paru tempat
pertukaran berlangsung, kontinum saluran napas penghantar dari pintu masuk
melalui bronkiolus terminal hingga alveolus harus tetap terbuka. Tiakea dan
bronkus besar adalah tabung yang cukup kaku tak berotot yang dikelilingi oleh
serangkaian cincin tulang rawan yang mencegah saluran ini menyempit. Bronkiolus
yang lebih kecil tidak memiliki tulang rawan untuk menjaganya terap terbuka.
Dinding saluran ini mengandung otor polos yang disarafi oleh sistem saraf otonom
dan peka terhadap hormon dan bahan kimia lokal tertentu. Faktor-faktor ini
mengatur jumlah udara yang mengalir dari atmosfer ke setiap kelompokn alveolus,
dengan mengubah derajat kontraksi otot polos bronkiolus sehingga mengubah
kaliber saluran napas terminal.1,5

4
Alveolus adaiah kelompok-kelompok kantung mirip anggur yang
berdinding tipis dan dapat mengembang di ujung cabang saluran napas penghantar.
Dinding alveolus terdiri dari satu lapisan sel alveolus tipe I yang gepeng. Dinding
anyaman padat kapiler paru yang mengelilingi setiap alveolus juga memiliki
ketebalan hanya satu sel. Ruang interstisium antara sebuah alveolus dan anyaman
kapiler di sekitarnya membentuk sawar yang sangat tipis, dengan ketebalan hanya
0,5 cm yang memisahkan udara di alveolus dari darah di kapiler paru. (Satu lembar
kertas memiliki ketebalan 50 kali daripada sawar darah-udara ini). Tipisnya sawar
ini mempermudah pertukaran gas. Selain itu, perremuan udara alveolus dengan
darah memiliki luas yang sangar besar bagi pertukaran gas. Paru mengandung
sekitar 300 juta alveolus, masing-masing bergaris tengah 300 pm. Sedemikian
padatnya anyaman kapiler paru sehingga setiap alveolus dikelilingi oleh lembaran
darah yang hampir kontinyu. Selain berisi sel alveolus tipe I yang tipis, epitel
alveolus juga mengandung sel alveolus tipe II. Sel sel ini mengeluarkan surfaktan
paru, satu kompleks fosfolipoprotein yang mempermudah ekspansi paru (dijelaskan
kemudian). Selain itu, terdapat makrofag alveolus yang berjaga-jaga di dalam
iumen kantung udara ini. Terdapat dua buah paru, masing-masing dibagi menjadi
beberapa lobus dan masing-masing mendapat satu bronkus. Jaringan paru itu
sendiri terdiri dari serangkaian saluran napas yang sangat bercabang-cabang,
alveolus, pembuluh darah paru, dan sejumlah besar jaringan ikat elastik. Satu-

5
satunya otot di dalam paru adalah otot polos di dinding arteriol dan dinding
bronkiolus, di mana keduanya berada di bawah kontrol. Tidak terdapat otot di dalam
dinding alveolus untuk mengembangkan atau mengempiskan alveolus selama
proses bernapas. Perubahan volume paru (dan perubahan volume alveolus yang
menyertainya) ditimbulkan oleh perubahan dalam dimensi rongga toraks.1,5
Paru menempati sebagian besar volume rongga thoraks (dada), dan struktur-
struktur lain di dada adalah jantung dan pembuluh-pembuluh terkaitnya, esofagus,
timus, dan beberapa saraf. Dinding dada (toraks) luar dibentuk oleh 12 pasang iga
melengkung, yang berhubungan dengan sternum (tulang dada) di anterior dan
vertebra thorakalis (tulang punggung) di posterior. Sangkar iga merupakan tulang
protektif bagi paru dan jantung. Diafragma, yang membentuk lantai rongga thoraks,
adalah suatu lembaran otot rangka yang lebar, berbentuk kubah, dan memisahkan
secara total rongga thoraks dari rongga abdomen. Otot ini ditembus hanya oleh
esofagus dan pembuluh darah yang melintasi rongga thoraks dan abdomen. Di
leher, otot dan jaringan ikat menutup rongga thoraks. Satu-satunya komunikasi
antara thoraks dal atmosfer adalah melalui saluran napas ke dalam alveolus. Seperti
paru, dinding dada mengandung banyak jaringan ikat elastik.1,5

6
2.2 DEFINISI

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang


disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan
peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,
aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis. Pneumonia
merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem pernapasan dimana alveoli
(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab untuk
menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan penimbunan cairan.
Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab, meliputi infeksi karena bakteri,
virus, jamur atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau
kerusakan fisik dari paru-paru, atau secara tak langsung dari penyakit lain seperti
kanker paru atau penggunaan alkohol.1,3,6

2.3 EPIDEMIOLOGI

Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di
rawat dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi paling tinggi
pada pasien yang sangat muda dan usia lanjut. Mortalitas: 5-12% pada pasien yang
dirawat di rumah sakit; 25-50% pada pasien ICU. Di United States, insidensi untuk
penyakit ini mencapai 12 kasus tiap 1.000 orang dewasa. Kematian untuk pasien
rawat jalan kurang dari 1%, tetapi kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit
cukup tinggi yaitu sekitar 14%. Di negara berkembang sekitar 10-20% pasien yang
memerlukan perawatan di rumah sakit dan angka kematian diantara pasien tersebut
lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40%. Di Indonesia sendiri, insidensi penyakit ini
cukup tinggi sekitar 5-35% dengan kematian mencapai 20-50%. Faktor-faktor
risiko yang berhubungan dengan peningkatan risiko pneumonia antara lain usia >
65 tahun; dan usia < 5 tahun, penyakit kronik (misalnya ginjal, dan paru), diabetes
mellitus, imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV), ketergantungan alkohol,
aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus yang baru terjadi (misalnya influenza),
malnutrisi, ventilasi mekanik, pascaoperasi, lingkungan, pekerjaan, pendingin
ruangan.1,2,3

7
2.4 ETIOLOGI

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu


bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang
diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif,
sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif
sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-
akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
Gram negatif.1,2

8
2.5 PATOGENESIS

Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.


Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang
biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada
kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :1,3,7
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria
atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5-2,0 mm melalui udara dapat
mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug
abuse). Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas
sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian
tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama.1,2,8

Virus
Virus menyerang dan merusak sel untuk berkembang biak. Biasanya virus
masuk kedalam paru-paru bersamaan droplet udara yang terhirup melalui mulut dan
hidung.setelah masuk virus menyerang jalan nafas dan alveoli. Invasi ini sering
menunjukan kematian sel, sebagian virus langsung mematikan sel atau melalui
suatu tipe penghancur sel yang disebut apoptosis. Ketika sistem imun merespon

9
terhadap infeksi virus, dapat terjadi kerusakan paru. Sel darah putih, sebagian besar
limfosit, akan mengaktivasi sejenis sitokin yang membuat cairan masuk ke dalam
alveoli. Kumpulan dari sel yang rusak dan cairan dalam alveoli mempengaruhi
pengangkutan oksigen ke dalam aliran darah. Sebagai tambahan dari proses
kerusakan paru, banyak virus merusak organ lain dan kemudian menyebabkan
fungsi organ lain terganggu. Virus juga dapat membuat tubuh rentan terhadap
infeksi bakteri, untuk alasan ini, pneumonia karena bakteri sering merupakan
komplikasi dari pneumonia yang disebabkan oleh virus. Pneumonia virus biasanya
disebabkan oleh virus seperti vitus influensa, virus syccytial respiratory (RSV),
adenovirus dan metapneumovirus. Orang dengan masalah pada sistem imun juga
berresiko terhadap pneumonia yang disebabkan oleh cytomegalovirus (CMV). 1,2,8

Bakteri
Bakteri secara khusus memasuki paru-paru ketika droplet yang berada di
udara dihirup, tetapi mereka juga dapat mencapai paru-paru melalui aliran darah
ketika ada infeksi pada bagian lain dari tubuh. Banyak bakteri hidup pada bagian
atas dari saluran pernapasan atas seperti hidung, mulut dan sinus dan dapat dengan
mudah dihirup menuju alveoli. Setelah memasuki alveoli, bakteri mungkin
menginvasi ruangan diantara sel dan diantara alveoli melalui rongga penghubung.
Invasi ini memacu sistem imun untuk mengirim neutrophil yang adalah tipe dari
pertahanan sel darah putih, menuju paru. Neutrophil menelan dan membunuh
organisme yang berlawanan dan mereka juga melepaskan cytokin, menyebabkan
aktivasi umum dari sistem imun. Hal ini menyebabkan demam, menggigil dan mual
umumnya pada pneumoni yang disebabkan bakteri dan jamur. Neutrophil, bakteri
dan cairan dari sekeliling pembuluh darah mengisi alveoli dan mengganggu
transportasi oksigen. Bakteri sering berjalan dari paru yang terinfeksi menuju aliran
darah menyebabkan penyakit yang serius atau bahkan fatal seperti septik syok
dengan tekanan darah rendah dan kerusakan pada bagian-bagian tubuh seperti otak,
ginjal dan jantung. Bakteri juga dapat berjalan menuju area antara paru-paru dan
dinding dada (cavitas pleura) menyebabkan komplikasi yang dinamakan empyema.
Penyebab paling umum dari pneumoni yang disebabkan bakteri adalah

10
Streptococcus pneumoniae, bakteri gram negatif dan bakteri atipikal. Penggunaan
istilah Gram positif dan Gram negatif merujuk pada warna bakteri (ungu atau
merah) ketika diwarnai menggunakan proses yang dinamakan pewarnaan Gram.
Istilah atipikal digunakan karena bakteri atipikal umumnya mempengaruhi orang
yang lebih sehat, menyebabkan pneumoni yang kurang hebat dan berespon pada
antibiotik yang berbeda dari bakteri yang lain. Tipe dari bakteri gram positif yang
menyebabkan pneumonia pada hidung atau mulut dari banyak orang sehat.
Streptococcus pneumoniae, sering disebutpneumococcus adalah bakteri
penyebab paling umum dari pneumoni pada segala usia kecuali pada neonatus.
Gram positif penting lain penyebab dari pneumonia adalah Staphylococcus aureus.
Bakteri Gram negatif penyebab pneumonia lebih jarang daripada bakteri gram
negatif. Beberapa dari bakteri gram negatif yang menyebabkan pneumoni termasuk
Haemophilus influenzae, Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa dan Moraxella catarrhalis. Bakteri ini sering hidup pada perut atau
intestinal dan mungkin memasuki paru-paru jika muntahan terhirup. Bakteri
atipikal yang menyebabkan pneumonia termasuk Chlamydophila pneumoniae,
Mycoplasma pneumoniae dan Legionella pneumophila. 1,2,8

Jamur
Pneumonia yang disebabkan jamur tidak umum, tetapi hal ini mungkin
terjadi pada individu dengan masalah sistem imun yang disebabkan AIDS, obat-
obatan imunosupresif atau masalah kesehatan lain. Patofisiologi dari pneumonia
yang disebabkan oleh jamur mirip dengan pneumonia yang disebabkan bakteri.
Pneumonia yang disebabkan jamur paling sering disebabkan oleh Histoplasma
capsulatum, Cryptococcus neoformans, Pneumocystis jiroveci dan Coccidioides
immitis. Histoplasmosis paling sering ditemukan pada lembah sungai Missisipi dan
Coccidiomycosis paling sering ditemukan pada Amerika Serikat bagian barat
daya.1,2,8

11
Parasit
Beberapa varietas dari parasit dapat mempengaruhi paru-paru. Parasit ini
secara khas memasuki tubuh melalui kulit atau dengan ditelan. Setelah memasuki
tubuh, mereka berjalan menuju paru-paru, biasanya melalui darah. Terdapat seperti
pada pneumonia tipe lain, kombinasi dari destruksi seluler dan respon imun yang
menyebabkan ganguan transportasi oksigen. Salah satu tipe dari sel darah putih,
eosinofil berespon dengan dahsyat terhadap infeksi parasit. Eosinofil pada paru-
paru dapat menyebabkan pneumonia eosinofilik yang menyebabkan komplikasi
yang mendasari pneumonia yang disebabkan parasit. Parasit paling umum yang
dapat menyebabkan pneumonia adalah Toxoplasma gondii, Strongioides
stercoralis dan Ascariasis. 1,2,8

2.6 GEJALA KLINIS

Orang dengan pneumonia sering kali disertai batuk berdahak, sputum


kehijauan atau kuning, demam tinggi yang disertai dengan menggigil. Disertai
nafas yang pendek, nyeri dada seperti pada pleuritis, nyeri tajam atau seperti
ditusuk. Salah satu nyeri atau kesulitan selama bernafas dalam atau batuk. Orang
dengan pneumonia, batuk dapat disertai dengan adanya darah, sakit kepala atau
mengeluarkan banyak keringat dan kulit lembab. Gejala lain berupa hilang nafsu
makan, kelelahan, kulit menjadi pucat, mual, muntah, nyeri sendi atau otot. Tidak
jarang bentuk penyebab pneumonia mempunyai variasi gejala yang lain. Misalnya
pneumonia yang disebabkan oleh Legionella dapat menyebabkan nyeri perut dan
diare, pneumonia karena tuberkulosis atau Pneumocystis hanya menyebabkan
penurunan berat badan dan berkeringat pada malam hari. Pada orang tua
manifestasi dari pneumonia mungkin tidak khas.1,2,6

12
2.7 KLASIFIKASI

a. Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia,


CAP): pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di
luar lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT yang terjadi dalam 48 jam setelah
dirawat di rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit
selama > 14 hari.3,4
b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia yang
terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. Jenis ini didapat
selama penderita dirawat di rumah sakit (Farmacia, 2006). Hampir 1% dari
penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan pneumonia selama dalam
perawatannya. Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU,
lebih dari 60% akan menderita pneumonia.3,4

13
c. Pneumonia aspirasi/anaerob: infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain
setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa
didapat pada pasien dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengan
gangguan refleks menelan.3,4
d. Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya
steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan
mikobakteri, selain organisme bakteria lain. 3,4
e. Pneumonia rekuren: disebabkan organisme aerob dan aneorob yang terjadi pada
fibrosis kistik dan bronkietaksis. 3,4

2.8 PENEGAKAN DIAGNOSA

1. Gambaran klinis
Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu
tubuh meningkat dapat melebihi 40C, batuk dengan dahak mukoid atau
purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada. Keluhan
utama yang sering terjadi pada pasien pneumonia adalah sesak napas,
peningkatan suhu tubuh, dan batuk. Pada pasien dengan pneumonia,
keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah
meminum obat batuk yang biasanya tersedia di pasaran. Pada awalnya
keluhan batuk yang tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang
menjadi batuk produktif dengan mucus purulen kekuning-kuningan,
kehijau-hijauan, dan seringkali berbau busuk. Pasien biasanya mengeluh
mengalami demam tinggi dan menggigil. Adanya keluhan nyeri dada, sesak
napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas, dan kepala nyeri.1,3,6,7
Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru.
Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas,
pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin

14
disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi. 1,3,6,7
2. Pemeriksaan penunjang
Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat
sampai konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas
menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering
disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa
sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia
sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang
terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
1,3,6,7

Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul,
dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan
pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif
pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan
hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik. kondisi seperti tabel dibawah ini, perlu dilakukan perawatan di
rumah sakit. 1,3,6,7

15
2.9 PENATALAKSANAAN

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian


antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme
dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :1,2,9
1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa.
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
Untuk mengetahui kepekaan mikroba terhadap antibiotika secara pasti perlu
dilakukan pembiakan kuman penyebab infeksi, yang diikuti dengan uji kepekaan.
Bahan biologik dari hospes untuk pembiakan, diambil sebelum pemberian
antibiotika. Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.

16
Secara umum pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab pneumonia
dapat dilihat sebagai berikut : 1,2,9

17
Golongan Betalaktam
Antibiotika ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok penisilin dan
sefalosporin. 1,2,9
A. Kelompok Penisilin
Penisilin diperoleh dari jamur Penicillium chrysogenum dari berbagai
jenis yang dihasilkannya, perbedaannya hanya pada gugus samping-R saja.
Penisillin bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesis
dnding sel. Efek samping yang terpenting adalah reaksi yang dapat
menimbulkan urtikaria, kadang-kadang reaksi analfilaksis dapat menjadi fatal.

18
1. Benzilpenisilin: penisilin G bersifat bakterisid terhadap kuman Gram-
positif (khususnya cocci) dan hanya beberapa kuman negatif. Penisilin G
tidak tahan-asam, maka hanya digunakan sebagai injeksi i.m atau infus
intravena.
2. Fenoksimetilpenisilin: Penisilin-V; derivate semisintesis ini tahan asam dan
memiliki spektrum kerja yang dapat disamakan dengan pen-G, tetapi
terhadap kuman negatif (antara lain suku Nesseira dan bacilli H. influenzae)
5-10 kali lebih lemah.
3. Ampisilin: penisilin broad spectrum ini tahan asam dan lebih luas spektrum
kerjanya yang meliputi banyak kuman gram-negatif yang hanya peka bagi
penisilin-G dalam dosis intravena tinggi. Kuman-kuman yang memproduksi
penisilinase tetap resisten terhadap ampisilin (dan amoksisilin). Ampisilin
efektif terhadap E. coli, H. influenzae, Salmonella, dan beberapa suku
Proteus.
4. Amoksisilin: derivat hidroksi dengan aktivitas sama seperti ampisilin.
Resorpsinya lebih lengkap (80%) dan pesat dengan kadar darah dua kali
lipat.
5. Coamoksiklav terdiri dari amoksilin dan asam klavulanat (penghambat beta
laktamase). Asam klavulanat sendiri hampir tidak memiliki antibakterial.
6. Penisilin antipseudomonas: obat ini diindikasikan untuk infeksi berat yang
disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa. Selain itu juga aktif terhadap
beberapa kuman gram negatif, termasuk Proteus spp dan Bacteroides
fragilis.
B. Kelompok Sefalosporin
Sefalosporin diperoleh dari jamur Cephalorium acremonium yang
berasal dari Sicilia. Sefalosporin merupakan antibiotika betalaktam dengan
struktur, khasiat, dan sifat yang banyak mirip penisilin, tetapi dengan
keuntungan-keuntungan antara lain spektrum antibakterinya lebih luas tetapi
tidak mencakup enterococci dan kuman-kuman anaerob serta resisten terhadap
penisilinase, tetapi tidak efektif terhadap Staphylococcus yang resisten terhadap
metisilin. Berdasarkan sifat farmakokinetika, sefalosporin dibedakan menjadi

19
dua golongan. Sefaleksim, sefaklor, dan sefadroksil dapat diberikan per oral
karena diabsorpsi melalui saluran cerna. Yang termasuk dalam kelompok
sefalosporin adalah: 1,2,9
1. Sefalosporin generasi pertama: sefalotin, sefazolin, sefradin, sefaleksin, dan
sefadroksil. Terutama aktif terhadap kuman gram positif. Golongan ini
efektif terhaap sebagina besar S. aureus dan streptokokus termasuk Str.
pyogenes, Str. viridans, dan Str. pneumoniae. Bakteri gram positif yang juga
sensitif adalah Clostridium perfringens, dan Corinebacterium diphtheria.
Sefaleksim, sefradin, sefadroksil aktif pada pemberian per oral. Obat ini
diindikasikan untuk infeksi salura kemih yang tidak berespons terhadap obat
lain atau yang terjadi selama kehamilan, infeksi saluran napas, sinusitis,
infeksi kulit dan jaringan lunak.
2. Sefalosporin generasi kedua: Sefaklor, sefamandol, sefmetazol, sefuroksim.
Dibandingkan dengan generasi pertama, sefalosporin generasi kedua kurang
aktif terhadap bakteri gram positif, tetapi lebih aktif terhadap gram negatif,
misalnya H. Influenza, E. Coli, dan Klebsiella. Golongan ini tidak efektif
terhadap kuman anaerob. Sefuroksim dan sefamandol lebih tahan terhadap
penisilinase dibandingkan dengan generasi pertama dan memiliki aktivitas
yang lebih besar terhadap H. Influenzae dan N. Gonorrheae.
3. Sefalosporin generasi ketiga: sefoperazon, sefotaksim, seftriakson,
sefiksim, sefodoksim, sefprozil. Golongan ini umumnya kurang efektif
terhadap kokus gram positif dibandingkan dengan generasi pertama, tapi
jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae termasuk strain penghasil
penisilinase (Elin, 2008). Aktivitasnya terhadap gram negatif lebih kuat dan
lebih luas lagi dan meliputi Pseudomonas dan Bacteroides, khususnya
seftazidim.
4. Sefalosporin generasi keempat: sefepim dana sefpirom. Obat-obat baru ini
sangat resisten terhadap laktamase, sefepim juga aktif sekali terhadap
pseudomonas.
C. Antibiotika Laktam Lainnya

20
1. Imipenem: khasiat bakterisidnya berdasarkan perintangan sintesis dinding-
sel kuman. Spektrum kerjanya luas meliputi, banyak kuman gram-positif
dan negatif termasuk Pseudomonas, Enterococcus, dan Bacteroides, juga
kuman patogen anaerob. Tahan terhadap kebanyakan betalaktamase kuman,
tetapi berdaya menginduksi produksi enzim ini.
2. Meropenem sama dengan imipenem, tetapi lebih tahan terhadap enzim di
ginjal sehingga dapat diberikan tanpa silastin.

Golongan Makrolida
Kelompok antibiotika ini terdiri dari eritromisin dengan derivatnya
klaritromisin, roksitromisin, azitromisin, dan diritromisin. Semua makrolida
diuraikan dalam hati, sebagian oleh sistem enzim oksidatif sitokrom-P450 menjadi
metabolit inaktif. Azitromosin dan klaritromisin merupakan derivat dari
eritromisin. Memiliki sifat farmakokinetik yang jauh lebih baik dibandingkan
eritomisin, antara lain resorpsinya dari usus lebih tinggi karena lebih tahan asam,
begitu pula daya tembus ke jaringan dan intra-seluler. 1,2,9

Golongan Aminoglikosida
Aminoglikosida dihasilkan oleh jenis-jenis fungi Streptomyces dan
Micromonospora. Aminoglikosida bersifat bakterisid berdasarkan dayanya untuk
menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Proses
translasi (RNA dan DNA) diganggu sehingga biosintesis proteinnya dikacaukan.
Spektrum kerjanya luas yaitu aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.
Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah streptomisin, gentamisin, amikasin,
kanamisin, neomisin, dan paramomisin. 1,2,9

21
Golongan Fluorokuinolon
a. Kloramfenikol: berkhasiat bakteriostatik terhadap hampir semua kuman gram-
positif dan sejumlah kuman gram-negatif, juga terhadap Chlamydia
trachomatis dan Mycoplasma.
b. Vankomisin: antibiotika glikopeptida ini dihasilkan oleh Streptpmyces
orientalis. Berkhasiat bakterisid terhadap kuman Gram-positif aerob dan
anaerob termasuk Staphylococcus yang resistensi terhadap metisilin.
c. Doksisiklin: derivat long-acting ini berkhasiat bakteriostastik terhadap kuman
yang resisten terhadap tetrasiklin atau penisilin. 1,2,9
Tabel : Terapi empirik antibiotik awal untuk pneumonia nosokomial atau
pneumonia berhubungan dengan ventilator yang tidak disertai faktor resiko
untuk patogen resisten jamak, onset dini pada semua tingkat berat sakit.
Patogen Potensial Antibiotika yang disarankan
S. pneumoniae Seftriakson
H. influenzae atau
Gram (-) sensitif antibiotik Levofloksasin, moksifloksasin atau
Ciprofloksasin
Escherichia coli atau
K. Pneumoniae Ampisilin/sulbaktam
Enterobacter spp. atau
Serratia marcescens Ertapenem
Catatan : karena S. Pneumoniae yang resisten penisilin semakin sering terjadi
maka Levofloksasin, moksifloksasin atau ciprofloksasin lebih dianjurkan.

22
Evaluasi pengobatan
Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24-72 jam tidak
ada perbaikan, kita harus meninjau kernbali diagnosis, faktor-faktor penderita,
obat-obat yang telah diberikan dan bakteri penyebabnya.

23
2.9 KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

1. Komplikasi
Efusi pleura.
Empiema.
Abses Paru.
Pneumotoraks.
Gagal napas.
Sepsis

24
2. Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita,
bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan
yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita
yang dirawat. Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada
penderita rawat jalan , sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi
20%. Menurut Infectious Disease Society Of America ( IDSA ) angka kematian
pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan
kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas
V 29,2%.1,9

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W, Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata, Marcellus.


2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jilid 3. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
2. Kasper, Fauci, Hauser,Longo, Jameson, 2004. Harrisons Principles of Internal
Medicine, 17 th edition, American Textbook of internal medicine. McGraw-
Hill Professional.
3. Perhimpunan Dokter Paru. 2003. Pneumonia Komuniti Pedomanan Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. h. 1-24. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia.
4. Perhimpunan Dokter Paru. 2003. Pneumonia Nosokomial Pedomanan
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. h. 1-16. Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia.
5. Lauralee, Sherwhood.2011.Fisiologi Manusia. Ed 6. Jakarta: Penerbit buku
EGC.
6. Michael, S Niederman. Lionel A, Mandell, Antonio, Anzueto. Jhon, B Bass.
American thoracic society. Guidelines for management of adults with
community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity,
antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163:
1730-54.
7. Lionel A, Mandell. Richard, G Wunderink. Antonio, Anzueto. Jhon G Bartlett.
Infectious Disease Society Of America/American Thoracic Society Consensus
Guidelines for Management of Adults with Community-Acquired Pneumonia.
2007. 44. CID. Guidelines for CAP in Adults.
8. Yudh, Dev Singh. 2012. Pathophysiology of Community Acquired Pneumonia.
Vol 60. Association of Physicians India.
9. Nawal, Lutfiyya, Eric, Henley, Chang, F Linda. 2006. Diagnosis and Treatment
of Community Acquired Pneumonia. University Of Illinois College Of
Medicine at Rockford.

26
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1


1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................. 1
1.2 TUJUAN PENULISAN ........................................................................... 2
1.3 MANFAAT PENULISAN ....................................................................... 2
BAB II TINJAUANPUSTAKA............................................................................. 3
2.1 FISIOLOGI SALURAN PERNAFASAN ............................................... 3
2.2 DEFINISI ................................................................................................. 7
2.3 EPIDEMIOLOGI ..................................................................................... 7
2.4 ETIOLOGI ............................................................................................... 8
2.5 PATOGENESIS ....................................................................................... 9
2.6 GEJALA KLINIS ................................................................................... 12
2.7 KLASIFIKASI ....................................................................................... 13
2.8 PENEGAK DIAGNOSA ....................................................................... 14
2.9 PENATALAKSANAAN ....................................................................... 16
2.9 KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS ...................................................... 24
BAB III KOLEGIUM PASIEN.............................................................................23
BAB IVError! Bookmark not defined. PEMBAHASAN DAN
DISKUSI..........................................................Error! Bookmark not defined.

27

Anda mungkin juga menyukai

  • LAPORAN KASUS Hemorrhoid
    LAPORAN KASUS Hemorrhoid
    Dokumen29 halaman
    LAPORAN KASUS Hemorrhoid
    Silviana Sari
    25% (4)
  • Mioma Uteri
    Mioma Uteri
    Dokumen16 halaman
    Mioma Uteri
    Nimas Dwiastuti
    100% (2)
  • Trauma Abdomen
    Trauma Abdomen
    Dokumen29 halaman
    Trauma Abdomen
    Christin Iglesia
    Belum ada peringkat
  • Haemaptoe
    Haemaptoe
    Dokumen1 halaman
    Haemaptoe
    Christin Iglesia
    Belum ada peringkat
  • BAB I App 2
    BAB I App 2
    Dokumen32 halaman
    BAB I App 2
    Christin Iglesia
    Belum ada peringkat
  • Refarat Appendicitis
    Refarat Appendicitis
    Dokumen22 halaman
    Refarat Appendicitis
    Christin Iglesia
    Belum ada peringkat
  • BAB 3 (Kusta)
    BAB 3 (Kusta)
    Dokumen11 halaman
    BAB 3 (Kusta)
    Christin Iglesia
    Belum ada peringkat
  • Refarat Appendicitis
    Refarat Appendicitis
    Dokumen22 halaman
    Refarat Appendicitis
    Christin Iglesia
    Belum ada peringkat
  • BAB I Kolestitis
    BAB I Kolestitis
    Dokumen21 halaman
    BAB I Kolestitis
    Christin Iglesia
    Belum ada peringkat
  • Deep Vein Thrombosis
    Deep Vein Thrombosis
    Dokumen14 halaman
    Deep Vein Thrombosis
    Christin Iglesia
    Belum ada peringkat
  • Sleep Walking
    Sleep Walking
    Dokumen2 halaman
    Sleep Walking
    Christin Iglesia
    Belum ada peringkat
  • AKI Anestesi
    AKI Anestesi
    Dokumen10 halaman
    AKI Anestesi
    Christin Iglesia
    Belum ada peringkat
  • Haemaptoe
    Haemaptoe
    Dokumen1 halaman
    Haemaptoe
    Christin Iglesia
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen14 halaman
    Bab 2
    Christin Iglesia
    Belum ada peringkat