DEFINISI
Status epileptikus didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih
rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas
kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar
kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status
epileptikus. Status epileptikus adalah gawat darurat medik yang memerlukan
pendekatan terorganisasi dan terampil agar meminimalkan mortalitas dan morbiditas
yang menyertai (Haslam, 2010).
2. ETIOLOGI
Beberapa penyebab utama SE pada anak adalah infeksi (meningitis dan ensefalitis),
demam, trauma kepala, ketidakpatuhan terhadap obat antiepilepsi, tumor pada
susunan saraf pusat, trauma serebrovaskular, ensefalopati hipoksik-iskemia,
gangguan elektrolit, dan sindrom neurokutaneous. Sekitar 25% penyebab SE
diklasifikasikan sebagai idiopatik. Sebuah penelitian prospektif berbasis populasi di
Amerika serikat telah melakukan stratifikasi penyebab SE pada anak. Urutan
penyebab terbanyak sebagai berikut :
Tabel 1.Etiologi terbanyak status epileptikus pada anak.
Akut
Simptomatis akut (17%-52%)
Influenza
Exantema Subitum
Remote symptomatic/simptomatis berulang (16%-39%)
Cerebral Migrational Disorders (lissencephaly, schizencephaly)
Cerebral Dysgenesis
3. FAKTOR RESIKO
Faktor sensoris: cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan,
air panas
Faktor sistemis: demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu misalnya
golongan fenotiazin, klorpropamid, hipoglikimia, kelelehan fisik
Faktor mental: stress, gangguan emosi
4. PATOFISIOLOGI
Terlampir
5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala berupa :
Suhu anak tinggi
Anak pucat / diam saja
Mata terbelalak ke atas disertai kekakuan dan kelemahan.
Umumnya kejang berlangsung singkat.
Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan
atau kekakuan fokal.
Serangan tonik klonik ( dapat berhenti sendiri )
Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit
Seringkali kejang berhenti sendiri.
(Arif Mansjoer, 2010)
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Anamnesis
Riwayat epilepsi, riwayat menderita tumor, infeksi obat, alkohol, penyakit
serebrovaskular lain, dan gangguan metabolit. Perhatikan lama kejang, sifat
kejang (fokal, umum, tonik/klonik), tingkat kesadaran diantara kejang, riwayat
kejang sebelumnya, riwayat kejang dalam keluarga, demam, riwayat
persalinan, tumbuh kembang, dan penyakit yang sedang diderita.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan neurologi lengkap meliputi tingkat kesadaran penglihatan dan
pendengaran refleks fisiologis dan patologi, lateralisasi, papil edema akibat
peningkatan intrakranial akibat tumor, perdarahan, dll. Sistem motorik yaitu
parestesia, hipestesia, anestesia.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yaitu darah, elektrolit, glukosa, fungsi ginjal
dengan urin analisis dan kultur, jika ada dugaan infeksi, maka dilakukan
kultur darah dan
Imaging yaitu CT Scan dan MRI untuk mengevaluasi lesi struktural di
otak
EEG untuk mengetahui aktivitas listrik otak dan dilakukan secepat
mungkin jika pasien mengalami gangguan mental
Pungsi lumbar, dapat kita lakukan jika ada dugaan infeksi CNS atau
perdarahan subarachnoid.
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Status epileptikus merupakan salah satu kondisi neurologis yang membutuhkan
anamnesa yang akurat, pemeriksaan fisik, prosedur diagnostik, dan penanganan
segera. Mungkin dan harus dirawat pada ruang intensif (ICU). Protokol
penatalaksanaan status epileptikus pada makalah ini diambil berdasarkan konsensus
Epilepsy Foundation of America (EFA). Lini pertama dalam penanganan status
epileptikus menggunakan Benzodiazepin. Benzodiazepin yang paling sering
digunakan adalah Diazepam (Valium), Lorazepam (Ativan), dan Midazolam (Versed).
Ketiga obat ini bekerja dengan peningkatan inhibisi dari g-aminobutyric acid (GABA)
oleh ikatan pada Benzodiazepin-GABA dan kompleks Reseptor-Barbiturat.
Berdasarkan penelitian Randomized Controlled Trials (RCT) pada 570 pasien yang
mengalami status epileptikus yang dibagi berdasarkan empat kelompok (pada tabel di
bawah), dimana Lorazepam 0,1 mg/kg merupakan obat terbanyak yang berhasil
menghentikan kejang sebanyak 65 persen.
1. Lorazepam 0,1 65 %
2. Phenobarbitone 15 59 %
3. Diazepam + Fenitoin 0.15 + 18 56 %
4. Fenitoin 18 44 %
Selanjutnya dilakukan pemasangan infus dengan NaCl 0,9%. Bila direncakanan akan
digunakan 2 macam obat anti epilepsi, dapat dipakai 2 jalur infus. Darah sebanyak 50-
100 cc perlu diambil untuk pemeriksaan laboratorium (AGD, glukosa, fungsi ginjal dan
hati, kalsium, magnesium, pemeriksaan lengkap hematologi, waktu pembekuan dan
kadar AED).
Fenitoin IV 15-20 mg/kg dengan kecepatan <50 mg/menit (tekanan darah dan EKG
perlu dimonitor selama pemberian fenitoin). Jika masih kejang, dapat diberikan
fenitoin tambahan 5-10 mg/kgbb. Bila kejang berlanjut, berikan phenobarbital 20
mg/kgbb dengan kecepatan pemberian 50-75 mg/menit (monitor pernapasan saat
permberian phenobarbital). Pemberian phenobarbital dapat diulang 5-10
mg/kgbb. Pada pemberian phenobarbital, fasilitas intubasi harus tersedia karena
resikonya dalam menimbulkan depresi napas. Selanjutnya, dapat dipertimbangkan
apakah diperlukan pemberian vasopressor (dopamin).
8. PROGNOSIS
Prognosis SE tergantung pada berbagai faktor, termasuk klinis, durasi bangkitan, usia
pasien, dan yang terpenting adalah gangguan yang mendasari terjadinya bangkitan.
Kematian refraktori SE terbanyak pada lanjut usia.
Prognosis status epileptikus adalah tergantung pada penyebab yang mendasari status
epileptikus. Pasien dengan status epileptikus akibat penggunaan antikonvulsan atau
akibat alkohol biasanya prognosisnya lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan
dengan cepat dan dilakukan pencegahan terjadi komplikasi. Pasien dengan meningitis
sebagai etiologi maka prognosis tergantung dari meningitis tersebut.
9. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian
dan diagnosa medis.
2) Keluhan utama: Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan
kesadaran
3) Riwayat penyakit: Klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-
spiritual. Kapan klien mulai serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan,
ada faktor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi yang labil.
Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran,
kejang, cedera otak operasi otak. Apakah klien terbiasa menggunakan obat-
obat penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol. Klien
mengalami gangguan interaksi dengan orang lain / keluarga karena malu
,merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu
waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
a) Riwayat kesehatan
b) Riwayat keluarga dengan kejang
c) Riwayat kejang demam
d) Tumor intrakranial
e) Trauma kepala terbuka, stroke
4) Riwayat kejang :
a) Bagaimana frekwensi kejang.
b) Gambaran kejang seperti apa
c) Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal
d) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan
e) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
f) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
5) Pemeriksaan fisik
a) Kepala dan leher
Sakit kepala, leher terasa kaku
b) Thoraks
Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu napas
c) Ekstermitas
Keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas, perubahan
tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot
d) Eliminasi
Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada post iktal
terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
e) Sistem pencernaan
Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan dengan
aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
peningkatan sekresi mucus
b. Resiko tinggi injuri b.d perubahann kesadaran , kerusakan kognitif,selama kejang
atau kerusakan perlindungan diri.
c. Gangguan harga diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma berkenaan
dengan kondisi, persepsi tidak terkontrol ditandai dengan pengungkapan tentang
perubahan gaya hidup, takut penolakan; perasaan negative tentang tubuh
d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses perjalanan penyakit berhubungan
dengan kurangnya informasi
Rencana Intervensi
Dx Perencanaan
No. Tujuan
Keperawatan Intervensi Rasional
1 Pola napas tidak Mempertahankan
- a. Anjurkan klien untuk a. Menurunkan resiko
efektif pola pernapasan mengosongkan mulut aspirasi atau
berhubungan efektif dengan dari benda / zat tertentu masuknya benda
dengan jalan napas paten / gigi palsu atau alat asing ke faring
kerusakan lainnya jika fase aura b. Meningkatkan aliran
neuromuskuler, terjadi dan untuk (drainase) secret,
peningkatan menghindari rahang mencegah lidah jatuh
sekresi mucus mengatup jika kejang sehingga menyumbat
terjadi tanpa ditandai jalan napas
gejala awal. c. Untuk memfasilitasi
b. Letakkan klien pada usaha bernapas
posisi miring, d. Mencegah
permukaan datar, tergigitnya lidah dan
miringkan kepala memfasilitasi saat
selama serangan melakukan
kejang penghisapan lender.
c. Tanggalkan pakaian Jalan napas buatan
pada daerah leher, mungkin diindikasikan
dada, dan abdomen setelah meredanya
d. Masukkan spatel aktivitas kejang jika
lidah / jalan napas pasien tersebut tidak
buatan atau gulungan sadar dan tidak dapat
benda lunak sesuai mempertahankan
indikasi posisi lidah yang aman
e. Lakukan e. Menurunkan resiko
penghisapan sesuai aspirasi atau asfiksia
indikasi f. Dapat menurunkan
f. Berikan tambahan hipoksia serebral
oksigen / ventilasi sebagai akobat dari
manual sesuai sirkulasi yang menurun
kebutuhan pada fase atau oksigen sekunder
posiktal terhadap spasme
g. Siapkan / bantu vaskuler selama
melakukan intubasi jika serangan kejang
ada indikasi g. Munculnya apneu
yang berkepanjangan
pada fase posiktal
membutuhkan
dukungan ventilator
mekanik
2 Resiko tinggi Mengurangi a. Kaji karakteristik a. Untuk mengetahui
injuri b.d resiko injuri pada kejang seberapa besar
perubahann pasien b. Jauhkan pasien dari tingkatan kejang yang
kesadaran , benda benda tajam / dialami pasien
kerusakan membahayakan bagi sehingga pemberian
kognitif,selama pasien intervensi berjalan
kejang atau c. Masukkan spatel lebih baik
kerusakan lidah / jalan napas b. Benda tajam dapat
perlindungan buatan atau gulungan melukai dan
diri. benda lunak sesuai mencederai fisik
indikasi pasien
d. Kolaborasi dalam c. Dengan meletakkan
pemberian obat anti spatel lidah diantara
kejang rahang atas dan
rahang bawah, maka
resiko pasien
menggigit lidahnya
tidak terjadi dan jalan
nafas pasien menjadi
lebih lancer
d. Obat anti kejang
dapat mengurangi
derajat kejang yang
dialami pasien,
sehingga resiko untuk
cidera pun berkurang
3 Gangguan Mengidentifikasi a. Diskusikan perasaan a. Reaksi yang ada
harga perasaan dan pasien mengenai bervariasi diantara
diri/identitas metode untuk diagnostic, persepsi diri individu dan
pribadi koping dengan terrhadap penanganan pengetahuan /
berhubungan persepsi negative yang dilakukannya. pengalaman awal
dengan stigma pada diri sendiri b. Anjurkan untuk dengan keadaan
berkenaan mengungkapkan / penyakitnya akan
dengan kondisi, mengekspresikan mempengaruhi
persepsi tentang perasaannya penerimaan
tidak terkontrol c. Identifikasi/antisipasi b. Adanya keluhan
ditandai dengan kemungkinan reaksi merasa takut, marah
pengungkapan orang pada keadaan dan sangat
tentang penyakitnya. Anjurkan memperhatikan
perubahan gaya klien untuk tidak tentang implikasinya di
hidup, takut merahasiakan masaa yang akan
penolakan; masalahnya datang dapat
perasaan d. Gali bersama pasien mempengaruhi pasien
negative tentang mengenai keberhasilan untuk menerima
tubuh yang telah diperoleh keadaanya
atau yang akan dicapai c. Memberikan
selanjutnya dan kesempatan untuk
kekuatan yang berespon pada proses
dimilikinya pemecahan masalah
e. Tentukan sikap / dan memberikan
kecakapan orang tindakan control
terdekat. Bantu terhadap situasi yang
menyadari perasaan dihadapi
tersebut adalah normal, d. Memfokuskan pada
sedangkan merasa aspek yang positif
bersalah dan dapat membantu untuk
menyalahkan diri menghilangkan
sendiri tidak ada perasaan dari
gunanya kegagalan atau
f. Tekankan pentingnya kesadaran terhadap
orang terdekat untuk diri sendiri dan
tetap dalam keadaan membentuk pasien
tenang selama kejang mulai menerima
penangan terhadap
penyakitnya
e. Pandangan negative
dari orang terdekat
dapat berpengaruh
terhadap perasaan
kemampuan/ harga diri
klien dan mengurangi
dukungan yang
diterima dari orang
terdekat tersebut yang
mempunyai resiko
membatasi
penanganan yang
optimal
f. Ansietas dari
pemberi asuhan
adalah menjalar dan
bila sampai pada
pasien dapat
meningkatkan persepsi
negative terhadap
keadaan
lingkungan/diri sendiri
4 Kurang pengetahuan a. Kaji tingkat a. pendidikan
pengetahuan keluarga pendidikan keluarga merupakan salah satu
keluarga tentan meningkat, klien. faktor penentu tingkat
proses keluarga pengetahuan
perjalanan mengerti dengan seseorang
penyakit proses penyakit b. Kaji tingkat b. untuk mengetahui
berhubungan epilepsy, pengetahuan keluarga seberapa jauh
dengan keluarga klien klien. informasi yang telah
kurangnya tidak bertanya c. Jelaskan pada mereka
informasi lagi tentang keluarga klien tentang ketahui,sehingga
penyakit, penyakit kejang demam pengetahuan yang
perawatan dan melalui penyuluhan. nantinya akan
kondisi klien. d. Beri kesempatan diberikan dapat sesuai
pada keluarga untuk dengan kebutuhan
menanyakan hal yang keluarga
belum dimengerti. c. untuk meningkatkan
e. Libatkan keluarga pengetahuan
dalam setiap tindakan d. untuk mengetahui
pada klien. seberapa jauh
informasi yang sudah
dipahami
e. agar keluarga dapat
memberikan
penanngan yang tepat
jika suatu-waktu klien
mengalami kejang
berikutnnya.
DAFTAR PUSTAKA
Darto Saharso. 2010. Status Epileptikus. Divisi Neuropediatri Bag./SMF Ilmu Kesehatan
Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya.
Mansjoer, Arif; dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius. Jakarta: FKUI.
Kedaruratan pada anak. UKK Pediatri Gawat Darurat Ikatan Dokter Indonesia. Tata Laksana
Syok Pada Anak. Manado : Juli 2011
Rekomendasi Tata Laksana Syok berdasarkan Ikatan Dokter Anak Indonesia No. 004/Rek/PP
IDAI/III/2014 http://www. idai.com
Saz EU, Karapinar B, Ozcetin M, Polat M, Tosun A. Serdaglu G, et al. Convulsive status
epilepticus in children. Seizure. 2011; 20:115-118
Friedman JN. Emergency management of the paediatric patient with generalized convulsive
status epilepticus. Paediatr Child Health. 2011;11:2.