Anda di halaman 1dari 7

I.

Teori Dasar Percobaan


Asam Urat
Asam urat adalah hasil metabolisme purin dalam tubuh. Zat asam urat
ini biasanya akan dikeluarkan oleh ginjal melalui urine dalam kondisi normal.
Namun dalam kondisi tertentu, ginjal tidak mampu mengeluarkan zat asam urat
secara seimbang, sehingga terjadi kelebihan dalam darah. Kelebihan zat asam
urat ini akhirnya menumpuk dan tertimbun pada persendian-persendian dan
tempat lainnya termasuk di ginjal itu sendiri dalam bentuk kristal-kristal. Asam
urat terutama disintesis dalam hati yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase.
Asam urat diangkut ke ginjal oleh darah untuk filtrasi, direabsorbsi sebagian,
dan diekskresi sebagian sebelum akhirnya diekskresikan melalui urine.
Peningkatan kadar asam urat dalam urine dan serum bergantung pada fungsi
ginjal, kecepatan metabolisme purin, dan asupan diet makanan yang
mengandung purin. (Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 2004)
Sifat kimia asam urat
Asam urat merupakan asam lemah yang terdapat pada plasma ekstraselular
dan cairan synovial atau cairan sendi . Sebagian besar urat terdapat dalam
bentuk monosodium urat pada pH 7.4 dan larut di dalam plasma pada
konsentrasi 6,8 mg/dl, apabila kadar asam urat lebih tinggi, plasma menjadi
jenuh dan dapat mengendap membentuk kristal urat (Harrison, 2000).

Gambar 1: Rumus bangun asam urat : C5 H4 N4 O3 (Ganong, 2008).

Dalam beberapa keadaan, misalnya konsumsi makanan yang


mengandung purin tinggi, atau karena ginjal kurang mampu mengeluarkannya
dalam tubuh, maka kadar asam urat dalam darah akan meningkat. Kadar asam
urat dalam darah adalah laki - laki 3,4-7,7 mg/dL, perempuan 2,5-5,5 mg/dL
dan anak-anak 2,0-2,5 mg/dL.Peningkatan kadar asam urat dalam darah disebut
juga hiperurisemia. Keadaan ini dapat menyebabkan penumpukan kristal asam
urat di persendian dan menimbulkan peradangan di daerah tersebut. Kondisi
menetapnya hiperurisemia menjadi predisposisi (faktor pendukung) seseorang
mengalami radang sendi akibat asam urat (gout arthritis), batu ginjal akibat
asam urat ataupun gangguan ginjal. (Misnadiarly, 2009)

Komplikasi Hiperurisemia
1. Radang sendi akibat asam urat (Arthritis pirai atau gout)
Arthritis pirai atau gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi
karena deposisi kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi. Gout dapat
bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung
pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang
berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu dan
faktor generik. Sedangkan gout sekunder dipengaruhi dari pola hidup
mulain dari konsumsi makanan, minuman yang mengandung alcohol
(Misnadiarly, 2009).

Definisi Artritis Pirai ( Gout ) menurut beberapa ahli:


a. Artritis pirai (Gout) adalah kelompok penyakit heterogen sebagai akibat
deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi
asam urat didalam cairan ekstraselular. (Edward Stefanus, 2010)
b. Gout merupakan kelainan metabolisme purin bawaan yang ditandai dengan
peningkatan kadar asam urat serum dengan akibat penimbunan kristal asam
urat di sendi. (Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 2004)
c. Arthritis pirai atau gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena
deposisi kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi. (Misnadiarly, 2009)
d. Arthritis gout adalah penyakit dimana terjadi penumpukan asam urat dalam
tubuh secara berlebihan. (VitaHealth, 2007)
Faktor resiko arthritis pirai antara lain:
1) Riwayat keluarga atau genetik
2) Asupan senyawa purin berlebih dalam makanan
3) Konsumsi alkohol berlebihan
4) Berat badan berlebihan (obesitas)
5) Hipertensi, penyakit jantung
6) Obat-obatan tertentu (terutama diuretika)
7) Gangguan fungsi ginjal
8) Keracunan kehamilan (preeklampsia). (VitaHealth, 2007)

2. Komplikasi Hiperurisemia pada Ginjal


beragam sehingga mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal (Suwitra, 2009).
Etiologi penyakit ginjal kronik adalah diabetes mellitus, hipertensi,
glomerulonefritis kronik, penyakit ginjal polikistik, nefritis interstisial
tubular, nefropati obstruktif, dan penyakit vascular ginjal (Saputra, 2009).
Gambaran klinik PGK adalah anemia, hipertensi, edema (trias penyakit
ginjal kronik), sindrom uremia dan sesuai penyakit yang mendasari
(Suwitra, 2009).
Asam urat adalah hasil akhir produk metabolisme purin (Victor,
2009). Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat dalam darah
diatas normal yaitu kadar asam urat >7 mg/dl pada laki-laki dan >6 mg/dl
pada perempuan. Hiperurisemia dan gout dibedakan menjadi hiperurisemia
primer, sekunder dan idiopatik. (Putra, 2009).
Artritis gout merupakan sekelompok penyakit yang terjadi akibat
deposit monosodium urat dalam jaringan. Deposit ini berasal dari cairan
ekstra seluler yang sudah mengalami supersaturasi dari hasil akhir
metabolisme purin yaitu asam urat (Nasution & Sumariyono, 2009). Artritis
gout mempunyai 3 stadium yaitu stadium akut, interkritikal, dan kronik
(Hidayat, 2009). Diagnosis artritis gout adalah menggunakan kriteria ACR
(American College of Rheumatology) tahun 1977 (Wortmann, 2009).
Ginjal sebagai tempat pengeluaran sisa-sisa zat metabolisme tubuh
berfungsi untuk menyeimbangkan cairan dalam tubuh dan terhindar dari
zat-zat berbahaya. Proses pengeluaran zat-zat sisa pada ginjal terdiri dari
fase filtrasi oleh glomerulus, fase reabsorbsi melalui tubulus-tubulus dan
terakhir fase ekskresi oleh tubulus kolektivus. Pada penyakit ginjal kronik
terjadi pengurangan massa ginjal dan penurunan fungsi ginjal, dimana hal
tersebut akan menyebabkan gangguan dalam proses fisiologis ginjal
terutama dalam hal ekskresi zat-zat sisa salah satunya asam urat (Silbernagl
& Lang, 2012).
Pengobatan Radang Sendi akibat asam urat (Gouty arthitis)
Pengaturan pola makan dan perubahan gaya hidup termasuk
penurunan berat badan, pembatasan minuman alkohol, makanan tinggi
purin, dan pengawasan hiperlipidemia dan hipertensi dapat menurunkan
kadar serum asam urat walau tanpa terapi obat-obatan.
Obat anti-peradangan non-steroid (NSAIDs)
Digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan pembengkakan selama
gout akut. NSAIDs biasanya mulai berfungsi dalam waktu 24 jam dan
mungkin menyebabkan efek samping seperti rasa tidak enak pada perut,
ruam pada kulit, retensi cairan, atau masalah ginjal, dan tukak lambung.
NSAIDs harus digunakan secara hati-hati pada pasien yang mengalami
penurunan fungsi ginjal atau tukak lambung. Obatobatan terbaru yang
disebut sebagai penghambat COX-2 lebih aman bagi lambung. misalnya,
Naproxen, asam Mefenamic, Indometasin, atau Diclofenac.
Kortikosteroid
Memiliki efek yang cepat dan dapat dikonsumsi dengan diminum
atau disuntikkan secara langsung pada sendi yang meradang untuk
mengurangi rasa sakit dan pembengkakan pada gout akut.
Kolkisin
Mampu meghilangkan rasa sakit seketika saat tanda-tanda awal
serangan akan terjadi. Efek samping yang umum terjadi diantaranya adalah
kram perut atau diare. Kolkisin dalam dosis rendah dapat diminum setiap
hari untuk mencegah serangan berikutnya.
Allopurinol
Mengurangi tingkat asam urat dalam darah dan harus dikonsumsi
setiap hari. Obat ini juga mengecilkan tophi dan mencegah penumpukan
kristal pada persendian dan jaringan lainnya. Efek samping yang umum
terjadi adalah ruam pada kulit dan harus dihentikan jika pasien menderita
ruam atau gatal. Allopurinol biasanya diminum setiap hari selama bertahun-
tahun. Konsumsinya tidak boleh dihentikan pada waktu serangan gout akut.
Obat uricosurik seperti probenecid
Menurunkan tingkat asam urat pada darah dengan meningkatkan
pembuangannya melalui urin, walaupun tidak semanjur allopurinol dan
tidak dapat berfungsi dengan baik pada pasien yang menderita penurunan
fungsi ginjal. Pasien harus banyak minum air karena eksresi asam urat
dalam urin dapat mengakibatkan pembentukan batu ginjal. (Emir Afif,
2010).

Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang didasarkan
pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu larutan berwarna
pada panjang gelombang spesifik. Prinsip kerja spektrofotometri didasarkan
pada huku lambert-beer yaitu bila cahaya monokromatik melalui suatu
media maka sebagian cahayanya diserap, sebagian dipantulkan, sebagian
lagi dipancarkan (Basset, 1994).
Spektrofotometri dapat digunakan untuk menentukan kadar suatu zat
dengan mengukur absobansi zat yang akan ditetapkan kadarnya
dibandingkan dengan standar.
II. Daftar Pustaka

Harrison (2000), Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 1, Jakarta: EGC.


Ganong,W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Basset, J., R. C. Denney, G.H Jeffrey, J. Mendhom. 1994. Buku Ajar
Vogel Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta: EGC.

Edward, Stefanus. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II


Edisi IV. Tehupetory.

Khopkar S. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas


Indonesia (UI-Press).
Misnadiarly. 2009. Rematik, Asam Urat, dan Arthritis Gout. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Rohman, Abdul dan Gandjar, Ibnu Gholib. 2007. Kimia Farmasi
Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Syamsu hidayat dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah
Edisi 2. Jakarta: EGC.
Misnadiarly. 2009. Rematik, Asam Urat, dan Arthritis Gout. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Tim Redaksi VITA HEALTH, 2007. Gagal Ginjal (Informasi lengkap Untuk
Penderita dan Keluarganya), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
hidayat dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.
Tjay, Tan Hoan, Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting . Jakarta: Elex
Media Komputindo
Saputra L., 2009. Gagal Ginjal Kronik, Dalam : Intisari Ilmu Penyakit Dalam.
Tangerang: Binarupa Aksara hal. 459-62
Suwitra K., 2009. Penyakit Ginjal Kronik, Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Edisi 5. Jakarta: FKUI hal.1035-40
Victor W.R., 2009. Metabolisme Nukleotida Purin dan Pirimidin, Dalam : Biokimia
Harper (Harpers Illustrated Biochemistry). Edisi 27. Jakarta: EGC hal. 311-20

Putra T.R., 2009. Hiperurisemia, Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
Edisi 5. Jakarta: FKUI hal. 2550-5
Nasution A.R., Sumariyono., 2009. Introduksi Reumatologi, Dalam : Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta: FKUI hal.2353-9

Hidayat R., 2009. Gout dan Hiperurisemia. Medicinus. 22:47-50

Wortmann RL. Gout and Hyperuricemia. In: Firestein GS, Budd RC, Harris ED,
Rudy S, Sergen JS, editors. Kelleys Textbook of Rheumatology. 8thed.
Philadelphia:Saunders; 2009.p.1481-6

Silbernagl S., Lang F., 2012. Gagal Ginjal Kronis: Gangguan Fungsi, Dalam : Teks
& Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC hal.108-13

Anda mungkin juga menyukai