Anda di halaman 1dari 24

HIFEMA

Pembimbing:
dr. Mustafa K. Shahab, SpM

Disusun oleh:
Belladina Mayyasha Martadipura
1102013055

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.1 RADEN SAID SUKANTO
PERIODE 29 Mei 30 Juni 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
BAB I
PENDAHULUAN

Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul
yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Pasien dengam hifema biasanya
datang dengan mengeluh sakit, disertai dengan epifora, dan blefarospasme.
Penglihatan pasien akan sangat menurun.1
Menurut satu studi yang dilakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema, terutama
hifema traumatik, diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang populasi. Anak-
anak dan remaja usia 10-20 tahun memiliki persentase penderita terbanyak, yaitu
sebesar 70%. Hifema lebih sering terjadi ada pria dibandingkan wanita dengan
perbandingan 3 : 1.2
Diagnosa pada pasien ini dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, dan
pemeriksaan fisik opthalmologis. Pada anamnesis pasien mengeluhkan pandangan
kabur pada mata kanan. Keluhan tersebut diikuti dengan nyeri, hiperemis, dan
lakrimasi pada mata, dan nyeri pada kepala sebelah kanan. Ditemukan darah di dalam
bilik mata yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila
pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah BMD, perdarahan
yang mengisi setengah bilik mata depan dapat menyebabkan gangguan visus dan
kenaikan tekanan intraokuler, sehingga mata tereasa sakit oleh karena glaucoma. Jika
hifema mengisi seluruh bilik mata depan, rasa sakit bertambah dan penglihatan lebih
menurun lagi.
Komplikasi dari hifema traumatik berkaitan erat dengan retensi darah di bilik
mata depan. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain sinekia posterior, sinekia
anterior perifer, pewarnaan kornea (corneal bloodstaining), dan atrofi
optik.Komplikasi lainnya melibatkan kerusakan segmen posterior seperti ruptur
koroid, ablasio retino, perdarahan vitreus, dan dialisis zonular.3

2
Pengobatan dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang
ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulasi, dan mata ditutup. Pada anak
yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Asetazolamida diberikan bila terjadi
penyulit, yaitu glaukoma. Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan
penyakit tidak berjalan demikian, maka sebaiknya penderita dirujuk.4
Parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan pada
pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder,
hifema penuh dan berwarna hitam, atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda
hifema akan berkurang. Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah
trauma dapat terjadi pendarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang
pengaruhnya akan lebih hebat karena pendarahan akan lebih sukar hilang.4

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Bilik Mata Depan dan Iris

Hifema merupakan akumulasi darah pada bilik mata depan, sehingga perlu
diketahui terlebih dahulu mengenai anatomi mata, terutama yang berkaitan dengan
bilik mata depan, iris dan badan silier untuk memahami secara lebih jelas mengenai
hifema.
Bilik mata depan adalah ruang antara iris dan kornea yang diisi dengan cairan
akuos humor. Cairan ini dihasilkan dibelakang iris oleh corpus ciliare, keluar dari
mata melalui jalinan drainase mirip saringan halus yang disebut anyaman trabekula.
Anyaman ini tersusun berupa pita jaringan tipis melingkar tepat di anterior pagkal iris
dan didalam sudut yang dibentuk oleh persambungan iris dan kornea.5
Bilik mata depan dibentuk oleh persambungan antara kornea perifer dan iris.
Ciri-ciri anatomi yang dimilikinya:6
1. Adanya garis Schwalbe yang merupakan batas akhir endotel dan membran
Descement kornea
2. Adanya anyaman trabekula yang terletak di atas kanal Schlemm. Pada
potongan melintang, anyaman ini tampak berbentuk segitiga dengan dasarnya
yang mengarah ke korpus siliaris. Anyaman trabekula sendiri tersusun atas
jaringan kolagen dan elastik sebagai lembaran-lembaran berlubang yang
membentuk semacam saringan. Anyaman yang menghadap ke bilik mata
depan disebut anyaman uvea, sedangkan yang menghadap ke korpus siliaris
disebut anyaman korneoskleral.
3. Terdapat taji sklera yang merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di
antara korpus siliaris dan kanal Schlemm.

4
Selain ketiga struktur di atas, ada dua struktur lain yang juga membentuk bilik
mata depan yaitu iris dan korpus siliaris. Iris merupakan bagian uvea sebagai
perpanjangan korpus siliaris ke anterior. Iris terletak bersambungan dengan
permukaan anterior lensa dan memisahkan bilik mata depan dengan bilik mata
belakang. Fungsinya untuk mengatur cahaya yang masuk ke mata.6

Gambar 1. Sudut Bilik Mata Depan dan Jaringan Sekitarnya


Iris adalah perpanjangan dari corpus siliaris ke anterior. Iris berupa
permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di bagian tengah, pupil. Iris
terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, memisahkan bilik mata
depan dan bilik mata belakang, yang masing masing berisi aquaous humor. Di
dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot otot dilator. Kedua lapisan berpigmen
pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan
epitel pigmen retina ke arah anterior.5,7
Perdarahan iris berasal dari circulus major iris. Kapiler kapiler iris
mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang sehingga normalnya tidak

5
membocorkan fluoresein yang disuntikan secara intravena. Persarafan sesoris iris
melalui serabut serabut dalam nervi seliaris.5,7
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran
pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas
parasimpatis yang dihantarkan oleh nervus occulomotorius (N.III) dan dilatasi yang
ditimbulkan oleh aktivitas simpatis.5

Gambar 2. Perdarahan mata

2.2 Fisiologi humor aquos


2.2.1 Produksi Cairan Aquos
Cairan aquos diproduksi oleh korpus siliaris, tepatnya dari plasma darah di
jaringan kapiler proccesus siliaris. Sebagai cairan yang mengisi bilik mata depan,

6
cairan aquos berfungsi untuk menjaga tekanan intraokuler, memberi nutrisi ke kornea
dan lensa dan juga memberi bentuk ke bola mata anterior. Volumenya sekitar 250 L
dengan jumlah yang diproduksi dan dikeluarkan setiap harinya berjumlah 5 mL/hari.1
Cairan ini bersifat asam dengan tekanan osmotik yang lebih tinggi dibandingkan
plasma. Komposisi cairan aquos kurang lebih mirip dengan plasma, kecuali bahwa
cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, laktat dan klorida yang lebih tinggi.
Sedangkan konsentrasi protein, urea, glukosa, natrium bikarbonat dan karbon
dioksida cairan aquos lebih rendah dari plasma.7

2.2.2 Mekanisme Pengaliran Cairan Aquos


Cairan aquos yang dihasilkan korpus siliaris berada di bilik mata belakang.
Cairan ini kemudian akan mengalir melalui pupil masuk ke bilik mata depan. Aliran
cairan aquos di dalam bilik mata depan mengarah ke perifer, ke arah anyaman
trabekula yang berfungsi sebagai saringan dan masuk ke dalam kanal Schlemm.
Saluran efferen kanal Schlemm terdiri dari 300 saluran pengumpul dan 12 vena
aquos yang akan mengalirkan cairan ke dalam vena episklera. Jalur ini dikenal
sebagai sistem kanalikuli atau sistem konvensional yang mengalirkan 83-69%
cairan aquos. Sejumlah 5-15% sisanya keluar melalui sistem uveoskleral yaitu di
antara berkas otot siliaris dan sela-sela sklera. Jalur alternatif ini disebut sistem
ekstrakanalikuli atau sistem unkonvensional.8
Kecepatan pembentukan cairan aquos dan hambatan pada mekanisme
pengaliran keluarnya menentukan besarnya tekanan intraokuler. Normalnya tekanan
di dalam bola mata berkisar antara 10-20 mmHg. Peningkatan tekanan intraokuler
dapat terjadi akibat produksi cairan aquos yang meningkat misalnya pada reaksi
peradangan dan tumor intraokuler atau karena aliran keluarnya yang terganggu akibat
adanya hambatan pada pratrabekular, trabekular atau post trabekular.8

7
Gambar 3. Mekanisme Pengaliran Humor Aquos

2.3 Hifema
2.3.1 Definisi
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Hifema adalah
terdapatnya akumulasi darah pada bilik mata depan. Hifema dapat terjadi akibat
trauma atau terjadi spontan. Hifema dapat disertai dengan abrasi kornea, iritis,
midriasis, atau gangguan struktur lain pada mata akibat trauma penyebabnya. Hifema
spontan jarang ditemui. Hifema spontan dapat menjadi penanda terdapatnya rubeosis
iridis, gangguan koagulasi, penyakit herpes, masalah pada lensa intraokular (IOL),
retinoblastoma, serta leukemia.9

2.2 Epidemiologi
Menurut satu studi yang dilakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema,
terutama hifema traumatik, diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang
populasi. Anak-anak dan remaja usia 10-20 tahun memiliki persentase penderita

8
terbanyak, yaitu sebesar 70%. Hifema lebih sering terjadi ada pria dibandingkan
wanita dengan perbandingan 3 : 1.2

2.3 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, hifema terbagi menjadi tiga yakni:
1. Hifema traumatik
Hifema traumatik merupakan jenis yang tersering, yang merupakan
hifema akibat terjadinya trauma pada bola mata. Trauma yang terjadi pada
umumnya disebabkan oleh benda tumpul, misalnya bola, batu, projektil,
mainan anak-anak, pelor mainan, paint ball, maupun tinju.3 Trauma tumpul
yang menghantam bagian depan mata misalnya, mengakibatkan terjadinya
perubahan bola mata berupa kompresi diameter anteroposterior serta ekspansi
bidang ekuatorial. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan intraokular secara transien yang mengakibatkan terjadinya
penekanan pada struktur pembuluh darah di uvea (iris dan badan silier).
Pembuluh darah yang mengalami gaya regang dan tekan ini akan mengalami
ruptur dan melepaskan isinya ke bilik mata depan (camera oculi anterior).1

2. Hifema iatrogenik
Hifema iatrogenik adalah hifema yang timbul dan merupakan
komplikasi dari proses medis, seperti proses pembedahan. Hifema jenis ini
dapat terjadi intraoperatif maupun postoperatif. Pada umumnya manipulasi
yang melibatkan struktur kaya pembuluh darah dapat mengakibatkan hifema
iatrogenik.1

3. Hifema spontan
Hifema spontan sering dikacaukan dengan hifema trauma. Perlunya
anamnesis tentang adanya riwayat trauma pada mata dapat membedakan

9
kedua jenis hifema. Hifema spontan adalah perdarahan bilik mata depan
akibat adanya proses neovaskularisasi, neoplasma, maupun adanya gangguan
hematologi.1
1. Neovaskularisasi, seperti pada diabetes melitus, iskemi, maupun sikatriks.
Pada kondisi ini, adanya kelainan pada segmen posterior mata (seperti
retina yang mengalami iskemi, maupun diabetik retinopati) akan
mengeluarkan faktor tumbuh vaskular (misal: VEGF)1 yang oleh lapisan
kaya pembuluh darah (seperti iris dan badan silier) dapat mengakibatkan
pembentukan pembuluh darah baru (neovaskularisasi). Pembuluh darah
yang baru pada umumnya bersifat rapuh dan tidak kokoh, mudah
mengalami ruptur maupun kebocoran. Kondis ini meningkatkan
kerentanan terjadinya perdarahan bilik mata depan.
2. Neoplasma, seperti retinoblastoma dan melanoma maligna pada umumnya
juga melibatkan neovaskularisasi3 seperti yang telah dijelaskan pada poin
pertama.
3. Hematologi, seperti leukemia, hemofilia, penyakit Von Willebrand yang
mana terjadinya ketidakseimbangan antara faktor pembekuan dan faktor
anti-pembekuan. Dengan demikian terjadi proses kecenderungan berdarah.
4. Penggunaan obat-obatan yang mengganggu sistem hematologi, seperti
aspirin dan warfarin.

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi hifema dibedakan berdasarkan kepada onset perdarahannya, darah yang
terlihat, serta pengisian darah pada bilik mata depan.

Berdasarkan onset perdarahan, hifema diklasifikasikan menjadi:


Hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata
Hifema sekunder terjadi 2-5 hari setelah trauma pada mata

10
Berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi :
Makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang
Mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop

Dan apabila dibagi berdasarkan pemenuhan darah di bilik mata depan, hifema dibagi
menjadi3:
Grade 1, darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan
Grade 2, darah mengisi 1/3 bilik mata depan
Grade 3, darah mengisi kurang dari seluruh bilik mata depan
Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, dikenal dengan total
hyphema,blackball atau 8-ball hyphema

Gambar 4. Klasifikasi hifema secara skematis (Sumber: drhem.com)


Umumnya grading inilah yang dijadikan salah satu patokan dalam
menentukan tatalaksana hifema. Pada sekitar 50% kasus, hifema masih berbentuk
cairan sehingga membentuk air fluid level, sementara 40% kasus membentuk clot dan

11
menempel pada iris. Sisa 10% dari kasus hifema membentuk clot berwarna gelap dan
kontak dengan endotelium. Prognosis dari bentuk hifema yang ketiga cenderung lebih
buruk dibandingkan yang lainnya.3
Sebagian besar hifema yang terjadi di masyarakat merupakan hifema grade I,
predisposisi pada laki-laki (sekitar 75%), serta insidens tertinggi pada usia sekolah4.
40% hifema yang terjadi terjadi perlekatan dengan stroma iris, sedangkan 10%
mengalami perlekatan dengan endotel kornea. Pada umumnya hifema tanpa
komplikasi dapat diresoprsi dan menghilang secara spontan dalam waktu kurang dari
satu minggu (lima hingga enam hari).

2.5 Patofisiologi
Terdapat 2 mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya hifema.
Mekanisme pertama adalah mekanisme dimana kekuatan trauma menyebabkan
kontusi sehingga terjadi robekan pada pembuluh darah iris dan badan silier yang
rentan rusak. Mekanisme kedua adalah trauma tersebut menyebabkan peningkatan
tekanan intraokuler sesaat sehingga menyebabkan ruptur pembuluh darah pada iris
dan badan silier.3
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pembedahan juga dapat
menyebabkan hifema baik pada saat intraoperatif maupun postoperatif. Mekanisme
terjadinya hifema karena pembedahan dijelaskan sebagai berikut3:
Perdarahan intraoperatif disebabkan oleh trauma pada badan siliar atau iris. Dapat
ditemukan pada iridektomi perifer, ekstraksi katarak, siklodialisis dan prosedur
filtrasi (iridektomi perifer laser khususnya YAG laser).
Hifema pada postoperatif awal karena dilatasi mendadak dari pembuluh darah
uvea yang mengalami trauma dari spasme sebelumnya, atau karena adanya
perdarahan konjungtiva yang masuk ke bilik mata depan karena adanya saluran
baru postoperasi.

12
Perdarahan pada masa postoperatif lanjutan berasal dari neovaskularisasi karena
proses penyembuhan setelah insisi pada korneasklera. Neovaskularisasi ini mudah
rapuh karena trauma minor. Erosi kronis pada iris juga dapat menjadi penyebab
hifema.
Sementara itu, terjadinya hifema pada kasus tumor intraokular atau
neovaskularisasi berkaitan dengan kerapuhan pembuluh darah baru yang terbentuk
karena iskemia yang memicu peningkatan pembentukannya. Hifema pada kasus ini
akan muncul secara spontan tanpa perlu menunggu adanya trauma, karena pembuluh
darah baru tersebut dapat pecah sewaktu-waktu dengan iritasi minimal.10
Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus,
dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan
intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata.
Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain
arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-
vena badan siliar.

Gambar 5. Mekanisme Perdarahan akibat Trauma Tumpul Mata

Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya mekanisme


hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme pembuluh
darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan
menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari bilik mata depan ke

13
bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah
itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah pada bilik mata depan, maka
plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator kaskade koagulasi. Plasmin
akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang sudah terjadi mengalami disolusi.
Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama dengan sel darah merah dan debris
peradangan, keluar dari bilik mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran
uveaskleral.
Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan
primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder
biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat
daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat
sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena resorpsi
daribekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu
yang cukup untuk regenerasi kembali.
Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel
darah merah melalui sudut COA menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan
diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya
enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam
bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke
dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut
hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti.
Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai
glaukoma.
Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis yang
berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul mata. Hal ini
menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot siliar. Resesi sudut
mata dapat terjadi pada 85 % pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya
glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis traumatik, dengan sel-sel radang pada

14
bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien hifema. Pada keadaan ini, terjadi
perubahan pigmen iris walaupun darah sudah dikeluarkan. Perubahan pada kornea
dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea hingga ruptur limbus. Kelainan pupil
seperti miosis dan midriasis dapat ditemukan pada 10 % kasus. Tanda lain yang dapat
ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis, robekan pupil, subluksasi lensa, dan
ruptur zonula zinn. Kelainan pada segmen posterior dapat meliputi perdarahan
vitreus, jejas retina (edema, perdarahan, dan robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil
dapat terjadi akibat peninggian tekanan intraokular.

2.6 Manifestasi Klinis


Pada umumnya pasien mengeluhkan penurunan tajam penglihatan, nyeri pada
mata, sakit kepala, fotofobia, serta menjelaskan riwayat trauma atau percideraan pada
mata. Percideraan yang dikeluhkan umumnya diakibatkan oleh benda tumpul9.

2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan.
1. Anamnesis10,11
Pasien hifema umumnya akan datang dengan keluhan perdarahan atau
adanya darah pada bagian tengah mata.
Keluhan tersebut dapat disertai dengan nyeri pada mata, gangguan
penglihatan, dan sensitif terhadap cahaya.
Bila terdapat riwayat trauma, perlu ditanyakan mekanisme kejadian,
jenis objek yang mengenai mata, arah terjadinya benturan, dan
penggunaan pelindung mata saat kejadian.
Riwayat penyakit mata perlu ditanyakan, terutama mengenai penyakit
yang memengaruhi tekanan intraokuler.

15
Riwayat indakan embedahan atau laser pada mata juga harus
ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan hifema operatif.
Riwayat penyakit lain seperti diabetes, hemoglobinopati, atau sickle
cell disease juga perlu untuk ditanyakan untuk menentukan etiologi
dan tatalaksana
2. Pemeriksaan Fisik 9,11
Visus umumnya turun 
Tampak darah di bilik mata depan. Darah dapat tertampung di bagian
inferior bilik mata depan atau dapat memenuhi seluruh bilik mata
depan (hifema penuh). Ditentukan grading hifemanya.
Perhatikan apakah ada trauma pada bagian mata yang lain 
3. Pemeriksaan Penunjang11
Pemeriksaan penunjang dilakukan lebih untuk menemukan etiologi
atau menyingkirkan diagnosis banding. Yang akan dinilai meliputi
kondisi mata bagian posterior, adneksamata, dan orbita.
Pemeriksaan tekanan intraokular dengan tonometer Schiotz bila tidak
terdapat defek pada kornea 
Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan
iridocorneal contact, aqueous flare, dan synechia posterior.
Pemeriksaan laboratorium jarang dilakukan, kecuali pemeriksaan
darah untuk melihat adanyasickle cell disease.

2.8 Komplikasi
Pada umumnya yang perlu diwaspadai dalam menemukan kasus hifema
adalah komplikasi yang sesungguhnya jauh lebih berbahaya dibandingkan
keberadaan darah di kamera okuli anterior itu sendiri. Komplikasi yang mungkin
terjadi adalah:
1. Peningkatan tekanan intraokular secara akut, yakni suatu gluakoma traumatik

16
2. Atrofi optik, terutama akibat glaukoma traumatik
3. Perdarahan ulang atau perdarahan sekunder (2o hemorrhage)
4. Sinekia posterior
5. Sinekia anterior, terutama pada kondisi hifema yang lebih dari sembilan hari
6. Corneal blood staining, yakni adanya deposisi dari hemoglobin dan
hemosiderin pada stroma kornea akibat keberadaan darah hifema total yang
umumnya disertai dengan peningkatan tekanan intraokular. Corneal blood
staining dapat menghilang, namun memerlukan waktu berbulan-bulan hingga
bertahun-tahun lamanya.
7. Glaukoma kronik

Perdarahan Sekunder
Perdarahan sekunder merupakan hal yang harus diwaspadai pada hifema. Hal
ini disebabkan 1/3 dari perdarahan sekunder justru dapat lebih berat dibandingkan
hifema awal, yakni dapat mengakibatkan hifema total. Perdarahan sekunder
umumnya terjadi pada hifema derajat 3 dan 4, dan secara umum terjadi pada 22%
kasus hifema, dengan rentang antara 6,5% hingga 38%. Perdarahan sekunder
disebabkan oleh lisis dan retraksi dari bekuan darah dan fibrin yang telah berfungsi
secara stabil untuk menyumbat pembuluh darah yang mengalami ruptur atau
kebocoran. Perdarahan sekunder membuat prognosis pasien menjadi buruk.3

Atrofi Optik
Atrofi optik merupakan keadaan akhir akibat glaukoma traumatik yang dapat terjadi
pada pasien dengan hifema. Terjadinya peningkatan tekanan intraokular
mengakibatkan tekanan diteruskan ke seluruh bagian mata, termasuk ke tunika
neuralis. Tunika neuralis yang merupakan retina akan mengalami tekanan dan
mengakibatkan kerusakan pada saraf. Kerusakan pada saraf mata akibat tekanan akan
timbul dalam bentuk atrofi optik. Pada tekanan bola mata 50 mmHg, kerusakan dapat

17
terjadi dalam 7 hari, sedangkan pada tekanan bola mata 35 mmHg kerusakan dapat
terjadi dalam 5 hari.3

Gambar 6. Gambaran papil atrofi, yakni berupa papil yang tampak pucat akibatnya
menghilangnya serabut saraf dan pembuluh darah kapiler akibat tekanan intraokular
yang meninggi. (Crouch, 2006)

Gambar 7. Gambaran corneal blood staining yang berwarna kekuningan pada


kornea (Sumber: dro.hs.columbia.edu)

18
2.9 Tatalaksana
Penatalaksanaan hifema sangat bergantung kepada derajat hifema, komplikasi
yang terjadi, serta respons pasien terhadap pengobatan. Demikian pula hal-hal inilah
yang menjadi parameter dalam menentukan apakah pasien perlu dirawat atau hanya
berobat jalan saja.

Pasien diindikasikan rawat inap jika:


1. Pasien mengalami hifema derajat Ii atau lebih, sebab berpotensi terjadinya
perdarahan sekunder
2. Merupakan sickle cell trait
3. Terjadi trauma tembus okuli
4. Pasien yang tidak patuh terhadap pengobatan
5. Pasien yang memiliki riwayat glaukoma

Dalam pasien rawat, perlu dilakukan pemantauan secara intensif seperti tajam
penglihatan, tekanan intraokular, serta resolusi hifema. Selain itu perlu pula diamati
apakah terdapat indikasi bedah pada pasien.

1. Terapi Medika Mentosa


Meskipun pada hifema Tujuan pemberian obat-obatan pada pasien hifema adalah
untuk:3,5
Mengurangi angka perdarahan ulang
Menghilangkan hifema
Menangani lesi jaringan terkait
Mengurangi gejala sekunder dari hifema

Tatalaksana secara medikamentosa meliputi:3,5


Sikloplegik/midriatik untuk mengurangi rasa sakit dan risiko terjadinya sinekia
posterior. Pemberian sikloplegik dapat menstabilkan blood-aqueous barrier,

19
meningkatkan kenyamanan pasien, dan memfasilitasi evaluasi segmen posterior.
Tetapi ternyata atropin topikal tidak memiliki efek menguntungkan dalam
mengurangi kejadian perdarahan ulang, resorpsi darah, atau perbaikan visus.
Analgesik bila perlu, berupa asetaminophen atau codein, bergantung pada tingkat
nyeri yang dirasakan pasien.
Kortikosteroid topikal untuk mengurangi inflamasi dan mencegah
iritis/iridosiklitis.
Agen antifibrinolitik seperti asam aminokaproattopical dan/atau oral serta asam
traneksamat oral untuk mengurangi risiko perdarahan ulang. Dosis untuk asam
aminokaproat adalah 50 mg/kgBB setiap 4 jam, maksimal 30 gram/hari selama 5
hari. Dosis untuk asam traneksamat adalah 25 mg/kgBB, 3 kali sehari selama 6
hari. Kontraindikasi pada gangguan clotting intravaskuler dan kehamilan.
Tissueplasminogen activator untuk fibrinolisis clotting yang stagnan. Dosis tPA
adalah 10 mikrogram, diberikan injeksi intrakamera.
Terapi antiglaukoma jika dibutuhkan, seperti dengan pemberian asetazolamid atau
beta-blocker seperti timolol.

2. Terapi Non-medikamentosa
Selain dari elevasi kepala 30-450untuk membantu proses penyerapan darah,
sesungguhnya secarau mumbed rest, rawat inap, dan patching tidak perlu dilakukan.
Namun jika hifema terjadi pada pasien yang tidak kooperatif, pada penderita sickle
cell disease, atau terjadi perdarahan ulang, terapi-terapi non-medikamentosa di atas
perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi berikut.10 Monitoring TIO,
pewarnaan kornea, dan perdarahan sekunder perlu dilakukan secara berkala untuk
mengetahui kemunculan komplikasi dan pemberian penatalaksanaan sesuai.3

Tujuan terapi sesuai dengan komplikasi yang mungkin terjadi. Untuk


mengatasi peningkatan tekanan intraokular, dapat dilakukan pemberian antiglaukoma

20
topikal, seperti timolol (antagonis reseptor beta), latanoprost (analog prostaglandin),
serta brimonidin (agonis reseptor 2 tipe perifer). Kesemua agen ini bertujuan untuk
mengurangi produksi akueous humor dan dapat membantu menurunkan tekanan
intraokular.

3. Tatalaksana Operatif3,5
Pasien akan menjalani bedah apabila terdapat:
1. Corneal blood staining
2. Riwayat sickle cell trait, dengan tekanan intraokular di atas 24 mmHg lebih
dari 24 jam
3. Hifema dengan derajat lebih dari 50% COA selama 9 hari atau lebih. Hal ini
perlu dilakukan pembedahan agar tidak terjadi sinekia anterior, meskipun
sudah mendapatkan terapi medik secara maksimal
4. Hifema total, dengan tekanan intraokular lebih dari 50 mmHg selama 4 hari
atau lebih meskipun sudah mendapatkan terapi medik secara maksimal
5. Hifema total atau hifema dengan derajat >75% COA, dengan tekanan
intraokular lebih dari 25 mmHg selama lebih dari 6 hari meskipun sudah
mendapatkan terapi medik secara maksimal

Pembedahan yang dapat dilakukan adalah dengan parasentesis. Langkahnya


adalah dengan membuat insisi pada korneasepanjang 2 cm dari limbus kea rah kornea
sejajar permukaan iris. Kemudian dilakukan penekanan pada bibir luka sehingga
koagulum/darah pada bilik mata depan keluar. Bila tetap tidak keluar maka dapat
dibilas/dilakukan irigasi dengan garam fisiologis. Luka insisi ini tidak perlu dijahit.7

2.10 Prognosis
Prognosis pada kasus hifema ditentukan berdasarkan pulihnya tajam
penglihatan pasien. Fungsi penglihatan harus merupakan goal dalam penatalaksanaan
pasien dengan hifema.3

21
Dalam menentukan kasus hifema perlu dipertimbangkan:
1. Kerusakan struktur mata lain
2. Perdarahan sekunder
3. Komplikasi lain: glaukoma, corneal blood staining, serta atrofi optik

Secara umum, hifema grade I memiliki kemungkinan 80% untuk mencapai


tajam penglihatan minimal 6/12. Hifema yang lebih tinggi, yakni grade II memiliki
kemungkinan 60%, sedangkan pada hifema total kemungkinan tajam penglihatan
minimal 6/12 relatif rendah, yakni sekitar 35%.3

22
BAB III
PENUTUP

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan,
yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus
yang jernih.
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena
bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi
karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan
hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma),
dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma).
Penegakan diagnosis hifema berdsarkan adanya riwayat trauma, terutama
mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema. Pada gambaran klinik
ditemukan adanya perdarahan pada COA, kadang-kadang ditemukan gangguan visus.
Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia,
penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat
dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau
somnolen.
Penatalaksanaan hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu
perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan
tindakan operasi. Tindakan ini bertujuan untuk : menghentikan perdarahan,
menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder, mengeliminasi darah dari bilik depan
bola mata dengan mempercepat absorbsi, mengontrol glaukoma sekunder dan
menghindari komplikasi yang lain, dan berusaha mengobati kelainan yang
menyertainya.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophtalmology. A systematic approach. Seventh


edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011
2. Brandt. 2001. Traumatic hyphema: A comprehensive review. Tersedia pada
http://www.joms.org/article/S0278-2391(01)08200-3/fulltext [Diakses pada
tanggal 20 Juni 2017]
3. Sheppard JD. Hyphema. Tersedia pada
http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview [Diakses pada
tanggal 20 Juni 2017]
4. Wijaya, N. Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 3, Jakarta 1983
5. Vaughan D G, et al. 2010. Oftalmologi Umum Ed. 17, EGC, Jakarta
6. Paul R, 2000. Anatomi dan Embriologi Mata, dalam Oftamologi Umum edisi
14 Widya medika. Jakarta
7. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2006
8. Reese M. Eye trauma. University of Illinois. Tersedia pada
www.uic.edu/com/eye/LearningAboutVision/EyeFacts/EyeTrauma.shtml
[Diakses pada 20 Juni 2017]
9. Kemenkes. 2015. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Tingkat Pertama. Menteri Kesehatan Republik Indonesia
10. Irak-Dersu I. Hyphema glaucoma. Tersedia pada
http://emedicine.medscape.com/article/1206635-overview [Diakses pada 20
Juni 2017]
11. Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan dasar mata. 2011. Jakarta :
Badan Penerbit FKUI. Halaman 99-107.

24

Anda mungkin juga menyukai