Anda di halaman 1dari 13

1.

DEFINISI

Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab


(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis
atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya.1
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear
consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,
walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.1

2. ETIOLOGI

Untuk mengetahui dan memahami perjalanan penyakit skizofrenia


diperlukan pendekatan yang sifatnya holistik, yaitu dari sudut organobiologik,
psikodinamik, psikoreligius, dan psikososial.2

Organobiologik

Ada banyak faktor yang berperan serta bagi muculnya gejala-gejala


skizofrenia. Hingga sekarang banyak teori yang dikembangkan untuk
mengetahui penyebab skizofrenia, antara lain: faktor genetik, virus, auto-
antibody, malnutrisi (kekurangan gizi).2
Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa meskipun ada gen yang
abnormal, skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya
yang disebut faktor epigenetik. Kesimpulannya adalah bahwa gejala
skizofrenia baru muncul bila terjadi interaksi antara gen abnormal dengan : 2
1. Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat mengganggu
perkembangan otak janin.
2. Menurunnya auto-immune yang mungkin disebabkan infeksi selama
kehamilan.
3. Berbagai macam komplikasi kandungan.

4. Kekurangan gizi yang cukup berat terutama pada trimester pertama


kehamilan.

Dari penelitian yang telah dilakukan pada penderita skizofrenia


ditemukan perubahan-perubahan atau gangguan pada sistem transmisi sinyal
penghantar saraf (neuro-transmitter) dan reseptor di sel-sel saraf otak (neuron)
dan interaksi zat neuro-kimia seperti dopamin dan serotonin yang ternyata
mempengaruhi fungsi-fungsi kognitif (alam pikir), afektif (alam perasaan) dan
psikomotor (perilaku) yang terlihat dalam bentuk gejala positif dan negatif
skizofrenia.3

Dari penelitian yang telah dilakukan pada penderita skizofrenia


ditemukan perubahan-perubahan atau gangguan pada sistem transmisi sinyal
penghantar saraf (neuro-transmitter) dan reseptor di sel-sel saraf otak (neuron)
dan interaksi zat neuro-kimia seperti dopamin dan serotonin yang ternyata
mempengaruhi fungsi-fungsi kognitif (alam pikir), afektif (alam perasaan) dan
psikomotor (perilaku) yang terlihat dalam bentuk gejala positif dan negatif
skizofrenia.3

Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neuro-kimiawi dalam penelitian


dengan CT Scan otak ternyata ditemukan pula perubahan anatomi otak
penderita skizofrenia terutama pada penderita yang kronis. Perubahan-
perubahan anatomi otak tersebut antara lain pelebaran ventrikel lateral, atrofi
korteks bagian depan. Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).3

Psikodinamik
Mekanisme terjadinya skizofrenia pada diri seseorang dari sudut
psikodinamik dapat diterangkan dengan dua buah teori yaitu:
 Teori homeostatik-deskriptif
Dalam teori ini diuraikan gambaran gejala-gejala (deskripsi) dari suatu
gangguan jiwa yang menjelaskan terjadinya gangguan keseimbangan
(balance) atau homeostatik pada diri seseorang, sebelum dan sesudah
terjadinya gangguan jiwa tersebut.2
 Teori fasilitatif-etiologik

Dalam teori ini diuraikan faktor-faktor yang memudahkan


(fasilitasi) penyebab (etiologi) suatu penyakit itu muncul, bagaimana
perjalanan penyakitnya dan penjelasan mekanisme psikologis dari
penyakit yang bersangkutan.2
Selanjutnya menurut teori Freud suatu gangguan jiwa muncul
akibat terjadinya konflik internal pada diri seseorang yang tidak dapat
beradaptasi dengan dunia luar. Sebagaimana diketahui bahwa pada setiap
diri terdapat tiga unsur psikologik yang dinamakan dengan istilah Id, Ego
dan Super-Ego.2
Menurut teori freud ini unsur Id ini sifatnya vital sebagai suatu
mekanisme pertahanan diri. Unsur Super-Ego sifatnya sebagai badan
penyensor yang memiliki nilai- nilai moral etika yang membedakan mana
yang boleh mana yang tidak, mana yang baik mana yang buruk.
Sedangkan unsur Ego merupakan badan pelaksana yang menjalankan
kebutuhan Id setelah disensor dahulu oleh Super-Ego.2

Psikoreligius
Dari sudut pandanga agama islam teori Freud tersebut sebenarnya sudah
ada hanya peristilahannya yang berbeda. Dalam islam Id dikenal denga istilah
nafsu yang berfungsi sebagai dorongan atau daya tarik. Untuk melaksanakan
kebutuhan nafsu manusia dibekali dengan iman yang berfungsi sebagai self
control. Dengan adanya iman ini manusia dapat menbedakan mana yang baik
mana yang buruk dan mana yang halal mana yang haram. Dalam teori freud
istilah iman sama dengan Super-Ego.
Manusia melaksanakan kebutuhan-kebutuhan nafsu tadi dalam bentuk
perbuatan, perilaku atau amal yang kesemuanya itu disebut sebagai akhlak.
Akhlak sesorang akan menjadi baik atau buruk tergantung dari hasil tarik
menarik antara nafsu dan iman. Dalam konsep freud akhlak ini disebut Ego.2

Psikososial

Situasi atau kondisi yang tidak kondusif pada diri seseorang dapat
merupakan stresor psikososial. Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga
orang itu terpaksa mengadakan penyesuaian diri untuk menanggulangi stresor
(tekanan mental) yang timbul. Kegagalan dari adaptasi ini yang menyebabkan
timbulnya berbagai jenis gangguan jiwa yang salah satunya adalah
skizofrenia.2

Pada umumnya jenis stresor psikososial yang dimaksud meliputi


permasalahan rumah tangga, problem orang tua, hubungan interpersonal,
pekerjaan, kondisi lingkungan, masalah ekonomi, keterlibatan masalah
hukum, adanya penyakit fisik yang kronis.

Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat mengalami


konflik kejiwaan yang bersumber dari konflik internal dan konflik eksternal.
Tidak semua orang mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya sehingga
orang tersebut jatuh dalam keadaan frustasi yang mendalam. Sebagai
kelanjutannya yang bersangkutan menarik diri (withdrawn), melamun (day
dreaming), hidup dalam dunianya sendiri yang lama-kelamaan timbullah
gejala- gejala berupa kelainan jiwa misalnya halusinasi, waham dan lain
sebagainya. Yang bersangkutan tidak lagi mampu menilai realitas (reality
testing ability-RTA, terganggu) dan pemahaman diri (insight) buruk, yang
merupakan perjalanan awal skizofrenia.2

3. Klasifikasi Skizofrenia
Menurut PPDGJ-III dan DSM V, klasifikasi Skizofrenia dibagi menjadi
berikut:
 Skizofrenia Paranoid
 Skizofrenia hebefrenik
 Skizofrenia katatonik
 Skizofrenia tak terinci
 Skizofrenia residual
 Skizofrenia simplek
 Depresi pasca Skizofrenia

4. Perjalanan Gangguan Skizofrenia

Skizofrenia dapat dilihat sebagai suatu gangguan yang berkembang melalui


fase-fase : 4
1. Fase premorbid

Pada fase ini, fungsi-fungsi individu masih dalam keadaan normatif.

2. Fase prodromal

Fase prodromal ditandai dengan deteriorasi yang jelas


dalam fungsi kehidupan, sebelum fase aktif gejala gangguan,
dan tidak disebabkan oleh gangguan afek atau akibat gangguan
penggunaan zat, serta mencakup paling sedikit dua gejala
dari kriteria A pada criteria diagnosis skizofrenia. Awal
munculnya skizofrenia dapat terjadi setelah melewati suatu
periode yang sangat panjang, yaitu ketika seorang individu
mulai menarik diri secara sosial dari lingkungannya.

Individu yang mengalami fase prodromal dapat berlangsung


selama beberapa minggu hingga bertahun-tahun, sebelum gejala
lain yang memenuhi kriteria untuk menegakkan diagnosis
skizorenia muncul. Individu dengan fase prodromal singkat,
perkembangan gejala gangguannya lebih jelas terlihat
daripada individu yang mengalami fase prodromal panjang.
a. Fase Aktif Gejala
Fase aktif gejala ditandai dengan munculnya gejala-gejala
skizofrenia secara jelas. Sebagian besar penderita gangguan
skizofrenia memiliki kelainan pada kemampuannya untuk melihat
realitas dan kesulitan dalam mencapai insight. Sebagai akibatnya
episode psikosis dapat ditandai oleh adanya kesenjangan yang
semakin besar antara individu dengan lingkungan sosialnya.
b. Fase Residual
Fase residual terjadi setelah fase aktif gejala paling
sedikit terdapat dua gejala dari kriteria A pada kriteria
diagnosis skizofrenia yang bersifat mentap dan tidak disebabkan
oleh gangguan afek atau gangguan penggunaan zat. Dalam perjalanan
gangguannya, beberapa pasien skizofrenia mengalami kekambuhan
hingga lebih dari lima kali. Oleh karena itu, tantangan terapi
saat ini adalah untuk mengurangi dan mencegah terjadinya
kekambuhan.

5. Diagnosis Skizofrenia

Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi


ketiga (PPDGJ III) membagi gejala skizofrenia dalam kelompok-kelompok
penting, dan yang sering terdapat secara bersama-sama untuk diagnosis.
Kelompok gejala tersebut : 1

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
 “thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau,
 “thought insertion or withdrawal” : isi yang asing dan luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan,
 “thought broadcasting” : isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya.

 “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu


kekuatan tertentu dari luar; atau,
 “delusion of passivitiy” : waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara
jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran,
tindakan, atau penginderaan khusus).
 “delusional perception” : pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifat mistik atau
mukjizat.

 Halusinasi auditorik :

o suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus


terhadap perilaku pasien atau,
o mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri
(diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara
halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.

 Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat


dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
di atas manusia biasa, misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain.
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas :

(a) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah
berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh
ide-ide berlebihan (over- valued ideas) yang menetap, atau apabila
terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan
terus menerus.
(b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atau neologisme.
(c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor.
(d) Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi oleh depresi atau medikasi
neuroleptika.

3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun


waktu satu bulan atau lebih tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal).
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
Diagnostik skizofrenia paranoid
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ -
111) : 1

1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia


2. Sebagai tambahan berupa :
a. Halusinasi dan/atau waham harus menonjol :
i. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau
memberi perintah,atau halusinasi auditorik tanpa bentuk
verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung
(humming), atau bunyi tawa (laughing).
ii. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat
seksual atau lain- lain perasaan tubuh, halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol.
iii. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau passivity (delusion of passivity),dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang
paling khas.

3. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala


katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.

6. Pengobatan skizofrenia

Ganguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung


berlanjut (kronis, menahun). Oleh karenanya terapi pada skizofrenia
memerlukan watu relatif lama berbulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan
untuk menekan sekecil mungkin kekambukan (relaps). Terapi pada
skozofrenia bersifat komprehensif yaitu meliputi terapi psikofarmaka,
psikoterapi, terapi psikososial dan terapi psikoreligius.2
Terapi psikofarmaka
Skizofrenia diobati dengan obat antipsikotik yang tipikal dan atipikal.5
 Obat yang golongan tipikal meliputi : Klorpromazin,Flufenazin,
Tioridazin, Haloperidol dan lain-lain
 Obat golongan atipikal meliputi: Klozapin, Olanzapin, Risperidon,
Quetapin, Aripiprazol dan lain-lain.

Pemakaian antipsikotik dalam menanggulangi skizofrenia telah mengalami


pergeseran. Bila mulanya menggunakan antipsikotik tipikal, kini pilihan
beralih ke antipsikotik atipikal, yang dinyatakan lebih superior dalam
menanggulangi gejala negatif dan kemunduran kognitif.5
Adanya perbedaan efek samping yang nyata antara antipsikotik atipikal
dan antipsikotik tipikal. Antipsikotik atipikal:
 Menimbulkan lebih sedikit efek samping neurologis.
 Lebih besar kemungkinan dalam menimbulkan efek samping
metabolik, misalnya pertambahan berat badan, diabetes
mellitus, atau sindroma metabolik.5

Penanggulangan memakai antipsikotik diusahakan sesegera mungkin, bila


memungkinkan secara klinik, karena eksaserbasi psikotik akut melibatkan distress
emosional, perilaku individu membahayakan diri sendiri, orang lain,dan merusak
sekitar.11

Psikoterapi

Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat


diberikan apabila penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan
dimana kemampuan menilai realitas (reality testing ability/RTA) sudah kembali
pulih dan pemahaman diri (insight) sudah baik. Psikoterapi diberikan dengan
catatan bahwa penderita masih tetap mendapat terapi psikofarmaka.2
Psikoterapi ini banyak macamnya tergantung dari kebutuhan dan latar
belakang penderita sebelum sakit (pramorbid), sebagai contoh mislanya:
psikoterapi suportif, psikoterapi Re-edukatif, psikoterapi Re-konstruktif,
psikoterapi kognitif, psikoterapi psikodinamik, psikoterapi perilaku, psikoterapi
keluarga.
Secara umum tujuan dari psikoterapi adalah untuk memperkuat struktur
kepribadian, mematangkan kepribadian (maturing personality), memperkuat ego
(ego strength), meningkatkan citra diri (self esteem), memulihkan kepercayaan
diri (self confidence), yang kesemuanya untuk mencapai kehidupan yang berarti
dan bermanfaat (meaningfulness of life).2

Terapi psikososial

Salah satu dampak dari gangguan jiwa skozofrenia adalah terganggunya


fungsi sosial penderita atau hendaya (impairment). Dengan terapi psikososial ini
dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan
sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri sehingga tidak
menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.
Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap
menjalani terapi psikofarmaka sebagaimana juga halnya waktu menjalani
psikoterapi. Kepada penderita skizofrenia diupayakan untuk tidak menyendiri,
tidak melamun, banyak kegiatan dan kesibukan dan banyak bergaul
(silaturrahmi/sosialisasi).2

DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-
III, editor. Jakarta 01
2. Hawari, D : “ Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia edisi
2 cetakan ke-3.Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006.
3. Sadock, B.J., Sadock, V.A., et al. 2007. Kaplan & Sadock's Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York:
Lippincott Williams & Wilkins.
4. Lehman A.F et al. Practice Guideline for The Treatment of Patients with
Schizophrenia. 2nd ed. Arlington: American Psychiatric Association,
2004.
5. Herz M.I., Marder S.R. Schizophrenia Comprehensive Treatment and
Management. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2002.

2.

Anda mungkin juga menyukai