Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN MINI PROJECT

SURVEI PENGETAHUAN IBU MENGENAI ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH


KERJA PUSKESMAS UBUNG KECAMATAN LABULIA
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Air susu ibu (ASI) merupakan makanan alamiah pertama bagi bayi. Kandungan
energi dan nutriennya mencukupi kebutuhan bayi hingga enam bulan pertama
kehidupannya. Bahkan hingga usia dua tahun, ASI mampu memenuhi sepertiga
kebutuhan energi bayi. Selain dapat membantu perkembangan sensoris dan kognitif bayi,
ASI juga mengandung komponen imun yang dapat melindungi bayi. Penelitian oleh
Kramer et.al. menemukan bahwa pemberian ASI eksklusif menurunkan angka kematian
bayi akibat penyakit umum, seperti diare atau pneumonia, dan bahkan mempercepat masa
penyembuhan.1
Selain itu menyusui juga bermanfaat bagi ibu. Pemberian ASI eksklusif mampu
memperpanjang masa amenorea, sehingga dapat berfungsi sebagai metode kontrasepsi
alamiah. Ibu yang menyusui juga memiliki risiko yang lebih rendah untuk menderita
kanker ovarium dan payudara. Dilihat dari segi ekonomi, ASI jauh lebih murah
dibandingkan dengan susu formula, serta lebih bersih dan aman bagi lingkungan.1
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007 (SDKI 2007) menunjukan
cakupan ASI eksklusif bayi 0-6 bulan hanya sebesar 32%. Angka ini kemudian
mengalami kenaikan pada tahun 2012 menjadi 42%. Menurut Riskesdas 2013, estimasi
cakupan ASI eksklusif di provinsi Nusa Tenggara Barat sudah mencapai 52.9%. Sedikit
dibawah angka nasional, yaitu 54,3%. Namun masih dibawah target nasional, yaitu
sebesar 75%. 2
ASI eksklusif seharusnya sudah dimulai sejak pemberian kolostrum pada saat
inisiasi menyusui dini (IMD) hingga usia anak minimal enam bulan. Namun rerata
nasional tahun 2010 menunjukan hanya terdapat 29,3% ibu yang menyusui bayi kurang
dari satu jam setelah bayi lahir. Sebagian besar proses mulai menyusui dilakukan pada
kisaran waktu 1-6 jam setelah lahir, dan terdapat 11,1% proses mulai menyusui dilakukan
setelah 48 jam. Masih ada kepercayaan salah di masyarakat bahwa kolostrum dianggap
tidak baik untuk bayi. Ditunjukan dengan 8,4% ibu di Indonesia membuang semua
kolostrum.

2
Studi-studi sebelumnya menemukan bahwa banyak faktor sosioekonomi dan
budaya yang mempengaruhi perilaku menyusui ibu di suatu daerah. Pendidikan orang tua
dianggap sebagai faktor terpenting dalam penentuan inisiasi, praktik, dan pengetahuan
dalam menyusui. Tingkat pendidikan ibu dinilai lebih penting daripada tingkat
pendidikan ayah dalam perawatan anak. Ibu yang tidak bisa membaca tidak mampu
memahami manfaat ASI dan bahaya susu formula. Ibu yang mampu membaca namun
dengan pendidikan rendah kesulitan menentukan makanan yang tepat bagi anaknya.5
Anak yang tidak mendapatkan asupan nutrisi yang cukup sejak lahir, berisiko
kekurangan energi dan protein. Dalam jangka pendek, asupan nutrisi yang jelek dapat
menghambat kenaikan berat badan bayi. Sedangkan dalam jangka panjangnya, akan
mempengaruhi pertumbuhan tinggi anak. Dalam skala nasional, laporan Riskesdas tahun
2010 menunjukan masih terdapat sebanyak 17,9% balita gizi kurang dan 4,9% balita gizi
buruk. Sebanyak 35,7% balita Indonesia pendek, dan 18,5% masuk dalam kategori sangat
pendek.3 Selain pengaruhnya pada pertumbuhan fisik, kekurangan gizi akan
mempengaruhi angka kesakitan dan tingkat kecerdasan anak. Tentu ini akan menjadi
beban bagi bangsa ini di masa depan.
Oleh karena pentingnya pemberian ASI yang adekuat ini, pemerintah
mengeluarkan aturan hukum terkait pemberian ASI. Negara mewajibkan semua ibu
memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya selama enam bulan. Keluarga
dan pemerintah, serta layanan umum harus memberikan dukungan penuh untuk program
ini. Hukuman pidana mengancam mereka yang menghambat program ini. Akan tetapi,
capaian ASI eksklusif ini masih jauh dari target yang diharapkan. Salah satu factor yang
disinyalir berperan adalah tingkat pendidikan ibu.
Laporan Riskesdas 2010 menunjukan bahwa terdapat kecenderungan semakin
rendah tingkat pendidikan, semakin tinggi persentase perilaku ibu yang membuang
semua kolostrum. Sebaliknya, semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi
persentase ibu balita yang memberikan semua kolostrum kepada bayi. Ada pula
kecenderungan, semakin tinggi tingkat pendidikan dan status ekonomi, semakin rendah
persentase anak usia 0-23 bulan yang masih disusui.3
Kurangnya pemberian ASI eksklusif dapat disebabkan oleh banyak faktor, baik dari
pihak ibu maupun bayi. dari pihak bayi dapat terjadi penolakan saat diberi ASI, bayi

3
sering menangis, bayi bingung putting dan bayi prematur. Dari pihak ibu dapat terjadi
masalah putting susu yang terbenam atau lecet, payudara bengkak, ASI kurang, ibu yang
bekerja dan pengetahuan yang kurang atau salah mengenai ASI, contohnya bahwa susu
formula lebih baik daripada ASI, saat periode ASI eksklusif bayi boleh mendapatkan
makanan/minuman selain ASI dan lain sebagainya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
persentase cakupan ASI eksklusif perlu diketahui penyebab kurangnya pemberian ASI
eksklusif yang selanjutnya dapat dievaluasi oleh petugas kesehatan. Laporan mini project
ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan para ibu tentang pemberian
ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Ubung.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana tingkat pengetahuan responden mengenai pemberian ASI eksklusif di


kecamatan Labulia?

1.3 Hipotesis

Tingkat pengetahuan responden mengenai ASI eksklusif berhubungan dengan


karakteristik demografi mereka dan pengetahuan sebelumnya mengenai ASI eksklusif.

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui tingkat pengetahuan responden mengenai pemberian ASI eksklusif di
Kecamatan Labulia.

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui tingkat pengetahuan responden mengenai pengertian ASI eksklusif,
jumlah pemberian per hari, teknik menyusui yang tepat, cara penyimpanan ASI
dan keuntungan pemberian ASI.
2. Mengetahui sebaran karakteristik responden berdasarkan jumlah anak, pendidikan
terakhir, pekerjaan dan tingkat sosio-ekonomi.

1.5 Manfaat Penelitian

4
1.5.1 Manfaat bagi Peneliti
1. Peneliti mendapatkan ilmu di bidang penelitian
2. Peneliti dapat mempelajari sekaligus melakukan intervensi mengenai ASI ke
masyarakat luas
3. Melatih ilmu komunikasi yang baik dan benar

1.5.2 Manfaat bagi Instansi Kesehatan


1. Meyajikan data tingkat pengetahuan responden mengenai ASI eksklusif
2. Membantu melakukan kegiatan promosi kesehatan
3. Dapat dijadikan bahan untuk penyuluhan kesehatan

1.5.3 Manfaat bagi Masyarakat


1. Masyarakat mendapatkan pengetahuan tentang ASI eksklusif
2. Masyarakat menjadi semangat untuk meningkatkan kesehatan bayi mereka

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pusat Kesehatan Masyarakat ( Puskesmas )


2.1.1 Gambaran Umum Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan kesehatan meliputi
pembangunan yang berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan keluarga serta
pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bermutu.2

Wilayah kerja adalah batasan wilayah kerja Puskesmas dalam melaksanakan tugas
dan fungsi pembangunan kesehatan, yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota berdasarkan keadaan geografis, demografi, sarana transportasi, masalah
kesehatan setempat, keadaan sumber daya, beban kerja Puskesmas dan lain-lain. Selain
itu juga harus memperhatikan upaya untuk meningkatkan koordinasi, memperjelas
tanggung jawab pembangunan dalam wilayah kecamatan, meningkatkan sinergisme
pembangunan dalam wilayah kecamatan, meningkatkan sinergisme kegiatan dan
meningkatkan kinerja. Apabila dalam satu wilayah kecamatan terdapat lebih dari satu
Puskesmas maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menunjuk salah satu
Puskesmas sebagai koordinator pembangunan kesehatan di kecamatan. 2

Puskesmas memiliki tanggung jawab dalam hal mempromosikan kesehatan


kepada seluruh masyarakat sebagai upaya untuk memberikan pengalaman belajar,
menyediakan media informasi, dan melakukan edukasi baik untuk perorangan, kelompok,
dan masyarakan guna meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat.
Dengan berjalanannya program kesehatan yang dijalankan oleh setiap Puskesmas, di
harapkan pada akhirnya akan berpengaruh pada perubahan kepada setiap individu,

6
keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara prilaku sehat serta berperan
aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.3

2.1.2 PROFIL PUSKESMAS UBUNG


Topografi dan Geografi Puskesmas ubung
1. Lokasi
Puskesmas Ubung terletak di Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah,
Nusa Tenggara Barat.
2. Wilayah Kerja
Puskemas Ubung merupakan puskesmas yang ada di wilayah Kecamatan Jonggat
yang dilengkapi dengan sarana rawat inap. Puskesmas Ubung dibangun tahun 1980 di
atas area 4.800 m2 dengan luas wilayah kerja 80,147 Ha dengan batasan sebagai
berikut:
Sebelah Utara : Wilayah Puskesmas Bonjeruk
Sebelah Timur : Wilayah Puskesmas Puyung
Sebelah Barat :Wilayah Puskesmas Kediri dan Puskesmas Bagu Sebelah
Selatan : Wilayah Puskesmas Kuripan

Jenis dan Jumlah Ketenagaan Berdasarkan Fungsinya (Fungsional)

Tabel Data Jenis dan Jumlah Ketenagaan Bedasarkan Fungsinya

Jenis Ketenagaan berdasarkan


NO Jumlah tenaga
Fungsinya

7
1 Puskesmas Induk
a. Dokter 1
b. Dokter Gigi 1
c. D III
a. Keperawatan 22
b. Gigi 2
c. Gizi 3
d. Kesehatan Lingkungan 3
e. Kebidanan 15
f. Apoteker 1
g. Umum
h. Lain Lain
d. Sarjana (SI)
a. SKM 2
b. S.Kep 12
e. Sarjana (S2) 1
f. Bidan (P2B)
Perawat (SPK) 5
Perawat Gigi
SPPH
SPAG
Tenaga Lab 2
Asisten Apoteker
Lain Lain 21
Jumlah 87
Tabel 3. Tenaga Kesehatan Puskesmas Ubung
Diambil dari: Puskemas Ubung. Profil Puskesmas Ubung Tahun 2016

2.2 LAKTASI
2.2.1 ANATOMI PAYUDARA
Payudara pada perempuan yang tidak hamil utamanya terdiri dari jaringan lemak
dan sistem duktal rudimenter. Ukuran payudara tergantung pada jaringan lemak, dan
tidak mempengaruhi produksi ASI. Tiap lobul pada payudara tersusun atas selapis
kelenjar epitel yang disebut alveoli. Air susu diproduksi oleh sel epitel dan kemudian di

8
sekresikan ke dalam lumen alveolar, mengalir ke duktus kolektifus, dan bermuara ke
duktus laktiferus pada permukaan puting.6

Gambar 1. Perbandingan anatomi payudara saat tidak hamil dan menyusui6

2.2.2 FISIOLOGI LAKTASI

Pada pertengahan pertama masa gestasi, perubahan pada payudara sudah dapat
dilihat. Selama kehamilan, tingginya kadar estrogen menyebabkan perkembangan
ekstensif dari sistem duktus. Kadar progesteron yang tinggi menstimulasi pembentukan
alveolar-lobular. Sementara itu, tingginya kadar prolaktin dan human chorionic
somatomammotropin (hCS) merangsang perkembangan kelenjar payudara dengan
mensintesis enzim-enzim yang dibutuhkan untuk produksi air susu.

9
Gambar 2. Sel epitel alveoli memproduksi ASI dan menseksresikannya ke lumen
alveoli, kemudian dialirkan melalui duktus intra lobular hingga ke duktus laktiferus6

Air susu belum akan disekresikan hingga terjadi persalinan. Prolaktin merupakan
stimulan utama untuk sekresi air susu. Namun, tingginya kadar hormon estrogen dan
progesteron pada kehamilan akhir mencegah laktasi dengan memblokir aksi stimulasi
prolaktin ini. Saat kelahiran plasenta terjadi, terjadi penurunan mendadak kadar estrogen
dan progesteron, sehingga tidak terjadi blokir pada prolaktin dan menginisiasi laktasi.
Setelah produksi air susu terjadi, laktasi akan dipertahankan oleh dua hormon: (1)
prolaktin, berfungsi untuk sekresi air susu, dan (2) oksitosin, berfungsi untuk ejeksi air
susu. Keluarnya kedua hormon ini disebabkan oleh refleks neuroendokrin yang dipicu
oleh pengisapan payudara (suckling).

10
Gambar 3. Refleks suckling 6

Bayi tidak dapat mengisap air susu langsung dari lumen alveoli. Air susu harus
diejeksikan secara aktif ke dalam lumen dan duktus laktiferus. Sel mioepitel yang
melingkupi alveoli bertanggung jawab dalam proses ini. Saat bayi menghisap, ujung saraf

11
sensoris pada puting terstimulasi. Potensial aksi berjalan dari medula spinalis hingga
hipotalamus, melepaskan oksitosin dari kelenjar pituitari posterior. Oksitosin kemudian
menstimulasi kontraksi sel mioepitel pada payudara. Air susu akan terus dikeluarkan
selama bayi menyusui.
Refleks ejeksi air susu ini memastikan payudara hanya melepaskan air susu saat
bayi butuh dan sejumlah yang dibutuhkan sekalipun alveoli penuh dengan air susu.
Namun refleks ini dapat dikondisikan dengan stimulai lain, misalnya suara tangisan bayi
akan memicu pengeluaran air susu. Sebaliknya, stres fisiologis dapat menghambat
pengeluaran air susu. Sehingga dukungan yang baik sangat menentukan kesuksesan masa
menyusui. Saat bayi menyusu, hormon prolaktin juga disekresikan dari kelenjar pituitari
anterior. Hormon ini kemudian merangsang epitel alveolar mensekresikan air susu untuk
menggantikan air susu yang sudah dikeluarkan. Selain prolaktin, terdapat hormon-
hormon lain yang mempengaruhi produksi air susu: kortisol, insulin, paratiroid, dan
growth hormone.
Stimulasi ejeksi dan produksi air susu yang bersamaan ini memastikan laju
sintesis air susu dapat memenuhi kebutuhan bayi. Semakin sering bayi menyusu, semakin
banyak air susu yang dikeluarkan dan semakin banyak pula susu yang diproduksi. 6

2.2.3 DEFINISI MENYUSUI EKSKLUSIF

Pola menyusui dikategorikan dalam tiga kelompok oleh WHO, yaitu menyusui
eksklusif, predominan, dan parsial:
1) Menyusui eksklusif adalah pemberian ASI tanpa disertai pemberian makanan atau
minuman lain, termasuk air putih, kecuali obat-obatan atau vitamin.
2) Menyusui predominan adalah pemberian ASI pada bayi, disertai pemberian
sedikit air atau minuman berbasis air seperti teh, sebagai makanan/minuman
prelakteal sebelum ASI keluar.
3) Menyusui parsial adalah menyusui bayi serta diberikan makanan buatan selain
ASI, baik susu formula, bubur, atau makanan lainnya sebagai makanan prelakteal.
2

2.2.4 MANFAAT ASI


12
Badan kesehatan dunia (WHO) merekomendasikan ibu di seluruh dunia untuk
menyusui bayi secara eksklusif selama enam bulan untuk mencapai pertumbuhan dan
perkembangan optimal. Setelahnya, anak tetap disusui dan diberi makanan pendamping
ASI (MP-ASI) hingga usia dua tahun atau lebih. Rekomendasi ini didukung oleh
systematic review dari 2 RCT dan 18 studi yang dilakukan oleh Kramer et.al.
Penelitian tersebut mengungkap bahwa ASI eksklusif hanya dengan ASI tanpa
tambahan makanan lain selama enam bulan lebih unggul daripada ASI eksklusif selama
3-4 bulan diikuti ASI parsial. Manfaatnya termasuk risiko rendah infeksi saluran cerna
pada bayi, penurunan cepat berat badan ibu pasca melahirkan, dan menunda kembalinya
siklus haid. Tidak ada penurunan risiko infeksi atau penyakit alergi lain yang ditemukan.
Tidak ada efek samping pertumbuhan pada anak yang diberi ASI eksklusif selama enam
bulan. Namun, penurunan kadar besi ditemukan di sebagian negara berkembang sehingga
dibutuhkan suplemen besi. 7

2.2.5 MANAJEMEN LAKTASI


Manajemen laktasi adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk menunjang
keberhasilan menyusui. Strategi ini sudah harus diterapkan semenjak masa kehamilan,
hingga setelah kelahiran bayi.
1) Masa kehamilan (antenatal)
Pada masa kehamilan, diawali dengan memberikan penyuluhan kepada
ibu dan ayah tentang keunggulan ASI, baik dari segi kesehatan ibu dan bayi,
maupun sisi ekonomi-sosial. Selama pemeriksaan kesehatan, diperhatikan
pulaapakah ada kelainan pada payudara atau puting susu ibu yang dapat
mempengaruhi proses menyusui nantinya. Sarankan kepada ibu untuk melakukan
perawatan payudara sejak kehamilan trimester ketiga. Perhatikan pula asupan gizi
ibu sejak trimester kedua kehamilan. Porsi makanan sebaiknya ditambah 1,5 kali
dari porsi biasa sebelum hamil. Dan yang terpenting adalah keluarga, terutama
suami memberikan dukungan kepada ibu agar tercipta situasi psikologis yang
kondusif.
2) Masa persalinan (prenatal)
Memasuki masa setelah persalinan, bantu ibu untuk menyusui 30 menit
setelah kelahiran (IMD). Tunjukan cara menyusui yang benar, terutama posisi dan

13
perlekatan yang baik. Selama nifas, beri ibu kapsul vitamin A 200.000 IU
setidaknya dua minggu setelah melahirkan.
3) Masa menyusui selanjutnya (post-natal)
Pada masa ini, sarankan ibu untuk terus menyusui secara eksklusif selama
enam bulan. Agar dapat memproduksi ASI dengan cukup dengan kandungan gizi
yang baik, asupan gizi ibu harus tetap terjaga dengan baik. Porsi makanan
ditambah 1,5 kali dari sebelum hamil, dan konsumsi air minimal 8 gelas sehari
untuk memastikan hidrasi tercukupi. Ibu yang menyusui harus cukup istirahat dan
menjaga ketenangan pikirannya agar produksi ASI dapat terjaga. Jika ditemukan
masalah kesehatan selama menyusui, misalnya payudara bengkak, atau demam,
atau adanya penyakit lain, segera bawa ibu ke layanan kesehatan untuk
penanganan segera. 8

2.2.6 CARA MENYUSUI YANG BAIK


Agar bayi dapat merasakan manfaat ASI, maka kuantitas dan kualitas pemberian
ASI harus diperhatikan. Bayi setidaknya menyusu 8-12 kali dalam 24 jam, atau tiap 2-3
jam sekali. Susui bayi sesering mungkin, jika perlu bangunkan bayi ketika sudah masuk
jam minum susu. Ibu dapat memperhatikan tanda-tanda bayi haus, seperti bayi sudah
mengisap-isap jari, mengucek mata, dan menangis.
Bayi yang mendapatkan ASI adekuat setelah berusia 48 jam akan (1) pipis 6-8
kali dalam 24 jam, (2) tidur lelap 2-3 jam sehabis minum, (3) berat badan naik 20-40
g/hari, dan (4) kembali ke berat lahir dalam 1-2 minggu.

14
Gambar 4. Berbagai posisi menyusui: cradle hold, cross cradle, football hold, dan side
lying position. 9

Dalam praktik menyusui, ibu harus memperhatikan dua poin penting yaitu: posisi
menyusui dan perlekatan (latch on). Posisi menyusui dapat bermacam-macam, seperti
menyusui sambil duduk, tidur menyamping, atau cradle hold. Yang penting harus
menyokong seluruh tubuh bayi, menghadap ibu, dan memastikan kepala-leher-badan bayi
dalam sejajar.

15
Gambar 5. Posisi perlekatan yang tepat selama menyusui 10

Perlekatan yang baik akan membantu bayi untuk mengisap susu secara efektif. Ini
ditandai dengan (1) sebagian besar puting masuk ke dalam mulut bayi, (2) bibir atas bayi
melipat keluar, (3) mulut terbuka lebar, (4) ibu tidak meras sakit, dan (5) terdengar suara
menelan. Jika bayi mengisap lambat dan dalam disertai adanya jeda menelan, dan
payudara terasa kosong, maka dapat dipastikan bayi mengisap air susu dengan efektif. 10

2.2.7 MASALAH SELAMA MENYUSUI


Selama masa menyusui, tak jarang ibu menghadapi tantangan yang dapat
mempengaruhi proses menyusui. Diantaranya:
1) Puting lecet.

16
Kunci untuk menghindari puting lecet adalah perlekatan yang baik.
Selama bayi menghisap dari areola, puting tidak akan terluka. Ibu dapat
mengoleskan sisa ASI pada luka dan membiarkannya kering. Hindari penggunaan
bra yang ketat dan membersihkan payudara dengan astringen.
2) Produksi ASI sedikit
Coba untuk lebih sering menyusui bayi. Susukan dari kedua payudara.
Batasi penggunaan kempeng dan pemberian susu formula karena dapat
mengurangi kemauan bayi minum ASI.
3) Produksi ASI terlampau banyak
Susukan bayi sebelum bayi lapar untuk mencegah pengisapan berlebih.
Jika payudara terasa nyeri karena pembengkakan, kompres dengan handuk dingin.
4) Mastitis
Umumnya terjadi pada sebelah payudara, nyeri, demam, dan keluar cairan
kekuningan. Dapat sembuh sendiri dalam 1-2 hari dengan perawatan suportif,
seperti kompres hangat, masase, dan istirahat cukup. Jika tidak membaik, ibu
dapat diberikan antibiotik. Tetap berikan ASI dari payudara yang sakit untuk
menghindari pembengkakan payudara akibat ASI yang tertampung.10

2.2.8 TINGKAT PENDIDIKAN


Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi penilaian seseorang terhadap pencarian,
pengolahan, serta penerapan informasi. Informasi yang dimiliki ini pada akhirnya akan
mempengaruhi perilaku seseorang. Ibu dengan pendidikan lebih tinggi cenderung mampu
mengumpulkan pengetahuan yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan
keluarganya. Sehingga ia dapat memberikan perawatan kesehatan yang lebih baik
daripada ibu dengan pendidikan rendah. Banyak studi yang menyimpulkan terdapat
kaitan antara tingkat pendidikan ibu terhadap perilaku menyusui eksklusif. 5

17
BAB III
METODE

3.1. Jenis Penelitian


Metode penelitian yang dilakukan dalam makalah ini adalah survei dan wawancara
dengan kuisioner.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian berlangsung selama satu bulan, yaitu selama bulan Januari 2017.
Berlangsung di Posyandu Labulia wilayah cakupan kerja Puskesmas Kecamatan
Ubung, Lombok Tengah.

3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


Kriteria inklusi dari sampel adalah seluruh ibu yang memiliki setidaknya satu anak,
yang datang pada hari pelayanan posyandu, bersedia untuk mengisi kuesioner atau
diwawancara. Sedangkan kriteria eksklusi adalah ibu yang tidak melengkapi
kuisioner.

3.4. Besar Sampel


Pada survei ini, peneliti menetapkan jumlah sampel minimal sebanyak 30 responden.

3.5. Alokasi Subjek


Semua ibu yang datang ke posyandu di wawancara hingga memenuhi target minimal
sampel 30 responden.

3.6. Definisi Operasional


1) ASI eksklusif : ibu tidak memberikan makanan apapun pada anak sejak
lahir hingga usia 6 bulan kecuali ASI, obat, atau vitamin.
2) Tingkat pendidikan : jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh. Dibagi
ke dalam tamatan SD/MI, SMP/MTS, SMA/MAN/SMK, dan
Perguruan Tinggi (D3, S1, atau S2).

18
Ibu menyusui di wilayah kerja
Puskesmas Ubung

Memenuhi kriteria inklusi

Ya Tidak Drop out

Pengisian kuesioner dan


wawancara

Pengolahan data

Penyusunan laporan

Gambar 6. Alur kerja penelitian

19
BAB IV
HASIL

Pengambilan data dilakukan selama pelayanan posyandu di wilayah cakupan


kerja Puskesmas Ubung, Kabupaten Lombok Tengah yaitu Posyandu Labulia. Penelitian
berlangsung selama satu bulan, terhitung sejak tanggal 3 januari 2017. Sebanyak 30
subjek terjaring dalam penelitian ini.
Rerata usia responden adalah 22 tahun. Dengan responden termuda berusia 17
tahun, dan responden tertua berusia 35 tahun. Sebanyak 51% responden berada di
kelompok usia 20-30 tahun. Sedangkan 16% responden lain masuk ke dalam kelompok
usia >30 tahun, dan sisanya sebanyak 33% lagi dalam kelompok usia <20 tahun. Median
jumlah anak yang dimiliki responden adalah dua orang anak. Dengan minimal satu anak,
dan maksimal lima orang anak.

Pernyataan Pertama
Pernyataan pertama adalah saat masa pemberian ASI eksklusif, anak boleh
mendapat makanan tambahan (madu, susu formula, pisang, bubur, biskuit, dll). Jawaban
benarnya adalah saat masa pemberian ASI eksklusif tidak boleh mendapatkan makanan
tambahan. Dari 30 subjek yang menjawab, Jumlah subjek yang menjawab dengan benar
adalah 21 subjek dan salah adalah 7 subjek.

PertanyaanPertama
Benar Salah

30%

70%

20
Pernyataan Kedua
Pernyataan kedua adalah ASI eksklusif diberikan minimal selama 6 bulan.
Sebanyak 27 subjek menjawab dengan benar (90%). Sedangkan sebagian kecil (10%)
dari sisa total subjek menjawab dengan salah (ASI eksklusif dapat diberikan kurang dari
6 bulan).

Diagram2. Pernyataankedua

10%

Benar Salah

90%

Pernyataan Ketiga
Pernyataan ketiga adalah susu formula lebih baik daripada ASI. Pada pertanyaan
ini, lebih banyak ibu yang menjawab dengan benar (susu formula tidak lebih baik dari
pada ASI). Subjek yang menjawab dengan benar sebanyak 29 ibu (96%). Sedangkan
yang menjawab dengan salah sebanyak 1 ibu (4%).

21
Pernyataan Keempat
Pernyataan keempat adalah ASI yang pertama kali keluar (setelah melahirkan)
yang berwarna kekuningan, tidak baik untuk bayi baru lahir. Sebagian besar subjek (36
ibu) menjawab dengan benar (34%). Sedangkan sisanya sebanyak 66% menjawab bahwa
ASI yang pertama kali keluar tidak baik untuk bayi baru lahir, padahal seharusnya baik
untuk bayi baru lahir.

Pernyataan Kelima

Pernyataan kelima adalah ASI tidak bisa disimpan di dalam kulkas. Jawaban yang
benar adalah ASI dapat disimpan di dalam kulkas. Jumlah subjek yang menjawab benar
(ASI dapat disimpan di dalam kulkas) sebanyak 83% dan jumlah subjek yang menjawab
salah sebanyak 17%.

22
Pernyataan Keenam

Pernyataan keenam adalah anak yang diberi ASI lebih gampang sakit. Jawaban
yang benar adalah anak yang diberi ASI seharusnya tidak gampang sakit. Sebanyak 90%
subjek menjawab dengan benar. Sedangkan sisanya sebanyak 10% menjawab dengan
salah.

Pernyataan Ketujuh

Pernyataan ketujuh adalah menurut ibu, berapa kali jumlah pemberian ASI yang
cukup dalam 1 hari?. Jawaban yang benar adalah 8-12 kali per hari. Jika subjek
menjawab dibawah 8 kali maka dianggap salah. Jumlah subjek yang menjawab dengan
benar adalah sebanyak 82%. Sedangkan yang menjawab dengan salah sebanyak 18%.

23
Pernyataan Kedelapan

Pernyataan kedelapan berupa dua gambar yang menunjukkan posisi menyusui.


Para subjek diminta untuk memilih satu jawaban yang benar. Posisi menyusui yang tepat
ditunjukkan oleh gambar A karena menunjukkan perlekatan bibir bayi yang baik terhadap
puting susu.

A B

Dari total 30 subjek, terdapat perbedaan tipis antara proporsi banyaknya subjek yang
menjawab dengan benar dan salah dalam pernyataan ini sebanyak 17 ibu menjawab
dengan benar (56%) dan sisanya menjawab dengan salah (44%). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar ibu belum mengetahui posisi menyusui yang benar.

24
Jadi, berdasarkan hasil di atas terlihat bahwa pada kedelapan pertanyaan lebih
banyak subjek yang menjawab dengan benar dibandingkan dengan subjek yang
menjawab dengan salah. Persentase terbesar pengetahuan para ibu mengenai jawaban
benar terdapat pada pernyataan kedua yaitu ASI eksklusif diberikan minimal selama 6
bulan. Sedangkan persentase terkecil pengetahuan para ibu mengenai jawaban benar
terdapat pada pernyataan keempat ASI yang pertama kali keluar (setelah melahirkan)
yang berwarna kekuningan, tidak baik untuk bayi baru lahir.

PersentaseJawabanBenar
120%

100%

80%

60%

40%

20%

0%
1 2 3 4 5 6 7 8

Benar

Diagram 9. Rangkuman persentase jawaban benar dari semua pernyataan

25
BAB V
DISKUSI

ASI eksklusif merupakan asupan yang sangat penting untuk bayi baru lahir
sampai bayi maksimal berusia 2 tahun. UNICEF dan WHO merekomendasikan
pemberian ASI selama paling sedikit 6 bulan. Di Indonesia, pemberian ASI itu sendiri
ada dalam peraturan hukum UU nomor 36/2009 tentang kesehatan, Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 dan keputusan Menteri Kesehatan Nomor
450/MENKES/SK/VI/2004.1 Hal ini membuktikan bahwa ASI adalah hal yang serius.
Tingginya pemberian ASI eksklusif sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan para
ibu. Oleh karena itu semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu maka semakin tinggi juga
angka pemberian ASI di masyarakat.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), arti kata tahu adalah mengerti
sesudah melihat (menyaksikan, mengalami, dsb). Sedangkan kata pengetahuan diartikan
sebagai segala sesuatu yang diketahui atau kepandaian. Jadi, pengetahuan ibu tentang
ASI eksklusif diartikan sebagai kesan dan pemahaman yang dimiliki oleh ibu setelah
melakukan penginderaan terhadap subjek maupun objek berkaitan dengan ASI eksklusif.6

Pengetahuan mempunyai dampak penting dalam perilaku ibu. Pengetahuan ibu


tentang ASI akan menjadi pemahaman tentang dampak baik atau buruknya memberikan
ASI secara eksklusif kepada bayinya. Dalam penyataan pertama penelitian ini sebanyak
orang menjawab bahwa selama masa ASI eksklusif, anak tidak boleh mendapat makanan
tambahan selain ASI. Lebih banyak responden yang menjawab benar bahwa anak tidak
boleh mendapatkan makanan selama masa pemberian ASI eksklusif. Hal ini
membuktikan bahwa sudah banyak responden mengerti tentang ASI eksklusif di
kecamatan Labulia. dan beberapa responden yang menjawab salah dengan alasan para ibu
memberikan makanan selain ASI adalah faktor orangtua yang menyuruh mereka, anak
menolak ASI karena ingin anaknya lebih cepat gemuk.

26
Pada pertanyaan kedua, tingkat pengetahuan para ibu tentang waktu minimal
pemberian ASI sudah bagus. Sebanyak lebih dari setengah jumlah total responden
menjawab dengan benar (90%). Namun, sisanya sebanyak 10% menjawab bahwa ASI
eksklusif dapat diberikan kurang 6 bulan.. Pemberian minimal 6 bulan bukan tanpa
alasan. Menurut riset yang dilakukan oleh Kakuma et al (2009), anak yang diberikan ASI
saja selama 6 bulan tanpa ada makanan padat maupun cair lainnya terbukti lebih banyak
manfaat kesehatan dibandingkan dengan ASI eksklusif selama hanya 3-4 bulan yang
dilanjutkan dengan pemberian makanan pendamping ASI.7

Pada pertanyaan ketiga juga banyak para ibu yang menjawab dengan benar yaitu
ASI lebih baik dari susu formula (sebanyak 96%). Namun hanya sedikit dari responden
(4%) yang menjawab dengan salah. Menurut para responden, hal ini disebabkan oleh
pengaruh banyaknya iklan susu formula di media massa maupun media elektronik. Pada
pertanyaan keempat lebih banyak responden yang menjawab dengan salah (66%).
Banyak para ibu yang membuang ASI kolostrum mereka karena lasan sebagian besar
responden adalah ketidaktahuan mereka yang beranggapan bahwa kolostrum adalah ASI
kotor. Namun sebanyak 34% responden menjawab benar.

Pada pertanyaan kelima tentang penyimpanan ASI di dalam kulkas, lebih banyak
reponden menjawab benar (83%) dan salah (17%). Alasan sebagian besar ibu yang
menjawab salah adalah karena belum pernah mendapat informasi dari berbagai sumber.

Pada pertanyaan keenam terlihat bahwa pengetahuan sebagian besar ibu tentang
manfaat ASI sudah bagus. Sebanyak 90% responden menjawab bahwa ASI membuat
anak mereka lebih sehat jika dibandingkan dengan anak yang tidak mendapat ASI
eksklusif. Secara keseluruhan, anak mereka jadi tidak sering terserang flu, diare dan
penyakit infeksi ringan lainnya. Hal ini terbukti dengan studi yang dilakukan Motee et al
(2014)9 yang menyatakan bahwa anak yang diberi ASI memiliki resiko berkurangnya
terkena penyakit infeksi gastrointestinal dan penyakit alergi. Sedangkan sisa responden
menjawab dengan salah (10%) karena menurut mereka penyakit yang diderita ibu dapat
menular lewat ASI. Menurut mereka, penyakit yang dapat menular adalah penyakit flu.
Penyakit infeksi yang dapat menular lewat ASI adalah HIV AIDS. Bahkan penyakit

27
infeksi tuberkulosis pun tidak menular lewat ASI namun melalui droplet apabila ibu tidak
menutup mulut dengan masker.10

Pertanyaan ketujuh berupa pertanyaan mengenai jumlah pemberian ASI yang


cukup dalam satu hari. Jawaban yang benar adalah 8-12 kali sehari.Terdapat selisih tipis
antara persentase responden yang menjawab benar dan salah. Responden yang menjawab
benar sebanyak 82%. Sebagian besar responden terlihat bingung saat menjawab
pertanyaan ini karena mereka biasanya memberikan ASI kapan saja jadi tidak
menghitung secara persis berapa kali mereka memberikan ASI.

Pertanyaan kedelapan berupa dua gambar yang menunjukkan posisi menyusui.


Terdapat selisih tipis antara jawaban benar (56%) dengan jawaban posisi A dan sisa
responden (44%) menjawab dengan salah karena mereka menyangka pada posisi A bayi
tidak dapat bernafas dengan lancar karena hidungnya tertutup oleh areola. Padahal syarat
perlekatan yang tepat adalah mulut terbuka lebar, dagu menempel ke payudara ibu, bibir
bayi terlipat keluar dan lain-lain. Akibat dari perlekatan yang buruk adalah bayi bisa
bosan menyusui sehingga menyusui menjadi tidak selesai sampai kenyang, puting susu
ibu bisa menjadi lecet dan akibatnya pertumbuhan bayi menjadi terhambat.11

Jadi, dari kedelapan pernyataan yang sudah dijawab responden, sebagian besar
responden mempunyai tingkat pengetahuan yang bagus mengenai ASI eksklusif. Karena
sebagian besar lebih dari 70% responden menjawab dengan benar. Seperti studi-studi
lainnya yang dilakukan oleh Rachmaniah N membuktikan bahwa tingkat pengetahuan
mengenai ASI eksklusif berbanding lurus dengan sikap menyusui ibu. Oleh karena itu
semakin tinggi pengetahuan ibu maka semakin tinggi juga jumlah ibu yang menyusui
bayinya sehingga para bayi dapat terhindar dari penyakit.12

28
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan
responden mengenai ASI eksklusif sudah cukup bagus.

6.2 Saran
Saran yang bisa diberikan adalah sebagai berikut:
1. Memberikan penyuluhan secara menyeluruh kepada masyarakat NTB
khususnya kecamatan Jonggat Lombok Tengah tentang fakta dan mitos ASI
eksklusif
2. Mengobservasi setiap ibu tentang cara menyusui mereka
3. Menggalakkan program kesehatan ibu dan anak setiap bulan agar tercapai
populasi dini yang cukup gizi

29
Daftar Pustaka

1. WHO. Exclussive Breastfeeding [Internet]. WHO; 2014. Available from:


www.who.int/nutrition/topics/exclusive_breastfeeding/en/
2. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Situasi dan analisis ASI
eksklusif. Kementrian Kesehatan RI; 2014.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Riset Kesehatan Dasar
2010. Kementrian Kesehatan RI; 2010.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Riset Kesehatan Dasar
2013. Kementrian Kesehatan RI; 2013.
5. Banu B, Khanom K. Effects of Education Level of Father and Mother on Perceptions
of Breastfeeding. J Enam Med Col. 2012;2(2):6773.
6. Sherwood L. Human Physiology From Cells to System. 7th ed. Brooks/Cole; 2010.
793-5 p.
7. WHO. The optimal duration of breastfeeding [Internet]. WHO; 2011. Available from:
http://www.who.int/mediacentre/news/statements/2011/breastfeeding_20110115/en/
8. Siregar A. Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.
Universitas Sumatera Utara.; 2004.
9. Center for History and New Media. Zotero Quick Start Guide [Internet]. Available
from: http://zotero.org/support/quick_start_guide
10. US Department of Health and Human Services. Your Guide to Breastfeeding. Us Dep
Heal Hum Serv. 2011.
11. Fahriani R, Rohsiswatmo R, Hendarto A. Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI
Eksklusif pada Bayi Cukup Bulan yang Dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Sari
Pediatri. 2014 Apr;15(6).
12. Joshi PC, et.al. Prevalence of exclusive breastfeeding and associated factors among
mothers in rural Bangladesh: a cross-sectional study. Int Breastfeed J [Internet].
9(7):2014. Available from:
http://www.internationalbreastfeedingjournal.com/content/9/1/7
13. Afifah DN. Faktor yang Berperan dalam Kegagalan Praktik Pemberian ASI
Eksklusif. 2007;
14. Agam I, Syam A, Citrakesumasari. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian
ASI Eksklusif di Kelurahan Tamamung Kecamatan Panakkukang Kota Makassar.
Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin;
15. Satino YS. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu
Primipara di Kota Surakarta. J Terpadu Ilmu Kesehat. 2014 Nov;3(2):10614.
16. Josefa KG. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemberian ASI Eksklusif
pada Ibu. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro; 2011.

30

Anda mungkin juga menyukai