2
Studi-studi sebelumnya menemukan bahwa banyak faktor sosioekonomi dan
budaya yang mempengaruhi perilaku menyusui ibu di suatu daerah. Pendidikan orang tua
dianggap sebagai faktor terpenting dalam penentuan inisiasi, praktik, dan pengetahuan
dalam menyusui. Tingkat pendidikan ibu dinilai lebih penting daripada tingkat
pendidikan ayah dalam perawatan anak. Ibu yang tidak bisa membaca tidak mampu
memahami manfaat ASI dan bahaya susu formula. Ibu yang mampu membaca namun
dengan pendidikan rendah kesulitan menentukan makanan yang tepat bagi anaknya.5
Anak yang tidak mendapatkan asupan nutrisi yang cukup sejak lahir, berisiko
kekurangan energi dan protein. Dalam jangka pendek, asupan nutrisi yang jelek dapat
menghambat kenaikan berat badan bayi. Sedangkan dalam jangka panjangnya, akan
mempengaruhi pertumbuhan tinggi anak. Dalam skala nasional, laporan Riskesdas tahun
2010 menunjukan masih terdapat sebanyak 17,9% balita gizi kurang dan 4,9% balita gizi
buruk. Sebanyak 35,7% balita Indonesia pendek, dan 18,5% masuk dalam kategori sangat
pendek.3 Selain pengaruhnya pada pertumbuhan fisik, kekurangan gizi akan
mempengaruhi angka kesakitan dan tingkat kecerdasan anak. Tentu ini akan menjadi
beban bagi bangsa ini di masa depan.
Oleh karena pentingnya pemberian ASI yang adekuat ini, pemerintah
mengeluarkan aturan hukum terkait pemberian ASI. Negara mewajibkan semua ibu
memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya selama enam bulan. Keluarga
dan pemerintah, serta layanan umum harus memberikan dukungan penuh untuk program
ini. Hukuman pidana mengancam mereka yang menghambat program ini. Akan tetapi,
capaian ASI eksklusif ini masih jauh dari target yang diharapkan. Salah satu factor yang
disinyalir berperan adalah tingkat pendidikan ibu.
Laporan Riskesdas 2010 menunjukan bahwa terdapat kecenderungan semakin
rendah tingkat pendidikan, semakin tinggi persentase perilaku ibu yang membuang
semua kolostrum. Sebaliknya, semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi
persentase ibu balita yang memberikan semua kolostrum kepada bayi. Ada pula
kecenderungan, semakin tinggi tingkat pendidikan dan status ekonomi, semakin rendah
persentase anak usia 0-23 bulan yang masih disusui.3
Kurangnya pemberian ASI eksklusif dapat disebabkan oleh banyak faktor, baik dari
pihak ibu maupun bayi. dari pihak bayi dapat terjadi penolakan saat diberi ASI, bayi
3
sering menangis, bayi bingung putting dan bayi prematur. Dari pihak ibu dapat terjadi
masalah putting susu yang terbenam atau lecet, payudara bengkak, ASI kurang, ibu yang
bekerja dan pengetahuan yang kurang atau salah mengenai ASI, contohnya bahwa susu
formula lebih baik daripada ASI, saat periode ASI eksklusif bayi boleh mendapatkan
makanan/minuman selain ASI dan lain sebagainya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
persentase cakupan ASI eksklusif perlu diketahui penyebab kurangnya pemberian ASI
eksklusif yang selanjutnya dapat dievaluasi oleh petugas kesehatan. Laporan mini project
ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan para ibu tentang pemberian
ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Ubung.
1.3 Hipotesis
4
1.5.1 Manfaat bagi Peneliti
1. Peneliti mendapatkan ilmu di bidang penelitian
2. Peneliti dapat mempelajari sekaligus melakukan intervensi mengenai ASI ke
masyarakat luas
3. Melatih ilmu komunikasi yang baik dan benar
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Wilayah kerja adalah batasan wilayah kerja Puskesmas dalam melaksanakan tugas
dan fungsi pembangunan kesehatan, yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota berdasarkan keadaan geografis, demografi, sarana transportasi, masalah
kesehatan setempat, keadaan sumber daya, beban kerja Puskesmas dan lain-lain. Selain
itu juga harus memperhatikan upaya untuk meningkatkan koordinasi, memperjelas
tanggung jawab pembangunan dalam wilayah kecamatan, meningkatkan sinergisme
pembangunan dalam wilayah kecamatan, meningkatkan sinergisme kegiatan dan
meningkatkan kinerja. Apabila dalam satu wilayah kecamatan terdapat lebih dari satu
Puskesmas maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menunjuk salah satu
Puskesmas sebagai koordinator pembangunan kesehatan di kecamatan. 2
6
keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara prilaku sehat serta berperan
aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.3
7
1 Puskesmas Induk
a. Dokter 1
b. Dokter Gigi 1
c. D III
a. Keperawatan 22
b. Gigi 2
c. Gizi 3
d. Kesehatan Lingkungan 3
e. Kebidanan 15
f. Apoteker 1
g. Umum
h. Lain Lain
d. Sarjana (SI)
a. SKM 2
b. S.Kep 12
e. Sarjana (S2) 1
f. Bidan (P2B)
Perawat (SPK) 5
Perawat Gigi
SPPH
SPAG
Tenaga Lab 2
Asisten Apoteker
Lain Lain 21
Jumlah 87
Tabel 3. Tenaga Kesehatan Puskesmas Ubung
Diambil dari: Puskemas Ubung. Profil Puskesmas Ubung Tahun 2016
2.2 LAKTASI
2.2.1 ANATOMI PAYUDARA
Payudara pada perempuan yang tidak hamil utamanya terdiri dari jaringan lemak
dan sistem duktal rudimenter. Ukuran payudara tergantung pada jaringan lemak, dan
tidak mempengaruhi produksi ASI. Tiap lobul pada payudara tersusun atas selapis
kelenjar epitel yang disebut alveoli. Air susu diproduksi oleh sel epitel dan kemudian di
8
sekresikan ke dalam lumen alveolar, mengalir ke duktus kolektifus, dan bermuara ke
duktus laktiferus pada permukaan puting.6
Pada pertengahan pertama masa gestasi, perubahan pada payudara sudah dapat
dilihat. Selama kehamilan, tingginya kadar estrogen menyebabkan perkembangan
ekstensif dari sistem duktus. Kadar progesteron yang tinggi menstimulasi pembentukan
alveolar-lobular. Sementara itu, tingginya kadar prolaktin dan human chorionic
somatomammotropin (hCS) merangsang perkembangan kelenjar payudara dengan
mensintesis enzim-enzim yang dibutuhkan untuk produksi air susu.
9
Gambar 2. Sel epitel alveoli memproduksi ASI dan menseksresikannya ke lumen
alveoli, kemudian dialirkan melalui duktus intra lobular hingga ke duktus laktiferus6
Air susu belum akan disekresikan hingga terjadi persalinan. Prolaktin merupakan
stimulan utama untuk sekresi air susu. Namun, tingginya kadar hormon estrogen dan
progesteron pada kehamilan akhir mencegah laktasi dengan memblokir aksi stimulasi
prolaktin ini. Saat kelahiran plasenta terjadi, terjadi penurunan mendadak kadar estrogen
dan progesteron, sehingga tidak terjadi blokir pada prolaktin dan menginisiasi laktasi.
Setelah produksi air susu terjadi, laktasi akan dipertahankan oleh dua hormon: (1)
prolaktin, berfungsi untuk sekresi air susu, dan (2) oksitosin, berfungsi untuk ejeksi air
susu. Keluarnya kedua hormon ini disebabkan oleh refleks neuroendokrin yang dipicu
oleh pengisapan payudara (suckling).
10
Gambar 3. Refleks suckling 6
Bayi tidak dapat mengisap air susu langsung dari lumen alveoli. Air susu harus
diejeksikan secara aktif ke dalam lumen dan duktus laktiferus. Sel mioepitel yang
melingkupi alveoli bertanggung jawab dalam proses ini. Saat bayi menghisap, ujung saraf
11
sensoris pada puting terstimulasi. Potensial aksi berjalan dari medula spinalis hingga
hipotalamus, melepaskan oksitosin dari kelenjar pituitari posterior. Oksitosin kemudian
menstimulasi kontraksi sel mioepitel pada payudara. Air susu akan terus dikeluarkan
selama bayi menyusui.
Refleks ejeksi air susu ini memastikan payudara hanya melepaskan air susu saat
bayi butuh dan sejumlah yang dibutuhkan sekalipun alveoli penuh dengan air susu.
Namun refleks ini dapat dikondisikan dengan stimulai lain, misalnya suara tangisan bayi
akan memicu pengeluaran air susu. Sebaliknya, stres fisiologis dapat menghambat
pengeluaran air susu. Sehingga dukungan yang baik sangat menentukan kesuksesan masa
menyusui. Saat bayi menyusu, hormon prolaktin juga disekresikan dari kelenjar pituitari
anterior. Hormon ini kemudian merangsang epitel alveolar mensekresikan air susu untuk
menggantikan air susu yang sudah dikeluarkan. Selain prolaktin, terdapat hormon-
hormon lain yang mempengaruhi produksi air susu: kortisol, insulin, paratiroid, dan
growth hormone.
Stimulasi ejeksi dan produksi air susu yang bersamaan ini memastikan laju
sintesis air susu dapat memenuhi kebutuhan bayi. Semakin sering bayi menyusu, semakin
banyak air susu yang dikeluarkan dan semakin banyak pula susu yang diproduksi. 6
Pola menyusui dikategorikan dalam tiga kelompok oleh WHO, yaitu menyusui
eksklusif, predominan, dan parsial:
1) Menyusui eksklusif adalah pemberian ASI tanpa disertai pemberian makanan atau
minuman lain, termasuk air putih, kecuali obat-obatan atau vitamin.
2) Menyusui predominan adalah pemberian ASI pada bayi, disertai pemberian
sedikit air atau minuman berbasis air seperti teh, sebagai makanan/minuman
prelakteal sebelum ASI keluar.
3) Menyusui parsial adalah menyusui bayi serta diberikan makanan buatan selain
ASI, baik susu formula, bubur, atau makanan lainnya sebagai makanan prelakteal.
2
13
perlekatan yang baik. Selama nifas, beri ibu kapsul vitamin A 200.000 IU
setidaknya dua minggu setelah melahirkan.
3) Masa menyusui selanjutnya (post-natal)
Pada masa ini, sarankan ibu untuk terus menyusui secara eksklusif selama
enam bulan. Agar dapat memproduksi ASI dengan cukup dengan kandungan gizi
yang baik, asupan gizi ibu harus tetap terjaga dengan baik. Porsi makanan
ditambah 1,5 kali dari sebelum hamil, dan konsumsi air minimal 8 gelas sehari
untuk memastikan hidrasi tercukupi. Ibu yang menyusui harus cukup istirahat dan
menjaga ketenangan pikirannya agar produksi ASI dapat terjaga. Jika ditemukan
masalah kesehatan selama menyusui, misalnya payudara bengkak, atau demam,
atau adanya penyakit lain, segera bawa ibu ke layanan kesehatan untuk
penanganan segera. 8
14
Gambar 4. Berbagai posisi menyusui: cradle hold, cross cradle, football hold, dan side
lying position. 9
Dalam praktik menyusui, ibu harus memperhatikan dua poin penting yaitu: posisi
menyusui dan perlekatan (latch on). Posisi menyusui dapat bermacam-macam, seperti
menyusui sambil duduk, tidur menyamping, atau cradle hold. Yang penting harus
menyokong seluruh tubuh bayi, menghadap ibu, dan memastikan kepala-leher-badan bayi
dalam sejajar.
15
Gambar 5. Posisi perlekatan yang tepat selama menyusui 10
Perlekatan yang baik akan membantu bayi untuk mengisap susu secara efektif. Ini
ditandai dengan (1) sebagian besar puting masuk ke dalam mulut bayi, (2) bibir atas bayi
melipat keluar, (3) mulut terbuka lebar, (4) ibu tidak meras sakit, dan (5) terdengar suara
menelan. Jika bayi mengisap lambat dan dalam disertai adanya jeda menelan, dan
payudara terasa kosong, maka dapat dipastikan bayi mengisap air susu dengan efektif. 10
16
Kunci untuk menghindari puting lecet adalah perlekatan yang baik.
Selama bayi menghisap dari areola, puting tidak akan terluka. Ibu dapat
mengoleskan sisa ASI pada luka dan membiarkannya kering. Hindari penggunaan
bra yang ketat dan membersihkan payudara dengan astringen.
2) Produksi ASI sedikit
Coba untuk lebih sering menyusui bayi. Susukan dari kedua payudara.
Batasi penggunaan kempeng dan pemberian susu formula karena dapat
mengurangi kemauan bayi minum ASI.
3) Produksi ASI terlampau banyak
Susukan bayi sebelum bayi lapar untuk mencegah pengisapan berlebih.
Jika payudara terasa nyeri karena pembengkakan, kompres dengan handuk dingin.
4) Mastitis
Umumnya terjadi pada sebelah payudara, nyeri, demam, dan keluar cairan
kekuningan. Dapat sembuh sendiri dalam 1-2 hari dengan perawatan suportif,
seperti kompres hangat, masase, dan istirahat cukup. Jika tidak membaik, ibu
dapat diberikan antibiotik. Tetap berikan ASI dari payudara yang sakit untuk
menghindari pembengkakan payudara akibat ASI yang tertampung.10
17
BAB III
METODE
18
Ibu menyusui di wilayah kerja
Puskesmas Ubung
Pengolahan data
Penyusunan laporan
19
BAB IV
HASIL
Pernyataan Pertama
Pernyataan pertama adalah saat masa pemberian ASI eksklusif, anak boleh
mendapat makanan tambahan (madu, susu formula, pisang, bubur, biskuit, dll). Jawaban
benarnya adalah saat masa pemberian ASI eksklusif tidak boleh mendapatkan makanan
tambahan. Dari 30 subjek yang menjawab, Jumlah subjek yang menjawab dengan benar
adalah 21 subjek dan salah adalah 7 subjek.
PertanyaanPertama
Benar Salah
30%
70%
20
Pernyataan Kedua
Pernyataan kedua adalah ASI eksklusif diberikan minimal selama 6 bulan.
Sebanyak 27 subjek menjawab dengan benar (90%). Sedangkan sebagian kecil (10%)
dari sisa total subjek menjawab dengan salah (ASI eksklusif dapat diberikan kurang dari
6 bulan).
Diagram2. Pernyataankedua
10%
Benar Salah
90%
Pernyataan Ketiga
Pernyataan ketiga adalah susu formula lebih baik daripada ASI. Pada pertanyaan
ini, lebih banyak ibu yang menjawab dengan benar (susu formula tidak lebih baik dari
pada ASI). Subjek yang menjawab dengan benar sebanyak 29 ibu (96%). Sedangkan
yang menjawab dengan salah sebanyak 1 ibu (4%).
21
Pernyataan Keempat
Pernyataan keempat adalah ASI yang pertama kali keluar (setelah melahirkan)
yang berwarna kekuningan, tidak baik untuk bayi baru lahir. Sebagian besar subjek (36
ibu) menjawab dengan benar (34%). Sedangkan sisanya sebanyak 66% menjawab bahwa
ASI yang pertama kali keluar tidak baik untuk bayi baru lahir, padahal seharusnya baik
untuk bayi baru lahir.
Pernyataan Kelima
Pernyataan kelima adalah ASI tidak bisa disimpan di dalam kulkas. Jawaban yang
benar adalah ASI dapat disimpan di dalam kulkas. Jumlah subjek yang menjawab benar
(ASI dapat disimpan di dalam kulkas) sebanyak 83% dan jumlah subjek yang menjawab
salah sebanyak 17%.
22
Pernyataan Keenam
Pernyataan keenam adalah anak yang diberi ASI lebih gampang sakit. Jawaban
yang benar adalah anak yang diberi ASI seharusnya tidak gampang sakit. Sebanyak 90%
subjek menjawab dengan benar. Sedangkan sisanya sebanyak 10% menjawab dengan
salah.
Pernyataan Ketujuh
Pernyataan ketujuh adalah menurut ibu, berapa kali jumlah pemberian ASI yang
cukup dalam 1 hari?. Jawaban yang benar adalah 8-12 kali per hari. Jika subjek
menjawab dibawah 8 kali maka dianggap salah. Jumlah subjek yang menjawab dengan
benar adalah sebanyak 82%. Sedangkan yang menjawab dengan salah sebanyak 18%.
23
Pernyataan Kedelapan
A B
Dari total 30 subjek, terdapat perbedaan tipis antara proporsi banyaknya subjek yang
menjawab dengan benar dan salah dalam pernyataan ini sebanyak 17 ibu menjawab
dengan benar (56%) dan sisanya menjawab dengan salah (44%). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar ibu belum mengetahui posisi menyusui yang benar.
24
Jadi, berdasarkan hasil di atas terlihat bahwa pada kedelapan pertanyaan lebih
banyak subjek yang menjawab dengan benar dibandingkan dengan subjek yang
menjawab dengan salah. Persentase terbesar pengetahuan para ibu mengenai jawaban
benar terdapat pada pernyataan kedua yaitu ASI eksklusif diberikan minimal selama 6
bulan. Sedangkan persentase terkecil pengetahuan para ibu mengenai jawaban benar
terdapat pada pernyataan keempat ASI yang pertama kali keluar (setelah melahirkan)
yang berwarna kekuningan, tidak baik untuk bayi baru lahir.
PersentaseJawabanBenar
120%
100%
80%
60%
40%
20%
0%
1 2 3 4 5 6 7 8
Benar
25
BAB V
DISKUSI
ASI eksklusif merupakan asupan yang sangat penting untuk bayi baru lahir
sampai bayi maksimal berusia 2 tahun. UNICEF dan WHO merekomendasikan
pemberian ASI selama paling sedikit 6 bulan. Di Indonesia, pemberian ASI itu sendiri
ada dalam peraturan hukum UU nomor 36/2009 tentang kesehatan, Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 dan keputusan Menteri Kesehatan Nomor
450/MENKES/SK/VI/2004.1 Hal ini membuktikan bahwa ASI adalah hal yang serius.
Tingginya pemberian ASI eksklusif sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan para
ibu. Oleh karena itu semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu maka semakin tinggi juga
angka pemberian ASI di masyarakat.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), arti kata tahu adalah mengerti
sesudah melihat (menyaksikan, mengalami, dsb). Sedangkan kata pengetahuan diartikan
sebagai segala sesuatu yang diketahui atau kepandaian. Jadi, pengetahuan ibu tentang
ASI eksklusif diartikan sebagai kesan dan pemahaman yang dimiliki oleh ibu setelah
melakukan penginderaan terhadap subjek maupun objek berkaitan dengan ASI eksklusif.6
26
Pada pertanyaan kedua, tingkat pengetahuan para ibu tentang waktu minimal
pemberian ASI sudah bagus. Sebanyak lebih dari setengah jumlah total responden
menjawab dengan benar (90%). Namun, sisanya sebanyak 10% menjawab bahwa ASI
eksklusif dapat diberikan kurang 6 bulan.. Pemberian minimal 6 bulan bukan tanpa
alasan. Menurut riset yang dilakukan oleh Kakuma et al (2009), anak yang diberikan ASI
saja selama 6 bulan tanpa ada makanan padat maupun cair lainnya terbukti lebih banyak
manfaat kesehatan dibandingkan dengan ASI eksklusif selama hanya 3-4 bulan yang
dilanjutkan dengan pemberian makanan pendamping ASI.7
Pada pertanyaan ketiga juga banyak para ibu yang menjawab dengan benar yaitu
ASI lebih baik dari susu formula (sebanyak 96%). Namun hanya sedikit dari responden
(4%) yang menjawab dengan salah. Menurut para responden, hal ini disebabkan oleh
pengaruh banyaknya iklan susu formula di media massa maupun media elektronik. Pada
pertanyaan keempat lebih banyak responden yang menjawab dengan salah (66%).
Banyak para ibu yang membuang ASI kolostrum mereka karena lasan sebagian besar
responden adalah ketidaktahuan mereka yang beranggapan bahwa kolostrum adalah ASI
kotor. Namun sebanyak 34% responden menjawab benar.
Pada pertanyaan kelima tentang penyimpanan ASI di dalam kulkas, lebih banyak
reponden menjawab benar (83%) dan salah (17%). Alasan sebagian besar ibu yang
menjawab salah adalah karena belum pernah mendapat informasi dari berbagai sumber.
Pada pertanyaan keenam terlihat bahwa pengetahuan sebagian besar ibu tentang
manfaat ASI sudah bagus. Sebanyak 90% responden menjawab bahwa ASI membuat
anak mereka lebih sehat jika dibandingkan dengan anak yang tidak mendapat ASI
eksklusif. Secara keseluruhan, anak mereka jadi tidak sering terserang flu, diare dan
penyakit infeksi ringan lainnya. Hal ini terbukti dengan studi yang dilakukan Motee et al
(2014)9 yang menyatakan bahwa anak yang diberi ASI memiliki resiko berkurangnya
terkena penyakit infeksi gastrointestinal dan penyakit alergi. Sedangkan sisa responden
menjawab dengan salah (10%) karena menurut mereka penyakit yang diderita ibu dapat
menular lewat ASI. Menurut mereka, penyakit yang dapat menular adalah penyakit flu.
Penyakit infeksi yang dapat menular lewat ASI adalah HIV AIDS. Bahkan penyakit
27
infeksi tuberkulosis pun tidak menular lewat ASI namun melalui droplet apabila ibu tidak
menutup mulut dengan masker.10
Jadi, dari kedelapan pernyataan yang sudah dijawab responden, sebagian besar
responden mempunyai tingkat pengetahuan yang bagus mengenai ASI eksklusif. Karena
sebagian besar lebih dari 70% responden menjawab dengan benar. Seperti studi-studi
lainnya yang dilakukan oleh Rachmaniah N membuktikan bahwa tingkat pengetahuan
mengenai ASI eksklusif berbanding lurus dengan sikap menyusui ibu. Oleh karena itu
semakin tinggi pengetahuan ibu maka semakin tinggi juga jumlah ibu yang menyusui
bayinya sehingga para bayi dapat terhindar dari penyakit.12
28
BAB VI
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan
responden mengenai ASI eksklusif sudah cukup bagus.
6.2 Saran
Saran yang bisa diberikan adalah sebagai berikut:
1. Memberikan penyuluhan secara menyeluruh kepada masyarakat NTB
khususnya kecamatan Jonggat Lombok Tengah tentang fakta dan mitos ASI
eksklusif
2. Mengobservasi setiap ibu tentang cara menyusui mereka
3. Menggalakkan program kesehatan ibu dan anak setiap bulan agar tercapai
populasi dini yang cukup gizi
29
Daftar Pustaka
30