Anda di halaman 1dari 3

Bencana sosial

Details
Published Date
Written by dinsos2012
Category: Artikel
Hits: 1149

Bencana sosial merupakan bencana yang disebabkan oleh ulah manusia (man
made disasters) antara lain karena jurang perbedaan ekonomi, perbedaan paham politik
di antara masyarakat , diskriminasi, ketidakadilan, kelalaian, ketidaktahuan, maupun
sempitnya wawasan dari sekelompok masyarakat.

Guna menghindari kerugian yang lebih besar dan mencegah agar masalah yang
sama tidak terjadi lagi, maka penanganan terhadap korban bencana sosial perlu
mendapat perhatian khusus dan menyeluruh. Penanganan bencana sosial perlu
dilakukan secara profesional sistemik dan berkelanjutan dengan sebanyak mungkin
melibatkan partisipasi masyarakat. Proses tersebut mencakup berbagai kegiatan pada
tataran hulu berupa pencegahan dan kesiapsiagaan untuk menghindari dan memperkecil
kemungkinan terjadinya masalah, serta berbagai kegiatan pada tataran hilir berupa
rehabilitasi dan rekonstruksi sosial bagi dampak-dampak yang ditimbulkannya.

Berbagai konflik dan kerusuhan sosial beberapa tahun terakhir masih sering
terjadi , khususnya konflik sosial horizontal antar penduduk , kokflik antar kelompok
Gank. Hal ini merupakan ancaman serius bagi keutuhan daerah , disamping itu yang
termasuk dalam ruang lingkup bencana sosial adalah kebakaran rumah, orang terlantar,
orang terdampar akibat kecelakaan perahu. Dampak nyata dari persoalan ini adalah
terjadinya kerugian yang besar mulai dari harta benda, nyawa manusia, serta kerusakan
tatanan dan pranata sosial.

Bencana Sosial
Kemiskinan, kekerasan dan ketiadakadilan struktural tumbuh dan merajalela di setiap belahan bumi.
De facto tidak satupun negara di dunia ini yang bebas dari ketiga jenis bencana sosial tersebut.
Kerusuhan sosial dan gerakan buruh yang diiringi demonstrasi masif mahasiswa Le Sorbonne yang
sempat melumpuhkan 35 kota di Prancis, konflik minyak yang diiringi rangkaian ledakan bom di
Iraq dan ketidakstabilan pemerintahan demokratis bentukan Amerika, kekerasan dan diplomasi
abadi di Tanah Suci antara Israel dan Palestina bersamaan dengan ancaman pemotongan dana
bantuan untuk para pejuang Palestina, hingga perlawanan oposisi yang memecahkan kebekuan
negeri atap dunia Nepal dengan tuntutan mundur Raja Gyanendra sampai pergerakan sekitar 3.000
kaum Mujahidin Afghani dan alumninya di Indonesia yang sempat menimbulkan teror massa
adalah gambaran riil atas bencana sosial itu sendiri.

Dikatakan sebagai bencana sosial sebab ketiganya timbul sebagai akibat dialektika tesis antitesis
sintesis dalam perspektif perkembangan [juga kemunduran] peradaban manusia. Peradaban
dimaksud adalah aneka produk dari setiap jenis tindakan, kebijakan maupun intervensi yang
dilakukan oleh tiga pilar utama penyangga tata dunia saat ini yaitu pilar politik [negara], pilar
ekonomi [pasar] dan pilar sosial [masyarakat sipil] berikut perubahan sosial yang menyertainya
sebagai konsekuensi langsung-logis atas tindakan, kebijakan serta intervensi itu sendiri.

Bencana sosial tersebut juga bersifat masif-destruktif dan struktural-kultural. Masif karena terjadi di
hampir setiap titik dalam peta geo-politik bumi dan destruktif karena menelan korban umat manusia
dalam kuantitas yang signifikan bahkan mampu melumpuhkan kemampuan survival manusia.
Bersifat struktural-kultural oleh karena dalang bencana sosial ini melibatkan para pemegang
otoritas formal-legal yang memang memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk menentukan masa
depan serta nasib sebagian atau hampir seluruh warga bumi. Minimal nasib dan masa depan warga
sebuah negara. Sedangkan aspek kultural bencana sosial dimaksud dapat terlihat dari nilai-nilai
dasar, ideologi atau paham yang menjadi landasan pada setiap jenis tindakan, kebijakan maupun
intervensi yang dilakukan.

Dengan menyadari bahwa bencana sosial hakekatnya timbul karena ulah manusia sendiri dan
memiliki dampak yang tidak kalah destruktifnya daripada bencana alam, maka upaya mereduksi
bencana sosial perlu dilakukan sejak dini sebagai langkah antisipasi dan menjadi bagian dari sistem
peringatan dini [early warning system] bersama dalam konteks hubungan trilateral negara, pasar
dan masyarakat.

Posisi Indonesia paska kunjungan Condoleezza Rice [Menlu AS], Tonny Blair [Perdana Menteri
Inggris] dan Paul Wolfowitz [Presiden World Bank] adalah jelas. Sebagai sebuah negara dunia
ketiga yang sedang berjuang mewujudkan demokrasi dengan populasi mayoritas beragama Islam
dengan kekayaan alam yang melimpah dipandang oleh Barat sebagai mitra strategis. Maka sudah
sepatutnya Indonesia lebih percaya diri dan lebih berinisiatif berperan dalam percaturan tata dunia
guna mewujudkan dunia yang lebih baik. Dalam konteks ini adalah bagaimana kontribusi Indonesia
bagi pengurangan dan pencegahan bencana sosial dan kemiskinan struktural.

Sebagai contoh kalkulasi sederhana, jika Indonesia mampu mengurangi tingkat kemiskinan
sebagaimana ditargetkan dalam tujuan Deklarasi Milenium [MDGs] yang ditandatangani hampir
sebagaian besar negara anggota PBB pada 8 September tahun 2000 lalu, maka jumlah ini akan
berdampak pada pengurangan kaum miskin dunia. Ujung-ujungnya, kemampuan konsumsi
masyarakat meningkat dan ini berarti kabar baik bagi para kapitalis dunia, minimal ekspansi pasar
dapat dilakukan. Demikian halnya jika Indonesia berhasil menegakkan demokrasi maka ia menjadi
satu-satunya negara dengan populasi Islam terbesar di dunia yang akan lebih diterima dan
menyenangkan pihak Barat. Kepastian hukum, penghormatan atas HAM dan martabat manusia
serta keterbukaan masyarakat Indonesia sebagai buah keberhasilan praktek demokrasi jelas akan
menaikkan citra positif dan posisi tawar Indonesia dalam sistem tata dunia.

Anda mungkin juga menyukai