Anda di halaman 1dari 2

a.

Pemberdayaan

Dengan keterbatasan keuangan negara dan rendahnya kemampuan masyarakat untuk membangun
perumahan dan permukiman sehat, maka pembangunan perumahan dan permukiman tidak dapat
mengandalkan pada peran pemerintah belaka. Oleh karenanya, penanganan masalah dan kebutuhan
akan perumahan perlu didekati melalui berbagai strategi sesuai dengan kondisi dan potensi yang ada
di masyarakat.

Ada tiga pendekatan atau strategi yang dapat ditempuh untuk pembangunan perumahan dan
permukiman yang melibatkan peran serta masyarakat:

Pertama adalah pendekatan kesejahteraan (welfare strategy) dimana peran birokrasi atau
pemerintah sangat dominan. Dalam pendekatan kesejahteraan ini pemerintah memberi bantuan
penuh kepada masyarakat yang membutuhkan rumah. Masyarakat yang dibantu tergolong dalam
kelompok yang rentan atau sangat miskin, seperti kelompok masyarakat yang hidup di bawah garis
kemiskinan, pengungsi akibat konflik sosial dan etnis, yang memerlukan uluran tangan dari
pemerintah atau pihak luar agar dapat hidup layak.

Kedua adalah strategi responsif atau responsive strategy dimana peran birokrasi masih dominan.
Dalam strategi ini masyarakat yang dibantu adalah mereka yang berpenghasilan rendah dan secara
ekonomi kurang aktif atau mereka yang terkena bencana alam atau musibah lainnya, seperti
pergusuran, krisis ekonomi, dengan tujuan memulihkan kembali kepada kehidupan normal atau
kondisi yang lebih baik.

Ketiga adalah pendekatan pemberdayaan atau empowerment strategy dimana peran masyarakat
dominan. Fokus dari strategi ini adalah kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah dan aktif
secara ekonomi serta tidak memiliki akses kepada sumber daya perumahan. Tujuan dari pendekatan
pemberdayaan adalah untuk memampukan masyarakat memecahkan sendiri masalah yang dihadapi
dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya.

Dalam era reformasi konsep Tribina berubah nama menjadi Tridaya, karena kata bina lebih diartikan
sebagai obyek pembinaan (top-down) dari pemerintah, sedang kata daya lebih kepada prakarsa dan
potensi yang tumbuh dari masyarakat. Masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah, yang
diperankan oleh fasilitator atau konsultan pembangunan, adalah mereka yang menerima manfaat
langsung atau yang terkena dampak dari proyek pemerintah. Melalui daya manusia, dilaksanakan
proses penyadaran untuk menumbuhkan pengertian, pengetahuan, kepedulian dan rasa memiliki.
Mereka difasilitasi untuk mendapatkan akses ke sumber daya pembangunan yang tidak mereka
miliki. Melalui daya usaha, penerima manfaat proyek diberi bekal pengetahuan dan keterampilan
usaha yang dapat membantu upaya-upaya peningkatan pendapatan.
Melalui daya lingkungan komunitas yang terkena dampak proyek diajak untuk mengenali sumber
permasalahan yang dihadapi dengan melakukan survei kampung sendiri atau self-assessment survey.
Hasil survey dipaparkan dalam acara rembug warga. Dari hasil rembug warga kemudian diputuskan
prioritas pembangunan komponen prasarana dan sarana lingkungan, yang hasilnya berupa Rencana
Tindak Komunitas atau Community Action Plan. Melalui proses penyadaran (diseminasi dan
sosialisasi, rembug warga, dan fasilitasi), pengorganisasian dan pengelolaan komunitas (lembaga akar
rumput), serta pendampingan, maka hasil pembangunan diharapkan dapat lebih efektif dan
berkelanjutan.

Pola pemberdayaan yang diterapkan dewasa ini sudah lebih mendalam, karena adanya komponen
baru dalam penyelenggaraan proyek perumahan swadaya atau peningkatan kualitas lingkungan,
yaitu penyediaan kredit mikro. Dengan adanya komponen pembiayaan perumahan, baik untuk
perbaikan rumah maupun pembangunan baru, maka pengorganisasian komunitas (lembaga akar
rumput) menjadi dominan. Konsep modal sosial (social capital) menjadi perhatian terhadap
penguatan (community capacity building) organisasi dan kelembagaan komunitas/akar rumput.
Semua ini dilaksanakan agar resiko dalam penggunaan dana untuk kredit mikro menjadi lebih
terkendali.

Berbagai kendala yang berkaitan dengan pemberday

Anda mungkin juga menyukai