Oleh
NIM : H1A013047
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2017
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul Karya Tulis Ilmiah : Hubungan Pemberian MP-ASI (Nasi Tim) Terhadap Status
Gizi Balita Usia 8-12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Mujur Kabupaten Lombok Tengah
Fakultas : Kedokteran
Karya Tulis Ilmiah ini telah diterima sebagai salah satu syarat meraih gelar Sarjana pada
HALAMAN PENGESAHAN
HUBUNGAN PEMBERIAN MP-ASI (NASI TIM) TERHADAP STATUS GIZI BALITA USIA 8-12 DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUJUR KABUPATEN LOMBOK TENGAH
Ketua,
dr.Lina Nurbaiti, M.Kes, FISPH, FISCM.
NIP. 19820817 20812 2 002
Anggota, Anggota,
Mengetahui,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, hidayah, dan
perlindungan-NYA sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Karya tulis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka menyelesaikan
pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram dalam memperoleh gelar sarjana strata
1. Karya tulis ini berjudul: Hubungan Pemberian MP-ASI (Nasi Tim) Terhadap Status Gizi Balita
Usia 8-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Mujur Kabupaten Lombok Tengah.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak memperoleh bimbingan dan
petunjuk, serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik dari dalam institusi maupun
dari luar institusi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Melalui kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat
1. Rektor Universitas Mataram Prof. Ir. H. Sunarpi, Ph.D yang telah memberikan
3. dr. Yunita Sabrina, M.Sc. Ph.D selaku Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran Universitas
4. dr. Ima Arum Lestarini, Sp.PK, M.Si.Med selaku Wakil Dekan II Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram yang telah memberikan izin dalam rangkaian penelitian ini.
5. dr. Arfi Syamsun, Sp.KF.,M.Si.Med selaku Wakil Dekan III Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram yang telah memberikan izin dalam rangkaian penelitian ini
sebagai ketua panitia Komisi Etik Penelitian Kesehatan Universitas Mataram yang
6. dr. Lina Nurbaiti, M.Kes. FISPH, FISCM selaku pembimbing utama yang selalu bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini
ditengah kesibukan beliau sebagai wakil direktur Rumah Sakit Pendidikan Universitas
Mataram.
8. dr. Deasy Irawati, M.Sc, Ph.D selaku dosen penguji yang telah bersedia
9. dr. Ika Primayanti, M.Kes sebagai ketua tim Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram.
10. Seluruh dosen dan staff Fakultas Kedokteran Universitas Mataram yang selalu
11. Orang tua saya TGH.M. Junaidi Umar Safii dan Hj. Saerah yang tanpa henti
Ajami, Ibnu Aqil, dan yang selalu setia menemani dan menyemangati serta
14. Kepala Sekolah, seluruh guru dan staf MTs.N Model Praya
semangat
19. Semua pihak Puskesmas Mujur yang sudah memberikan izin untuk melakukan
20. Semua kader Posyandu Puskesmas Narmada yang membantu dalam proses
21. Semua orang tua yang menjadi responden penelitian ini yang telah bersedia
22. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyusunan KTI ini yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu. Terima kasih atas segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan
kepada penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
lebih sempurnanya Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi
Penulis
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
Penulis
ABSTRAK
HUBUNGAN PEMBERIAN MP-ASI (NASI TIM) TERHADAP STATUS GIZI BALITA USIA 8-12
BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUJUR KABUPATEN LOMBOK TENGAH
Latar Belakang: MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, yang
diberikan pada bayi atau anak usia 6-24 bulan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
gizi selain dari ASI. Ketepatan usia pemberian MP-ASI dapat berpengaruh terhadap status gizi.
Secara nasional, Nusa Tenggara Barat (NTB) termasuk salah satu provinsi yang mengalami gizi
buruk dan gizi kurang tertinggi. Penilaian masalah status gizi ini menurut WHO dapat diukur
menggunakan indikator berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U).
Tujuan: Mengetahui hubungan pemberian MP-ASI (nasi tim) terhadap status gizi balita usia
8-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Mujur
Metode: Penelitian ini merupakan deskriptif analitik, dengan rancangan penelitian cross
sectional. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu consecutif sampling dengan
jumlah sampel 51. Uji statistik yang digunakan yaitu chi-square.
Hasil: Pemberian MP-ASI (nasi tim) pada balita usia 8-12 bulan tidak berhubungan dengan
status gizi balita dengan nilai (p ≥ 0,05). Hasil dari uji chi-square didapatkan tingkat
pengetahuan dan pekerjaan ibu tidak berhubungan dengan frekuensi, porsi, komposisi
pemberian MP-ASI (nasi tim) dengan nilai p ≥ 0,05, sedangkan tingkat pendidikan
berhubungan dengan frekuensi pemberian MP-ASI nasi tim (r = 0,95, p = 0,023).
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan pemberian MP-ASI (nasi tim) terhadap status gizi balita
usia 8-12 bulan.
ABSTRACT
THE CORRELATION OF GIVING WEANING FOOD (NASI TIM) WITH NUTRITIONAL STATUS OF
CHILDREN AGED 8-12 MONTHS IN WORKING AREA OF PUSKESMAS MUJUR IN
CENTRAL LOMBOK
Background: Weaning food is food or drink that contains nutrients, which is given to infants
or children aged 6-24 months to fulfil nutrition requirement. A proper age to give
breastfeeding can be affected by nutritional status. West Nusa Tenggara is one of the
provinces in Indonesia which have the highest rate of severe, and moderate undernutrition.
According to WHO, nutritional status can be measured by using indicators such as weight
according to age (W/A), weight according to height (W/H) and height according to age (H/A).
Objective: To identify relationship between giving of nasi tim weaning food (frequency,
portion, and composition) with nutritional status of children aged 8-12 months in Puskesmas
Mujur.
Method. The design of this study was descriptive analytic approach with cross sectional
design. Samples were selected by using a consecutive sampling method. Fifty one samples
were recruited. Data were analysed using chi square test.
Result: There was no significant correlation between giving weaning food (nasi tim) with the
nutritional status of children aged 8-12 months (p ≥ 0,05). There was a significant relationship
between the level of education and frequency of weaning food consumption (r = 0,095, p =
0,023). There was no relationship between the level employment and the knowledge of the
mother with the delivery of weaning food (nasi tim) (p ≥ 0,05).
Conclusion: There was no significant relationship between giving weaning food (nasi tim) with
the nutritional status of children aged 8-12 months.
PRAKATA..................................................................................................................... iii
PERNYATAAN.............................................................................................................. vii
BAB I. Pendahuluan
6.2 Saran.............................................................................................................. 71
Lampiran ..................................................................................................................... 74
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Keaslian 5
Penelitian
....................................................................................................
....................................................................................................
Tabel 2.4 Parameter yang dianjurkan WHO dalam survei gizi .................. 23
Tabell 4.3 Jadwal Rencana Kegiatan Dan Waktu Pelaksanan Penelitian ... 42
Tabel 5.29 Tabulasi Silang Hubungan Usia Ibu Balita Dengan Frekuensi 62
Pemberian MP-ASI
Tabel 5.30 Tabulasi Silang Hubungan Usia Ibu Balita dengan Komposisi 63
Pemberian MP-ASI
Tabel 5.31 Tabulasi Silang Hubungan Usia Ibu Balita dengan Porsi 64
Pemberian MP-ASI
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Halaman
BB Berat Badan
ml Mililiter
SD Standar Deviasi
TB Tinggi Badan
U Umur
PENDAHULUAN
di Indonesia adalah status gizi. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat
interaksi antara asupan energi dan protein serta zat-zat gizi esensial lainnya dengan
keadaan kesehatan tubuh (Ayu, 2008). Gizi diperlukan tubuh untuk melakukan
juga dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang, karena gizi akan berpengaruh
2009). Pengaruh gizi tersebut akan menjadi masalah jika dalam pemberian asupan tidak
seimbang yang akan berdampak negatif terhadap generasi penerus bangsa (Ayu, 2008).
indikator berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U) (Supariasa, 2002). Secara nasional
Nusa Tenggara Barat (NTB) termasuk salah satu provinsi yang mengalami gizi buruk
dan gizi kurang tertinggi (Rikerdas, 2013). Prevalensi masalah status gizi di wilayah
Nusa Tenggara Barat (NTB) yang diukur menggunakan parameter indeks berat badan
menurut umur (BB/U), gizi buruk pada balita di NTB mengalami peningkatan dari
3,7% pada tahun 2013 menjadi 4,8% pada tahun 2014 dan gizi kurang dari 14,5% pada
tahun 2013 menjadi 16,9% pada tahun 2014 (Dinkes NTB, 2014).
WHO/UNICEF merekomendasikan beberapa hal sebagai upaya peningkatan
pencapaian tumbuh kembang yang optimal pada bayi. Adapun rekomendassi tersebut
yaitu: pemberian air susu ibu (ASI) kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah
bayi lahir, pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan,
pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan
sampai 24 bulan, dan meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau
lebih (Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, 2015)
MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, yang
diberikan pada bayi atau anak usia 6-24 bulan yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan gizi selain dari ASI (IDAI, 2015). Pemberian MP-ASI tidak tepat waktu (<6
bulan) dapat mempengaruhi status gizi balita. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Lestari (2014), sebanyak 33% balita yang diberi MP-ASI tidak tepat
waktu (< 6 bulan) mengalami gizi kurang dibandingkan dengan balita yang diberikan
MP-ASI tepat waktu (≥ 6 bulan). Pemberian MP-ASI dikatakan dini jika diberikan
pada bayi < 6 bulan, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: ASI yang
tidak keluar akibat kelainan pada payudara, pekerjaan, kurangnya informasi dan
adanya promosi dari berbagai merk susu formula. Data menunjukan bahwa bayi usia
0-6 bulan yang diberikan ASI eksklusif, dapat menurunkan angka kesakitan 10-20 kali
dan angka kematian 7 kali dibanding dari yang diberikan MP-ASI dini (< 6 bulan)
(Depkes, 2005).
Berdasarkan uraian tersebut peneliti merasa tertarik mengetahui bagaimana
hubungan kebiasaan pemberian MP-ASI khususnya nasi tim terhadap status gizi balita
usia 8-12 bulan di wilayah Kecamatan Mujur Kabupaten Lombok Tengah tahun 2016.
bagaimana hubungan kebiasaan pemberiaan MP-ASI (nasi tim) terhadap status gizi
balita 8-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Mujur Kecamatan Praya Timur
1.3 Tujuan
frekuensi, komposisi dan porsi dengan status gizi balita 8-12 bulan di Kabupaten
Lombok Tengah.
1. Mengetahui status gizi balita usia 8-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Mujur
Hasil dari penellitian ini diharapkan menjadi sumber atau refrensi bagi dunia
MP-ASI (nasi tim) terhadap status gizi balita usia 8-12 bulan
2. Bagi Pemerintah
Hasil dari penellitian ini diharapkan menjadi salah satu sumber feedback atau
3. Bagi Masyarakat
mengenai hubungan pemberian MP-ASI baik dari segi frekuensi, porsi, dan
4. Bagi Peneliti
penelitian.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, yang
diberikan pada bayi atau anak usia 6-24 bulan yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan gizi selain dari ASI. Makanan pendamping ASI merupakan peralihan dari
ASI ke makanan yang semi padat. Proses peralihan ini dibutuhkan juga keterampilan
motorik oral. Keterampilan motorik oral berkembang dari refleks menghisap menjadi
menelan makanan yang berbentuk bukan cairan dengan memindahkan makanan dari
Menurut WHO global strategy for feeding infant and young children pada
1. Tepat waktu (timely) artinya MP-ASI harus diberikan saat ASI ekslusif sudah
4. Diberikan dengan cara yang benar (properly fed) MP-ASI diberikan dengan
memperhatikan sinyal rasa lapar dan kenyang seorang anak. Frekuensi makan
tangan, sendok, atau makan sendiri sesuai usia dan tahap perkembangan anak.
1) Makanan Lumat, yaitu makanan yang dihancurkan atau disaring tampak kurang
rata. Contoh: bubur susu, bubur sumsum, biskuit ditambah air panas, pisang
2) Makanan Lunak/Lembik, yaitu makanan yang dimasak dengan banyak air yang
teksturnya lebih kasar dari makanan lumat. Makanan lunak/lembik ini biasa
diberikan pada balita usia 9-12 bulan. Contoh nya yaitu: nasi tim, bubur ayam,
3) Makanan Padat, yaitu makanan lunak yang sudah memiliki tekstur lebih padat
dengan campuran air yang lebih sedikit atau disebut dengan makanan keluarga.
Menurut Kemenkes (2015) untuk memenuhi kebutuhan gizi mikro, MP-ASI harus
2. MP-ASI sederhana yang terdiri dari makanan pokok, lauk hewani atau nabati
Syarat pemberian makanan pendamping ASI yang baik yaitu harus mampu
memenuhi kebutuhan zat gizi terutama zat gizi mikro balita, sehingga
1) Padat energy, protein dan zat gizi mikro yang sudah kurang pada ASI (Fe,
b) Bayi mulai diperkenalkan dengan MP-ASI berbentuk lumat halus karena bayi
c) Jika bayi sulit menerima makanan baru, ulangi pemberiannya pada waktu bayi
lapar, sedikit demi sedikit dengan sabar, sampai bayi terbiasa dengan rasa
makanan tersebut.
c) Frekuensi pemberian 2-3 kali makan ditambah ASI, 1-3 kali makanan selingan.
bertahap. Bentuk dan kepadatan nasi tim bayi harus diatur secara berangsur,
bernilai gizi tinggi, seperti bubur kacang hijau, buah, dan lain-lain. Sebaiknya
secara berganti-ganti. Pengenalan berbagai bahan makanan sejak usia dini akan
e) Frekuensi pemberian 3-4 kali makan ditambah ASI, 1-2 kali makanan selingan
a) Pemberian ASI diteruskan. Pada periode umur ini jumlah ASI sudah berkurang,
dengan porsi separuh makanan orang dewasa setiap kali makan. Disamping itu
c) Berikan bahan makanan yang bervariasi. Misalnya nasi diganti dengan: mie,
bihun, roti, kentang, dll. Hati ayam diganti dengan: tahu, tempe, kacang hijau,
telur, ikan. Bayam diganti dengan: daun kangkung, wortel, tomat. Bubur susu
diganti dengan: bubur kacang hijau, bubur sumsum, biskuit, dll. Menyapih anak
harus bertahap, jangan dilakukan secara tiba-tiba. Kurangi pemberian ASI
0-6
6-9
9-12
12-24
Pemberian MP-ASI pertama dapat diberikan dua kali sehari, satu atau dua
sendok teh penuh. Kebutuhan bayi yang terus meningkat seiring dengan tumbuh-
kembangnya, juga akan mempengaruhi kebutuhan gizi sehingga dapat diberikan 3-6
sendok besar penuh setiap kali makan disertai dengan pemberia ASI. Pada usia 6-9
bulan, bayi membuutuhkan sekitar empat porsi, jika dengan porsi tersebut bayi masih
kelaparan dapat diberi makanan selingan seperti pisang atau biskuit. Buah-buahan
merupakan makanan selingan yang dapat diberikan setiap 2 jam (Arisman, 2009).
Tabel 2.2 Frekuensi dan Jumlah (Porsi) Pemberian MP-ASI
Umur
Frekuensi Jumlah Setiap Kali Makan
(bulan)
6–9 3 x Makanan Lumat + ASI Secara bertahap ditingkatkan sampai 2/3
Mangkuk ukuran 250 ml tiap kali makan
9 – 12 3 x Makanan Lembik + 2 x ¾ Mangkuk ukuran 250 ml
Makanan Selingan + ASI
12 - 24 3 x Makanan Keluarga + 2 x Semangkuk penuh ukuran 250 ml
Makanan Selingan + ASI
Sumber: Kemenkes RI, 2015
Adapun waktu yang baik dalam memulai pemberian MP-ASI pada bayi adalah
umur 6 bulan. Pemberian makanan pendamping pada bayi sebelum umur tersebut akan
adalah adanya motivasi ibu untuk menyusui segera. Faktor pendorong (predisposing
a. Faktor Pengetahuan
ASI, fungsi makanan tambahan, serta resiko pemberian makanan pendamping ASI
pada bayi kurang dari enam bulan sangatlah sangat berpengaruh terhadap pemberian
MP-ASI yang akhirnya berdampak terhadap status gizi balita (Muthmainnah, 2010).
b. Faktor Pendidikan
dengan informasi yang diterima. Makin tinggi pendidikan seseorang maka makin
mudah menerima dan menyaring informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan
yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat sikap seseorang
harian ibu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang terkadang menjadi alasan
bulan(Muthmainnah, 2010).
menyebabkan ibu memilih untuk memberikan makanan tambahan pada bayi atau tidak.
Petugas kesehatan berperan dalam memberikan motivasi agar ibu memberikan ASI
ekslusif selama enam bulan dan tidak memberikan bayi makanan tambahan usia kurang
dari enam bulan. Tindakan penyuluhan dan pendekatan lainnya yang dapat dilakukan
oleh petugas kesehatan diharapkan dapat menjadi sumber informasi tentang kapan
waktu yang tepat memberikan makanan tambahan da resiko pemberian MP-ASI dini
pada balita dengan usia tertentu atau jika misalnya sakit. (Nurbaiti., 2014). Faktor ini
berhubungan dengan nilai-nilai dan pandangan masyarakat yang pada akhirnya akan
mendorong masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan tuntunan budaya
(Muthmainnah, 2010).
2.2.1 Definisi
untuk anak, yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga
kebutuhan dan masukan nutrien. Faktor internal seperti usia dan jenis kelamin serta
faktor eksternal seperti lingkungan sekitar dan infeksi penyakit, turut menentukan stats
gizi. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data
Penilaian status gizi merupakan interpretasi dari data yang didapatkan dengan
beresiko. Metode dalam penilaian status gizi dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :
a) Tes laboratorium
darah, urin, tinja, dan jaringan tubuh seperti hati, otot, tulang, rambut, kuku, dan lemak
bawah kulit.
b) Biofisik
Metode biofisik merupakan penentuan status gizi berdasarkan kemampuan
dan berhubungan dengan kekurangan atau kelebihan asupan zat gizi yang dapat dilihat
pada jaringan epitel di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang dekat dengan
makanan, kuesioner frekuensi makanan, serta ingatan selama 24 jam dan riwayat diet.
makanan (Daftar Komposisi Bahan Makanan: DKBM). Perkiraan ukuran porsi dan
tidak dapat digunakan pada penelitian terhadap diet orang yang sakit karena pola
e) Pengukuran antropometri
dalam hal ini meliputi dimensi tulang, otot dan jaringan lemak. Perubahan pada
secara umum baik pada individu maupun populasi. Pengukuran antropometri dapat
digunakan untuk :
Menentukan status nutrisi individu atau populasi
jantung koroner (PJK) pada individu yang obesitas melalui pengukuran indeks
(persen lemak tubuh, massa tubuh tanpa lemak, dan massa lemak), serta
badan, panjang atau tinggi badan, dan lingkar kepala (dari lahir sampai umur 3
tahun). Parameter yang dianjurkan oleh WHO untuk diukur pada survei gizi
diantaranya.
di lapangan
2. Alat yang digunakan tidak mahal, mudah dibawa, dapat dibuat atau
dibeli
terjamin dalam menilai dari keadaan gizi dalam jangka waktu yang
lama
5. Dapat mengidentifikasi tingkat malnutrisi (ringan sampai berat)
pertubuhan tubuh yang biasa digunakan melputi: tinggi badan atau panjang
badan, linkar dada, tinggi lutut. Pengukuran komposisi tubuh dapat diukur
melalui: berat badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak di bawah kulit (Ayu.,
2008)
pendek (< -3 SD), normal (-3 SD sampai -2 SD ), dan tinggi (> 2 SD)
a. Memberikan informasi pertumbuhan dan status gizi pada seorang anak, lebih
akurat dalam mengklasifikasikan status gizi pada anak, untuk skrining anak
berbagai macam baku acuan internasional seperti Tanner, Harvard, atau NCHS.
7. Bila “Nilai Riel” hasil pengukuran ≤ “Nilai Median” BB/U, TB/U, atau
8. Bila “Nilai Riel” hasil pengukuran ≥ “Nilai Median” BB/U, TB/U, atau
Tabel 2.4 Parameter yang Dianjurkan WHO untuk Diukur dalam Survei Gizi
mineral.Untuk menilai status gizi umumnya berat badan dihubungkan dengan data lain
seperti umur, jenis kelamin, dan tinggi badan. Berat badan diukur dengan
menghadap ke paha
status nutrisi jangka panjang seorang anak. Pengukuran terhadap panjang badan
dilakukan untuk anak dibawah umur 2 tahun atau panjang badan kurang dari 85 cm.
Pengukuran panjang badan dilakukan oleh dua pengukur, dimana salah satu pengukur
memposisikan kepala bayi agar menyentuh papan penahan kepala dalam posisi bidang
datar Frankfort (Frankfort horizontal plane) posisi dimana batas bawah orbita segaris
dengan batas atas meatus auditorius, sedangkan pengukur lainnya menahan agar lutut
dan tumit bayi agar datar dan menempel dengan papan penahan kaki. Anak yang sudah
dapat berdiri tanpa bantuan dan kooperatif dapat diukur tinggi badannya dengan
yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pengukuran panjang badan atau tinggi
badan dapat dilakukan pengukuran alternatif seperti pengukuran rentang lengan (arm
spam), panjang lengan atas (upper arm length), panjang tungkai bawah (knee height)
dengan menggunakan kaliper geser (sliding caliper) pada bayi dan antropometer besar
h. Lingkar kepala
(mikrosefalus), dan juga dapat digunakan untuk menilai nutrisi pada anak sampai umur
3 tahun karena pada 3 tahun pertama, pertumbuhan kepala sangat cepat. Pengukuran
ini dilakukan terutama pada anak yang mempunyai risiko tinggi gangguan status gizi.
Lingkar kepala diukur dengan menggunakan pita pengukur fleksibel yang tidak dapat
sebagai penanda cadangan energi dan protein, dan dapat mencerminkan kadar lemak
tubuh. Pengukuran LILA pada anak harus dilakukan dalam posisi berdiri, tangan fleksi
90o dan pada titik lengan atas, antara ujung lateral akromion dan olekranon.
(energi), lemak tubuh total, serta pola lemak tubuh (fat patterning). Anak harus dalam
posisi tegak dan lengan berada disisi tubuh ketika dilakukan pengukuran. TLK diukur
pada pertengahan lengan atas tepat ditengah otot trisep di lengan bagian belakang.
dan LK dalam suatu populasi berdasarkan umur dan jenis kelamin. Anak normal
dengan anak yang memiliki kelainan tertentu memiliki grafik pertumbuhan yang
berbeda. Grafik pertumbuhan anak normal CDC tahun 2000 memiliki perbedaan
dengan grafik pertumbuhan WHO tahun 2006. Hasil yang ditunjukkan pada grafik
pertumbuhan CDC adalah subjek penelitian lebih berat dan pendek dibandingkan
standar dari WHO. Perbedaan metodologi dan jumlah subjek yang diambil pada umur
muda dalam pembuatan grafik pertumbuhan WHO menghasilkan grafik yang mulai
lebih cepat dan lebih panjang dibandingkan grafik CDC. Oleh sebab itu, grafik
langsung, namun penilaian terhadap status gizi dilakukan dengan melihat data statistik
kesehatan.
malnutrisi sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi pada masyarakat.
Beberapa faktor ekologi diantaranya adalah faktor sosial ekonomi, faktor yang
Ekonomi, sosial,
Usia pemberian MP-ASI teknologi
(Nasi Tim)
Kebiasaan pemberian
MP-ASI (Nasi Tim )
Status gizi balita usia 8-12 bulan
Frekuensi pemberian MP-
ASI (Nasi Tim)
3.1 Hipotesis
Ada hubungan kebiasaan frekuensi, porsi dan komposisi pemberian MP-ASI (nasi
tim) terhadap status gizi balita usia 8-12 bulan di wilayah kerja puskesmas Mujur
METODE PENELITIAN
kebiasaan pemberian MP ASI dengan status gizi balita dan menganalisa hubungan
dengan pendekatan waktu studi potong lintang (cross sectional). Rancangan ini untuk
Penelitian ini dilakukan di Desa Mujur, dan Sengkerang yang termasuk dalam
wilayah kerja Puskesmas Mujur Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah,
Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni 2016 sampai bulan Januari tahun 2017.
4.3 Subjek Penelitian
4.3.1 Populasi
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari satuan-satuan atau individu-individu
yang karakteristiknya hendak diteliti (Kuntjojo, 2009). Populasi dalam penelitian ini
adalah semua balita usia 8-12 bulan di wilayah Mujur Kecamatan Praya Timur
4.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian populasi yang karakteristiknya hendak teliti yang
memenuhi kriteria ekslusi dan inklusi. Metode sampling yang digunakan dalam
penelitian adalah consecutive sampling, yaitu setiap pasien yang memenuhi kriteria
akan dimasukkan dalam penelitian sampai dengan kurun waktu tertentu hingga jumlah
sampel minimal dapat terpenuhi. Consecutive sampling merupakan salah satu teknik
pengambilan data dengan metode random sampling atau probability yang setiap subjek
pada populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih atau untuk tidak dipilih
informed consent
𝑍𝛼 + 𝑍𝛽
𝑛= +3
1+r
0,5ln [1 − r]
{ }
2
1,64 + 1,28
𝑛={ } +3
1,4
0,5ln [0,6]
2
2,92
𝑛={ } +3
0,5𝑙𝑛 [2,333]
𝑛 = 47,61 + 3
𝑛 = 50,61(dibulatkan menjadi 51)
Keterangan :
Zα = deviat baku alfa, kesalahan tipe 1 ditetapkan sebesar 5%, sehingga (Zα
1,64)
(Zβ 1,28)
meliputi :
c. Data pola kebiasaan pemberian MP ASI yang terdiri dari frekuensi, porsi, dan
komposisi.
c. Data berat badan balita yang diperoleh melalui pengukuran dengan menggunakan
timbangan Dacin.
d. Data panjang badan anak diperoleh melalui pengukuran dengan menggunakan
Meliputi data Kartu Menuju Sehat (KMS) berupa data Berat Badan balita dari
sejak dilahirkan, Panjang Badan atau Tinggi Badan balita sejak diahirkan dan data
Dinas Kesehatan Lombok Tengah balita usia8-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas
suku, tingkat pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI, tingkat pendidikan
ibu), karakteristik balita (umur, jenis kelamin), kesesuaian usia dengan ketepatan waktu
cara melakukan wawancara terpimpin terhadap responden dari penelitian ini, yaitu ibu
yang memiliki balita usia 8-12 bulan yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Mujur.
1. Identitas Responden
2. Pengetahuan Responden
3. Pemberian MP-ASI yang terdiri dari frekuensi, porsi, tekstur, dan komposisi
4. Kebiasaan pemberian jenis makanan dalam pemberian MP-ASI (nasi tim)
yang mengandung protein hewani, protein nabati, vitamin dan mineral seperti
indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan
yang sebelumnya diuji terlebih dahulu dengan validitas dan reliabilitas. Uji validitas
kuesioner penelitian secara acak kepada 20 orang ibu yang memiliki balita 8-12 bulan.
Uji validitas bertujuan untuk mengetahui kesahihan suatu alat ukur. Uji
validitas dilakukan dengan mengukur nilai perbedaan antara item pertanyaan dengan
responden, pemberian, serta kebiasaan tidak diikutsertakan dalam uji validitas maupun
uji reliabilitas karena pertanyaan tersebut termasuk dalam kategori pertanyaan yang
dianggap tidak memiliki jawaban benar atau salah oleh peneliti, sedangkan pertanyaan
mengenai pengetahuan ibu balita terhadap pemberian MP-ASI diikutsertakan dalam uji
validitas maupun reliabilitas karena memiliki jawaban benar dan salah yang sudah
Pertanyaan dinyatakan valid apabila hasil r hitungnya melebihi nilai dari r tabel.
Nilai r tabel dalam uji validitas kuesioner penelitian ini adalah jumlah responden uji
validitas dikurangi 2 menjadi 18. Berdasarkan tabel Corrected Item –Total Correlation
untuk nilai r tabel 18 dengan tingkat kepercayaan yang diharapkan adalah 95% = 0,05
maka nilai r hitungan harus lebih besar dari nilai r tabel 0,3783.
Berdasarkan hasil uji validitas kuesioner yang dilakukan dengan menggunakan
Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk mengukur reliabilitas adalah
ukur dengan satu kali pengukuran menggunakan program SPSS. Hilton dan Brownlow
(2004) menyebutkan ketentuan penilaian dari nilai r alpha yang didapatkan untuk hasil
menurut Hilton dan Brownlow (2004) maka nilai reliabilitas pertanyaan tingkat
a. Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan metode pengumpulan data dengan
menggunakan berbagai referensi tulisan yang berkaitan dengan objek penelitian ini.
Metode ini dilakukan untuk mengetahui jumlah populasi, sampel dan data-data yang
(Kuntjojo, 2009). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kebiasaan pemberian MP
ASI (Nasi Tim) yang terdiri dari frekuensi, porsi dan komposisi.
Variabel terikat adalah variabel yang nilainya tergantung dari nilai variabel
lainnya (Kuntjojo, 2009). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah status gizi balita
8-12 bulan.
4. PENSIUNAN
5. TNI/POLRI
6. IRT
7. PEDAGANG
Interpretasi (TB/U):
Interpretasi (BB/TB):
1. Kurus (< -2 SD sd ≥ -
3SD)
2. Kurus Sekali (< -3SD)
3. Normal (≥ -2 SD sd 2 SD)
4. Gemuk (>2SD)
Kabupaten Lombok Tengah ini menggunakan instrumen berupa kuisioner dan alat
terpimpin yaitu peneliti membacakan beberapa point yang memiliki pilihan jawaban
dari setiap pertanyaan yang ada di kuisioner dan melakukan pengukuran antropometri
a. Editing
Editing dilakukan pada tahap pengumpulan data dan setelah data terkumpul.Data
data segera diperbaiki (editing) dengan cara memeriksa jawaban yang kurang.
b. Coding
Memberi kode pada jawaban yang berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka
c. Entry
Proses pemindahan data ke dalam media komputer agar diperoleh data masukan
d. Tabulating
a. Analisis Univariat
b. Analisis Bivariat
berskala ordinal dan nominal. Dalam pnelitian ini variabel yang digunakan yaitu
≥ 2 kategori dan non-parametrik, uji hipotesa yang digunakan yaiitu uji Pearson
Chi Square. Uji Pearson Chi Square merupakan uji analis yang dilakukan
sebanyak 5 desa yaitu: Desa Mujur, Desa Sukaraja, Desa Marong, Desa Kidang, dan
Desa Sengkerang, Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan pada bulan
Februari 2017 di wilayah kerja Puskesmas Mujur Kecamatan Praya Timur Kabupaten
Lombok Tengah antara lain wilayah kerja Desa Mujur yang terdiri dari Posyandu
Tanak Beak, Posyandu Santong, Posyandu Kudung Are, Posyandu Bunut Baok dan
wilayah kerja Desa Sengkerang yang terdiri dari Posyandu Sengkerang II, Posyandu
Sengkerang III, Posyandu Sengkerang V, Posyandu Telok Timuk, Posyandu Telok Bat,
Posyandu Pinggir, Posyandu Bagek Rebak, Posyandu Balen Gagak, dan Posyandu
Kesambik Mate.
a. Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini yaitu Ibu yang memiliki balita usia 8-12 bulan.
Jumlah responden dalam penilitian ini sebanyak 51 orang yang diambil dari beberapa
wilayah kerja Puskesmas Mujur antara lain 15 dari wilayah kerja Desa Mujur dan 36
dari wilayah kerja Desa Sengkerang. Sampel dari wilayah kerja Desa Mujur terdiri dari
Posyandu Tanak Beak yang berjumlah 7 orang, 2 orang dari Posyandu Kudung Are, 5
orang dari Posyandu Bunut Baok, 1 orang dari Posyandu Santong. Sampel dari wilayah
kerja Desa Sengkerang terdiri dari 7 orang dari Posyandu Sengkerang II, 7 orang dari
Kesambik Mate, 5 orang dari Posyandu Balen Gagak, 1 orang dari Posyandu Bagek
Rebak, 4 orang dari Posyandu Telok Timuk, dan 5 orang dari Posyandu Telok Bat.
Usia Balita
11 21,6 (%)
Pekerjaan
5 9,8 (%)
memiliki balita usia 8-12 bulan distribusi balita dengan jenis kelamin perempuan lebih
laki dengan persentase (43,1%), dan 29 balita berjenis kelamin perempuan dengan
persentase (56,9%).
ibu mayoritas dengan usia Reproduktif Sehat dengan jumlah 47 orang (92,2%) dan
Data pada tabel 5.1 menunjukan bahwa distribusi tingkat pendidikan rendah
lebih banyak dari tingkat pendidikan tinggi dengan jumlah 29 orang (56,9%) dengan
tingkat pendidikan rendah dan 22 orang (43,1%) dengan tingkat pendidikan tinggi.
Hasil dari tabel 5.1 distribusi pekerjaan responden mayoritas Ibu Rumah
Tangga dengan jumlah 40 orang (78,4 %), dibandingkan dengan jumlah pekerjaan
responden Pedagang yang berjumlah 5 orang (9,8%), PNS 3 orang (5,9%), dan Tani
b. Pengetahuan Responden
Baik 50 98.0
Cukup 1 2.0
Total 51 100.0
pengetahuan yang baik mengenai MP-ASI dan 1 (2%) responden memiliki nilai
c. Pemberian MP-ASI
Total 51 100
3 kali 25 49
2 kali 24 47,1
1 kali 2 3,9
Total 51 100
Lengkap 33 64,7
Total 51 100
Sumber: Data Primer
lengkap lebih banyak dengan jumlah 33 (64%) responden dibandingkan dengan jumlah
(35,3%).
Buah 26 25 51 49
Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil jenis makanan paling tinggi yang
persentase 76,5%, sedangkan distribusi jenis makanan yang paling tinggi tidak
Total 51 100
waktu pemberian MP-ASI (nasi tim) > 8 bulan sebanyak 31 responden dengan
persentase (60,8%).
f. Status Gizi
BB/U
0 0 (%)
PB/U
BB/PB
0 (%) 0 (%)
Hasil dari analisa data berdasarkan tabel 5.8 menunjukan status gizi balita usia
8-12 dilihat dari indikator BB/U terdapat gizi kurang berjumlah 1 orang dengan
persentase (2%), gizi baik berjumlah 50 orang dengan persentase (98%). Berdasarkan
indikator PB/U didapatkan hasil status gizi sangat pendek berjumlah 1 orang dengan
persentase (2%), pendek 7 orang dengan persentase (13,7%), dan normal 43 orang
dengan persentase (84,3%). Hasil menurut indikator BB/PB didapatkan status gizi
kurus berjumlah 2 orang dengan persentase (3,9%) dan status gizi normal berjumlah
Rendah 28 1 29
Tinggi 22 0 22 0,379
Total 50 1 51
sebesar 0,379 (p ≥ 0,05) yang memiliki makna tidak ada hubungan tingkat pendidikan
Rendah 9 20 29
Tinggi 9 13 22 0,465
Total 18 33 51
Hasil analisa dari tabel 5.10 didapatkan responden yang termasuk dalam
memberikan MP-ASI dengan komposisi yang lengkap dan 20 (69%) responden lainnya
(31%) orang diantaranya memberikan MP-ASI dengan komposisi yang lengkap dan 13
hubungan tingkat pendidikan terhadap komposisi pemberian MP-ASI pada balita usia
Rendah 11 18 0 29
Tinggi 14 6 2 22 0,023
Total 25 24 2 51
pada kategori tingkat pendidikan tinggi berjumlah 22 responden dengan masing masing
sebesar 0,023 dengan perbandingan nilai p ≤ 0,05 sehingga ada hubungan tingkat
Rendah 28 1 0 29
Tinggi 18 4 0 22 0,152
Total 46 5 0 51
porsi pemberian MP-ASI yang tidak cukup sebanyak 28 (96,5%) responden, sedangkan
pemberian porsi yang kurang cukup sebanyak 1(3,4%) responden. Kategori tingkat
porsi tidak cukup, sedangkan 4 (18,2%) responden memberikan porsi kurang cukup.
sebesar 0,080 dengan perbandingan nilai p ≥ 0,05 sehingga disimpulkan tidak terdapat
PNS 2 1 0 3
TANI 1 2 0 3 0,955
IRT 20 18 20 40
Pedagang 2 3 0 5
Total 25 24 2 51
dengan frekuensi 3 kali sehari, sedangkan 1 (33,3%) responden dengan frekuensi 2 kali
sebesar 0,958 (p ≥ 0,05) sehingga tidak terdapat hubungan antara pekerjaan responden
PNS 2 1 3
TANI 0 3 3
IRT 14 26 40 0,395
Pedagang 2 3 5
Total 18 33 51
Tabel 5.15 Tabulasi Silang Hubungan Pekerjaan Dengan Porsi Pemberian MP-
ASI
Pemberian MP-ASI (Porsi)
Pekerjaan Tidak Total P value
Kurang Cukup
Cukup
PNS 3 0 3
TANI 3 0 3 0,743
IRT 36 4 40
Pedagang 4 1 5
Total 46 5 51
PNS dan tani sebanyak 3 responden, dari semua responden tersebut memberikan porsi
MP-ASI yang tidak cukup. Responden yang memiliki pekerjaan ibu rumah tangga
tidak cukup, sedangkann 4 (10%) responden memberikan porsi MP-ASI yang kurang
0,743 (p ≥ 0,05) yang memiliki arti tidak terdapat hubungan pekerjaan responden
Baik 24 24 2 50
0,588
Cukup 1 0 0 1
Total 25 24 2 51
yang baik sebanyak 50 orang dengan frekuensi pemberian MP-ASI 3 kali sehari
Baik 18 32 50
Cukup 0 1 1 0,456
Total 18 33 51
sebesar 0,456 ( p ≥ 0,05) yang menunjukan tidak ada hubungan tingkat pengetahuan
Baik 45 5 50
Cukup 1 0 1 0,739
Total 46 5 51
yang baik sejumlah 50 responden, dengan 45 (90%) responden memberikan porsi yang
tidak cukup sedangkan 5 (10%) responden memberikan porsi yang kurang cukup.
Hasil dari uji statistik menunjukan p value sebesar 0,739 (p ≥ 0,05) yang
Mujur.
3 kali 1 24 25
2 kali 1 23 24
0,958
1 kali 0 2 2
Total 2 49 51
diantaranya1 (4%) responden dengan status gizi kurus, sedangkan 24 (96%) responden
dengan status gizi normal. Jumlah responden dengan frekuensi pemberian MP-ASI 2
(4.2%) responden dengan status gizi kurus, sedangkan 23 (95,8%) responden dengan
status gizi normal. Responden dengan frekuensi pemberian MP-ASI 1 kali sehari
3 kali 0 25 25
2 kali 1 23 24
0,563
1 kali 0 2 2
Total 1 50 51
semua mengalami status gizi baik dengan persentase (100%). Responden dengan
(4,16%) mengalami status gizi kurang, 23 (95,8%) responden lainnya dengan status
gizi baik. Jumlah responden dengan frekuensi pemberian MP-ASI 1 kali sehari
sebanyak 2 responden dengan hasil 2 (100%) responden tersebut dengan status gizi
baik.
Hasil dari uji chi-square menunjukan p value sebesar 0,563 (p ≥ 0,05)
menunjukan tidak adanya hubungan frekuensi pemberian MP-ASI terhadap status gii
3 kali 1 3 21 25
2 kali 0 4 20 24
0,812
1 kali 0 0 2 2
Total 1 7 43 51
Hasil dari tabel 5.22 menunjukan responden yang frekuensi pemberian MP-AS
3 kali sehari sebanyak 25 responden. Terdapat 1 (4%) responden dengan status gizi
sangat pendek, 3 (12%) responden dengan status gizi pendek, sedangkan 21 (84%)
responden dengan status gizi normal. Pemberian MP-ASI dengan frekuensi 2 kali
sehari yang mengalami status gizi pendek sebanyak 4 (16,6%) responden, sedangkan
nilai p value 0,812 (p ≥ 0,05) menunjukan tidak ada hubungan frekuensi pemberian
Lengkap 0 18 18
Total 2 49 51
tersebut status gizi norma (100%). Responden dengan pemberian MP-ASI dengan
komposisi yang tidak lengkap sebanyak 33 responden. Responden dengan status gizi
kurus sebanyak 2 (6,1%) dengan pemberian MP-ASI yang komposisi tidak lengkap,
sedangkan 31 (93,9%) responden status gizi normal dengan pemberian MP-ASI yang
0,287 (p ≥ 0,05) yang berarti tidak ada hubungan komposisi pemberian MP-ASI dengan
Lengkap 0 18 18
Total 1 50 51
pemberian MP-ASI yang lengkap sebanyak 18 responden, yang semua dari responden
tersebut status gizinya bai (100%). Responden dengan komposisi pemberian MP-ASI
yang tidak lengkap sebanyak 33 responden, 32 (96,9%) responden status gizinya baik
≥ 0,05) yang menunjukan tidak ada hubungan komposisi pemberian MP-ASI dengan
Lengkap 0 4 14 18
Total 1 7 43 51
komposisi MP-ASI yang lengkap sejumlah 18 responden, yang terdiri dari 14 (77,8%)
mengalami status gizi pendek. Responden dengan pemberian komposisi MP-ASI yang
tidak lengkap sebanyak 33 responden, yang 29 (87,8%) responden dengan status gizi
normal, sedangkan 3 (9,1%) responden dengan status gizi pendek, dan 1 (3,1%)
0,341 (p ≥ 0,05) yang menunjukan tidak hubungan antara komposisi pemberian MP-
Tabel 5.26 Tabulasi Silang Hubungan Porsi Pemberian MP-ASI Dengan Status
Gizi (BB/PB)
Tidak Cukup 2 44 46
0,634
Kurang Cukup 0 5 5
Total 2 49 51
yang tidak cukup sebanyak 46 responden. Dinilai dari indikator BB/PB 2 responden
dengan status gizi normal. Responden dengan pemberian porsi MP-ASI yang kurang
cukup yaitu sebanyak 5 responden yang semuanya memiliki status gizi normal dinilai
0,05) yang menunjukan tidak ada hubungan porsi pemberian MP-ASI dengan status
gizi.
Tabel 5.27 Tabulasi Silang Hubungan Porsi Pemberian MP-ASI Dengan Status
Gizi (BB/U)
Tidak Cukup 1 45 46
Total 1 50 51
Berdasarkan tabel 5.27 responden dengan pemberian porsi MP-ASI yang cukup
dengan porsi pemberian yang kurang cukup sebanyak 5 responden dengan persentase
sebsar 0,734 (p ≥ 0,05) yang menunjukan tidka ada hubungan antara porsi pemberian
Tidak Cukup 1 5 40 46
Total 1 7 43 51
Berdasarkan tabel 5.28 didapatkan hasil porsi pemberian MP-ASI yang tidak
cukup sebanyak 46 responden, dengan 1 (2%) memilik status gizi sangat pendek, 5
(11%) responden mengalami status gizi yang pendek, sedangkan 40 (87%) responden
dengan status gizi yang normal. Jumlah responden dengan pemberian MP-ASI yang
normal.
0,193 (p ≥ 0,05) yang menunjukan tidak terdapat hubungan pemberian poprsi terhadap
Tabel 5.29 Tabulasi Silang Hubungan Usia Ibu Balita Dengan Frekuensi
Pemberian MP-ASI
Pemberian MP-ASI
Usia Ibu Balita (Frekuensi) Total p value
3 kali 2 kali 1 kali
Reproduktif Sehat 23 22 2 47
Total 25 24 2 51
Berdasarkan dari tabel 5.29 responden dengan usia reproduktif sehat berjumlah
47 responden. Responden dengan usia reproduktif sehat yang frekuensi pemberian MP-
responden dengan frekuensi pemberian MP-ASI 2 kali sehari, dan 2 (4,3%) responden
914 (p ≥ 0,05) yang menunjukan tidak ada hubungan antara usia ibu balita dengan
Tabel 5.30 Tabulasi Silang Hubungan Usia Ibu Balita dengan Komposisi
Pemberian MP-ASI
Pemberian MP-ASI
Usia Ibu Balita (Komposisi) Total p value
Lengkap Tidak lengkap
Reproduktif Sehat 17 30 47
Total 18 33 51
ASI dengan komposisi tidak lengkap. Jumlah responden dengan usia reproduktif tua
komposisi lengkap.
Berdasarkan uji statistik dengan chi-square menunjukan p value sebesar 0,654
(p ≥ 0,05) dengan demikian tidak ada hubungan usia ibu dengan komposisi pemberian
MP-ASI.
Tabel 5.31 Tabulasi Silang Hubungan Usia Ibu Balita dengan Porsi
Pemberian MP-ASI
Pemberian MP-ASI (Porsi)
Usia Ibu Balita Total p value
Tidak cukup Kurang cukup
Reproduktif Sehat 43 4 47
Total 46 5 51
dengan porsi tidak cukup, sedangkan 4 (8,5%) responden lainnya memberikan MP-ASI
dengan porsi kurang cukup. Jumlah responden dengan usia reproduktif tua sebanyak 4
responden, 3 diantaranya memberikan MP-ASI dengan porsi yang tidak cukup (75%),
(p ≥ 0,05) dengan demikian tidak ada hubungan usia ibu dengan porsi pemberian MP-
ASI.
5.2 Pembahasan
responden diberikan MP-ASI (nasi tim) tidak tepat waktu dengan persentase 39,2%,
sedangkan 31 responden lainnya memberikan MP-ASI (nasi tim) tepat waktu dengan
persentase 60,8%. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Kusmiyati (2014) yang menunjukan pemberian MP-ASI dini lebih tinggi
pemberian MP-ASI tepat waktu sebanyak 23 responden dengan persentase 39%. Hasil
dari penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil peneiltian yang dilakukan oleh
Nuranitha (2013) yang menunjukan dari 70 bayi didapatkan 61,4% diberikan MP-ASI
terhadap frekuensi pemberian MP-ASI. Hasil ini dibuktikan dengan uji statistik
menggunakan chi-square dengan nilai p value sebesar 0,023 (p ≤ 0,05). Hasil dari
penelitian diartikan semakin tinggi pendidikan semakin tinggi frekuensi makanan yang
diberikan terhadap balita usia 8-12 tahun. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Kusmiyati (2014) yang hasil penelitiannya tidak terdapat
dikarenakan pengetahuan tidak hanya didapat dari pendidikan formal namun bisa juga
dari pendidikan nonformal seperti dari pengalaman sendiri, promosi kesehatan, dan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah diuji menggunakan uji statistik chi-
square nilai p value yang didapatkan sebesar 0,743 (p ≥ 0,05) yang menunjukan tidak
ada hubungan pekerjaan terhadap pemberian MP-ASI. Hasil dari penelitian ini selaras
dengan penelitian yang dilakukan Septiana (2010). Menurut Septiana (2010) pekerjaan
responden dalam penelitiannya sebagian besar adalah ibu rumah tangga, namun
pemberian MP-ASI dan status gizi balita. Penelitian ini juga tidak berbeda dengan hasil
dari penelitian Kusmiyati (2014). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kristianti (2013) dengan hasil tidak ada hubungan antara pekerjaan
dengan status gizi pada anak. Hal ini dikarenakan terdapat faktor lain seperti
dengan status gizi dapat berpengaruh terhadap daya beli dalam memenuhi status gizi
terutama balita atau anak maupun anggota keluarga lainnya (Kristianti, 2013).
kebutuhan khususnya status gizi balita, namun dalam penelitian pendapatan keluarga
tidak ditanyakan atau diteliti oleh peneliti sehingga ini merupakan kelemahan dalam
penelitian ini.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosnah (2013) yang hasilnya
tidak berhubungan antara pengetahuan ibu balita dan pemberian MP-ASI. Namun hasil
dari penelitian yang dilakukan oleh Kristianti (2013) dan Kulas (2013) tidak sejalan
dengan hasil dalam penelitian ini. Adanya pengaruh pendidikan formal yang tinggi
Hasil penelitian pada balita usia 8-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Mujur
didapatkannya hubungan antara pemberian MP-ASI terhadap status gizi balita usia 8-
12 bulan. Hal ini menurut Wargiana (2014) karena status gizi tidak hanya dipengaruhi
oleh dari faktor eksternal seperti dari keluarga yang memberikan MP-ASI dengan
frekuensi, porsi maupun dengan komposisi yang berbeda, tetapi juga dari faktor
genetik. Berdasarkan hasil dari penelitian ini frekuensi pemberian MP-ASI tidak
berhubungan dengan status gizi. Hal ini bisa dari pemberian ASI yang lebih banyak
dibanding dengan frekuensi pemberian MP-ASI pada balita. Pemberian ASI dengan
frekuensi yang lebih banyak akan menunjang status gizi sehingga pertumbuhan dan
perkembangan tercapai dengan optimal (Nurjanah, 2015). Hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wargiana (2014) yang menunjukan
Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Fitriana pada tahun 2014, dari
penelitian tersebut didapatkan hasil, tidak ada hubungan antara pemberian MP-ASI
terhadap status gizi bayi usia 8-12 bulan. Namun dari penelitian ini terdapat perbedaan
cara penelitian dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriana (2014). Perbedaannya
penelitian yang dilakukan Fitriana (2014) menggunakan metode penelitian case control
sedangkan dalam penelitian ini menggunakan metode cross sectional, meski demikian
responden menjelaskan saat pemberian MP-ASI porsi dan frekuensinya tidak banyak
yang diberi ke balitanya, hal ini dianggap akan menyebabkan balitanya muntah dan
diare karena organ pencernaan yang belum bisa menerima asupan selain dari ASI.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rohmani (2010) dan
Sakti (2013) yang dimana terdapat hubungan antara frekuensi pemberian MP-ASI
terhadap status gizi. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Sakti (2013) juga
terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi pemberian MP-ASI dengan status
gizi balita berdasarkan indikator BB/U. Namun dari hasil penelitian Sharm (2013) yang
MP-ASI terhadap status gizi menunjukan bahwa frekuensi pemberian MP-ASI tidak
berhubungan dengan status gizi. Hal ini menunjukkan anak yang diberi MP-ASI
dengan frekuensi yang tidak tepat kemungkinan tidak mempunyai resiko yang lebih
besar dengan status gizi obesitas berdasarkan indikator BB/PB . Hal ini tergantung dari
jenis MP-ASI, komposisi yang terkandung dalam MP-ASI serta kebersihan dalam
pemberian MP-ASI. Penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan
Morison (2016) tidak ada hubungan porsi pemberian MP-ASI terhadap status gizi. Hal
ini dipengaruhi oleh karena pemberian yang mungkin terlalu banyak akan
Berdasarkan tabel 7.3 dan tabel 7.4 didapatkan hasil tidak ada hubungan usia
ibu balita terhadap pemberian MP-ASI, hal ini dibuktikan dengan uji statistik
menggunakan chi-square yang nilai p value masing-masing 0,914 dan 0,654 dengan
perbandingan nilai p ≥ 0,05 yang dapat diartikan tidak ada hubungan antara usia ibu
balita terhadap pemberian MP-ASI. Penelitian ini tidak berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rosnah (2013) dan Liswati (2016). Hasil dari penelitian menunjukan
Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran kadar zat gizi yang bisa dinilai
dari Daftar Bahan Makanan Penukar (DBMP) menurut Ukuran Rumah Tangga (URT)
terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk mengetahui kebutuhan harian balita
mendalam sehingga ada jawaban yang bias seperti adanya ibu yang mengikuti jawaban
dari responden lainnya yang sebelumnya ditanya. Hal tersebut yang dapat
6.1 Kesimpulan
1. Tidak ada hubungan pemberian MP-ASI terhadap status gizi balita usia 8-12
dari segi porsi dan komposisi pada balita usia 8-12 bulan, namun terdapat hubungan
baik dari segi frekuensi, porsi dan komposisi pada balita usia 8-12 bulan di wilayah
6.2 Saran
1. Diharapkan adanya penyampaian informasi yang lebih detail mengenai status gizi
dan yang mempengaruhi apa saja menurut beberapa indikator seperti BB/U, PB/U, dan
BB/PB. Diharapkan dari informasi tersebut persepsi tentang status gizi tidak keliru
seperti proporsi tubuh balita yang terlihat gizi baik jika dilihat dari indikator BB/PB,
meski demikian belum tentu proporsi tubuh dalam indikator PB/U baik.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan atau pengaruh usia ibu,
pendapatan ibu atau kepala keluarga terhadap pemberian MP-ASI khususnya nasi tim.
Daftar Pustaka
Almatsier S. (2009), Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Arisman. (2009), Gizi Dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Ed 2. Jakarta:
EGC.
Ayu, Sri Dara. (2008), Pengaruh Program Pendampingan Gizi Terhadap Pola Asuh,
Kejadian Infeksi Dan Status Gizi Balita Kurang Energi Protein., Universitas
Diponegoro., Semarang.
Fitriana, Inttan Eka,. (2013). Dampak Usia Pertama Pemberian Makanan Pendamping
AsiTerhadap Status Gizi Bayi Usia 8-12 Bulan di Kecamatan Seberang Ulu I
Palembang. Vol 15. Sari Pediatri. Available at:
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/download/255/201.
IDAI., (2015), Rekomendasi Praktik Pemberian Makan Berbasis Buki pada Bayi dan
Batita di Indonesia untuk Mencegah Malnutrisi., Unit Kerja Koordinasi Nutrisi
dan Penyakit Metabolik IDAI.
Kemenkes. (2014), Pelatihan Konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak, Direktorat
Bina Gizi dan KIA, Jakarta. Available at: http://mca-indonesia.go.id/wp-
content/uploads/2016/05/Panduan-Penyelenggaraan-PMBA.pdf.
Kementrian Kesehatan RI. (2015). Pedoman Gizi Seimbang.Direktur Bina Gizi dan
KIA, Jakarta. Available at:
http://gizi.depkes.go.id/download/Pedoman%20Gizi/PGS%20Ok.pdf.
Kementrian Kesehatan RI. (2011). Makanan Sehat Untuk Bayi. Direktorat Bina Gizi.
Subdit Bina Gizi Klinik. Available at: http://gizi.depkes.go.id/wp-
content/uploads/2013/09/Brosur-Makanan-Sehat-untuk-Bayi1.pdf.
Kristianti, Devi., Dkk. (2013). Hubungan antara karakteristik pekerjaan ibu dengan
status gizi anak usia 4-6 tahun di TK Salomo Pontianak. Available at:
Http://Download.Portalgaruda.Org/Article.Php?Article=111583&Val=5161.
Kulas., Els Ivi. (2013). Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (Mp-Asi) Pada Bayi Di Puskesmas Bitung Barat Kota
Bitung. Available at:
http://ejurnal.poltekkesmanado.ac.id/index.php/gizido/article/view/249
Lestari, M.U., Lubis, G., 13& Pertiwi, D. (2014). Hubungan Pemberian Makanan
Pendamping Asi (MP-ASI) dengan Status Gizi Anak Usia 1-3 Tahun di Kota
Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Available at: http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/83.
[Accessed 15 Agustus 2016].
Liswati, Elvy. (2016). Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Status Gizi Anak Balita
Yang Memiliki Jamkesmas Di Desa Tegal Giri Kecamatan Nogosari
Kabupaten Boyolali. Available at:
http://eprints.ums.ac.id/42812/1/1.naskah%20publikasi.pdf.
Morison BJ, Taylor RW, Haszard JJ, et al How different are baby-led weaning and
conventional complementary feeding? A cross-sectional study of infants aged
6–8 months BMJ Open 2016;6:e010665. doi: 10.1136/bmjopen-2015-010665
Nurbaiti.,Lina. (2014). Kebiasaan makan balita stunting pada masyarakat Suku Sasak:
Tinjauan 1000 hari pertama kehidupan (HPK). vol 27. Surabaya. Journal
Masyarakat Kebudayaan dan Politik.
Nuranitha, R. (2013). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Pendamping Asi
(Mp-Asi), Umur Pertama Pemberian Dan Kesesuaian Porsi Mp-Asi Dengan Status
Gizi Bayi Umur 7-12 Bulan Di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar.
Available At: Http://Eprints.Ums.Ac.Id/23651/12/Naskah_Publikasi.Pdf.
Nurjanah, Siti., (2015). Asi Eksklusif Meningkatkan Perkembangan Bayi Usia 6-12
Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyu Urip Surabaya. Vol 8. Surabaya.
Junral Ilmiah Kesehatan.
Rahman, R., Hakim, B. H. A., & Salmah, A. U. (2015). Determinan Yang Berhubungan
Dengan Pemberian Mp-Asi Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Kelurahan Lalombaa
Kecamatan Kolaka Kabupaten Kolaka. Available at:
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/13100/RISKIAH%2
0RAHMAN%20K11112602.pdf?sequence=1.
Rahmawati, Rita., (2014). Gambaran Pemberian mp-asi pada bayi usia kurang dari 6
bulan di wilayah kerja puskesmas kecamatan pesanggrahan jakarta selatan
tahun 2014. Available at:
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25724/1/RITA%20
RAHMAWATI.pdf
Rosnah. Faktor pada perilaku ibu dalam pemberian MPASI anak 6-24 bulan di
Puskesmas Perumnas, Kendari. J Gizi dan Diet Indones. 2013;1(1):51–7.
Sakti., Eka Risky. (2013). Hubungan Pola Pemberian Mp-Asi Dengan Status Gizi Anak
Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar Tahun
2013. Avvailable at: http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/5480
Septiana,, rika. (2010). Hubungan Antara Pola Pemberian Makanan Pendamping Asi
(Mp-Asi) Dan Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Gedongtengen Yogyakarta. Vol 4. Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Sharm, Sangita. (2013). Assessing Dietary Intake Among Infants And Toddlers 0–24
Months Of Age In Baltimore, Maryland, Usa. Nutrition Journal, 12(1), p. 52-
59.
UNICEF and the Global Strategy on Infant and Young Child Feeding ( GSIYCF )
Understanding the Past – Planning the Future. , pp.1–72. Available at:
http://www.unicef.org/nutrition/files/FinalReportonDistribution.pdf.
[Accessed 15 Agustus 2016].
Wargiana, (2013). Hubungan Pemberian Mp-Asi Dini Dengan Status Gizi Bayi Umur
0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Rowotengah Kabupaten Jember. Vol.
1. Jember. Jurnal Pustaka Kesehatan.