I. PENDAHULUAN
A. Identitas Penderita
Nama : Tn. JS
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Karang Klesem RT 02/ RW 09 Purwokerto Selatan
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Swasta
Tanggal masuk RSMS : 25 Maret 2017
Tanggal periksa : 25 Maret 2017
No.CM : 00982997
B. Anamnesis
1. Keluhan utama:
Sesak Nafas
2. Keluhan tambahan
Cepat lelah ketika beraktivitas dan batuk berdahak.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS tanggal 25 Maret 2017 dengan keluhan
sesak nafas. Keluhan dirasakan sejak 3 hari yang lalu dan memberat sejak
1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas hilang timbul dan
dirasakan memberat saat beraktivitas ringan serta tidur terlentang. Pasien
sering terbangun pada malam hari karena sesak nafas dan berkurang ketika
posisi duduk. Pasien juga mengaku tidur menggunakan bantal yang lebih
tebal. Selain itu, pasien mengeluhkan mudah lelah saat beraktivitas dan
batuk berdahak. Pasien sering mengalami bengkak pada kaki setelah
melakukan aktivitas.
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat penyakit yang sama : diakui
b. Riwayat darah tinggi : disangkal
c. Riwayat penyakit gula : disangkal
d. Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat sakit ginjal : disangkal
f. Riwayat penyakit jantung : diakui
g. Riwayat sakit kuning/liver : disangkal
h. Riwayat sakit tenggorokan : disangkal
i. Riwayat konsumsi obat-obatan : disangkal
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat penyakit yang sama : disangkal
b. Riwayat darah tinggi : disangkal
3
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal Mawar, tanggal 25 Maret 2017.
1. Keadaan umum : Tampak Sesak
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Vital sign
a. Tekanan darah : 130/80 mmHg
4
6) Mulut
Bibir kering (-), bibir pucat (-), bibir sianosis (-), lidah sianosis (-),
lidah kotor (-)
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Palpasi : JVP 5+ 3cm
c. Pemeriksaan thorax
Paru
Inspeksi : dinding dada tampak simetris dan tidak tampak
ketertinggalan gerak antara hemithorax kanan dan kiri.
Kelainan bentuk dada (-), retraksi intercostalis (-).
Palpasi : Apex vokal fremitus sinistra = dextra
Basal vokal fremitus sinistra = dextra
Perkusi : Perkusi orientasi selurus lapang paru sonor
Batas paru-hepar SIC V LMCD
Auskultasi: Apex suara dasar vesikuler +/+, RBH +/+, RBK-/-
Basal suara dasar vesikuler +/+ dan Wheezing+/+
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tampak di SIC VI 2 jari lateral LMCS
P.parasternal (-) P.epigastrium (-).
Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC VI 2 jari lateral LMCS,
kuat angkat (-)
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC VI 2 jari lateral LMCS
Auskultasi: M1>M2 P1<P2
5
e. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan Ekstremitas Ekstremitas
superior inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema (pitting) - - + +
Sianosis - - - -
Kuku kuning - - - -
(ikterik)
Akral dingin - - - -
Reflek fisiologis
Bicep/tricep + + + +
Patela + + + +
Reflek patologis
Reflek babinsky - - - -
Sensoris D=S D=S D=S D=S
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium 25 Maret 2017
Darah lengkap
No Jenis Pemeriksaan Hasil Ket.
1 Hb 13,8 gr/dL (N)
2 Leukosit 6620 /ul (N)
3 Ht 42 % (N)
4 Eritrosit 5 x 106 /ul (N)
5 Trombosit 145.000 /ul (N)
6 MCV 84,3 fL (N)
7 MCH 27,7 pg/cell (N)
8 MCHC 32,9 % (N)
9 RDW 14,2 % (N)
10 MPV 11,5 fL (N)
11 Basofil 0,6 % (N)
12 Eosinofil 3,8 % (N)
13 Batang 0,3 % (L)
14 Segmen 70,4 % (H)
15 Limfosit 12,2 % (L)
16 Monosit 12,7 % (H)
17 Ureum 23,4 mg/dL (N)
18 Kreatinin 0,93 mg/dL (N)
19 Na 137 mmol/L (N)
20 K 3,2 mmol/L (L)
21 Cl 104 mmol/L (N)
6
2. Pemeriksaan EKG
E. Resume
1. Anamnesis
a. Keluhan utama sesak nafas
b. Sesak nafas dirasakan sejak 1 hari semakin memberat sebelum masuk
rumah sakit. Sesak nafas hilang timbul dan dirasakan memberat saat
beraktivitas ringan serta tidur terlentang sehingga sering terbangun
pada malam hari. Sesak berkurang ketika posisi duduk dan
menggunakan bantal yang lebih tebal. Pasien juga sering merasa
mudah lelah saat beraktivitas dan batuk berdahak. Pasien sering
mengalami bengkak pada kaki setelah melakukan aktivitas.
c. Pasien memiliki riwayat sakit jantung dan rutin kontrol ke poli jantung
RSMS.
2. Pemeriksaan Fisik
Vital sign
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 100 /menit reguler, isi cukup
Pernapasan : 26 /menit
Suhu : 36,0 C
Status generalis
Mata : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-)
Status lokalis
Paru
Inspeksi : dinding dada tampak simetris dan tidak tampak
ketertinggalan gerak antara hemithorax kanan dan kiri.
Kelainan bentuk dada (-), retraksi intercostalis (-).
Palpasi : vokal fremitus sinistra = dextra
Perkusi : selurus lapang paru sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, RBH+/+, RBK-/-, wheezing+/+
Jantung
Inspeksi : ictus cordis di SIC VI 2 jari lateral LMCS
Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC VI 2 jari lateral LMCS, kuat
angkat (-)
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC VI 2 jari lateral LMCS
8
Ekstremitas
Pemeriksaan Ekstremitas Ekstremitas
superior inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema (pitting) - - + +
F. Diagnosis Kerja
Congestive Heart Failure NYHA III
G. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. O2 4 lpm NK
b. IVFD RL 10 tpm
c. Inj. Furosemid 2x1 Amp
d. Spironolakton 1x25 mg
e. Kandesartan 1x4 mg
f. CPG 1x1 tab
g. ISDN 3x5mg
h. Cefixim 2 x 100 mg
i. Tabas syr 3x1 cth habiskan
j. Ambroxol 3 x 1 tab
2. Non farmakologi
a. Istirahat, dianjurkan tirah baring.
b. Batasi asupan natrium dengan menggunakan garam secukupnya dalam
makanan dan menghindari makanan yang diasinkan.
c. Diet protein
d. Aktivitas fisik : olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda
dianjurkan untuk pasien gagal jantung yang stabil dengan intensitas
yang nyaman bagi pasien aktivitas fisik berpengaruh pada peningkatan
bebas jantung dan meningkatkan kebutuhan jaringan terhadap
oksigen.
e. Edukasi penyakit kepada pasien meliputi terapi, komplikasi penyakit,
prognosis penyakit dan cara pencegahan perburukan penyakit.
H. Prognosis
9
1. Definisi
Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana jantung tidak dapat
lagi memompa darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh, walaupun darah balik masih dalam keadaan normal.
Dengan kata lain, gagal jantung merupakan suatu ketidakmampuan
jantung untuk memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (forward failure) atau kemampuan
tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang
tinggi (backward failure) atau keduanya (Sudoyo, 2006). Gagal jantung
kongestif biasanya disertai dengan kegagalan pada jantung kiri dan
jantung kanan (Hauser et al., 2005).
2. Etiologi
Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif
meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang
menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal.
Tetapi pada gagal jantung dengan masalah yang utama terjadi adalah
kerusakan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah
jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup adalah
jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga
faktor: yaitu preload, kontraktilitas, afterload (Sudoyo, 2006).
Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding
langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut otot jantung. Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan
konteraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan
perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium. Afterload
mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh
tekanan arteriol.
11
Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini terganggu,
maka curah jantung berkurang. Keadaan-keadaan yang meningkatkan
beban awal meliputi regurgitasi aorta dan defek septum ventrikel, beban
akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan
hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokardium dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat memicu
perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak
dapat berupa aritmia, infeksi sistemik, infeksi paru-paru dan emboli paru
(Sudoyo, 2006).
Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik,
penyakit katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik, dan penyakit
miokardium primer. Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal
ventrikel kiri, yang menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan
arteria pulmonalis. Gagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai
gagal jantung kiri pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau
pembuluh paru (kor polmunal) dan pada pasien dengan penyakit katup
arteri pulmonalis atau trikuspid (Donald et al., 2010).
3. Klasifikasi Gagal Jantung
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA),
merupakan pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung
kongestif berdasarkan tingkat aktivitas fisik.
Tabel 1. Klasifikasi Fungsional NYHA
Klasifikasi Fungsional NYHA
(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)
Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik.
Aktivitas sehari-hari tidak
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas II Sedikit pembatasan aktivitas fisik.
Berkurang dengan istirahat, tetapi aktivitas sehari-
hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak
nafas.
Kelas III Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisi
k.
Berkurang
dengan istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari akt
ivitas sehari
hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
12
4) Gejala Lainnya
Pasien dengan gagal jantung juga dapat muncul dengan
gejala gastrointestinal. Anorexia, nausea, dan rasa cepat kenyang
yang dihubungkan dengan nyeri abdominal dan kembung adalah
gejala yang sering ditemukan, dan bisa jadi berhubungan dengan
edema dari dinding usus dan/atau kongesti hati. Kongesti dari
17
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang cermat harus selalu dilakukan dalam
mengevaluasi pasien dengan gagal jantung. Tujuan pemeriksaan
18
4) Pemeriksaan Jantung
Pemeriksaan jantung, walau penting, seringkali tidak dapat
memberikan informasi yang berguna mengenai beratnya gagal
jantung. Jika terdapat kardiomegali, titik impulse maksimal
(ictus cordis) biasanya tergeser kebawah intercostal space (ICS)
ke V, dan kesamping (lateral) linea midclavicularis. Hipertrofi
ventrikel kiri yang berat mengakibatkan pulsasi prekodial (ictus)
20
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi
penalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis.
Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun kronik ditujukan untuk
mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun
penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya
kondisi (Sudoyo, 2006).
a. Non Farmakalogi
1) Anjuran umum
a) Terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
25
b. Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas panghambat ACE, Antagonis
Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, -blocker, vasodilator
lain, digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia.
1) Diuretik.
Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan
paling sedikit diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat
digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup
baik, dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik intravena,
atau kombinasi loop diuretik dengan tiazid. Diuretik hemat
kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat
mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang
sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal
jantung sistolik.
26
III. PEMBAHASAN
Hasil anamnesis penderita gagal jantung pada tahap awal, akan didapatkan
keluhan berupa sesak yang hanya dialami saat pasien beraktivitas berat, seiring
dengan semakin beratnya gagal jantung, sesak pun kemudian terjadi pada aktivitas
yang semakin ringan dan akhirnya dialami pada saat istirahat. Pada pasien di
kasus ini, sesak muncul hilang timbul dan dirasakan memberat saat beraktivitas
ringan serta tidur terlentang sehingga sering terbangun pada malam hari.
Penyebab dari sesak ini kemungkinan besar multifaktorial, mekanisme yang
paling penting adalah kongesti paru, yang diakibatkan oleh akumulasi cairan pada
jaringan intertisial atau intraalveolar alveolus. Hal tersebut mengakibatkan
teraktivasinya reseptor juxtacapiler yang menstimulasi pernafasan pendek dan
dangkal yang menjadi karakteristik cardiac dypnea. Selain itu, keluhan lelah juga
menjadi hal yang sering ditemui pada penderita gagal jantung, begitu pula pada
pasien di kasus ini. Keluhan mudah lelah secara tradisional dianggap diakibatkan
oleh rendahnya kardiak output pada gagal jantung, abnormalitas pada otot
28
IV. KESIMPULAN
1. Diagnosis pasien Tn. M, usia 41 tahun adalah Congestif Heart Failure dan
Community Acquire Pneumonia.
2. Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
3. Prognosis pasien pada kasus ini adalah:
Ad fungsional : dubia ad bonam
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
30
DAFTAR PUSTAKA
Borlaug, B.A., W.J. Paulus. 2011. Heart failure with preserved ejection fraction:
pathophysiology, diagnosis, and treatment. Eur Heart J 2011;32:670679.
Craig, R., J. Mindell. Survei Kesehatan untuk Inggris, 2006. Volume 1, Penyakit
kardiovaskular dan faktor risiko pada orang dewasa. Tersedia di
http://www.ic.nhs.uk/pubs/hse06cvdandriskfactors (diakses 21/01/2017).
Donald, Mercedes, Bruce, Todd. 2010. Heart Disease. AIHA , 165, 121-128.
Fonseca, C. 2006. Diagnosis of heart failure in primary care. Heart Fail Rev
2006;11:95107.
Kelder, J.C., M.J. Cramer, J. van Wijngaarden, R. van Tooren, A. Mosterd, K.G.
Moons, et al. 2011. The diagnostic value of physical examination and
additional testing in primary care patients with suspected heart failure.
Circulation 2011;124:28652873.
31
Marantz, P.R.. 2012. The relationship between left ventricular systolic function
and congestive heart failure diagnosed by clinical criteria. Circulation
Journal Of The American Heart Association. Tersedia di
http://circ.ahajournals.org (diakses 21/01/2017).
Sudoyo, A.W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Wedzicha J.A., Johnston S.L., Brown J.S., et al. Guidelines for the management of
community acquired pneumonia in adults: update 2009. BMJ 2009:64