Anda di halaman 1dari 28

Bab IV

Tugas Khusus Kerja Praktek

4.1 Pendahuluan
4.1.1 Latar Belakang
Galangan kapal adalah sebuah tempat yang dirancang untuk
memperbaiki dan membuat kapal. Kapal-kapal ini dapat berupa
kapal pesiar, armada militer dan kapal niaga. Industri galangan kapal
di Indonesia tumbuh pesat, dengan dukungan iklim investasi
menarik kemampuan investor asing. Pada dasarnya industri
galangan kapal sering kali memperhatikan titik kritis yang terletak
pada lambung kapal dengan bantuan Quality Control. Quality
Control didefinisikan sebagai suatu sistem yang efektif untuk
mengintegrasikan kegiatan-kegiatan pemeliharaan dan
pengembangan mutu dalam suatu organisasi sehingga dapat
diperoleh produksi dan servis dalam tingkat yang paling ekonomis
dan memuaskan konsumen (Feightboum)

Lambung kapal merupakan hal yang penting dalam membuat


kapal karena akan memengaruhi stabilitas kapal, kecepatan kapal,
konsumsi bahan bakar, draft/kedalaman yang diperlukan dalam
kaitannya dengan kolam pelabuhan yang akan disinggahi serta
kedalaman alur pelayaran yang dilalui oleh kapal tersebut. Dalam
hal ini lambung kapal merupakan bagian yang kritis untuk dilakukan
pengecekan. Lambung kapal dicek dengan menggunakan x-ray atau
radiografi test dapat menegetahui lambung kapal mana saja yang
bersifat kritis. Sambungan las yang kurang baik dapat menyebabkan
kerusakan pada lambung, mengingat tekanan yang diterima oleh
lambung kapal dari berat kapal itu sendiri dan tekanan dari air laut.

Pemeriksaan lambung menggunakan tes radiografi memiliki


biaya yang cukup tinggi, dimana peralatan dari tes radiografi yang

36
37

mahal, dan area yang harus steril pada saat pemeriksaan dilakukan,
dimana sterilisasi area ini harus menghentikan pekerjaan yang ada
dan memberhentikan operator dari pekerjaannya, yang juga berarti
biaya yang termasuk dalam tes radiografi. Dalam pelaksanaanya, tes
radiografi tidak akan dilakukan pada semua bagian lambung kapal,
mengingat biaya yang tinggi dan keterbatasan kertas foto yang bisa
digunakan saat pemeriksaan. Sehingga PT. PAL Indonesia hanya
memeriksa sebagian sampel dari lambung kapal. Pengambilan
sampel yang akan diperiksa sesuai dari gambar yang dibuat oleh
desainer, dimana desainer tidak memiliki ketetapan dalam
menentukan sampel yang akan diperiksa. Tidak adanya ketetapan ini
memiliki kelemahan tersendiri dimana sampel yang diambil dapat
berpotensi memiliki tren atau kecenderungan, akibat kurangnya
keacakan dalam pengambilan sampel. Dengan kata lain, sampel
yang diperiksa berpeluang tidak mewakili kondisi sebenarnya dari
populasi yang ada, dan hal ini berpotensi untuk merugikan baik dari
konsumen maupun PT. PAL Indonesia sendiri.

Pengendalian mutu dan kualitas yang ada di PT. PAL


terutama dibagian welding merupakan hal yang sangat kritis didalam
sebuah pengecekan lambung kapal. Dengan menggunakan tabel
military standard 105E diharapkan dapat meningkatkan cara
pengambilan sampel dan penentuan dalam menerima atau menolak
populasi yang di inspeksi dengan mengetahui kecenderungan
terjadinya kenaikan atau penurunan kualitas, apabila terjadi
penurunan jumlah cacat maka dilakukan pemeriksaan longgar,
apabila kecenderungan berikutnya menunjukkan mendekati normal
maka dilakukan inspeksi dengan level normal, apabila pada
pemeriksaan berikutnya terjadi kecenderungan kenaikan jumlah
cacat maka dilakukan pemreiksaan dengan level ketat. Perubahan
level inspeksi tersebut diharapkan dapat mengakomodasi terjadinya
kecenderungan terjadinya kenaikan atau penurunan kualitas produk
38

yang diambil sebagai sampel. Penggunaan metode Military


Standard 105E, diharapkan menjadi salah satu metode alternatif
untuk menentukan jumlah sampel dengan metode single sampling
plan, maupun double sampling plan yang masih dapat
merepresentasikan kondisi sebenarnya dari suatu populasi yang
diinspeksi.

4.1.2 Permasalahan

Bagaimana metode pengambilan sampel dalam


pengendalian mutu PT. PAL Indonesia ditingkatkan untuk
peningkatan kepercayaan pelanggan?

4.1.3 Tujuan
Memberikan usulan perbaikan sistem pengendalian mutu
untuk penurunan biaya pengendalian mutu dan peningkatan
kepercayaan pelanggan terhadap sistem pengendalian mutu di PT.
PAL Indonesia dengan menggunakan bantuan tabel Military
Standard 105E, dalam metode pengambilan sampel pemeriksaan.
4.1.4 Batasan Masalah
1. Pengendalian kualitas yang dilakukan dengan Non Destructive
Test dengan media X-ray atau radiografi terhadap hasil
pengelasan.
2. Usulan perbaikan hanya pada jumlah titik pemeriksaan.
4.1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan kerja praktek disusun sebagai
berikut:

BAB I: Pendahuluan

Pada bab ini dijelaskan tentang latar belakang, tujuan, tempat


dan waktu pelaksanakan kerja praktek.

BAB II: Tinjauan Umum Perusahaan


39

Pada bab ini dijelaskan sejarah singkat perusahaan (termasuk


lokasi dan realokasi, perkembangan perusahaan dan produk yang
dihasilkan, sertifikasi atau presentasi perusahaan, kekhasan
perusahaan. Menjelaskan manajamen perusahaan (visi dan misi
perusahaan, struktur organisasi jobdesc setiap departemen atau
bagian, dan fasilitas).

BAB III: Tinjauan Sistem Perusahaan

Pada bab ini menjelaskan proses bisnis perusahaan atau unit


usaha atau departemen yang berketerkaitan dan keterpaduan dalam
mengelola perusahaan atau unit bisnis. Menjelaskan layanan yang
diberikan, proses operasi perusahaan, dan fasilitas operasi
perusahaan.

BAB IV: Tugas Khusus Kerja Praktek

Pada bab ini berisi pendahuluan tugas khusus kerja praktek yang
berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah,
asumsi dan sistematika penulisan. Menejelaskan landasan teori yang
berisi teori, pustaka tau referensi yang digunakan, metodelogi
penelitian berisi tentang langkah-langkah penelitian yang dilengkapi
dengan flowchart penyelesaian masalah, melakukan pengempulan
dan pengolahan data yang berisi tahapan metode peroleh dan
pengumpulan dan pengolahan data, analisa berisikan kajian data
olahan untuk melakukan upaya-upaya penyelesaian dan pentup
berisi saran dan kesimpulan.

4.2 Landasan Teori


Pada bagian ini akan dijelaskan teori-teori yang mendukung
metode penelitian pada penulisan laporan. Teori yang akan
dijelaskan adalah teori-teori yang digunakan dalam pengolahan data.
4.2.1 Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)
40

Diagram sebab akibat digunakan untuk menganalisa suatu


masalah dengan mengkategorikan sumber-sumber masalah agar
lebih mudah dalam menganalisa dan mengidetifikasi semua
kemungkinan penyebab suatu masalah. Diagram sebab akibat juga
disebut dengan diagram Ishikawa yang merupakan penemu dari
konsep diagram sebab akibat, analisis ini disebut juga dengan
diagram tulang ikan karena tampilannya yang menyerupai tulang
ikan.
Cause-and-Effect Diagram
Measurements Material Personnel

what kind of material person internal


measurement quality and external
used
Non-confo
rmities

environment how the how the machine


working methods works
condition implemented

Environment Methods Machines

Gambar 4.2.1 Diagram Sebab Akibat


4.2.2 Analisa Kemampuan Proses (Capability Process)
Keseragaman hasil produksi merupakan tujuan dari proses
produksi, yaitu menciptakan produk tanpa adanya perbedaan antar
produk, yang berarti tidak adanya produk yang berada di luar
spesifikasi yang diinginkan. Semakin seragam hasil produksi dan
berada dalam spesifikasi, maka kemampuan proses dinilai baik.
Estimasi pada kemampuan process berada pada distribusi
probabilitas dimana hal ini memiliki bentuk yang terstruktur seperti
distribusi normal, pusat atau rata-rata, dan sebaran atau standar
deviasi. Dengan data yang berbentuk atribut, analisa ini dilakukan
41

dengan menggunakan analisa kemampuan proses untuk data atribut.


Dalam penggunaan data cacat atribut yang berbentuk cacat per unit
dapat dihitung secara statistik dalam mengukur kemampuan
prosesnya dengan rumus defect per unit (DPU);

DPU =

DPU tidak mengukur secara langsung kompleksitas unit yang


dihasilkan kedalam probabilitas keluarnya produk cacat. Cara yang
lebih luas digunakan adalah menghitung probabilitas cacat satu juta
produk (defect per million opportunities), dengan rumus sebagai
berikut;

DPMO =

Hasil perhitungan ini akan memberi tahu berapa probabilitas


produk cacat yang dihasilkan oleh proses setelah memproduksi
produk sebanyak satu juta unit.
4.2.3 Pengendalian Kualitas (Quality Control)
Quality Control adalah suatu kegiatan meneliti,
mengembangkan, merancang dan memenuhi kepuasan konsumen,
memberi pelayanan yang baik dimana pelaksananya melibatkan
seluruh kegiatan dalam perusahaan mulai dari pimpinan teratas
sampai karyawan pelaksana (Dr. K. Ishikawa).
Dale H Besterfield (1994, PP2). Quality Control adalah teknik
yang digunakan dan aktivitas untuk mencapai, mendukung, dan
peningkatan kualitas dari produk atau pelayanan.
Dale H Besterfield (1994, PP1) menurut ANSI/ASQC Standard
A3-1987, kualitas adalah keseluruhan dan karakteristik produk atau
jasa yang membawa kemampuan kita untuk mencukupi atau
memenuhi kebutuhan yang dinayatan.
Kualitas adalah seberapa kesesuaian atau performance produk
dengan yang diinginkan yang berkesesuaian dengan fisik.
42

Kualitas adalah totalitas bentuk dan karakteristik barang atau


jasa yang menunjakan kemampuannya untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhan yang tampak jelas maupun tersembunyi. Jay
Heizer (2001:92).Pengendalian adalah proses manajamen yang
diadakannya ketika mengevaluasi kinerja nyata, membandingkan
kinerja nyata dengan tujuan, mengambil tindakan terhadap
perbedaan. J.M Juran (1995:165)
Pengendalian Kualitas adalah metode untuk mengembangkan,
mendesain, memproduksi, dan memberikan jasa produk yang paling
ekonomis, palig berguna dan selalu memuaskan bagi konsumen.
Kauro Ishikawa (1992:50). Pengendalian Kualitas Statistik (PKS)
adalah ilmu yang mempelajari tentang teknik/metode pengendalian
kualitas berdasarkan prinsip/konsep statistik.
4.2.4 Tujuan Pengendalian Kualitas (Quality Control)
1. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang
telah diterapkan.
2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil
mungkin.
3. Mengusahakan agar biaya design dari produk dan proses dengan
menggunakan mutu produksi tertentu dapat menjadi sekecil
mungkin.
4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah
mungkin.
5. Memperoleh jaminan kualitas (quality Assurance) dapat
dilakukan dengan Aceceptance sampling Plans.
6. Menjaga konsistensi Kualitas, dilaksanakan dengan Control
Chart.
4.2.5 Keuntungan Pengendalian Kualitas (Quality Control)
1. Untuk mempertinggi kualitas atau mengurangi biaya.
2. Menjaga kualitas lebih uniform.
3. Penggunaan alat produksi lebih efisien.
43

4. Mengurangi rework dan pembuangan.


5. Inspeksi yang lebih baik.
6. Memperbaiki hubungan produsen-konsumen.
7. Spesifikasi yang lebih baik.
4.2.6 Peta Kendali ( Control Chart)
Peta kendali adalah Metode Statistik untuk menggambarkan
adanya variasi atau penyimpangan dari mutu (kualitas) hasil
produksi yang diinginkan.
Dengan Peta kendali :
4.2.6.1 Dapat dibuat batas-batas dimana hasil produksi menyimpang
dari ketentuan.
4.2.6.2 Dapat diawasi dengan mudah apakah proses dalam kondisi
stabil atau tidak.
4.2.6.3 Bila terjadi banyak variasi atau penyimpangan suatu produk
dapat segera menentukan keputusan apa yang harus diambil.
Peta kendali P adalah perbandingan antara banyaknya cacat
dengan semua pengamatan, yaitu setiap produk yang
diklasifikasikan sebagai diterima atau ditolak (yang
diperhatikan banyaknya produk cacat).

Langkah-langkah pembuatan peta kendali - p :

1. Tentukan ukuran contoh/subgrup yang cukup besar (n > 30),


2. Kumpulkan banyaknya subgrup (k) sedikitnya 2025 sub-grup,
3. Hitung untuk setiap subgrup nilai proporsi unit yang cacat,
yaitu : p = jumlah unit cacat/ukuran subgrup
4. Hitung nilai rata-rata dari p, yaitu p dapat dihitung dengan :
p = total cacat/total inspeksi.
5. Hitung batas kendali dari peta kendali x :
(1)
UCL =p+3

(1)
LCL =p3
44

Plot data proporsi (persentase) unit cacat serta amati apakah data
tersebut berada dalam batas kendali atau diluar batas kendali.
4.2.7 Military Standard 105E
Standar prosedur sampling untuk pemeriksaan dengan data
atribut dikembangkan saat perang dunia kedua. Military Standard
105E adalah prosedur sampling yang paling banyak digunakan
hingga sekarang sejak awal ditemukan tahun 1950 dengan nama
Military Standard 105A. Dengan pembaruan hingga versi kelima
yaitu Military Standard 105E yang dibuat tahun1989. Prosedur ini
digunakan untuk penentuan sampel yang akan diambil dan
menentukan batas penerimaan kualitas jika didalam samppel yang
diambil memiliki cacat. Terdapat berbagai pilihan prosedur
diantaranya untuk single sampling, double sampling, dan multiple
sampling. Dan setiap prosedur sampling terdapat kategori
pemeriksaan yaitu normal inspection untuk pemeriksaan awal
dimana belum diketahui riwayat pemeriksaan sebelumnya, lalu
tightened inspection dimana kategori ini digunakan jika melihat
riwayat pemeriksaan dalam kurun waktu terdekat semakin
memburuk, maka pemeriksaan yang lebih ketat akan dibutuhkan,
dan yang terakhir adalah reduce inspection digunakan jika riwayat
dari pemeriksaan dalam kurun waktu terdekat menujukkan kualitas
yang baik. Military Standard dibagi menjadi dua urutan dalam
penggunaannya, yaitu dengan memilih terlebih dahulu kode huruf
untuk penentuan jumlah sampel yang akan diambil, berdasarkan
banyaknnya jumlah lot atau batch yang dihasilkan pada waktu yang
ditetapkan saat melakukan pemeriksaan, setelah memilih kategori
jumlah lot, didapatkan baris yang mengandung berbagai macam
level inspection mulai dari special inspection level yang berjumlah
empat level spesial yang bisa dipilih dan tiga general inspection,
tabel kode huruf dapat dilihat pada Lampiran I. langkah selanjutnya
adalah menentukan penggunaan single sampling, double sampling,
45

atau multiple sampling. Lalu menentukan penggunaan normal


inspection, tightened inspection, atau reduced inspection. Setelah
mendapatkan tabel yang sesuai, langkah selanjutnya adalah memilih
level persentase penerimaan yang sesuai.
46

4.3 Metode Penelitian


Pada bagian ini alur penyelesaian tugas khusus kerja praktek akan
dibahas sebagai berikut:

Start

Identifikasi Masalah

Pengumpulan Data:
Data Primer

Pengolahan Data:
Diagram Sebab-Akibat
Analisa Kemampuan Proses
Peta Kendali P

Analisa:
Melihat faktor penyebab cacat
dan mebuat batasan yang bisa
digunakan oleh perusahaan.

Kesimpulan dan Saran

End

Gambar 4.3 Flowchart metodologi penelitian


47

4.3.1 Pengamatan Lambung Kapal


Pengamatan pada lambung kapal dilakukan di proses joint block
sebelum dilakukan pengecakan dan itu dilakukan dibagian erection.

4.3.2 Studi literatur

Studi literatur dilakukan untuk melengkapi studi lapangan yang


telah dilakukan sehingga dihasilkan penyelesaian masalah yang
tepat. Studi literatur dilakukan dengan cara membaca refrensi jurnal
penelitian.

4.3.2.1 Merancang peta kerja


Peta kerja untuk penentuan akhir berdasarkan hasil pengecekan
hasil pengelasan pada lambung kapal dan melakukan wawancara
terhadap welder dan kepala bengkel bagian erection serta studi
literatur.
4.3.2.2 Mengumpulkan data proses pengelasan
Data hasil pengecekan pengelasan block didapat dari data-data
yang ada di Departemen Quality Control dengan mengambil hasil
pengecekan pengelasan yang menggunakan tes radiografi dari dua
kapal, yaitu kapal SSV dan kapal KCR.
4.3.2.3 Pengamatan pada Pengelasan Kapal SSV dan KCR
Pengamatan pengelasan kapal SSV dan KCR dilakukan di
bagian erection. Berawal dari hasil sambungan las yang berada di
persimpangan kemudian ditentukan titik-titik yang akan dilakukan
pengecekan. Titik-titik ini diperoleh dari formula yang sudah
ditentukan oleh Dinas Perhubungan dan Badan Klasifikasi
Indonesia (BKI).
4.3.2.4 Mengumpulkan data cacat las pada kapal SSV dan KCR
Data hasil pengecekan pengelasan diperoleh dari data yang
diambil oleh Departemen Quality Control untuk pengendalian hasil
pengelasan melalui tes radiografi. Pengamatan pengelasan block
kapal SSV dan KCR dilakukan di joint block, maupun di dock
48

bagian erection. Teknik pengecekan yang dilakukan adalah dengan


Non Destructive Test (NDT) adalah tes yang dilakukan terhadap
hasil pengelasan untuk mengetahui .
4.3.2.5 Membuat peta kendali dan anlisa proses
Peta kendali (control chart) untuk mengolah dan menganalisa
data dalam melakukan pengecakan dan kulalitas pengelasan adalah
peta kendali P.
4.3.2.6 Analisa data
Analisa data dilakukan untuk mengetahui instruksi kerja, peta
kendali data pengecakan pengelasan pada lambung kapal SSV dan
KCR telah terkendali dan analisa kemampuan proses tersebut
terkontrol.
Selain itu, analisa dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor
jumlah cacat las dan dilakukan repair. Dalam tahap ini dilakukan
analisa mengenai pemenuhan instruksi kerja penentuan Quality
Control produk akhir lambung kapal SSV dan KCR yang telah dibuat
berdasarkan unsur-unsur yang dibutuhkan seperti tujuan, ruang
lingkup, standar mutu produk akhir, kebijakan, instruksi kerja dan
dokumentasi pelaporan.
4.3.2.7 Kesimpulan dan saran
Keseimpulan dan saran berisi berdasarkan hasil kerja dan
perbaikan yang perlu dilakukan pada proses pengelasan
persimpangan lambung kapal SSV dan KCR di erection dan kualitas
akhir dari hasil pengelasan.

4.4 Pengumpulan dan Pengolahan Data


Langkah pertama adalah analisa pengendalian kualitas hasil
pemeriksaan pengelasan yang menggunakan tes radiografi atau X-ray.
Data di peroleh dari hasil pemeriksaan pengelasan joint block kapal SSV
dan KCR dengan jumlah data yang diambil 150 titik sampel hasil
pengelasan.
49

Data hasil pemeriksaan pengelasan kapal SSV dan KCR ditunjukan


pada Tabel 4.4

Hasil Olah data setelah disortir berdasarkan tanggal pengecekan.

Tabel 4.4 Data pengelasaan kapal SSV dan KCR

SAMPLE
NUMBER NO BLOCK JOINT DATE RESULT
43 DB 2 - DB 3 (P) 20/05/2015 ACC
44 DB 2 - DB 3 (S) 20/05/2015 ACC
67 ADB 1 - DB 1 (P) 20/05/2015 REPAIR
68 ADB 1 - DB 1 (S) 20/05/2015 ACC
69 ADB 1 - DB 1 (S) 20/05/2015 ACC
73 DB 2 - DB 3 (P) 20/05/2015 ACC
74 DB 2 - DB 3 (S) 20/05/2015 ACC
75 DB 2 - DB 3 (S) 20/05/2015 ACC
31 ADB 1 -DB 1 (P) 20/05/2015 ACC
1 32 ADB 1 -DB 1 (S) 20/05/2015 ACC
70 DB 1 - DB 2 (P) 09/06/2015 REPAIR
71 DB 1 - DB 2 (S) 09/06/2015 ACC
2 72 DB 1 - DB 2 (S) 09/06/2015 ACC
21 ASA 2 B - ASA 1 B (P) 11/06/2015 ACC
22 ASA 2 B - ASA 1 B (S) 11/06/2015 ACC
27 ASA 1 B - SS 1 B (P) 11/06/2015 ACC
33 SS 1 B - SS 2 B (P) 11/06/2015 ACC
34 SS 1 B - SS 2 B (S) 11/06/2015 ACC
3 39 SS 2 B - SS 3 B (P) 11/06/2015 ACC
28 ASA 1 B - SS 1 B (S) 12/06/2015 ACC
4 40 SS 2 B - SS 3 B (S) 12/06/2015 ACC
25 ADB 2 - ADB 1 (P) 29/07/2015 ACC
49 DB 3 - DB 4 (P) 29/07/2015 ACC
62 ADB 3 - ADB 2 (S) 29/07/2015 ACC
64 ADB 2 - ADB 1 (P) 29/07/2015 ACC
65 ADB 2 - ADB 1 (S) 29/07/2015 ACC
5 77 DB 3 - DB 4 (S) 29/07/2015 ACC
6 26 ADB 2 - ADB 1 (S) 30/07/2015 ACC
12 ASF 1 - SF (S) 10/08/2015 ACC
18 SF - ASA 2 A (S) 10/08/2015 ACC
24 ASA 2 A - ASA 1 A (S) 10/08/2015 ACC
7 30 ASA 1 A - SS 1 A (S) 10/08/2015 ACC
50

35 SS 1 A - SS 2 A (P) 10/08/2015 ACC


41 SS 2 A - SS 3 A (P) 10/08/2015 ACC
61 ADB 3 - ADB 2 (P) 14/08/2015 ACC
63 ADB 3 - ADB 2 (S) 14/08/2015 ACC
66 ADB 2 - ADB 1 (S) 14/08/2015 ACC
76 DB 3 - DB 4 (P) 14/08/2015 ACC
13 ASF 1 - ADB 3 (P) 14/08/2015 REPAIR
14 ASF 1 - ADB 3 (S) 14/08/2015 ACC
19 ADB 3 - ADB 2 (P) 14/08/2015 ACC
20 ADB 3 - ADB 2 (S) 14/08/2015 ACC
8 50 DB 3 - DB 4 (S) 14/08/2015 ACC
9 37 DB 1 - DB 2 (P) 06/09/2015 ACC
10 38 DB 1 - DB 2 (S) 11/09/2015 ACC
48 SS 3 A - SS 4 A (S) 23/09/2015 ACC
81 ASF 2 - ASF 1 (P) 23/09/2015 ACC
82 ASF 2 - ASF 1 (S) 23/09/2015 ACC
83 ASF 2 - ASF 1 (S) 23/09/2015 ACC
84 ASF 1 - SF (P) 23/09/2015 ACC
97 SS 1 A - SS 2 A (S) 23/09/2015 ACC
98 SS 1 A - SS 2 A (S) 23/09/2015 ACC
100 SS 2 A - SS 3 A (S) 23/09/2015 ACC
101 SS 2 A - SS 3 A (S) 23/09/2015 ACC
7 ASF 2 - ASF 1 (P) 23/09/2015 REPAIR
8 ASF 2 - ASF 1 (S) 23/09/2015 ACC
11 ASF 1 - SF (P) 23/09/2015 ACC
36 SS 1 A - SS 2 A (S) 23/09/2015 ACC
11 42 SS 2 A - SS 3 A (S) 23/09/2015 ACC
47 SS 3 A - SS 4 A (P) 08/10/2015 ACC
85 ASF 1 - SF (S) 08/10/2015 ACC
86 ASF 1 - SF (S) 08/10/2015 ACC
106 TB. 39 08/10/2015 ACC
12 107 TB. 39 08/10/2015 REPAIR
90 ASA 2 A - ASA 1 A (P) 16/10/2015 ACC
91 ASA 2 A - ASA 1 A (S) 16/10/2015 ACC
92 ASA 2 A - ASA 1 A (S) 16/10/2015 ACC
93 ASA 1 A - SS 1 A (P) 16/10/2015 ACC
94 ASA 1 A - SS 1 A (S) 16/10/2015 ACC
95 ASA 1 A - SS 1 A (S) 16/10/2015 ACC
96 SS 1 A - SS 2 A (P) 16/10/2015 ACC
99 SS 2 A - SS 3 A (P) 16/10/2015 ACC
13 102 SS 3 A - SS 4 A (P) 16/10/2015 ACC
51

103 SS 3 A - SS 4 A (S) 16/10/2015 ACC


104 SS 3 A - SS 4 (S) 16/10/2015 ACC
17 SF - ASA 2 A (P) 16/10/2015 ACC
23 ASA 2 A - ASA 1 A (P) 16/10/2015 ACC
29 ASA 1 A - SS 1 A (P) 16/10/2015 ACC
14 78 ASF 3 - ASF 2 (P) 20/10/2015 ACC
79 ASF 3 - ASF 2 (S) 30/10/2015 ACC
80 ASF 3 - ASF 2 (S) 30/10/2015 ACC
108 TB. 74 30/10/2015 ACC
109 TB. 74 30/10/2015 ACC
3 ASF 3 - ASF 2 (P) 30/10/2015 ACC
4 ASF 3 - ASF 2 (S) 30/10/2015 ACC
5 AP 2 - ASF 1 (P) 30/10/2015 ACC
15 6 AP 2 - ASF 1 (P) 30/10/2015 ACC
45 SS 3 B - SS 4 B (P) 06/11/2015 ACC
46 SS 3 A - SS 4 B (S) 06/11/2015 ACC
57 FP (P) 06/11/2015 ACC
16 58 FP (S) 06/11/2015 ACC
53 SS 4 A - FBB (P) 04/12/2015 ACC
54 SS 4 A - FBB (S) 04/12/2015 ACC
55 DB 4 - FBB (P) 04/12/2015 ACC
56 DB 4 - FBB (S) 04/12/2015 ACC
59 FBB (P) 04/12/2015 REPAIR
60 FBB (S) 04/12/2015 ACC
87 SF - ASA 2 A (P) 04/12/2015 ACC
88 SF - ASA 2 A (S) 04/12/2015 ACC
105 SS 4 A - FBB (S) 04/12/2015 REPAIR
17 110 TB. 168 04/12/2015 ACC
51 SS 4 B - FP (P) 19/12/2015 ACC
52 SS 4 B - FP (S) 19/12/2015 ACC
111 TB. 168 19/12/2015 ACC
1 AP 3 - AP 2 (P) 19/12/2015 ACC
2 AP 3 - AP 2 (S) 19/12/2015 REPAIR
9 AP 1 - AS (P) 19/12/2015 ACC
10 AP 1 - AS (S) 19/12/2015 ACC
15 AS - ASA 2 B (P) 19/12/2015 ACC
18 16 AS - ASA 2 B (S) 19/12/2015 ACC
19 89 SF - ASA 2 A (S) 04/12/2105 REPAIR
1 MD FR 9 -10 AB (P) 09/03/2014 ACC
3 MD FR 16 - 17 AB (P) 09/03/2014 ACC
20 4 MD FR 16 - 17 AB (S) 09/03/2014 ACC
52

12 SS FR 9 - 10 CD (P) 09/03/2014 REPAIR


13 SS FR 9 - 10 CD (S) 09/03/2014 REPAIR
14 SS FR 16 -17 CD (P) 09/03/2014 ACC
15 SS FR 16 -17 CD (S) 09/03/2014 ACC
16 SS FR 24 - 25 CD (P) 09/03/2014 ACC
17 SS FR 24 - 25 CD (S) 09/03/2014 ACC
18 SS FR 31 - 32 CD (P) 09/03/2014 ACC
2 MD FR 9 -10 AB (S) 18/03/2014 ACC
7 MD FR 31 - 32 AB (P) 18/03/2014 ACC
8 MD FR 31 - 32 AB (S) 18/03/2014 ACC
26 SS FR 9 -10 KA (P) 18/03/2014 ACC
27 SS FR 9 -10 KA (S) 18/03/2014 ACC
21 35 BHD FR 23 (P) 18/03/2014 ACC
9 MD FR 39 - 40 AB (P) 26/11/2014 ACC
10 MD FR 39 - 40 AB (S) 26/11/2014 ACC
11 MD FR 46 - 47 AB (P) 26/11/2014 ACC
22 SS FR 39 - 40 CD (P) 26/11/2014 ACC
23 SS FR 39 40 CD (S) 26/11/2014 ACC
24 SS FR 46 - 47 DE (P) 26/11/2014 ACC
22 25 SS FR 46 - 47 DE (S) 26/11/2014 ACC
5 MD FR 24 - 25 AB (P) 15/12/2014 ACC
6 MD FR 24 - 25 AB (S) 15/12/2014 ACC
19 SS FR 31 - 32 CD (S) 15/12/2014 ACC
20 SS FR 39 - 40 EF (P) 15/12/2014 ACC
23 21 SS FR 39 - 40 EF (S) 15/12/2014 ACC
32 SS FR 31 - 32 KA (P) 18/09/2013 ACC
33 SS FR 31 - 32 KA (S) 18/09/2013 ACC
24 36 BHD FR 40 (S) 18/09/2013 ACC
28 SS FR 16 - 17 KA (P) 26/11/2013 ACC
29 SS FR 16 - 17 KA (S) 26/11/2013 ACC
25 31 SS FR 24 - 25 KA (S) 26/11/2013 ACC
30 SS FR 24 - 25 KA (P) 15/12/2013 ACC
34 BHD FR 21 (S) 15/12/2013 ACC
37 BHD FR 5 (P) 15/12/2013 ACC
38 BHD FR 7 (S) 15/12/2013 ACC
26 39 BHD FR 11 (P) 15/12/2013 ACC
53

4.4.1 Analisa Kemampuan Proses

Untuk mengetahui proses pengelasan secara keseluruhan akan


menuju ke kecenderungan baik atau buruk, maka perlu dilakukan analisa
kemampuan proses. Analisa kemampuan proses pada dasarnya adalah
mengetahui bagaimana kemampuan proses menghasilkan produk dengan
variansi yang kecil, atau melihat apakah proses mampu menghasilkan
keseragaman dalam produk yang dihasilkan. Dengan mengetahui
bagaimana suatu proses menghasilkan suatu produk, dalam hal ini adalah
hasil pengelasan, dengan data yang dimiliki dapat diketahui berapa
persentase produk cacat atau hasil pengelasan yang cacat. Analisa
kemampuan proses dibuat dengan menggunakan software Minitab, dan
hasilnya ditujukan pada Gambar 4.4.1:

Gambar 4.4.1 Analisa kemampuan proses dengan menggunakan Minitab


sebelum data pencilan dibuang.
54

Dengan tingkat kepercayaan 95%, hasil pengolahan data pada


Gambar 4.4.1, didapatkan persentase dari cacat yang dihasilkan adalah
6,67%, atau jika dinyatakan dalam bentuk Parts Per Million (PPM) adalah
66.667. Angka ini menujukan, bahwa dari satu juta titik pengelasan yang
dilakukan terdapat kemungkinan cacat pengelasan sebanyak 66.667 titik
las. Namun hasil ini dipengaruhi oleh data yang terpencil keluar dari batas
kendali atasnya. Data pencilan atau data outlier harus dibuang karena data
tersebut menciptakan ketidakseragaman data, yang memengaruhi hasil
pengolahan data yang dilakukan dan memengaruhi batas atas pada peta
kendali, oleh sebab itu data pencilan harus dibuang dan dilakukan
perhitungan kembali untuk melihat apakah masih terdapat data pencilan
yang bisa memengaruhi keseragaman data. Berikut pada Gambar 4.4.2
adalah hasil pengolahan data analisa kemampuan proses menggunakan
Software Minitab dengan data pencilan yang sudah dibuang:

Gambar 4.4.2 Analisa kemampuan proses dengan menggunakan Minitab setelah


data pencilan dibuang.
55

Setelah data pencilan dibuang, hasil perhitungan didapatkan untuk


persentase cacat adalah 6,04%, atau dalam Parts Per Million (PPM)
60.403 titik pengelasan cacat mungkin dihasilkan dari satu juta titik
pengelasan yang dilakukan. Hasil pengolahan data yang baru ini memiliki
persentase cacat yang lebih rendah, dan hasil pengelasan lebih seragam,
karena data pencilan yang sudah dikeluarkan.

4.4.2 Peta Kendali Proporsi Cacat


Data hasil pengecekan yang diambil merupakan data atribut, dimana
pengendalian kualitas yang dilakukan hanya memiliki 2 syarat yaitu
apakah sampel yang diambil diterima atau ditolak, sehingga dari ukuran
sampel yang diambil dan berapa jumlah cacat didalamnya, maka proporsi
dari jumlah cacat bisa diketahui. Dan karena ukuran sampel yang berbeda,
maka setiap sampel yang diambil memiliki batasan kendalinya masing-
masing, seperti yang ditujukkan pada Tabel 4.4.2 dan pada peta kendali
di Gambar 4.4.3:

Dengan menggunakan peta kendali atribut dengan variable sample size


dapat diperoleh hasil hitung sebagai berikut:

Tabel 4.4.2 Data untuk peta kendali proporsi cacat sampel dengan variasi ukuran
sampel.

number of sample control limits


sample
sample non- fraction standard
number,
size, ni conforming non- deviation LCL UCL
i
units, Di conforming
1 10 1 0.10 0.07888163 -0.17 0.3033
2 3 1 0.33 0.14401749 -0.365 0.4987
3 6 0 0.00 0.10183574 -0.239 0.3722
4 2 0 0.00 0.17638468 -0.462 0.5958
5 6 0 0.00 0.10183574 -0.239 0.3722
6 1 0 0.00 0.24944561 -0.682 0.815
56

7 6 0 0.00 0.10183574 -0.239 0.3722


8 9 1 0.11 0.08314854 -0.183 0.3161
9 1 0 0.00 0.24944561 -0.682 0.815
10 1 0 0.00 0.24944561 -0.682 0.815
11 14 1 0.07 0.06666714 -0.133 0.2667
12 5 1 0.20 0.11155547 -0.268 0.4013
13 14 0 0.00 0.06666714 -0.133 0.2667
14 1 0 0.00 0.24944561 -0.682 0.815
15 8 0 0.00 0.08819234 -0.198 0.3312
16 4 0 0.00 0.1247228 -0.307 0.4408
17 10 1 0.10 0.07888163 -0.17 0.3033
18 9 1 0.11 0.08314854 -0.183 0.3161
19 1 1 1.00 0.24944561 -0.682 0.815
20 3 0 0.00 0.14401749 -0.365 0.4987
21 3 0 0.00 0.14401749 -0.365 0.4987
22 5 0 0.00 0.11155547 -0.268 0.4013
23 10 2 0.20 0.07888163 -0.17 0.3033
24 6 0 0.00 0.10183574 -0.239 0.3722
25 7 0 0.00 0.09428158 -0.216 0.3495
26 5 0 0.00 0.11155547 -0.268 0.4013
total 150 10 2.23 -0.33 0.4637

Peta kendali P data pengelasan lambung kapal SSV dan KCR ditunjukan
pada Gambar 4.4.3
57

Peta Kendali P Kapal SSV dan KCR


1 .0

0.8

0.6
Proportion

0.4 UCL=0.401

0.2

_
P=0.067
0.0 LCL=0

1 4 7 10 13 16 19 22 25
Sample

Gambar 4.4.3 Peta kendali P pengelasan Joint Block SSV dan KCR

Gambar 4.4.2 menunjukan peta kendali rata-rata hasil pengelasan kapal


SSV dan KCR dari setiap sampel. Pada peta kendali P menunjukan batas kendali
atas (UCL) sebesar 0.401, batas kendali bawah (LCL) sebesar 0 dengan rata-rata
( p ) sebesar 0.067, pada peta kendali tersebut dapat diketahui terdapat satu titik
yang keluar dari batasan UCL.

Dengan keluarnya satu titik dari batas kendali atas atau UCL yaitu sampel
nomor 19, maka sampel nomor 19 harus dikeluarkan agar bisa didapatkan batas
kendali atas dan batas kendali bawah yang bisa dijadikan acuan. Setelah sampel
nomor 19 dikeluarkan, didapatkan peta kendali P sebagai berikut.
58

Peta Kendali P Kapal SSV dan KCR


0.8

0.7

0.6

0.5
Proportion

0.4
UCL=0.3800

0.3

0.2

0.1 _
P=0.0604
0.0 LCL=0

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
Sample
Tests performed with unequal sample sizes

Gambar 4.4.4 Peta kendali P pengelasan Joint Block SSV dan KCR

Dengan menghilangkan data nomor 19 diperoleh hasil UCL sebesar


0.3800, LCL sebesar 0, dengan rata-rata ( p ) sebesar 0.0604. Pada peta kendali
tersebut dapat diketahui bahwa tidak ada titik yang diluar batas kendali atas dan
bawah.

Peta kendali pada Gambar 4.4.4 memiliki batas atas yang fluktuatif yang
disebabkan karena keseragaman jumlah sampel yang diambil. Untuk
menciptakan batasan atas yang seragam perlu dibuat rata-rata batas atas peta
kendali proporsi cacat. Pada Gambar 4.4.5 ditujukkan peta kendali proporsi
cacat dengan batas atas rata-rata dari batas atas yang didapatkan pada
perhitungan Tabel 4.4.2.
59

0.40
P-Chart with Average UCL
0.35

0.30
sample fraction
0.25
nonconforming
% defect

0.20
control limits
0.15 0.3782 ucl
average
0.10

0.05

0.00
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25

Gambar 4.4.5 Peta kendali P pengelasan Joint Block SSV dan KCR dengan
batasan atas dan bawah menggunakan rata-rata

4.4.3 Analisa Diagram Sebab-Akibat


Untuk menganalisis mengenai kemungkinan apa saja yang mampu
menyebabkan cacat pada hasil pengelasan. Analisis dilakukan dengan
menggunakan metode sebab-akibat (Cause and Effect Diagram), berikut
hasil analisa ditujukkan pada Gambar 4.4.6.
Cause-and-Effect Diagram
Measurements Material Personnel

sakit
basah
masalah psikologi

masalah sosial
'gap' terlalu besar lingkungan kerja
kurang kompeten
Welding
Defect

kurang peremajaan
proses kurang nyaman

kurang perawatan

panas
rusak

Environment Methods Machines

Gambar 4.4.6 Diagram sebab-akibat dari cacat pengelasan.


Sesuai dengan hasil analisis menggunakan diagram sebab-akibat,
didapatkan bahwa faktor-faktor penyebab hasil cacat pengelasan adalah,
60

lingkungan (environment), bahan baku (material), mesin (machine),


operator (personnel). Dari segi lingkungan terdapat dua faktor penyebab
yaitu lingkungan kerja yang panas dan terik, lalu yang kedua adalah proses
pengelasan yang dilakukan oleh operator las dinilai kurang nyaman.
Lingkungan yang panas disebabkan dari letak dari erection dock yang
terletak diluar ruangan dan di tepi laut, yang membuat lingkungan kerja
ini menjadi panas dan sangat terik dan juga memiliki kelembapan udara
yang tinggi, faktor udara lembap dan panas matahari yang tinggi mampu
mempercepat tingkat kelelahan dan dehidrasi bagi pekerja dan menjadi
tidak produktif (Bagian Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Departemen
Tenaga Kerja). Lalu untuk proses yang kurang nyaman dinilai karena
posisi operator dalam melakukan pengelasan adalah membungkuk dan
tidak adanya kursi beroda yang memudahkan perpindahan operator dalam
melakukan proses pengelasan panjang, membungkuk juga menyebabkan
pekerja menjadi cepat lelah dan akan memberikan efek jangka panjang
terhadap tulang belakang.
Dari faktor material terdapat material basah dan gap terlalu besar.
Material yang basah karena terkena hujan mengingat letak galangan diluar
ruangan, sehingga material yang basah harus dibersihkan terlebih dahulu
dan proses pembersihan yang kurang baik akan menyebabkan hasil
pengelasan menjadi buruk. Sedangkan untuk gap yang terlalu besar,
dapat menyebabkan hasil pengelasan menjadi undercut atau cairan las
berbentuk cekung kedalam celah pengelasan. Untuk faktor individu atau
operator yang bekerja adalah jika operator dalam keadaan tidak optimal
dalam bekerja terutama dalam lingkungan dan pekerjaan pengelasan yang
berat, lalu jika operator memiliki masalah psikis yang mungkin berasal
dari rumah tangga atau masalah lain diluar pekerjaan yang mempengaruhi
performa dalam bekerja, lalu masalah sosial didalam lingkungan
pekerjaan, dan juga kurangnya kompetensi dari operator yang
menyebabkan hasil pengelasan menjadi cacat. Lalu faktor terakhir adalah
mesin, yang dalam proses terjadi kerusakan akibat kurangnya perawatan
61

yang rutin, dan mungkin mesin sudah diluar kemampuannya dalam


menghasilkan pengelasan yang baik, jam kerja yang terlalu tinggi yang
seharusnya sudah harus diperbarui.
4.5 Analisa

Dengan analisa menggunakan diagram sebab-akibat, dapat dilihat


bahwa penyebab-penyebab dari hasil cacat pengelasan berasal dari
lingkungan, mesin, individu, dan material. Lingkungan yang panas dan
proses yang kurang nyaman seperti operator harus membungkuk dan tidak
adanya kursi beroda sehingga memudahkan perpindahan operator dalam
proses pengelasan. Lalu mesin yang rentan terhadap kerusakan karena
kurangnya perawatan yang rutin, dan juga jam kerja mesin yang tinggi
dan tidak adanya peremajaan. Dari segi individu adalah masalah psikis
yang dimiliki oleh individu diluar dari lingkungan kerja, jika individu juga
sedang dalam keadaan sakit, atau individu memiliki masalah di dalam
sosial dan lingkungan kerja, serta individu yang kurang kompeten dalam
melakukan proses pengelasan. Dan terdapat faktor yang berasal dari
material yang basah karena terkena hujan atau gap pengelasan terlalu
besar, sehingga menjadi faktor pendukung dalam menyebabkan cacat
pada hasil pengelasan.

Analisa kemampuan proses yang dilakukan didapatkan bahwa


persentase hasil pengelasan yang cacat dalam proses sebesar 6,04%, atau
dalam satu juta pengelasan yang dilakukan akan terdapat kemungkinan
terjadi cacat adalah sebanyak 60.403 ditujukkan pada Gambar 4.4.2.
Persentase ini dapat dinilai tinggi untuk pengelasan sebuah kapal
mengingat pengelasan dalam pembuatan kapal adalah titik kritis dalam
proses penyambungan, dimana tekanan yang tinggi dari air laut dan dari
berat kapal akan diterima oleh sambungan pengelasan . Lalu untuk peta
kendali atribut proporsi cacat didapatkan batas atas yang fluktuatif atau
berubah-ubah sesuai dengan besarnya jumlah sampel pada tiap subgrup
seperti pada Tabel 4.4.2, sehingga dibuatlah rata-rata dari batas atas yang
62

didapatkan, yaitu sebesar 0,3782 ditujukkan pada Gambar 4.4.5. batas


atas rata-rata pada peta kendali proporsi cacat dan juga persentase produk
cacat pada analisa kemampuan proses selanjutnya akan dijadikan batasan-
batasan dalam penggunaan tabel military standard 105E, dimana
penggunaan dari tabel military standard ini ditujukkan untuk penurunan
biaya dalam pelaksanaan pengendalian kualitas, dan juga memangkas
waktu pengendalian kualitas karena dalam melakukan pemeriksaan
dengan radioggrafi membutuhkan waktu yang lama.

4.6 Penutup
4.6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Faktor penyebab cacat yaitu lingkungan, mesin, material,
dan individu.
2. Kecenderungan proses cacat dihasilkan sebesar 6,04%.
3. Peta kendali batas atas yang dihasilkan sebesar 0,3782%.
4. Kedua batasan yang didapat digunakan sebagai batas
tingkat penerimaan sampel cacat pada penggunaan tabel
Military Standard 105E.
4.6.2 Saran
Untuk penurunan biaya dan memangkas waktu yang
digunakan dalam pengendalian kualitas dengan tes radiografi
atau X-ray, maka pengambilan sampel pemeriksaan pengelasan
menggunakan tabel Military Standard 105E dengan jumlah
sampel yang lebih kecil namun tetap mampu untuk mewakili
populasi dari sampel yang diambil. Batas penerimaan sampel atau
tingkat kualitas yang diterima didapatkan dari batas atas peta
kendali proporsi cacat dan persentase cacat dari analisa
kemampuan proses. Persentase cacat dari analisa kemampuan
proses yang lebih tinggi dari batas atas peta kendali proporsi
cacat, maka digunakan kedua batasan penerimaan sampel dalam
63

dua katetgori yang berbeda. Penggunaan persentase cacat pada


analisa kemampuan proses digunakan untuk batas penerimaan
sampel yang ada pada bagian lambung kapal, dengan harapan
sampel yang diperiksa tidak melewatkan kecenderungan proses
menghasilkan produk cacat sebesar 6,04%. Sedangkan untuk
batas atas pada peta kendali proporsi cacat akan digunakan untuk
batas penerimaan sampel pada bagian dek akomodasi, dimana
pemeriksaan sambungan pengelasan tidak terlalu ketat, dan masih
dapat dilakukan pemeriksaan dengan metode lain yang memiliki
biaya yang lebih rendah, seperti penggunaan tank test, vacuum
test, dan press test, karena bagian dek akomodasi tidak menerima
tekanan yang besar seperti pada bagian lambung kapal.
Untuk pencegahan agar kemungkinan terjadi cacat semakin
kecil, sesuai dengan analisa diagram sebab akibat, dapat
direkayasa seperti pengadaan kursi yang beroda untuk operator
las datar, karena lingkungan yang panas dan bidang pekerjaan
yang panjang, maka kursi beroda dapat membantu operator untuk
bergerak lebih fleksibel saat melakukan pengelasan datar. Lalu
memperbanyak paranet untuk mengurangi radiasi panas matahari
yang diterima oleh pekerja, sehingga pekerja tidak cepat lelah dan
tidak cepat dehidrasi akibat terik matahari. Lalu peremajaan
mesin-mesin las juga harus dipertimbangkan, untuk menghindari
macet atau mati saat proses pengelasan dilakukan. Memberikan
identifikasi sambungan pengelasan sesuai dengan operator yang
mengerjakan, sehingga hasilnya dapat dipertanggung jawabkan
pada saat hasil pemeriksaan telah keluar. Serta dengan
identifikasi operator dan sambungan pengelasan yang dikerjakan,
dapat memberikan penghargaan kepada operator yang memiliki
hasil kerja yang baik, sehingga operator las dapat lebih terpacu
untuk memberikan hasil yang maksimal.

Anda mungkin juga menyukai