Anda di halaman 1dari 11

SISTEM MANAJEMEN BIAYA SEBAGAI

DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN ATAS


PRODUK

Oleh:

KELOMPOK 1

KADEK LINDA KUSNITA NIM 1607612001


PUTU ADI PRAWIRA CHANDRA NIM 1607612002
NI MADE AYU JUNIANTARI NIM 1607612003

Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk)


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana
Tahun 2017

1
SISTEM MANAJEMEN BIAYA SEBAGAI DASAR PENGAMBILAN
KEPUTUSAN ATAS PRODUK

Pendahuluan
Perkembangan industri yang semakin pesat menuntut perusahaan memiliki strategi
yang handal untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Salah satu cara untuk
mempertahankan keunggulan perusahaan adalah dengan menghasilkan produk yang
diminati dan dengan harga yang dapat diterima oleh konsumen. Oleh karena itu
perusahaan harus selalu melakukan inovasi dan memperhatikan apa yang diharapkan oleh
konsumen serta dapat memberikan harga yang bersaing pada produk yang dihasilkan
perusahaan.
Inovasi dan pengembangan produk membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Biaya
yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam pengembangan dan produksi atas suatu produk
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi harga jual dan profit marjin yang
diharapkan oleh perusahaan. Perusahaan perlu untuk mengendalikan biaya yang
dikeluarkan pada produk selama siklus produk. Oleh karena itu perusahaan perlu
menerapkan manajemen biaya yang dapat mengelola biaya atas produk yang dihasilkan
selama siklus hidup produk.
Salah satu sistem manajemen biaya yang dapat digunakan oleh perusahaan dalam
mengelola biaya selama siklus produk adalah target costing. Metode ini merupakan
metode yang dikembangkan oleh para insinyur Jepang dengan tujuan untuk menjadi alat
bantu terkait biaya produksi pada tahap awal sebelum produksi atas suatu produk. Target
costing saat dinilai merupakan sistem manajemen biaya yang sangat bermanfaat dalam
membantu perusahaan agar dapat bersaing yaitu dengan mengontrol biaya atas produk
selama siklus hidup produk sehingga dapat mempertemukan keuntungan yang diharapkan
perusahaan dengan keinginan konsumen atas produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
Makalah ini akan membahas beberapa hal yang terkait manajemen produk.
Pertama, makalah ini akan membahas mengenai bagaimana perusahaan mengelola produk
yang dihasilkan selama siklus hidup produk dengan tetap memperhatikan profitabilitas.
Kedua, makalah ini akan membahas mengenai target costing yang merupakan suatu
konsep manajemen biaya bagi suatu produk yang dihasilkan perusahaan.

2
Mengelola Produk Selama Siklus Hidup Produk
Analisis kemampuan menghasilkan laba suatu produk ditujukan untuk mendeteksi
bagaimana suatu produk yang dibuat dapat menghasilkan laba selama siklus produk.
Perkembangan teknologi menyebabkan perusahaan tidak bisa mengandalkan produk yang
sudah dibuat, melainkan perusahaan harus bisa menghasilkan produk dan jasa yang baru.
Perusahaan harus dapat berinovasi untuk memperoleh keunggulan kompetitif,
meningkatkan marjin dan loyalitas pelanggan. Perusahaan yang tidak melakukan inovasi
berpeluang untuk tertinggal karena produk yang dihasilkan telah ditiru oleh pesaing, dan
tidak bisa bersaing dalam hal harga dari komoditas produk atau jasa yang dihasilkan.
Inovasi juga dipengaruhi oleh perkembangan dunia modern yang mana kepedulian
terhadap lingkungan menjadi penting (terutama di negara-negara Eropa dan AS) sehingga
perusahaan dituntut peduli akan aspek lingkungan dalam inovasi produk yang dibuat.
Agar produk yang dibuat dapat menghasilkan profit bagi perusahaan, maka
perusahaan harus mempertimbangkan produk yang akan dibuat apakah dapat diterima oleh
pasar dan biaya pembuatan produk dapat ditekan secara optimum. Terdapat pendekatan
yang dapat digunakan untuk melakukan hal tersebut, yang dikenal dengan Total Life Cycle
Costing (TLCC). Pendekatan ini menekankan kepada perusahaan untuk memahami dan
mengelola semua biaya yang dikeluarkan untuk desain dan pengembangan produk, proses
produksi, pemasaran, distribusi, pemeliharaan, layanan, dan pembuangan. Dengan
memperhatikan semua biaya yang dibutuhkan dalam semua alur perputaran umur suatu
produk, maka perusahaan dapat mengoptimumkan biaya yang dibutuhkan atas suatu
produk, dapat merancang suatu efisiensi pada produk yang dihasilkan yang pada akhirnya
bertujuan untuk meningkatkan profit yang dihasilkan dari produk yang dibuat. Pendekatan
TLCC ini dapat dikatakan mengelola biaya yang dikeluarkan pada suatu produk dari mulai
hulu sampai hilir.
Dalam perspektif total life-cycle, biaya yang dikeluarkan merupakan integrasi dari
biaya riset, pengembangan, dan rancang bangun, produksi, dan layanan purna jual dan
pembuangan. Ketiga bagian tersebut dapat dijelaskan sebegai berikut:

Tahap Riset, Pengembangan, dan Rancang Bangun


Tahapan ini meliputi 3 sub tahapan yaitu:

3
1. Riset pasar, perusahaan menilai kebutuhan konsumen dan ide yang dibutuhkan untuk
produk baru.
2. Desain produk, merupakan tahap dimana ilmuwan dan teknisi perusahaan
mengembangkan spesifikasi teknis dari produk yang akan diproduksi.
3. Pengembangan produk, merupakan tahap dimana perusahaan menciptakan fitur-fitur
penting untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan mendesain prototipe, proses
produksi dan semua alat-alat spesial yang dibutuhkan.

Pada tahap ini 80% sampai dengan 85% keputusan akan total biaya life-cycle
ditentukan. Keputusan pada tahap ini memiliki dampak yang sangat besar terhadap biaya
yang dikeluarkan pada tahap selanjutnya. Pengeluaran tambahan bagi desain yang lebih
baik biasanya dapat menghemat $8 sampai $10 untuk tahap produksi dan pascaproduksi.

Tahap Produksi
Pada tahap ini perusahaan menghabiskan banyak biaya untuk bahan baku,
peralatan, dan biaya tidak langsung untuk memproduksi dan mendistribusikan produk.
Pada tahapan ini kecil peluang bagi keputusan teknis yang dapat mengurangi biaya produk
melalui keputusan redesain semenjak biaya telah ditentukan pada tahap riset,
pengembangan dan rancang bangun (RD&E). Ilustrasi bagaimana pengaruh biaya yang
ditentukan sebelum atau sesudah tahapan RD&E dapat digambarkan pada gambar
dibawah.

Tahapan Layanan Purna Jual dan Pembuangan


Pada tahap ini, walaupun biaya layanan dan pembuangan telah ditentukan pada
tahapan RD&E, tahapan aktual dari biaya layanan adalah pada saat unit pertama dari
barang yang diproduksi telah sampai ke konsumen. Untuk beberapa keadaan tahapan ini
overlaps dengan tahapan produksi. Itu biasanya terdiri dari tiga sub tahapan
1. Pertumbuhan yang pesat dari saat pertama produk dikapalkan sampai dengan tahap
pertumbuhan penjualan.
2. Transisi dari puncak penjualan menuju puncak bagian layanan.

4
3. Kedewasaan dari puncak bagian pelayanan menuju pengapalan produk bagi
konsumen, pembuangan berlangsung diakhir umur produk dan berakhir sampai
dengan konsumen memberhentikan unit terakhir dari produk.
Biaya pembuangan termasuk semua yang berkaitan dengan mengeliminasi semua
hal-hal yang berbahaya terkait dengan akhir dari kegunaan akhir suatu produk. Produk
yang dibuang termasuk efek berbahaya bagi lingkungan, seperti limbah nuklir atau limbah
kimia yang dapat menimbulkan biaya yang besar bagi biaya daur ulang atau juga
pembuangan.
Biaya yang dibutuhkan untuk setiap industri terkait perputaran produk cenderung
berbeda antara industri yang satu dengan industri lainnya. Hal ini digambarkan oleh
Atkinson, et. al. (2012) dalam gambar berikut.

Target Costing
Pada tahun 1960an insinyur Jepang membangun suatu pendekatan yang dikenal
dengan Target Costing yang bertujuan untuk membantu dalam hal mempertimbangkan
biaya produksi pada awal tahap keputusan desain produk. Pendekatan ini membantu para
insinyur dalam mendesain produk baru yang sesuai dengan harapan konsumen, serta dapat
diproduksi dengan biaya yang diinginkan. Target costing merupakan metode akuntansi
manajemen yang sangat penting dalam mengurangi biaya pada tahap desain atas siklus
hidup produk dan secara eksplisit membantu mengelola total life cycle costs.
Target costing ini sangat berbeda dalam hal penekanan pengurangan biaya
dibandingkan dengan pendekatan pengurangan biaya yang digunakan di AS. Pendekatan
tradisional yang digunakan di AS dan negara barat lainnya dimulai dengan riset pasar
mengenai keinginan konsumen akan suatu produk baru dan harga yang sedia dibayar oleh
konsumen atas produk yang diinginkan. Para insinyur kemudian menentukan spesifikasi
produk yang memiliki kinerja sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Kemudian
membuat desain produk dan merancang produk sesuai dengan spesifikasi. Setelah produk
tuntas didesain, tim pengembangan meminta harga bahan mentah dan komponen dari
pemasok, dan estimasi biaya produksi dari bagian produksi. Harga-harga tersebut yang
kemudian menjadi dasar awal untuk mengestimasi biaya. Kemudian tim mengestimasi
marjin keuntungan dari produk dengan cara mengurangkan estimasi biaya terhadap harga
jual yang diharapkan, yang mana ditentukan pada saat riset pasar. Persamaannya dapat
dirumuskan sebagai berikut:
5
Profit Margin = Harga Jual Yang diharapkan Estimasi Biaya Produk

Pendekatan lain yaitu the cost plus method yang menambahkan marjin keuntungan
yang diinginkan dari produk dengan biaya yang diharapkan dari produk, sehingga
diperoleh perhitungan berapa harga jual dari produk. Persamaan matematika dari metode
ini adalah sebagai berikut:

Harga Jual Produk = Biaya produk yang diharapkan + Marjin Profit yang
diinginkan

Dalam kedua metode yaitu tradisional dan biaya plus, desainer produk tidak
berusaha untuk mencapai target biaya tertentu. Perusahaan menerima margin keuntungan

yang diperbolehkan sebagai selisih antara harga jual yang ditentukan pasar dan biaya
produk yang diperkirakan, atau mencoba untuk menetapkan harga cukup tinggi untuk
mendapatkan margin yang diinginkan atas biaya produk, tanpa menaruh banyak perhatian
pada kesediaan pelanggan untuk membayar. Dalam kedua metode, insinyur
pengembangan produk tidak mencoba untuk secara aktif mempengaruhi biaya produk.
Mereka merancang produk untuk memenuhi spesifikasi dan menerima biaya sebagai
konsekuensi dari keputusan desain dan pengembangannya.
Target costing sebaliknya, berusaha untuk secara aktif mengurangi biaya produk
mulai dari tahap RD&E daripada menunggu sampai produk telah dirilis ke dalam produksi
untuk memulai pengurangan biaya, atau proses kaizen, Sebagaimana telah disinggung
sebelumnya, pengurangan biaya selama tahap manufaktur umumnya lebih mahal dan
kurang efektif daripada selama tahap RD & E. Dalam target costing, urutan langkah-
langkah dan cara berpikir tentang penentuan biaya produk berbeda secara signifikan dari
tradisional costing. Meskipun langkah awal berupa riset pasar untuk menentukan
kebutuhan pelanggan dan spesifikasi produk mirip dengan penetapan biaya tradisional,
target costing memperkenalkan beberapa perbedaan penting. Pertama, riset pasar pada
target costing bukanlah peristiwa tunggal seperti yang sering dilakukan pada pendekatan
tradisional. Sebaliknya, pendekatan ini didorong oleh pelanggan, dengan masukan
pelanggan yang diperoleh terus selama proses berlangsung. Kedua, para insinyur produk

6
berusaha untuk merancang biaya dari produk sebelum desain dan pengembangan berakhir
dan manufaktur dimulai. Pendekatan ini sangat efektif karena 80% atau lebih dari total
biaya siklus produk mendapatkan komitmen selama siklus RD & E. Ketiga, target costing
menggunakan konsep total life cycle dengan mengadopsi perspektif meminimalkan biaya
suatu produk selama masa manfaatnya. Dengan demikian, tidak hanya biaya seperti harga
pembelian awal dipertimbangkan, tapi begitu juga biaya operasi, pelayanan, pemeliharaan,
perbaikan, dan membuang produk.
Ketiga, dalam hal inovasi, para insinyur menetapkan biaya yang diijinkan untuk
produk yang memungkinkan margin keuntungan produk yang akan dicapai pada harga
dimana konsumen bersedia untuk membayar. Dengan pendekatan ini, target harga jual dan
volume produk yang dipilih atas dasar nilai yang dirasakan perusahaan dari produk
berdasarkan pelanggan. Target marjin profit dihasilkan dari analisis keuntungan jangka
panjang yang sering didasarkan pada return on sales (laba bersih : Penjualan). Return on
sales adalah ukuran yang paling banyak digunakan karena dapat dihubungkan erat dengan

profitabilitas untuk setiap produk. Target cost didefinisikan sebagai selisih antara target
harga jual dengan target profit margin sasaran. Hubungan untuk pendekatan target cost
ditunjukkan pada persamaan berikut:

Target Cost = Target Harga Jual Target Profit Marjin

Setelah target cost telah ditetapkan untuk seluruh produk, insinyur selanjutnya
menentukan target cost untuk setiap komponen dalam produk. Proses rekayasa nilai
meneliti desain masing-masing komponen untuk menentukan apakah mungkin untuk
mengurangi biaya dengan tetap mempertahankan fungsi dan kinerja. Dalam beberapa
kasus, para insinyur dapat mengubah desain atau komponen produk, mengganti dengan
material baru, atau memodifikasi dan meningkatkan proses manufaktur. Misalnya, desain
ulang produk dapat memungkinkan fungsi yang sama akan dicapai tetapi dengan bagian
yang lebih sedikit atau lebih umum daripada bagian yang unik.
Mengingat kembali dari activitiy based costing yang lebih murah untuk
memproduksi 10% lebih banyak produksi yang saat ini dijalankan daripada beralih ke
produksi rendah untuk komponen khusus. Hal ini lebih murah untuk memesan 10% lebih
banyak komponen dari pemasok yang ada saat ini daripada mencari vendor baru untuk

7
memesan kuantitas yang lebih sedikit untuk suatu komponen khusus. Semua keputusan
dan trade-off yang terbaik sebaiknya diambil selama tahap RD&E ketika desain produk
masih belum pasti daripada selama tahap manufaktur dimana apabila telah mencapai tahap
manufaktur maka akan jauh lebih mahal untuk melakukan desain ulang utama dari produk.
Beberapa iterasi dari value engineering biasanya diperlukan sebelum target cost akhir akan
tercapai.
Dua perbedaan lainnya yang merupakan ciri proses target costing. Pertama,
sepanjang seluruh proses, tim produk lintas fungsional terdiri dari individu-individu yang
mewakili seluruh yang terkait, baik dari dalam dan luar organisasi untuk memandu proses.
Sebagai contoh, tidak jarang tim terdiri dari orang-orang dari dalam organisasi (seperti
teknik desain, operasi manufaktur, akuntansi manajemen, dan pemasaran) dan perwakilan
dari luar organisasi (termasuk pemasok, pelanggan, distributor, dan pengolahan limbah).
Perbedaan kedua adalah bahwa pemasok memainkan peran penting dalam membuat target
costing bekerja. Sering kali perusahaan meminta pemasoknya untuk berpartisipasi dalam
menemukan cara untuk mengurangi biaya komponen tertentu atau seluruh sub-rakitan atau
modul. Perusahaan menawarkan insentif untuk pemasok yang datang dengan ide-ide
pengurangan biaya terbesar. Perusahaan bekerja lebih erat dengan pemasok mereka selama
tahap RD&E, perusahaan menggunakan satu set metode yang dikenal sebagai manajemen
rantai pasokan. Manajemen rantai pasokan mengembangkan hubungan kerja sama jangka
panjang, saling menguntungkan antara pembeli dan pemasok. Hal ini memberi banyak
Manfaat, misalnya, seperti kepercayaan berkembang antara pembeli dan pemasok,
keputusan tentang cara mengatasi masalah pengurangan biaya dapat dilakukan dengan
berbagi informasi tentang berbagai aspek operasi masing-masing. Dalam beberapa
organisasi, pembeli bahkan mungkin mengeluarkan sumber daya untuk melatih karyawan
pemasok di beberapa aspek bisnis, atau pemasok dapat menetapkan salah satu
karyawannya untuk bekerja dengan pembeli untuk memahami produk baru. Interaksi
tersebut sangat berbeda dari hubungan jangka pendek, transaksi wajar yang merupakan ciri
khas dari hubungan pembeli-penjual berbasis transaksi.

8
Perbedaan Tradisional Costing dengan Target Costing

Penerapan Target Costing Bagi Produk


Dalam pelaksanaan target costing, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
perusahaan harus melakukan riset pasar yang bertujuan untuk menentukan apa saja yang
diinginkan dan merupakan fitur penting bagi konsumen. Setelah mendapatkan apa saja
yang penting dan dibutuhkan oleh konsumen, tahap berikutnya yang perlu dilakukan
adalah bagaimana data tersebut menjadi dasar rancang bangun bagi produk yang akan
dibuat. Para insinyur perusahaan harus memastikan bahwa produk yang dibuat akan
mencakup semua fitur yang dibutuhkan konsumen. Kemudian insinyur yang menangani
produk melakukan analisis biaya dan value enggineering untuk mengurangi biaya dari
setiap komponen yang dibutuhkan bagi produk.
Pada tahap analisis biaya, perusahaan menentukan komponen-komponen apa saja
dari produk yang menjadi target pengurangan biaya dan menentukan target biaya untuk
setiap komponen. Analisis biaya juga fokus pada interaksi antara komponen dan bagian-
bagiannya. Pada tahap analisis biaya terdapat lima aktivitas yang dilakukan, yaitu:

1. Membuat daftar komponen dan fungsi dari produk.

9
Pengurangan biaya dimulai dari membuat daftar berbagai komponen dan
mengidentifikasi fungsinya serta mengestimasi biayanya saat ini. Daftar tersebut
menjadi acuan untuk menentukan komponen dan fungsi apa yang dibutuhkan untuk
memuaskan konsumen.
2. Merinci Biaya secara Fungsional
Setiap bagian dari komponen memiliki fungsi spesifik sehingga pada tahap ini semua
biaya dari setiap fungsi tersebut dirinci untuk mendapatkan estimasi biaya dari
masing-masing fungsi.
3. Menentukan tingkat kepentingan relatif konsumen atas produk
Pada tahap ini, perusahaan harus menentukan peringkat relatif dari kebutuhan
konsumen akan produk yang dibuat. Perusahaan mendasarkan hal ini berdasarkan
survei yang dilakukan pada saat riset pasar. fitur-fitur yang dinilai penting oleh
konsumen harus menjadi prioritas utama bagi insinyur untuk diaplikasikan pada
produk baru.
4. Mengaitkan fitur dan fungsi
Pada tahap ini insinyur mengkonversi peringkat relatif dari fitur-fitur dengan peringkat
penting dari setiap fungsi.

5. Mengembangkan peringkat fungsional relatif


Setelah memperoleh peringkat fungsional atau komponen dari produk, kemudian
menentukan kontribusi setiap komponen bagi fitur yang diinginkan konsumen.

Referensi

Atkinson, A. a., Kaplan, R. S., Matsumura, E. M., & Young, S. M. (2012). Management
Accounting: Information for Decision Making and Strategy Execution (6th ed.). New
Jersey.

10
11

Anda mungkin juga menyukai