Anda di halaman 1dari 19

BALANCE SCORECARD

Tugas
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Audit Manajemen
yang dibina oleh Dr. Drs. Bambang Hariadi, M.Ec., Ak.

Oleh
Hayatun Nufus (145020300111016)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
AKUNTANSI
MEI 2017
BALANCE SCORECARD

1. Definisi Balance Scorecard


Konsep Balanced Scorecard selanjutnya akan disingkat BSC. BSC adalah pendekatan
terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business
School) and David Norton pada awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced
(berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan
antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan
performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang
bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk
mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan
skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan.
Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif.
Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian
berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur
kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses
bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Jadi, definisi BSC menurut Robert Kaplan dan David Norton adalah suatu sistem
manajemen stratejik yang berbasis pengukuran (measurement), menetapkan aktivitas-
aktivitas dalam suatu strategi, dan memonitor kinerja strategi tersebut dalam mencapai
tujuannya.
BSC yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu:
Dapat mendefinisikan tujuan strategi jangka panjang dari masing-masing perspektif
(outcomes) dan mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut (performance driver).
Setiap ukuran kinerja harus merupakan elemen dalam suatu hubungan sebab akibat (cause
and effect relationship)
Terkait dengan keuangan, artinya strategi perbaikan seperti peningkatan kualitas,
pemenuhan kepuasan pelanggan, atau inovasi yang dilakukan harus berdampak pada
peningkatan pendapatan perusahaan.
2. Balance Scorecard dalam Manajemen Strategik Perusahaan
Di dalam sistem manajemen strategik (strategic management system), ada 2 tahapan
penting, yaitu tahapan perencanaan dan implementasi. Posisi balanced scorecard awalnya
berada pada tahap implementasi. Fungsi balanced scorecard di sini hanya sebagai alat ukur
kinerja secara komprehensif kepada para eksekutif dan memberikan feedback tentang kinerja
manajemen.
Dampak dari keberhasilan penerapan balanced scorecard memicu para eksekutif untuk
menggunakan balanced scorecard pada tahapan perencanaan strategik. Mulai saat itu,
balanced scorecard tidak lagi digunakan sebagai alat pengukur kinerja namun berkembang
menjadi strategik management sistem. Strategi korporasi diturunkan dan Visi dan Misi.
Demikian penting peran strategi, sehingga kalau tujuan korporasi tidak tercapai, maka
yang salah adalah strategi. Whelen (2006) menjelaskan berbagai hal penyebab kegagalan
penerapan strategi yaitu:
komunikasi yang sulit antar staf,
komitemen manajemen operasional lemah,
gagal menerima umpan balik dan mekanismenya,
basis perencanaan tidak valid, formulasi strategi tidak valid,
perencanaan fungsional tidak konsisten, dan
penilaian sumberdaya tidak konsisten.

3. Aspek Yang Diukur Dalam Balanced Scorecard


Sesuai dengan definisi yang telah dijelaskan di atas, terdapat empat komponen yang
diukur dalam balanced scorecard, yaitu sebagai berikut:
3.1. Perspektif Keuangan
Secara tradisional, laporan keuangan merupakan indikator historis yang merefleksikan
akibat dari implementasi dan eksekusi strategi dalam satu periode. Pengukuran kineja
keuangan akan menunjukkan apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi memberikan
perbaikan yang mendasar bagi keuntungan perusahaan. Perbaikan-perbaikan ini tercermin
dalam sasaran-sasaran yang secara khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur,
pertumbuhan usaha dan nilai pemegang saham. Pengukuran kinerja keuangan
mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis yaitu pertumbuhan (growth),
mempertahankan (sustain) dan hasil (harvest). Selanjutnya siklus kehidupan bisnis tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Pertumbuhan (Growth)
Maksud dari pertumbuhan adalah pada tahap awal siklus kehidupan perusahaan di
mana perusahaan memiliki produk dan jasa yang secara signifikan memiliki potensi
pertumbuhan terbaik. Di sini, manajemen terikat dengan komitmen untuk
mengembangkan suatu produk/jasa baru, membangun dan mengembangkan suatu
produk/jasa, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur dan
jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global serta membina dan
mengembangkan hubungan dengan pelanggan.
Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang
negative dengan tingkat pengembalian modal yang rendah. Dengan demikian, tolok ukur
kinerja yang cocok dalam tahap ini adalah, misalnya, tingkat pertumbuhan pendapatan
atau penjualan dalam segmen pasar yang telah ditargetkan.

b) Mempertahankan/Terus Menerus (Sustain)


Adalah tahapan kedua dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi
dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan
mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya, jika
mungkin. Investasi ini dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan
(bottleneck), mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional secara
konsisten. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat
pengembalian atas investasi yang dilakukan. Tolok ukur yang biasa digunakan adalah
ROI, EVA dan tolok ukur lainnya.
c) Panen/Hasil (Harvest)
Adalah tahapan ketiga dimana perusahaan benar-benar memanen/menuai hasil
investasi di tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi
maupun membangun kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan
perbaikan fasilitas. Sasaran keuangan utama dalam tahap ini, sehingga diambil sebagai
tolak ukur adalah memaksimumkan arus kas masuk dan pengurangan modal kerja.

3.2. Perspektif Pelanggan


Filosofi manajemen terkini telah menunjukkan peningkatan pengakuan atas
pentingnya customer focus dan customer satisfaction. Perspektif ini merupakan leading
indicator. Jadi, jika pelanggan tidak puas mereka akan mencari produsen lain yang sesuai
dengan kebutuhan mereka. Kinerja buruk dari perspektif ini akan menurunkan jumlah
pelanggan di masa depan meskipun saat ini kinerja keuangan terlihat baik. Perspektif
pelanggan memiliki dua kelompok pengukuran yaitu:
a) Customer Core Measurement
Customer Core Measurement memiliki beberapa komponen pengukuran sebagai
berikut:
Market Share. Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasi perusahaan atas
keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi jumlah pelanggan, jumlah penjualan dan
volume unit penjualan.
Customer Retention. Mengukur tingkat diamana perusahaan dapat mempertahankan
hubungan dengan konsumen.
Customer Acquisition. Mengukur tingkat dimana suatu unit bisnis mampu menarik
pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.
Customer Satisfaction. Menaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria
kinerja spesifik dalam value proposition.
Customer Profitability. Mengukur laba bersih dari seorang pelanggan atau segmen
setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.
b) Customer Value Proposition
Customer Value Proposition merupakan pemicu kinerja yang terdapat pada core
value proposition yang didasarkan pada atribut berikut:
Product/service attribute, meliputi fungsi dari produk dan jasa, harga dan kualitas.
Pelanggan memiliki preferensi yang berbeda-beda atas produk yang ditawarkan. Ada
yang mengutamakan fungsi dari produk, kualitas atau harga yang murah. Perusahaan
harus mengidentifikasi apa yang diinginkan pelanggan atas produk yang ditawarkan.
Selanjutnya pengukuran kinerja ditetapkan berdasarkan hal tersebut.
Customer Relationship, menyangkut perasaan pelanggan terhadap proses pembelian
produk yang ditawarkan preusan. Perasaan konsumen ini sangat dipengaruhi oleh
responsivitas dan komitmen perusahaan terhadap pelanggan berkaitan dengan
masalah waktu penyampaian. Waktu merupakan komponen yang penting dalam
persaingan perusahaan. Konsumen biasanya menganggap penyelesaian order yang
cepat dan tepat waktu sebagai faktor yang penting bagi kepuasan mereka,
Image and Reputation, menggambarkan faktor-faktor intangible yang menarik
seorang konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan. Membangun image dan
reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.

3.3. Perspektif Proses Bisnis Internal


Analisis proses bisnis internal perusahaan dengan menggunakan analisis value Chan.
Di sini, manajemen mengidentifiksi proses internal bisnis yang kritis yang harus diunggulkan
perusahaan. Scorecard dalam perspektif ini memungkinkan manager untuk mengetahui
seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk dan jasa mereka sesuai dengan
spesifikasi pelanggan. Perspektif ini harus didesain dengan hati-hati oleh mereka yang
mengetahui misi perusahaan yang mungkin tidak dilakukan oleh konsultan luar. Selanjutnya
Kaplan dan Norton (2000), membagi proses bisnis internal ke dalam proses berikut:
a) Proses Inovasi
Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan laten dari
pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. Proses inovasi
dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian Research and Development (R & D,)
sehingga setiap keputusan pengeluaran suatu produk ke pasar telah memenuhi syarat-
syarat pemasaran dan dapat dikomersialkan. Aktivitas R & D ini merupakan aktivitas
penting dalam menentukan kesuksesan perusahaan terutama untuk jangka panjang.
b) Proses Operasi
Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk/jasa.
Aktivitas di dalam proses operasi terbagi dalam dua bagian yaitu (1) proses pembuatan
produk dan (2) proses penyampaian produk kepada pelanggan. Pengukuran kinerja yang
terkait dalam proses operasi dikelompokkan pada waktu, kualitas dan biaya.

c) Proses Pelayanan Purna Jual


Proses ini merupakan jasa pelayanan pada pelanggan setelah penjualan produk/jasa
tersebut dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam tahapan ini, misalnya penanganan
garansi dan perbaikan penanganan atas barang rusak dan dikembalikan serta pemrosesan
pembayaran pelanggan. Perusahaan dapat mengukur apakah upaya dalam pelayanan
purna jual ini telah memenuhi harapan pelanggan dengan menggunakan tolok ukur yang
bersifat kualitas, biaya dan waktu seperti yang dilakukan dalam proses operasi. Untuk
siklus waktu, perusahaan dapat menggunakan pengukuran waktu dari saat keluhan
pelanggan diterima hingga keluhan tersebut diselesaikan.

3.4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan


Proses pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor sumber daya
manusia, sistem dan prosedur organisasi. Termasuk dalam perspektif ini adalah pelatihan
pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan
organisasi. Dalam organisasi knowledge-worker, manusia adalah sumber daya utama. Dalam
perspektif ini, perusahaan melihat tolok ukur:
a) Employee Capability
Salah satu perubahan dramatis dalam pemikiran manajemen selama 15 tahun adalah
peran para pegawai di organisasi. Untuk itu perencanaan dan upaya implementasi
reskilling pegawai yang menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat dimobilisasi
untuk mencapai tujuan organisasi.

b) Information System Capabilities


Bagaimanapun juga meskipun motivasi dan keahlian pegawai telah mendukung
pencapaian tujuan-tujuan perusahaan, masih diperlukan informasi-informasi yang
terbaik. Dengan kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan seluruh
tingkatan manajemen dan pegawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu dapat
dipenuhi dengan sebaik-baiknya.

c) Motivation, Empowerment dan Alignment


Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan
terhadap upaya pemberian motivasi dan insentif sebesar-besarnya bagi pegawai.
Paradigma manajemen terbaru menjelaskan bahwa proses pembelajaran sangat penting
bagi pegawai untuk melakukan trial and error sehingga turbulensi lingkungan sama-
sama dicoba-kenali tidak saja oleh jenjang manajemen strategis tetapi juga oleh segenap
pegawai di dalam organisasi sesuai kompetensinya masing-masing. Upaya itu perlu
dukungan motivasi yang besar dan pemberdayaan pegawai berupa delegasi wewenang
yang memadai untuk pengambilan keputusan.

4. Langkah- Langkah Pembuatan Balance Scorecard


Langkah-langkah Balanced Scorecard meliputi empat proses manajemen baru.
Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka panjang dengan peristiwa
jangka pendek. Keempat proses tersebut menurut (Kaplan dan Norton, 1996) adalah :
a. Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan.
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi dijabarkan dalam tujuan dan
sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa
datang. Tujuan juga menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk
mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan
dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.

b. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis balanced


scorecard.
Dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang
dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang
saham dan konsumen. Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja karyawan yang baik.
c. Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif rencana
bisnis.
Hal ini memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan
rencana keuangan mereka. Balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan
sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan
menggerakkan kearah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.

d. Meningkatkan Umpan balik dan pembelajaran strategis.


Proses keempat ini akan memberikan strategis learning kepada perusahaan.
Dengan balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan
melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka
pendek.

5. Evaluasi atas Proses Penerapan Balance Scorecard pada Perusahaan


Yang paling sulit adalah untuk menyepakati ukuran apa yang dijadikan keberhasilan satu
perusahaan, karena didalamnya selalu ada unsur konflik antar bagian. Adapun 4 perspektif
yang dikemukakan oleh Kaplan sesungguhnya haruslah diikuti pemahaman mendalam saat
perencanaan strategis dimulai. Pemahaman ini harus dimulai dari identifikasi yang sesuai
sehingga dapat ditentukan apa yang menjadi tujuan dan kegiatan serta ukuran yang akan
diterapkan. Dalam hal ini adapun konsep pengukuran kinerja menjadi bermanfaat, karena
penyusun strategi akan dapat menentukan. Hendrick (2004) menunjukkan kendala
penerapan BSC (1) sedikit pemeriksaan tentang faktor yang berkaitan dengan pengadopsian
BSC, dan (2) masih dibutuhkan keyakinan bahwa dengan pengadopsian BSC akan
berdampak kepada kinerja keuangan. Selanjutnya melaporkan bahwa kunci daripada
penerapan BSC adalah:
Keterlibatan kepemimpinan senior
Mengartikulasi visi dan strategi perusahaan
Mengidentifikasi kategori kinerja yang menghubungkan visi dan strategi terhadap hasil
Terjemahkan papan nilai kepada tim, devisi, dan tingkatan fungsi
Kembangkan pengukuran yang efektif dan standar yang berarti (jangka pendek dan
panjang, memimpin, dan tertinggal)
Kenakan penganggaran yang tepat, Teknologi Informasi, Komunikasi , dan sistem imbal
jasa
Melihat BSC sebagai proses kontinius, membutuhkan perbaikan, penilaian ulang, dan
pemutakhiran.
Percaya bahwa BSC sebagai fasilitator perubahan kultur dan organisasi.
Komitmen pimpinan puncak tetap saja menjadi kata kunci, karena hanya dengan adanya
komitmen itulah organisasi dapat bergerak. Satu hal yang dapat dilakukan oleh pihak
manajemen adalah mengakomodasi hal-hal yang umum dalam satu industri, akan tetapi
bagaimanapun satu perusahaan harus dapat mengakomodasi hal yang menurut mereka
spesifik bagi industri ataupun perusahaan dimana mereka berada.
Akhirnya bahwa dalam mengimplementasikan BSC pada awalnya merupakan papan
nilai yang dinilai seimbang antar berbagai perspektif untuk menentukan keberhasilan satu
organisasi ataupun perusahaan. Permasalahan ini menjadi krusial bukan saja karena ini
menyangkut banyak hal, akan tetapi karena dengan adanya ukuran yang seimbang diharapkan
bahwa capaian dan kinerja satu organisasi dapat berkelanjutan (sustainable).
Apa yang harus dicatat dari berbagai publikasi Kaplan dan Norton bahwa untuk
mengimplementasikan BSC sekalipun dibutuhkan strategi. Sehingga, dapat diketahui bahwa
dalam BSC sangat dinyatakan bahwa rancangan strategi implementasi mutlak dilaksanakan.
Hal ini merupakan koreksi terhadap keleamahan strategi pada umumnya.
6. Contoh Balance Scorecard

7.
Pengembangan Balance Scorecard
Balance Scorecard dibagi menjadi Personal Balance Scorecard dan Organizational Balance
Scorecard. Bagian ini diawali dengan penggambaran Organizational Balance Scorecard yang
sudah dikenal, yang membentuk dasar Personal Balance Scorecard.

Organizational Balanced Scorecard


Organizational Balance Scorecard (OBSC) merupakan istrumen manajemen dari atas
kebawah yang digunakan dalam membuat terlaksananya visi strategis disemua tingkat
organisasi. Hal itu didasarkan pada faktor penentu keberhasilan, tujuan, tolak ukur kinerja,
target dan tindakan perbaikan yang telah dibahas sejauh ini. OBSC adalah pendekatan
partisipatif yang memberikan kerangka untuk pengembangan sistematis visi organisasi.
OBSC membuat visi itu terukur dan menerjemahkannya secara sistematis kedalam tindakan.
1. Misi Organisasi
Misi organisasi memuat identitas organisasi dan menunjukkan alasan keberadaan
organisasi tersebut. Misi yang dirumuskan secara efektif menciptakan rasa persatuan
dalam perilaku karyawan, memperkuat keselarasan mereka, dan memperbaiki
komunikasi serta suasana dalam organisasi
2. Visi Organisasi
Visi organisasi memuat mimpi organisasi yang paling ambisius. Visi organisasi
juga memberikan visi bersama tentang situasi masa depan yang diinginkan dan bisa
dicapai, serta jalan untuk mencapainya. Visi menunjukkan apa yang ingin dicapai
organisasi, apa yang penting untuk keberhasilannya, dan mana faktor penentu
keberhasilan yang membuatnya unik.
Visi organisasi juga didasarkan pada seperangkat nilai bersama yang digunakan
untuk memperkuat keselarasan, komitmen, dan pengabdian karyawan serta untuk
memengaruhi perilaku mereka secara positif. Nilai inti itu mennetukan cara seseorang
harus bertindak untuk mewujudkan visi. Nilai itu berperan sebagai prinsip pemandu
yang mendukung perilaku orang dalam pekerjaannya.
3. Faktor Penentu Keberhasilan
Untuk bisa bertahan hidup, organisasi harus unggul dalam faktor pennetu
keberhasilan atau faktor yang paling penting untuk keberhasilan organisasi. Topik-
topik strategis semacam itu menentukan daya saing (competitive advantage)
organisasi.
4. Tujuan Organisasi
Tujuan organisasi adalah hasil terukur yang harus dicapai. Tujuan itu
menggambarkan hasil yang harus dicapai dalam jangka pendek untuk mewujudkan
fungsi jangka panjang. Tujuan itu langsung diambil dari faktor penentu keberhasilan
dan menciptakan terobosan yang realistis.
5. Tolak Ukur Kinerja dan Target Organisasi
Tolak ukur kinerja dalah petunjuk yang dikaitkan dengan faktor penentu
keberhasilan dan tujuan strategis, dan digunakan untuk menilai berfungsinya sebuah
proses. Petunjuk itu merupakan standar untuk mengukur perkembangan tujuan
strategis.
Target organisasi adalah kuantitatif tolak ukur kinerja. Hal ini merupakan nilai
yang ingin dicapai organisasi, dan perwujudtannya dapat diukur dengan menggunakan
tolak ukur kinerja. Dengan kata lain, target menunjukan nilai-nilai yang harus dicapai.
6. Tindakan Perbaikan Organisasi
Tindakan perbaikan merupakan strategi yang dilakukan untuk mewujudkan misi,
visi dan tujuan organisasi. Tindakan itu, yang memberikan sumbangan terbesar bagi
faktor penentu keberhasilan, dipilih untuk diterapkan.

Personal Balanced Scorecard


Dalam konsep Total Performace Scorecard, pengembangan kemampuan perorangan,
tugas, dan organisasi menjadi fokus. Personal Balanced Scorecard (PBSC) berkaitan dengan
pengembangan kemampuan perorangan. PBSC berfungsi sebagai sarana perbaikan pribadi
dan pelatihan diri perorangan serta terfokus kepada kesejahteraan dan keberhasilan pribadi
mereka dalam masyarakat.
Fungsi Personal Balanced Scorecard:
Dengan menggunakan PBSC dapat lebih mengetahui kekuatan, bakat, dn tujuan pribadi.
PBSC juga merupakan alat untuk pengelolaan diri, pelatihan diri, pengembangan diri,
mengurangi seteres dan kelelahan, serta pengelolaan waktu pribadi.
Menemukan keseimbangan antara ambisi pribadi dan perilaku, membentuk dasar untuk
menciptakan kedamaian hati dan meningkatkan kredibilitas.
Menemukan keseimbangan anatar ambisi pribadi dan ambisi organisasi bersama yang
akan memacu bimbingan pribadi, motivasi, kreativitas, kenikmatan, hasrat, pengabdian,
ilham dan tindakan etis.
Menciptakan kerangka bagi masa depan dan perbaikan diri.
Berfungsi sebagai input untuk pengembangan karyawan perorangan.
Mengurangi kesenjangan antara kehidupan normal dan cara hidup dalam organisasi.

1. Misi Pribadi
Pernyataan misi pribadi mencakup filosofi hidup dan tujuan hidup keseluruhan.
Perumusan itu didasarkan pada pencarian akan jati diri pribadi (pengetahuan diri)
2. Visi Pribadi
Pernyataan visi pribadi mancakup gambaran, arah, nilai, dan prinsip.
3. Peran Kunci
Peran kunci berhubungan dengan bagaimana cara mengisi berbagai peran penting
dalam hidup untuk mewujudkan misi dan visi pribadi.
4. Faktor Penentu Keberhasilan Pribadi
Faktor penentu keberhasilan pribadi diambil dari misi, visi, dan peran kunci pribadi.
Faktor itu berhubungan dengan keempat perspektif BSC (keuangan, eksternal,
internal, dan pengetahuan serta pembelajaran)
5. Tujuan Pribadi
Tujuan pribadi menggambarkan hasil pribadi yang ingin dicapai dalam rangka
mewujudkan visi pribadi. Tujuan pribadi itu diambil dari faktor penentu keberhasilan
pribadi dan juga merupakan hasil analisis kekuatan dan kelemahan. Tujuan berfungsi
sebagai terobosan yang dapat dicapai.
6. Tolak Ukur Kinerja Pribadi
Tolak ukur kinerja pribadi adalah alat ukur yang akan membantu menilai fungsi
dalam kaitannya dengan faktor penentu keberhasilan dan tujuan pribadi. Targer
pribadi adalah tujuan kuantitatif tolak ukur kinerja pribadi. Target pribadi merupakan
nilai yang harus diupayakan pencapaiannya kemudian dinilai melalui tolok ukur
kinerja pribadi. Target menunjukan nilai yang harus dipakai.
7. Tindakan Perbaikan Pribadi
Tindakan perbaikan pribadi adalah strategi yang digunakan untuk mewujudkan misi,
visi dan tujuan pribadi. Tindakan itu digunakan untuk memperbaiki kemampuan dan
perilaku pribadi, dengan demikian untuk memperbaiki kinerja.
BALANCED SCORECARD PADA ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Pemerintah seyogyanya menjembatani kesenjangan antara ekspektasi public atau


kebutuhan social dan penyerahan pelayanan public yang diberikannya. Organisasi pemerintah
merupakan sistem penyerahan pelayanan public (public service delivery system) kepada
masyarakat. Terdapat perbedaan-perbedaan perspektif balanced scorecard yang diterapkan
pada organisasi bisnis yang berorientasi keuntungan (private sector) yang diterapkan pada
organisasi pemerintah yang berorientasi pelayanan public (public sector) sebagai berikut:

Prespektif Organisasi Swasta (private sector) sebagai berikut:

1. Finansial/efisiensi operasional
Bagaimana kita melihat/memandang dan memberikan nilai pemegang saham?
2. Pelanggan
Bagaimana pelanggan melihat atau memandang dan mengevaluasi kinerja kami?
3. Pembelajaran dan Pertumbuhan
Dapatkah kita melanjutkan untuk meningkatkan dan menciptakan nilai kepada
pelanggan, pemegang saham, karyawan, manajemen serta organisasi?
4. Proses dan Produk
Apa yang harus diunggulkan dari proses produk kami?

Prespektif Organisasi Pemerintah (public sector) sebagai berikut:

1. Finansial/efisiensi operasional
Bagaimana kita melihat/ memandang dan memberikan nilai kepada masyarakat dan/atau
pembayar pajak?
2. Pelanggan
Bagaimana orang-orang yang menggunakan jasa/pelayanan public memandang dan
mengevaluasi kinerja kami?
3. Pembelajaran dan pertumbuhan
Dapatkah kita melanjutkan untuk meningkatkan dan menciptakan nilai untuk
masyarakat/membayar pajak, aparatur dan pejabat pemerintah, organisasi pemerintah,
dan pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders).
4. Proses dan Produk
Apakah program-program pembangunan yang dilaksanakan telah memberikan hasil-hasil
sesuai dengan yang diinginkan/diharapkan?
Sejumlah perbedaan perspektif balance scorecard yang ditetapkan pada organisasi
pemerintah mengharuskan kita untuk memodifikasi Implementasi Balanced scorecard dalam
organisasi pemerintah.

Sejak digulirkan dari tahun 2007, Kementerian Keuangan telah menggunakan BSC
sebagai alat manajemen strategi untuk menerjemahkan visi, misi dan strategi yang tertuang
dalam Rencana Strategis (Renstra) dan Road Map Kemenkeu ke dalam suatu peta strategi.
Kedisiplinan implementasi BSC diperlukan guna mewujudkan visi Kementerian Keuangan
yaitu Menjadi pengelola keuangan dan kekayaan negara yang dipercaya, akuntabel dan
terbaik di regional untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan.
Mulai tahun 2012, pelaksanaan pengukuran kinerja di Kementerian Keuangan diatur melalui
Keputusan Menteri Keuangan (KMK) nomor 454/KMK.01/2011 tentang Pengelolaan Kinerja
di Lingkungan Kementerian Keuangan sebagai pengganti Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 12/KMK.01/2010 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Departemen Keuangan.
PMK ini menetapkan bahwa setiap pegawai di Kementerian Keuangan akan diukur
kinerjanya melalui dua komponen, yaitu IKU dan perilaku. KMK tersebut juga mengatur
tentang penetapan pengelola kinerja, kontrak kinerja, penyusunan dan perubahan peta
strategi, IKU, target, inisiatif strategis dan pelaporan capaian kinerja di Kementerian.

Sampai dengan tahun 2011, IKU telah dibangun dari level Kemenkeu-
Wide (Kementerian Keuangan) sampai Kemenkeu-Five(pelaksana). Sesuai dengan program
kerja pengelolaan kinerja Kementerian, seluruh pegawai Kementerian Keuangan telah
memiliki kontrak kinerja. Dengan demikian, setiap pegawai dapat diukur dan dipastikan
kontribusinya yang secara sinergi diharapkan mampu mendukung pencapaian strategi
kementerian. Untuk mengelola pengukuran kinerja di Kementerian Keuangan, telah ditunjuk
pengelola kinerja di masing-masing unit mulai tingkat Kementerian hingga Satuan Kerja
(Satker) yang dibedakan menjadi pengelola kinerja organisasi dan pengelola kinerja pegawai.

Pada tahun 2012 ini, dilakukan serangkaian refinement pada peta strategi tahun
sebelumnya guna memenuhi kebutuhan akan ukuran kinerja yang lebih strategis serta
penajaman Sasaran Strategis sesuai dengan kebutuhan organisasi dan arahan pimpinan. IKU-
IKU yang telah memenuhi target dan dirasa sudah tidak menantang, untuk digantikan dengan
IKU yang lebih tepat dengan target baru. Kebutuhan penyusunan Inisiatif Strategis wajib
dimiliki oleh organisasi di Kementerian Keuangan hingga ke tingkat satker, sebagai bentuk
upaya pencapaian target IKU yang telah ditetapkan dalam kontrak kinerja. Seluruh komponen
perubahan ini dituangkan dalam komitmen kinerja Menteri Keuangan dan kontrak kinerja
pejabat Eselon I yang ditandatangani pada tanggal 9 Februari 2012.

Pengelolaan kinerja di Kementerian Keuangan semakin dianggap penting dengan


wujud komitmen pimpinan terhadap pengembangan kinerja, hal ini dibuktikan dengan peran
serta aktif pimpinan dalam menjadikan pengukuran kinerja sebagai suatu agenda utama
kegiatan pimpinan. Rapat Pimpinan Kinerja (Rapimja) yang dilakukan perkuartalan telah
menjadi suatu ajang pembahasan hal-hal strategis di tingkat kementerian. Monitor capaian
kinerja di masing-masing eselon I dilaksanakan setiap bulan sehingga IKU berfungsi
sebagai early warning system.

Sejak ditetapkannya Balanced Scorecard (BSC) sebagai tools dalam pengelolaan


kinerja Kementerian Keuangan sejak akhir tahun 2007, pembangunan dan pengembangan
BSC di Kementerian Keuangan terus giat dilakukan. Proses cascading sampai dengan level
paling bawah dilaksanakan secara bertahap, hingga pada tahun 2011 pembangunan BSC telah
sampai pada level individu (individual scorecard). Sejak saat itu, semua pegawai
Kementerian Keuangan telah mempunyai ukuran kinerja yang jelas dengan target yang
terukur. Melalui indikator kinerja yang jelas dan terukur tersebut diharapkan kinerja
(performance) Kemenkeu meningkat sesuai harapan stakeholders.

Setelah proses pembangunan scorecard selesai sampai level individu, langkah


selanjutnya yang perlu dilaksanakan adalah mereviu kualitas strategi dan scorecard organisasi
maupun individu. Hal ini perlu dilakukan untuk menilai apakah implementasi strategi sudah
mendukung pencapaian tujuan serta visi dan misi organisasi. Manajemen kinerja berbasis
BSC harus diperkuat dengan standar implementasi yang jelas. Standar ini dapat
memberi awareness kepada pengelola kinerja mengenai posisi organisasi berdasarkan ukuran
yang teruji.

Untuk mengetahui sejauh mana implementasi BSC di Kementerian Keuangan, telah


dibentuk tim yang terdiri dari Pushaka dan beberapa pengelola kinerja Organisasi Eselon I
Kementerian Keuangan untuk melakukan survei implementasi BSC di seluruh unit eselon I
baik di Kantor Pusat maupun Kantor vertikal. Survei diselenggarakan mulai bulan Mei
sampai dengan bulan September tahun 2012 di 17 kota yaitu Jakarta, Solo, Semarang,
Malang, Surabaya, Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Balikpapan, Pontianak,
Banjarmasin, Makassar, Manado, Mataram, Denpasar, dan Ternate.
Dalam menguji proses formulasi dan implementasi strategi, tim survei menggunakan 5
prinsip Strategy Focused Organization(SFO) sebagaimana dikemukakan oleh Robert Kaplan
dan David Norton dengan fokus penilaian pada:

1. Memobilisasi perubahan melalui kepemimpinan


2. Menerjemahkan strategi menjadi kerangka operasional
3. Menyelaraskan organisasi pada strategi
4. Memotivasi untuk menjadikan strategi sebagai pekerjaan seluruh pegawai
5. Mengelola untuk menjadikan strategi sebagai proses yang berkelanjutan

Jumlah responden yang ditargetkan dalam survei adalah sebanyak 4.056 orang yang
mewakili seluruh unit eselon I secara proporsional, sedangkan realisasi jumlah responden
melebihi target yaitu sebanyak 4.075 orang. Survei dilaksanakan dengan bantuan kuesioner
terstruktur dan wawancara. Hasil pengolahan survei tersebut kemudian dinyatakan dalam
bentuk indeks implementasi SFO sebagai berikut:

1. 4,8 < x 6 : We are best practice at this


2. 3,6 < x 4,8 : We are good at this
3. 2,4 < x 3,6 : We are okay at this
4. 1,2 < x 2,4 : We are not good at this
5. 0 < x 1,2 : We are awful at this

Berdasarkan hasil survei, implementasi lima prinsip SFO pada Kementerian Keuangan
termasuk dalam kategori "we are good at this". Untuk mempertahankan kondisi ini atau
bahkan meningkatkan indeks implementasi SFO di Kementerian Keuangan, perlu dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:

1. Meningkatkan peran atasan langsung dan change agent dalam komunikasi dan edukasi
pengelolaan kinerja.
2. Melaksanakan monitoring dan review secara berkala untuk mengetahui progress
capaian kinerja dan membangun awareness bersama.
3. Menyusun sistem reward yang fair untuk membedakan organisasi dan individu yang
berkinerja tinggi.
4. Meningkatkan kualitas koordinasi antara unit eselon I dengan unit pengelola SDM dan
unit pelatihan dalam penyusunan kebutuhan kompetensi pegawai dan kebutuhan diklat
yang dibutuhkan.

Anda mungkin juga menyukai