Anda di halaman 1dari 33

78

BAB V

PEMBAHASAN

Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar

manusia melalui tahap, pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi, dan evaluasi. Penulis akan membahas tentang pemberian tindakan

Sytematic Oral Care menggunakan madu pada An.A dengan asuhan keperawatan

Leukimia Limfoblastik Akut disertai tindakan kemoterapi di ruang Melati II

Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta. Pada bab pembahasan ini penulis juga

membahas adakah kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan kasus.

A. Pengkajian

Penulis melakukan pengkajian pada kasus diperoleh dengan cara

autoananemsa dan alloananemsa. Dalam pengkajian penulis terhadap An.A

didapatkan data bahwa pasien datang dengan keluhan utama nyeri sendi pada

tangan dan kaki. Menurut Suriadi (2006), keluhan utama pada pasien anak

dengan Leukemia Limfoblastik Akut adalah, anemia, kelemahan, nyeri pada

tulang dan persendian, dan serta sesak nafas. Sedangkan menurut Nursalam

(2013) nyeri pada tulang atau persendian karena adanya infiltrasi sel-sel

abnormal ke sistem muskuloskeletal membuat anak merasa nyeri pada

persendian terutama bila digerakkan. Berdasarkan hasil pengkajian pada An.A

dengan kasus leukemia limfoblastik akut telah sesuai dengan teori yang

78
79

ditemukan oleh penulis berupa nyeri pada sendi tangan dan kaki (ekstremitas),

sehingga tidak ada kesenjangan dengan teori yang ada.

Dalam pengkajian keperawatan untuk riwayat penyakit sekarang pada

An.A didapatkan data ayah pasien mengatakan An.A dibawa ke poli rumah

sakit Dr.Moewardi dengan keluhan nyeri sendi pada bagian tangan dan kaki,

bibir pucat, dan tidak nafsu makan. Menurut teori keluhan nyeri sendi (Suriadi,

2006), penurunan selera makan (Wong, 2009). Dapat disimpulkan kriteria

keluhan ada pada An.A terdapat dalam teori, sehingga tidak ada kesenjangan

dengan teori yang ada.

Pasien terjadwal kemoterapi fase maintenance pada bulan Desember

2015, siklus minggu ke 76, obat kemoterapi yang sudah masuk yaitu, vincristin

1.25 mg, 10 cc pelarut aquabidest, dengan kecepatan 1.75 tetes/menit dengan

infus pump, pada pukul 10.00 WIB. Efek yang timbul berupa bibir kering, bibir

pecah-pecah, dan nafsu makan menurun. Terapi rumatan yang berfungsi untuk

mempertahankan fase remisi, walaupun kombinasi terapi obat dan radiasi dapat

bervariasi per institusi, karakteristik prognosis atau resiko pada pasien dan tipe

leukemia yang ditangani (Wong, 2009). Berdasarkan teori dalam Wong (2009)

efek samping yang timbul dari pemberian vincristin adalah ulserasi mukosa.

Dari penjelasan teori dan pengkajian yang terdapat pada pasien An.A telah

sesuai dengan teori yang ada sehingga tidak ada kesenjangan.

Riwayat penyakit dahulu, yaitu riwayat yang sama yaitu penyakit

Leukemia Limfoblastik Akut, pasien terdiagnosa pertama pada bulan Juli 2015,

dengan keluhan lemas, pucat, dan berat badan menurun drastis dalam waktu 2
80

bulan terakhir. Pada bulan Desember 2015 sebelum kemoterapi fase

maintenance, pasien mengeluhkan gejala hampir sama yaitu, lemas, pucat,

tidak nafsu makan, mual muntah setelah kemoterapi. Menurut Jonathan (2005)

Riwayat gangguan hematologis seperti leukemia, juga dapat menjadi riwayat

dahulu dari leukemia akut. Berdasarkan hasil dari pengkajian pada An.A

dengan leukemia limfoblastik akut telah sesuai dengan teori yang ditemukan

oleh penulis, sehingga tidak ada kesenjangan dengan teori yang ada .

Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat dan makanan tertentu,

dalam keluarga tidak ada yang memiliki penyakit keturunan atau menular

lainnya, termasuk leukemia limfoblastik akut. Rumah pasien dekat dengan

menara sutet telkomsel. Seperti yang dikemukakan oleh Kusumawardani

(2010) radiasi, bahan kimia dan obat tertentu diduga berperan dalam terjadinya

Leukemia Limfoblastik Akut. Salah satu penyebab yaitu radiasi terdapat dalam

teori, sehingga tidak ada kesenjangan dengan teori yang ada.

Pertumbuhan dan perkembangan pada An.A. berdasarkan data

wawancara yang diperoleh dari ayah An.A antara lain, pertumbuhan meliputi

berat badan saat lahir 2.800 gram. Berat badan saat ini 21 kg, usia tumbuh dan

tanggal gigi pada usia 6 tahun, tidak ada masalah pertumbuhan gigi. Usia

berjalan pada usia 9 bulan. Menurut Hidayat (2008), pertumbuhan merupakan

bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara

kuantitatif dapat diukur. Perkembangan merupakan bertambah sempurnanya

fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh kematangan. Masa

neonatus, terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan di luar rahim dan


81

hampir sedikit aspek pertumbuhan fisik dalam perubahan. Dalam pertumbuhan

akan terjadi perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran fisik, berat

badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar dada, dan lain-lain. Dengan adanya

teori diatas, dapat disimpulkan pertumbuhan yang dialami An.A tidak ada

kesenjangan dengan teori yang ada.

Perkembangan yang dicapai antara lain, personal sosial An.A merasa

dirinnya senang berinteraksi dengan teman yang lain saat diruang bermain.

Adaptif motorik halus, pasien saat usia 3 tahun senang berinteraksi dan belajar

didampingi oleh ibu. Bahasa yang digunakan bahasa jawa. Motorik kasar

pasien senang bermain game di handphone dan senang bermain lego yang

dibawa dari rumah. Kebiasaan yang dinilai dari pola tingkah laku, An.A tidak

ada tingkah laku yang abnormal. Sesuai dengan tahap usia belajar dan rasa

ingin tahu yang tinggi. Kelas sekolah sekarang, kemajuan pelajaran yang

dicapai dapat naik kelas ke kelas empat. Menurut Hidayat (2008),

pertumbuhan dan perkembangan intelektual anak dapat dilihat dari kemampuan

secara simbolik maupun abstrak, seperti berbicara, bermain, berhitung,

membaca, dan lain-lain. Berdasarkan teori diatas, kriteria yang ada pada An.A

sudah sesuai dengan teori, sehingga tidak ada kesenjangan.

Model pengkajian keperawatan dengan 11 pola kesehatan fungsional

dari Gordon berguna untuk mengatur riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik,

dan mengelompokkan diagnosa keperawatan (Allen, 2005). Pengkajian sebelas

pola gordon yang didapat dari wawancara dan observasi An.A dan ayah An.A

diantaranya, pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan. Jika An.A sakit,


82

keluarga segera berobat ke pelayanan kesehatan terdekat, yaitu bidan desa.

Pola persepsi dan pemeliharaan, menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan

penanganan kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan

kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek

kesehatan (Hidayat, 2008). Berdasarkan teori tersebut persepsi yang ada pada

An.A tidak ada kesenjangan dengan teori.

Kemudian pola nutrisi dan metabolisme An.A. Pengkajian nutrisi yang

didapat dari hasil wawancara sebagai berikut, pengkajian antropometri sebelum

sakit berat badan 21 kg, tinggi badan 120 cm, diperoleh indeks massa tubuh

(IMT) didapat dari BB(Kg)/TB(m), kategori kekurangan berat badan tingkat

berat (<17), kekurangan berat badan tingkat sedang (17.0-18.5), normal (18.5-

25.0), kelebihan berat badan tingkat ringan (>25.0-27.0), kelebihan berat badan

tingkat berat (>27.0) (Asmadi, 2008). Hasilnya 14,6 (kekurangan berat badan

tingkat berat). Dan selama sakit berat badan 21 kg, tinggi badan 120 cm,

diperoleh indeks massa tubuh (IMT) didapat dari BB/TB hasilnya 14,6

(kekurangan berat badan tingkat berat). Pengkajian biochemical hasil sebelum

sakit hasil pemeriksaan haemoglobin 11 g/dl pada bulan Desember tahun 2015.

Selama sakit pemeriksaan laboratorium haemoglobin 12.8 g/dl (low).

Berdasarkan teori sejak lahir kualitas hidup pasien dipengaruhi oleh

kualitas dan kuantitas nutrisi yang dikonsumsi dan digunakan. Status nutrisi

tubuh dalah keseimbangan antara asupan zat gizi dan energi yang dikeluarkan

atau dibutuhkan di tingkat kebutuhan fisiologis akan nutrisi yang harus

dipenuhi yang tepat meningkatkan pertumbuhan, mempertahankan kesehatan


83

dan membantu tubuh melawan infeksi dan pulih dari penyakit (Morton dan

Patricia Gonce, 2005). Menurut Nursalam (2013), yang menyebutkan Hb dan

eritrosit menurun. MCHC 36.1 (hight), RDW 19.6 (hight) hapusan darah,

normasiter dan hampir selalu dijumpai blastosit abnormal (Nursalam, 2013).

Pengkajian clinical sebelum sakit rambut lurus, hitam, kulit kepala

bersih, tidak ada kaku kuduk, tidak ada pembesaran kelenjar limfe. Selama

sakit terdapat stomatitis di lidah (Suriadi, 2006), bibir kering, lidah sedikit

kotor, mukosa oral pucat, papilla bagian belakang sedikit menonjol (Nurlaila,

2009). Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang

dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada

jaringan epitel (supervicial apithelial tissues) seperti kulit, rambut, mata, dan

mukosa oral, atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh

seperti kelenjar tiroid (Mega, 2011).

Pengkajian dietary sebelum sakit nafsu makan baik, diit seimbang

dengan makan nasi, sayur, lauk. Makan tiga kali dalam sehari, porsi satu piring

penuh dengan nafsu makan baik, makanan favorit tempe, minum air mineral

sehari empat gelas atau sekitar 1500cc/hari. Selama sakit makan tiga kali dalam

sehari, kurang nafsu makan, porsi makan hanya habis piring, dengan sayur,

nasi, dan lauk daging ayam. Makanan tambahan roti, total makan sehari sekitar

100cc, minum air dalam sehari sekitar empat gelas dan susu dari rumah saikt

tiga kali dalam sehari total sekitar 1800cc, dengan sedikit kesulitan menelan

karena sariawan di lidah dan tenggorokan terasa tidak enak.


84

Dari pengkajian diatas disimpulkan pada pengkajian nutrisi terdapat

masalah pada pengkajian antropometri IMT kurang, pengkajian biochemical

selama sakit pemeriksaan laboratorium haemoglobin 12.8 g/dl (low), MCHC

36.1 (hight), RDW 19.6 (hight). Pengkajian clinical selama sakit terdapat

stomatitis di lidah, bibir kering, lidah sedikit kotor, mukosa oral pucat, papilla

bagian belakang sedikit menonjol. Dan pengkajian dietary selama sakit makan

tiga kali dalam sehari, kurang nafsu makan, porsi makan hanya habis pring,

dengan sayur, nasi, dan lauk daging ayam. Makanan tambahan roti, total

makan sehari sekitar 100cc, minum air dalam sehari sekitar empat gelas dan

susu dari rumah sakIt tiga kali dalam sehari total sekitar 1800cc, dengan sedikit

kesulitan menelan karena sariawan di lidah dan tenggorokan terasa tidak enak.

Sehingga muncul masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh. Berdasarkan teori aspek biologis dari pengkajian nutrisi

meliputi, umur (terkait dengan tumbuh kembang pasien). Tinggi badan dan

berat badan, untuk mengetahui perbandingan antara tinggi dan berat badan,

apakah ideal atau tidak. Pengukuran antropometri berguna untuk

mengidentifikasi masalah nutrisi klien. Riwayat kesehatan dan diet, misal

adakah alergi terhadap jenis makanan tertentu, riwayat diet terkait dengan

kebiasaan asupan makanan dan cairan klien, jenis makanan yang dikonsumsi,

nafu makan (Asmadi, 2008). Menurut Nurlaila (2009) dapat diangkat menjadi

masalah dari pengkajian makan dan cairan, yaitu terdapat kehilangan nafsu

makan, perubahan rasa atau penyimpangan rasa dan penurunan berat badan,

yang ditandai dengan stomatitis ulkus mulut (mengindikasikan leukemia akut).


85

Sehingga dapat disimpulkan, berdasarkan pengkajian nutriai An.A diatas

dengan pemaparan teori tidak ada kesenjangan dalam pembahasan pengkajian

nutrisi An.A.

Pola eliminasi pasien, ayah pasien mengatakan sebelum sakit An.A pola

BAK frekuensi BAK 4 kali dalam sehari, jumlah urin 1500 cc/hari, pancaran

kuat berbau amoniak berwarna kuning cerah, perasaan setelah BAK puas tidak

ada keluhan. Ayah pasien mengatakan sebelum sakit BAB satu kali sehari

dengan konsistensi lunak berbentuk, berbau khas, berwarna kuning kecoklatan

dan tidak ada keluhan. Ayah pasien mengatakan selama sakit An.A pola BAK

frekuensi BAK 4 kali dalam sehari, jumlah urin 1800cc/hari, pancaran kuat

berbau amoniak berwarna kuning cerah, perasaan setelah BAK puas tidak ada

keluhan. Ayah pasien mengatakan sebelum sakit BAB satu kali sehari dengan

konsistensi lunak berbentuk, 120cc/hari, berbau khas, berwarna kuning

kecoklatan dan tidak ada keluhan. Pengkajian pola eliminasi merupakan

kebutuhan dasar manusia yang essensial dan berperan penting dalam

menentukan kelangsungan kehidupan manusia. Menurut teori eliminasi terbagi

dua bagian utama pula, yaitu eliminasi fekal (buang air besar) dan eliminasi

urine (buang air kecil) (Asmadi, 2008). Dari kesimpulan pengkajian eliminasi

fekal dan urine An.A tidak ada masalah keperawatan yang muncul. Karena

dalam teori menggambarkan efisiensi dalam pembuangan zat sisa metabolisme

(Davey, 2005). Karakteristik feses abnormal konsistensi dikatakan abnormal

bila bentuknya cairatau keras. Warna abnormal sangat pucat (penyakit pada

organ empedu), merah (perdarahan pada rektum dan anus). Ciri urine normal
86

baik, kejernihan normal jernih bila dibiarkan lama akan menjadi keruh. Warna

kuning, bau seperti amonia (Asmadi, 2008). Berdasarkan teori diatas tidak ada

kesenjangan dalam pengkajian eliminasi, eliminasi An.A dalam batas normal.

Aktivitas fisik (mekanik tubuh) merupakan irama sirkadian manusia.

Tiap individu mempunyai irama atau pola tersendiri dalam kehidupan sehari-

hari untuk rekreasi, makan, istirahat, dan lain-lain (Asmadi, 2008). Pada pola

aktivitas dan latihan pasien, ayah pasien mengatakan sebelum sakit

kemampuan perawatan diri, makan minum, toileting, berpakaian, mobilitas

ditempat tidur, berpindah, ambulasi atau ROM dalam kriteria mandiri tanpa

bantuan. Selama sakit pola aktivitas dan latihan pasien, ayah pasien

mengatakan sebelum sakit kemampuan perawatan diri, makan minum,

toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi atau ROM

dalam kriteria mandiri tanpa bantuan. Dalam teori disebutkan pola aktivitas

dan latihan tingkat kemampuan nilai 0 adalah mandiri (Nurlaila, 2009),

sehingga ditarik kesimpulan antara teori dengan pengkajian tidak ada

kesenjangan.

Pola istirahat tidur pasien, ayah pasien mengatakan sebelum sakit pola

tidur An.A tidur malam pada pukul 21.00 WIB dan bangun pagi pada pukul

05.30 WIB, bangun tidur badan terasa segar, tidur siang satu jam pada pukul

14.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB. Selama sakit pola istirahat tidur pasien,

ayah pasien mengatakan sebelum sakit pola tidur An.A tidur malam pada pukul

21.00 WIB dan bangun pagi pada pukul 05.40 WIB, bangun tidur badan terasa

segar, tidur siang satu jam pada pukul 14.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB.
87

Dalam teori kelemahan dan kelelahan adalah faktor utama paling kuat yang

mempengaruhi status fungsional dan kualitas kesehatan hidup anak dengan

LLA. Saat aktivitas persyarafan secara otomatis akan mengurangi suplai energi

ke ekstremitas superior dan inferior. Tubuh memprioritaskan suplai darah ke

jantung dan paru-paru, sehingga otak juga mengalami penurunan suplai darah.

Penurunan suplai darah ke otak menimbulkan rangsang mengantuk, sehingga

tubuh memerintahkan untuk istirahat (Tiurlan, 2011). Kebutuhan istirahat tidur

pada individu yang sakit sangat diperlukan untuk mempercepat proses

penyembuhan (Asmadi, 2008). Berdasarkan teori diatas dengan kenyataan

yang ada pada pasien tidak ada kesenjangan dengan teori yang ada.

Pola kognitif perseptual pasien, menjelaskan persepsi sensori dan

kognitif. Pasien mengatakan sebelum sakit An.A merasa dirinya sehat dan

berpikir positif. Selama sakit terdapat masalah dalam kompensasi terhadap

tubuh berupa pasien mengatakan merasakan nyeri, dengan interpretasi P

(Provocat) pasien merasakan nyeri sendi saat berjalan, dan nyeri berkurang

jika bermain.Q (Quality) pasien merasakan nyeri seperti ditusuk. R (Region)

pasien merasakan nyeri disekitar sendi kaki dan tangan menjalar ke sekitar

sendi. S (Scale) pasien mengatakan nyeri skala 2 (ringan). T (Time) pasien

mengatakan nyeri sekitar 3 detik dan hilang timbul. Pola persepsi sensori

meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perabaan, pembau, dan

kompensasinya terhadap tubuh (Muttaqin, 2008). Sehingga dari pengkajian

diatas muncul masalah keperawatan nyeri akut.


88

Pola persepsi konsep diri, sebelum sakit An.A mengatakan tentang

gambaran diri merasa sehat, identitas diri mengetahui sebagai seorang kakak,

peran berperan sebagai pelajar sekolah dasar kelas 4, ideal diri ingin menjadi

kakak baik, harga diri tidak rasa minder. Selama sakit An.A mengatakan

tentang gambaran diri merasa sempurna dengan keadaan yang dialami,

identitas diri mengetahui sebagai seorang kakak, berperan sebagai pelajar

sekolah dasar kelas 4, ideal diri ingin menjadi kakak baik, harga diri tidak rasa

minder. Pola persepsi konsep diri menggambarkan sikap tentang diri sendiri

dan persepsi terhadap kemampuan. Konsep diri antara lain gambaran diri,

harga diri, peran, identitas dan ide diri sendiri (Nurlaila, 2009). Menurut

Tiurlan (2011), konsep diri anak dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal

maupun internal. Usia anak, temperamen, dukungan keluarga, status kesehatan

dan kecerdasan sangat mempengaruhi pembentukan konsep diri anak dengan

LLA. Anak dengan kemampuan percaya diri yang tinggi dapat menerima

perubahan akibat sakitnya, sehingga dapat tetap menjalani aktivitas sehari-hari

dengan tidak dibawah tekanan rasa malu atau depresi. Dari teori tersebut An.A

termasuk dalam kemampuan percaya diri yang tinggi, sehingga tidak ada

perbedaan dari teori.

Pola hubungan peran An.A, Ayah pasien mengatakan sebelum sakit

An.A dekat dengan keluarga, selama sakit An.A dekat dengan ayah, dan

hubungan dengan ibu melalui telephone. Pola hubungan peran pasien

menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota

keluarga dan masyarakat tempat tinggal pasien (Nurlaila, 2009). Anak sakit
89

berat merupakan fungsi peran yang harus disadari oleh anak dengan LLA,

konsep diri positif yang diadopsi anak terhadap kondisi fisik dan kesehatannya,

akan meningkatkan respon adaptasi anak dalam menjalani terapi dan mencapai

hasil yang maksimal. Anak perlu menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang

dalam kondisi sakit berat, sehingga anak memiliki kehati-hatian yang tinggi

dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Pemahaman positif tentang kondisi

sakit beratnya dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya pencapaian

kesehatan, sehingga hal tersebut dapat meningkatkan semangat anak dalam

menjalani terapi. Anak menyatakan bahwa mereka bersemangat untuk

menjalani terapi sampai sembuh total (Tiurlan, 2011). Berdasarkan teori pasien

telah mengetahui hubungan dan peran anggota keluarga, sehingga tidak ada

kesenjangan dari teori yang ada.

Pola seksualitas, seorang anak laki-laki. Tidak ada pembengakakan

testis. Menurut Hoffbrand (2013) manifestasi lebih jarang dalah

pembengakakan testis atau tanda-tanda penekanan mediastinum pada LLA.

Dapat disimpulkan tidak ada kesenjangan denga teori dalam pola seksualitas

An.A. Pola mekanisme koping pasien, An.A mengatakan sebelum sakit

perasaan merasa senang dan akrab dengan teman. Selama sakit An.A

kooperatif dengan lingkungan dan interaksi komunikatif dengan dokter dan

perawat tentang penyakit leukemia.

Berdasarkan teori mekanisme koping pada setiap anak memiliki

kemampuan adaptasi terhadap setiap perubahan yang terjadi dalam

lingkungannya, namun dalam kapasitas yang berbeda-beda sesuai dengan


90

kemampuannya. Mekanisme koping adalah upaya yang dilakukan secara sadar

untuk mengatur emosi, kognisi, perilaku, fisiologis, dan lingkungan yang dapat

menimbulkan stres (Tiurlan, 2011). Anak mengalami berbagai hal yang tidak

menyenangkan dari prosedur klinik dan hospitalisai, namun anak menyadari

bahwa menjalankan protokol terapi merupakan pilihan yang terbaik untuk

mencapai kesembuhan dari penyakitnya (Tiurlan, 2011). Dari teori tersebut

mekanisme koping yang ada di An.A mengalami kontrol seperti yang ada pada

teori, sehingga tidak terdapat kesenjangan antara teori dan pengkajian pola

mekanisme koping An.A.

Pola nilai dan keyakinan, An.A mengatakan sebelum sakit berdoa setiap

saat, dan selama sakit berdoa setiap akan dilakukan tindakan. Menurut Wong,

(2009) anak telah mengembangkan kemampuan untuk memahami adanya

kekuasaan Tuhan dalam kehidupannya dan memiliki keyakinan bahwa Tuhan

sanggup memberikan jalan keluar terhadap masalah yang dihadapinya.

Perilaku yang baik akan mendapatkan balasan atau reward baik dari Tuhan

maupun manusia demikian juga jika anak berbuat jahat. Didukung dari teori

tersebut, An.A lebih berserah diri kepada Tuhan dengan cara berdoa dan

bersyukur ketika mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan selama

menjalani terapi. Sehingga kesimpulan dari pembahasan tidak ada kesenjangan

antara teori dengan pengkajian pola nilai dan keyakinan An.A

Pada pemeriksaan sistematis yang dilakukan pada An.A dari

pemeriksaan head to toe didapatkan hasil sebagai berikut, kepala An.A

berbentuk mesocephal, kontrol kepala normal, rambut berwarna hitam, kondisi


91

kulit kepala bersih. Mata sklera tidak ikterik, pupil isokor normal,mengecil bila

diberi rangsang cahaya, konjungtiva tidak anemis, posisi simetris, bisa melihat

dengan jelas, dan yang dimaksud mengalami gangguan penglihatan adalah

terjadinya penglihatan ganda atau kesulitan dalam melihat (Price and Wilson,

2006). Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh secara keseluruhan atau

hanya beberapa bagian saja yang dianggap perlu oleh dokter yang

bersangkutan (Mubarak, 2007). Dalam pengkajian fisik, hal yang perlu

diperhatikan oleh tenaga kesehatan adalah mencoba untuk melakukan

pemeriksaan secara menyeluruh dimulai dari kepala sampai ujung kaki (head

to toe) (Mubarak, 2007), sehingga dari pemeriksaan diatas dapat disimpulkan

bahwa tidak ada kesenjangan antara pemeriksaan dengan teori yang ada.

Hasil pengkajian oral berdasarkan BOAS, dari penilaian mulut, warna

bibir pucat, warna membran mukosa pucat sedikit putih, warna gusi pucat,

tekstur halus, sedikit penonjolan papilla bagian belakang lidah, tekstur lidah

sedikit kasar. Terdapat stomatitis dibagian lidah, bibir pecah-pecah dan kering.

Dalam teori beberapa obat kemoterapi juga dapat menimbulkan masalah pada

rongga mulut, obat yang dapat menyebabkan komplikasi oral seperti

doxorubisin (Wong, 2009), membran mukosa pucat (Nurlaila, 2009), stomatitis

dari efek sitostatika (Suriadi, 2006). Dari pemeriksaan fisik oral tidak ada

kesenjangan teori yang ada.

. Pada pemeriksaan dada, bentuk dada normochest, tidak ada gerakan

retraksi dada. Pada pemeriksaan fisik paru, inspeksi paru-paru, paru kanan dan

kiri simetris, palpasi vocal premitus sama antara kanan kiri, perkusi sonor,
92

auskultasi tidak terdapat suara nafas tambahan. Pemeriksaan inspeksi jantung

ictus cordis tidak tampak palpasi ictus cordis teraba di SIC V perkusi pekak

auskultasi BJ I-II murni. Pemeriksaan inspeksi abdomen perut terlihat datar

auskultasi bising usus 18 kali per 30 detik, pada pemeriksaan perkusi terdengar

timpani, dan pada pemeriksaan palpasi abdomen tidak ada benjolan dan tidak

ada nyeri tekan. Dalam pemeriksaan dada, dilakukan dengan metode dan

langkah berupa inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (Mubarak, 2007).

Berdasarakan teori tersebut, pemeriksaan telah dilakukan sesuai dengan teori,

sehingga tidak ada kesenjangan antara pemeriksaan langsung pada pasien

dengan teori.

Pemeriksaan Aspirasi sumsum tulang, pada tanggal 13 Juli 2015. Pada

tanggal 13 Juli yang menunjukkan gambaran sumsum tulang leukemia

limfoblastik akut tipe L2. Lokasi SIPS sinistra, konsistensi keras, selularitas

hiperseluler, M/E ratio menurun. Sistem eritropoetik aktivitas menurun,

maturasi normal. Sistem granulopoetik aktivitas menurun, maturasi normal.

Sistem trombopoetik aktivitas menurun megakariosit sulit di dapatkan. Sistem

limfopoetik aktivitas meningkat disominasi lomfe blas dan prolimfosit ukuran

heterogen tersususn dalam. Dalam cluster-cluster, nekleoli prominen,

sitoplasma, moderate eleft (+). Seperti yang disebutkan dalam teori,

pemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan klasifikasi,

sehingga semua pasien LLA harus menjalani prosedur ini. Apus sumsum

tulang tampak hiperselular dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari

90% sel berinti pada LLA Tipe L2 (Fianza, 2009).


93

Terapi medis yang diberikan kepada An.A selama di rawat di Rumah

Sakit Dr.Moewardi. Jenis terapi cairan infus D NS dengan dosis 175 cc/jam

500ml, golongan larutan elektrolit nutrisi dan kandungan dextrosa NaCl, fungsi

dan farmakodinamik sebagai rehidrasi dan memelihara keseimbangan cairan

dan elektrolit. Terapi yang kedua cairan infus vincristin dengan dosis 1.25 mg

10cc pelarut aquabidest, kecepatan 1.75 tetes/menit, golongan antineoplastik

dan kandungan vinblastin sulfat 10mg/10ml, fungsi dan farmakodinamik terapi

penyakit limfoma limfolistik kanker yang sudah menyebar. Terapi yang ketiga

adalah cairan infus doxorubicin dengan dosis 40mg, 100cc pelarut aquabidest,

kecepatan 1.25 tetes/menit, golongan antineoplastik dengan kandungan

doxorubisin 10mg/5ml, fungsi sebagai regresi kondisi neoplastik seperti

leukemia akut (ISO, 2012). Terapi rumatan atau maintenance diberikan

beberapa tahun setelah diagnosis leukemia, vinkristin (antineoplastik),

doxorubisin (menghambat pembelahan sel selama pengobatan leukemia akut)

(Betz, 2002). Terapi yang keempat yaitu peroral obat dexametason dengan

dosis 0.5mg 3dd1, golongan kortikosteroid kandungan dexametason, fungsi

dan farmakodinamik indikasi keadaan inflamasi atau alergi dan penyebab lain

dimana diperlukan glukokortiroid hormon (ISO, 2012). Berdasarkan teori

tersebut, terapi yang diberikan sesuai dengan teori yang ada, sehingga tidak ada

kesenjangan dengan teori.


94

B. Perumusan Masalah Keperawatan

Pada teori yang didapatkan penulis, menurut Nursalam (2013) masalah

keperawatan yang dapat muncul pada penyakit leukemia limfoblastik akut

adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (pembesaran nodus

limfe, sumsum tulang). Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan (efek toksik

obat kemoterapi). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai dan kebutuhan oksigen. Resiko infeksi berhubungan dengan

pertahanan tubuh sekunder yang tidak adekuat (leukemia). Kerusakan

membran mukosa oral berhubungan dengan agen cidera kimia (Efek obat

kemoterapi) (Nursalam, 2013). Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan

penulis didapatkan empat masalah keperawatan yaitu ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan

menelan makanan (efek toksik obat kemoterapi), nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera fisik (pembesaran nodus limfe, sumsum tulang). Kerusakan

Membran Mukosa Oral berhubungan dengan agen cidera kimia (Efek obat

kemoterapi).

Berdasarkan kondisi pasien untuk diagnosa yang tidak muncul adalah

resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder yang tidak

adekuat (leukemia) dan Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Penulis tidak

memasukkan dalam asuhan keperawatan An.A karena dalam pengkajian tidak

didapatkan tanda dan gejala dari intoleransi aktivitas serta diagnosa resiko
95

infeksi juga tidak ditemukan juga pada An.A. Satu diagnosa diluar teori yaitu

defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif (kurang

informasi).

Pada teori yang didapatkan penulis, masalah keperawatan pada

diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

diambil berdasarkan batasan karakteristik menurut Wilkinson (2015), antara

lain kram abdomen, nyeri abdomen, menghindari makanan, berat badan 20%

atau lebih dibawah berat badan ideal, kerapuhan kapiler, diare, kehilangan

rambut berlebihan, bising usus hiperaktif, kurang makanan, kurang informasi,

kurang minat pada makanan,penurunan berat badan dengan asupan adekuat,

kesalahan konsepsi, kesalahan informasi, membran mukosa pucat,

ketidakmampuan mencerna makanan, tonus otot menurun, mengeluh gangguan

sensasi rasa, mengeluh asupan makanan kurang dari RDA (recommended daily

allowance), cepat kenyang setelah mencerna makanan, sariawan rongga mulut.

Diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan faktor biologis (mulut kering dan stomatitis), yang

muncul pada asuhan keperawatan An.A berdasarkan hasil pengkajian pada hari

Rabu tanggal 06 Januari 2016 didapatkan hasil untuk diagnosa pertama bahwa

pasien mengatakan tidak nafsu makan, makan tidak habis 1 porsi hanya

piring, mulut terasa tidak enak, kesusahan mengunyah karena stomatitis. Data

obyektif, dari pengkajian A (Antropometri) berat badan 21 kg, IMT 14.6 (low).

B (biochemical) hasil laboratorium MCHC 36.1 (high), RDW 19.6 (high). C

(clinical) terdapat stomatitis di ujung lidah, mukosa berwarna pucat, gusi


96

berwarna pucat, bibir pecah-pecah dan kering. D (dietary) makan 3 kali dalam

sehari, kurang nafsu makan, porsi makan habis seperempat piring, agak

kesulitan dalam mengunyah. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik

(Wilkinson, 2015).

Untuk memprioritaskan diagnosa keperawatan pada An.A, penulis

menggunakan prioritas kebutuhan dasar Maslow yang meliputi kebutuhan

fisiologis, rasa aman dan nyaman, rasa mencintai, harga diri, serta aktualisasi

diri. Berdasarkan prioritas, masalah utama adalah ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (mulut

kering dan stomatitis). Namun dengan tindakan mengkaji tanda dan

permasalahan yang muncul dan penyebabnya, terdapat tindakan keperawatan

antara lain, ketahui makanan kesukaan pasien dengan rasional mengidentifikasi

kebutuhan nutrisi yang adekuat, pantau kandungan nutrisi dan kalori pada

catatan asupan dengan rasional kebutuhan jaringan metabolik diingatkan begitu

juga cairan (untuk menghilangkan produk sisa) suplemen dapat memainkan

peran penting dalam mempertahankan masukan kalori dan protein adekuat,

timbang pasien pada interval yang tepat dengan rasional membantu identifikasi

berat badan pasien dalam mempengaruh nutrisi yang mencukupi kebutuhan

tubuh, berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana

memenuhinya dengan rasional memberikan informasi yang tepat kepada pasien

dalam memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh, ciptakan lingkungan yang nyaman

untuk makan dengan rasional membuat waktu makan lebih menyenangkan


97

yang dapat meningkatkan masukan. Tindakan kolaborasi pengelolaan nutrisi,

kolaborasi dengan ahli gizi dalam jumlah kalori dan jenis zat gizi yang

dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dengan rasional memberikan

rencana diet khusus untuk memenuhi kebutuhan individu dan menurunkan

masalah berkenan dengan malnutrisi protein/kalori dan defisiensi mikronutrien

(Wilkinson, 2015). Maka masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan meningkatnya diet yang

dianjurkan, keadekuatan energi, dan nafsu makan meningkat.

Diagnosa keperawatan yang kedua adalah nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera biologis (penyakit leukemia limfoblastik akut). Nyeri akut

merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan

muncul akibat kerusakan jaringan actual atau potensial atau digambarkan

dalam hal kerusakan sedemikian rupa (Wilkinson, 2015). Batasan karakteristik

dari nyeri akut perubahan selera makan, perubahan tekanan darah, perubahan

frekuensi pernafasan, laporan isyarat, perilaku distraksi, fokus menyempit,

perubahan posisi untuk menghindari nyeri (Wilkinson, 2015).

Pada data diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

(penyakit leukemia limfoblastik akut), muncul nyeri pada persendian

berdasarkan dari hasil pengkajian pada hari Rabu tanggal 06 Januari 2016, dari

data subyektif, P (Provocat) pasien merasakan nyeri sendi saat berjalan, dan

nyeri berkurang jika bermain. Nyeri pada tulang atau persendian terjadi karena

adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke sistem muskuloskeletal membuat anak

merasa nyeri pada persendian terutama bila digerakkan (Nursalam, 2013). Q


98

(Quality) pasien merasakan nyeri seperti ditusuk. R (Region) pasien merasakan

nyeri disekitar sendi kaki dan tangan menjalar ke sekitar sendi. S (Scale)

pasien mengatakan nyeri skala 2 (ringan). T (Time) pasien mengatakan nyeri

sekitar 3 detik dan hilang timbul.

Diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu kerusakan membran mukosa

oral berhubungan dengan agen cidera kimiawi (efek obat kemoterapi). Pada

pengkajian diperoleh data subyektif pasien mengatakan mulut terasa tidak

enak, mulut tidak segar, bibir kering, terdapat stomatitis kecil di lidah. Batasan

karakteristik berupa, kesulitan makan, kesulitan menelan, gusi pucat, mukosa

pucat, rasa tidak nyaman pada mulut, lesi pada mulut, melaporkan sensai yang

tidak enak di dalam mulut, stomatitis, xerostomia (mulut kering). Faktor yang

berhubungan gangguan perawatan diri, kendala perawatan profesional,

labiokisis (bibir sumbing), palaktokisis (palatum pecah), penurunan trombosit,

iritan kimia, efek samping pengobatan (Wilkinson, 2015). Data obyektif

berupa, Mulut, dengan pengkajian skor BOAS (Beck Oral Assesment Scale),

bibir skor 2 (warna pucat, sedikit kering), gusi dan mukosa skor 2 (gusi dan

mukosa pucat), gigi skor 1 (bersih dan tidak rapuh), liur skor 3 (sedikit), lidah

skor 3 (kering, papilla bagian belakan menonjol, terdapat stomatitis kecil di

lidah) total skor 11 (disfungsi sedang). Disfungsi sedang dengan perawatan

oral dua kali dalam sehari, observasi setaip 8-12 jam. Terdapat perbedaan

setelah diberikan pemberian tindakan systematic oral care menggunakan madu

dengan penilaian data subyektif pasien mengatakan sariawan sudah berkurang.

Data obyektif skor BOAS 5 (disfungsi ringan) (AJCC American Journal of


99

Critical Care , 2007). Menurut Creven, (2008) oral care adalah tindakan untuk

memberikan perawatan pada gigi dan gusi untuk mencegah kerusakan gusi dan

gigi serta mempertahankan kelembaban mukosa mulut.

Untuk diagnosa yang keempat adalah defisiensi pengetahuan

berhubungan dengan keterbatasan kognitif (kurang informasi). Menurut

(Wilkinson, 2015) defisiensi pengetahuan merupakan ketiadaan atau defisiensi

informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu. Batasan karakteristik

berupa perilaku hiperbola ketidakakuratan mengikuti perintah ketidakakuratan

perfoma uji, perilaku tidak tepat, pengungkapan masalah. Faktor yang

berhubungan keterbatasan kognitif, salah interpretasi informasi, kurang

pajanan, kurang minat dalam belajar, kurang dapat mengingat, tidak familier

dengan sumber informasi. Data subyektif An.A mengatakan belum mengetahui

secara luas tentang penyakit leukemia limfoblastik akut, tidak tahu kenapa

dirinya dikemoterapi, mengatakan dirinya sakit demam. Data obyektif pasien

nampak menjelaskan dengan kooperatif, kurang paham dengan penyakit

leukemia limfoblastik akut, tidak paham ketika dijelaskan oleh ayah, belum

mengetahui manfaat dan efek kemoterapi. Didalam tinjauan teori diagnosa

keperawatan defisiensi tidak disebutkan, tetapi menurut Susan (2000), diagnosa

keperawatan defisiensi pengetahuan dapat muncul pada pasien dengan

leukemia akut, yaitu defiensi pengetahuan tentang hasil dan arti pemeriksaan

diagnostik, terdiri dari arti dari penyakit, diterima sebagai ancaman, fungsi

tubuh, tersedianya sumber pengetahuan dan pendukung (keluarga, orang

terdekat, komunitas). Maka penulis mengangkat diagnosa keperawatan


100

defisiensi pengetahuan berdasarkan data pengkajian yang didapat dan

berdasarkan teori diatas.

Sedangkan dua diagnosa keperawatan dalam teori tidak ditemukan pada

pasien yaitu, resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder

yang tidak adekuat (leukemia) dan Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Intoleransi aktivitas

adalah ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau

menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang jarus atau yang ingin

dilakukan. Batasan karakteristik yang ada berupa respons tekanan darah

abnormal terhadap aktivitas, respons frekuensi jantung abnormal terhadap

aktivitas, perubahan EKG yang mencerminkan aritmia, perubahan EKG yang

mencerminkan iskemia, ketidaknyamanan setelah aktivitas, dispnea setelah

beraktivitas, menyatakan merasa letih, menyatakan merasa lemah. Faktor yang

berhubungan dengan tirah baring, kelelahan umum, ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen, imobilitas, gaya hidup kurang gerak (Wilkinson,

2015). Dari teori diatas data An.A yang menyatakan terdapat diagnosa

intoleransi aktivitas tidak didapatkan dalam pengkajian, karena An.A tidak ada

imobilitas, gambaran EKG normal, tidak ada dispnea setelah aktivitas, dapat

beraktivitas secara bebas, tidak menggunakan terapi oksigen, tidak tirah baring,

tidak terjadi kelelahan umum, sehingga faktor berhubungan terkait intoleransi

aktivitas tidak ada.

Diagnosa kedua yang tidak muncul yaitu resiko infeksi, suatu keadaan

mengalami peningkatan risiko terserang organisme patogenik. Faktor risiko


101

berupa, penyakit kronis, imunitas didapat yang tidak adekuat, pertahanan tubuh

primer yang tidak adekuat, pertahanan hibuh sekunder yang tidak adekuat,

peningkatan pemajanan terhadap patogen, imunosupresi, prosedur invasif,

pengetahuan yang tidak cukup menghindari pemajanan patogen, malnutrisi,

agens farmasis, trauma, kerusakan jaringan (Wilkinson, 2015).

C. Perencanaan

Penulis membahas intervensi keperawatan dimulai dari prioritas

diagnosa yang pertama yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan faktor biologis (mulut kering dan stomatitis).

Penulis melakukan perencanaan keperawatan dengan tujuan dari kriteria hasil,

berupa meningkatknya diet yang dianjurkan, melaporkan nafsu makan

bertambah, mulut terasa segar saat makan. Intervensi keperawatan yang dapat

dilakukan untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh yaitu biarkan anak memilih setiap makanan yang bisa diterimanya

dengan tujuan rencanakan perbaikan kualitas pemilihan makanan jika selera

makan telah meningkat. Manfaatkan setiap periode lapar, untuk menyajikan

makanan makanan dalam porsi kecil, karena biasanya makan sedikit lebih bisa

ditoleransi, hitung IMT (Wilkinson, 2015). Biarkan anak terlibat dalam

persiapan dan pemilihan makanan untuk mendorongnya agar mau makan

(Wong, 2009). Pemberian diet tinggi kalori dan protein secara adekuat dan

bervariasi (Nursalam, 2013). Tujuan dari manajemen nutrisi adalah mengetahui


102

perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi

(Wiryana, 2007).

Pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera biologis (penyakit leukemia limfoblastik akut). Tujuan dan

kriteria hasil yang ingin dicapai setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 3x24 jam diharapkan melaporkan nyeri berkurang menjadi skala 0,

memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif, mengenali

faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi faktor

tersebut. Perencanaan yang ada berupa mencegah atau mengurangi nyeri

dengan kaji tingkat nyeri dengan skala nyeri, kaji adanya kebutuhan klien

untuk mengurangi rasa nyeri, evaluasi efektivitas terapi pengurangan rasa nyeri

dengan melihat derajat kesadaran (Wilkinson, 2015). Berikan teknik

mengurangi rasa nyeri nonfarmakologi, kolaborasi pemberian obat anti nyeri

secara teratur untuk mencegah timbulnya nyeri secara berulang (Suriadi, 2006).

Tujuan dari pemberian tindakan manajemen nyeri mengevaluasi perubahan

skala nyeri (Wong, 2009).

Untuk diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu kerusakan membran

mukosa oral berhubungan dengan agen cidera kimiawi (efek obat kemoterapi).

Tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam antara lain menunjukkan kesehatan mulut

dengan kebersihan mulut, gigi, gusi, lidah, kelembapan mukosa mulut dan

lidah, warna membran mukosa merah muda, sensasi makan yang

menyenangkan. Intervensi yang dapat dilakukan inspeksi mulut setiap hari


103

untuk mendeteksi ulkus oral, laporkan gejala yang membuktikan adanya ulkus

kepada dokter agar penanganan dini bisa dilakukan. Berikan makanan yang

tidak merangsang, berkuah dan lunak, tawarkan makanan yang paling dapat

ditoleransi anak (Wilkinson, 2015). Laksanakan hygiene oral dengan seksama

segera setelah pasien mendapatkan obat-obatan yang bisa menyebabkan ulkus

oral (Wong, 2009).

Sedangkan menurut Creven (2008) oral care adalah tindakan untuk

memberikan perawatan pada gigi dan gusi untuk mencegah kerusakan gusi dan

gigi serta mempertahankan kelembaban mukosa mulut. Tujuannya

mempertahankan kebersihan mulut (oral hygiene) yaitu gigi, lidah, dan rongga

mulut, mengeluarkan sisa makanan, mencegah bau mulut, mencegah karies,

mempertahankan integritas dan kelembaban mukosa mulut dan bibir,

meningkatkan kenyamanan serta harga diri pasien (Creven, 2009). Selain itu

dilakukan pemeberian Systematic Oral Care atau Oral Care menggunakan

madu (Nurhidayatun, 2012). Dari tindakan tersebut, diinterpretasikan dengan

pengkajian skor alat ukur BOAS (Beck Oral Assessment Scale) Skor 1-5 tidak

ada disfungsi, skor 6-10 disfungsi ringan, skor 11-15 disfungsi sedang, skor 16-

20 disfungsi berat. Dengan kriteria perawatan BOAS 0-5, melakukan

pengkajian lisan sekali sehari. ikuti perawatan mulut yang dituangkan dalam

prosedur perawatan mulut yang sistematis dua kali per hari melakukan

assesment lisan dua kali sehari. Perawatan setiap 4 jam. BOAS 6-10 Perawatan

oral yang dituangkan dalam sytematic lisan prosedur perawatan dua kali per

hari melakukan kajian lisan setiap shift (setiap 8-12 jam). BOAS 11-15,
104

mengikuti perawatan mulut yang dituangkan dalam perawatan mulut yang

sistematis setiap shift, menggunakan sikat gigi ultrasoft. Melembabkan bibir

dan mulut setiap 2 jam. BOAS 16-20, mengikuti melakukan penilaian lisan

setiap 4 jam. ikuti perawatan mulut seperti diuraikan. jika menyikat tidak

memungkinkan, gunakan kain kasa lembut dibungkus jari. melembabkan bibir

dan mulut setiap 1-2 jam (AJCC American Journal of Critical Care, 2007).

Tujuan tindakan oral care adalah mencegah dan menurunkan efek toksik dari

kemoterapi (Nurhidayatun, 2012).

Untuk diagnosa yang keempat defisiensi pengetahuan berhubungan

dengan keterbatasan kognitif (kurang informasi). Tujuan setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah defisiensi pengetahuan dapat

teratasi dengan kriteria hasil, memperlihatkan pengetahuan tentang leukemia

limfoblastik akut dan manfaat tindakan kemoterapi, mendeskripsikan tentang

tanda dan gejala penyakit leukemia limfoblastik akut. Perencanaan yang dapat

diberikan pendidikan kesehatan dengan memberikan dukungan mental agar

anak tidak merasa rendah diri (Wilkinson, 2015). Tujuan memberikan

informasi sejak awal tentang efek samping sitostatika agar anak dan keluarga

tidak cemas dengan perubahan yang terjadi (Nursalam, 2013).

D. Implementasi

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan

data berkelanjutan, mengobservasi respons klien selama dan sesudah


105

pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah dan Walid, 2012).

Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan

mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus

yang diperlukan untuk melakukan intervensi. Perawat melaksanakan atau

mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam

tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan

mencatat tindakan keperawatan dan respon klien terhadap tindakan tersebut

(Kozier, 2011).

Implementasi yang diterapkan penulis untuk mengatasi diagnosa

keperawatan yang pertama yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (mulut kering dan

stomatitis) selama tiga hari mulai tanggal 06 sampai 08 Januari 2016. Mengkaji

makanan kesukaan (Wilkinson, 2015), menghitung IMT, memberikan hidrasi

infus (Suriadi, 2006), mengedukasi kepada pasien dan keluarga tentang

pentingnya kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya (Suriadi, 2006).

Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam memberikan kebutuhan nutrisi dalam

sehari dan memberikan obat dexametason 0,5 mg (Wilkinson, 2015).

Berdasarkan implementasi yang diberikan penulis kepada pasien, sudah sesuai

dengan perencanaan yang ada, sehingga tidak ada kesenjangan dengan

perencaan yang tertulis.

Sedang diagnosa keperawatan yang kedua yaitu nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera biologis (penyakit leukemia limfoblastik akut).

Implementasi yang diterapkan penulis untuk mengatasi nyeri akut berhubungan


106

dengan agen cidera biologis (penyakit leukemia limfoblastik akut selama tiga

hari mulai tanggal 06 sampai 08 Januari 2016. Antara lain, mengkaji nyeri

yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan, dan durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor presipitasi (Wilkinson,

2015). Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam (Wilkinson dan Nursalam,

2013), menginstruksikan pasien untuk menginformasikan jika nyeri tidak

menurun (Wilkinson, 2015). Mengedukasi kepada pasien dan keluarga tentang

manfaat relaksasi nafas dalam, memberikan analgesik yaitu asam mefenamat

tablet 250 mg (Wong, 2009). Berdasarkan manajemen nyeri yang diberikan

diatas, sudah sesuai dengan teori yang ada. Sehingga tidak ada kesenjangan

dengan teori.

Implementasi yang diterapkan pada diagnosa yang ketiga kerusakan

membran mukosa oral berhubungan dengan agen cidera kimiawi (efek obat

kemoterapi), yang dilakukan selama tiga hari mulai tanggal 06 sampai 08

Januari 2016. Implementasi berupa, mengobservasi keadaan mukosa oral

(Wilkinson, 2015). Observasi atau pengkajian dilakukan sesuai dengn

pengkajian BOAS, penilaian yang dilakukan meliputi, bibir, mukosa mulut,

gigi, dan liur. Mengkaji oral mukosa dilakukan setiap sebelum diberikan

tindakan oral care dan sesudah diberikan oral care. Memberikan tindakan

systematic oral care menggunakan madu setiap sehabis makan. Pemberian

systematic oral care disesuaikan dengan kondisi pasien dan jadwal pemberian

terapi lainnya. Tujuannya agar tidak mengganggu terapi lain yang sedang

dijalani An.A dan oral care diberikan pada batasan batasan sebelum pukul
107

21.00 WIB dengan tujuan tidak mengganggu istirahat tidur An.A.

Mengedukasi kepada pasien dan keluarga tentang manfaat madu untuk oral

care. Memberikan tindakan kolaborasi dengan perawat lain dalam memantau

keadaan oral mukosa (Wilkinson, 2015). Berdasarkan implementasi yang

diberikan oleh penulis, tidak ada kesenjangan dengan perencanaan yang ada.

Pada diagnosa yang keempat yaitu defisiensi pengetahuan berhubungan

dengan keterbatasan kognitif (kurang informasi). Penulis memberikan

implementasi selama tiga hari dimulai pada tanggal 06 sampai 08 Januari 2016.

Dengan implementasi diantaranya, mengkaji pengetahuan pasien tentang

penyakit leukemia akut, menjelaskan kepada pasien tentang penyakit leukemia

limfoblastik akut, mengedukasi tentang pentingnya mengetahui definisi, tanda

dan gejala, serta pengobatan penyakit leukemia limfoblastik akut (Wilkinson,

2015). Bekerjasama dengan perawat dalam mengedukasi (Suriadi, 2006).

E. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil (NOC)

yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah dan Walid, 2012). Penulis

menggunakan evaluasi formatif yaitu catatan perkembangan yang berorientasi

pada masalah yang dialami pasien, dengan menggunakan format SOAP

(Subjektif, Obyektif, Analisa, Planning) (Setiadi, 2012).

Catatan keperawatan pada An.A yang dirawat di ruang Melati II Rumah

Sakit Dr.Moewardi dimulai sejak hari Rabu tanggal 06 Januari 2016 sampai
108

hari Jumat tanggal 08 Januari 2016. Untuk diagnosa yang pertama

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

faktor biologis (mulut kering dan stomatitis). Didapatkan hasil evaluasi berupa

data subyektif, An.A mengatakan nafsu makan meningkat, porsi makan hanya

habis 1 piring, menghabiskan 1 porsi makan dengan sayur, nasi, lauk. Data

obyektif pasien Antropometri berat badan 21 kg, Biochemical Haemoglobin 12

g/dl, Clinical dapat menelan makanan dengan mudah, Dietary nafsu makan

meningkat, porsi makan hanya habis 1 piring, menghabiskan 1 porsi makan

dengan sayur, nasi, dan lauk. Analisis masalah ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (mulut

kering dan stomatitis) teratasi. Planning hentikan intervensi. Dengan kriteria

hasil nafsu makan meningkat, tidak ada kesulitan menelan, mulut terasa segar

(Wilkinson, 2015). Berdasarkan kriteria hasil dari NOC, hal ini menyatakan

masalah ketidakseimbangan nutrisi teratasi (Wilkinson, 2015).

Catatan perkembangan pada An.A yang dirawat di ruang Melati II

rumah sakit Dr.Moewardi dimulai sejak hari Rabu tanggal 06 Januari sampai

hari Jumat tanggal 08 Januari 2016. Dengan diagnosa keperawatan yang kedua

nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (penyakit leukemia

limfoblastik akut). Didapatkan hasil evaluasi berupa data subyektif, Provocate

An.A menyatakan nyeri sendi kaki dan tangan sudah hilang. (Quality) nyeri

tidak ada. (Region) nyeri disekitar sendi kaki dan tangan tidak ada. (Scale)

nyeri skala 0 (teratasi). Time nyeri tidak terasa. Data obyektif pasien nampak

menjelaskan dan kooperatif, tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi 96 kali/menit,


109

respirasi 20 kali/menit. Analisis masalah nyeri akut berhubungan dengan faktor

biologis (penyakit leukimia limfoblastik akut) teratasi. Planning hentikan

intervensi. Dari kriteria hasil yang dicapai berupa skala nyeri menjadi 0,

memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif, mengenali

faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi faktor

tersebut, berdasarkan kriteria hasil dari NOC, hal ini menyatakan masalah

ketidakseimbangan nutrisi teratasi. (Wilkinson, 2015).

Catatan perkembangan diagnosa yang ketiga kerusakan membran

mukosa oral berhubungan dengan agen cidera kimiawi (efek obat kemoterapi),

yang dilakukan dari hari Rabu tanggal 06 sampai hari Jumat 08 Januari 2016.

Data subyektif An.A mulut sedikit enak, mulut segar, bibir lembab, sariawan

kecil di lidah berkurang. Data obyektif pengkajian BOAS, bibir skor 1 (warna

merah muda), gusi dan mukosa skor 1 (gusi dan mukosa tidak pucat), gigi skor

1 (bersih dan tidak rapuh), liur skor 1 (berlimpah), lidah skor 1 (terdapat

stomatitis kecil di lidah menunjukkan penyembuhan) total skor 5 (tidak ada

disfungsi). Analisis masalah kerusakan membran mukosa oral berhubungan

dengan agen cidera kimiawi (efek obat kemoterapi) teratasi. Planning

observasi keadaan mulut, berikan edukasi perencanaan pulang dalam

perawatan mulut yaitu sikat gigi secara teratur minimal 2 kali dalam sehari.

Dari catatan diatas mencakup kriteria hasil berupa membran mukosa tetap

utuh, ulkus memperlihatkan tanda-tanda kesembuhan, anak melaporkan tidak

ada gangguan rasa nyaman (Wilkinson dan Wong, 2009). Berdasarkan kriteria
110

hasil dari NOC, hal ini menyatakan masalah ketidakseimbangan nutrisi teratasi

(Wilkinson, 2015).

Catatan perkembangan diagnosa yang keempat defisiensi pengetahuan

berhubungan dengan keterbatasan kognitif (kurang informasi). Telah dilakukan

evaluasi sejak hari Rabu tanggal 06 sampai hari Jumat tanggal 08 Januari 2016.

Dan memperolah catatan keperawatan, data subyektif An.A mengatakan sudah

paham tentang penyakit leukimia limfoblastik akut. Data obyektif pasien

nampak belum paham tentang leukimia limfoblastik akut, pasien diedukasi

tentang definisi, tanda dan gejala serta pengobatan leukimia limfoblastik akut.

Analisis masalah defisiensi pengetahuan berhubungan dengan defisiensi

kognitif teratasi (Wilkinson, 2015). Planning hentikan intervensi. Dari catatan

diatas memperoleh kriteria hasil pasien dan keluarga memperlihatkan

pengetahuan mengenai pembelajaran dan evaluasi selama perawatan (Wong,

2009). Berdasarkan kriteria hasil dari NOC, hal ini menyatakan masalah

defisiensi pengetahuan (Wilkinson, 2015).

Anda mungkin juga menyukai