Anda di halaman 1dari 4

Sildenafil dikembangkan oleh sekelompok ilmuwan yang bekerja pada Pfizer Sandwich, di Inggris.

Pada awalnya senyawa ini dikembangkan dengan maksud untuk terapi hipertensi dan angina
pektoris, yang merupakan penyakit jantung iskemik. Hasil uji klinis pertama menunjukan bahwa
senyawa ini tidak memberikan efek yang berarti pada angina, namun ditengarai dapat meningkatkan
kemampuan ereksi. Sehingga obat ini pun kemudian dipasarkan sebagai antidisfungsi ereksi dan
dipatenkan pada tahun 1996 dan disetujui oleh FDA pada 27 Maret 1998. Sildenafil yang dipasarkan
dengan nama dagang Viagra ini menjadi obat oral pertama dalam terapi disfungsi ereksi.

Sildenafil sitrat merupakan salah satu jenis obat baru yang masih dipasarkan sebagai produk
patennya yaitu Viagra dan Revatio. Sildenafil merupakan salah satu senyawa yang digunakan dalam
terapi disfungsi ereksi atau lebih dikenal dengan istilah antiimpotensi golongan inhibitor
fosfodiesterase. Selain digunakan dalam terapi disfungsi ereksi, sildenafil juga digunakan dalam
pulmonary arterial hypertension (PAH).

Mekanisme kerja obat ini adalah melalui penghambatan konversi trifosfat guanilat menjadi
cGMP. Saat adanya rangsangan seksual, oksida nitrat dilepaskan oleh neuron atau sel endotel
dijaringan penis sehingga meningkatkan aktivitas enzim guanilat siklase, suatu enzim yang
bertanggung jawab mengkonversi trifosfat guanilat menjadi cGMP. cGMP merupakan
neurotransmiter vasodilator pada jaringan. Katabolisme cGMP dimediasi oleh enzim
fosfodiesterase.

Tiga isoenzim fosfodiesterase tipe 5 dengan selektivitas yang tinggi ditemukan pada jaringan
genital, yang menurunkan katabolisme cGMP. Walaupun isoenzim ini juga ditemukan pada
pembuluh darah perifer, otot polos trakea dan platelet. Penghambatan fosfodiesterase pada
jaringan nongenital menghasilkan efek yang merugikan.

Ketiga senyawa penghambat fosfodiesterase yang beredar dimasyarakat (sildenafil,


vardenafil, dan tadalafil) memiliki profil farmakokinetik, interaksi obat-makanan, dan efek
merugikan yang berbeda. Peringatan dan perhatian khusus harus diberikan pada pasien
dengan penyakit kardiovaskuler yang juga menerima sildenafil atau penghambat
fosfodiesterase lainnya.

Sildenafil telah digunakan dalam rentang waktu yang lebih lama dibanding vardenafi maupun
tadalafil dan memberikan hasil studi yang lebih baik.

Kegunaan Medis Sildenafil

Sildenafil digunakan dalam berbagai kondisi berikut:

1. Disfungsi seksual. Penggunaan utama sildenafil adalah dalam terapi disfungsi ereksi.
Disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan mempertahankan ereksi untuk
menyelesaikan satu periode hubungan seksual. Sildenafil kini merupakan terapi obat
standar dalam penanganan disfungsi ereksi pada semua kondisi, termasuk pada pasien
dengan diabetes melitus. Seseorang dengan terapi antidepresan mungkin akan
mengalami disfungsi seksual yang dapat merupakan akibat dari penyakitnya ataupun
sebagai akibat atas pengobatannya. Penelitian pada tahun 2003 menunjukan bahwa
sildenafil mampu memperbaiki kemampuan seksual pria dengan depresi dan terapi
antidepresan. Demikian pun pada wanita.
2. Pulmonary arterial hipertension (PAH). Sildenafil bekerja dengan merelaksasi
dinding arteri sehingga menyebabkan penurunan resistensi dan tekanan arteri. Dan
pada akhirnya akan mengurangi beban kerja dari ventrikel kanan jantung dan
memperbaiki gejala gagal jantung. Karena PDE-5 terutama tersebar pada otot halus
dinding arteri pada paru dan penis, sildenafil bertindak selektif pada kedua daerah
tersebut tanpa menvasodilatasi daerah lain ditubuh. Penggunaan sildenafil untuk
indikasi ini disetujui oleh FDA pada tahun 2005. Sediaan sildenafil untuk indikasi
PAH ini dipasarkan dengan nama dagang Ravetio, yang merupakan sediaan tablet
putih bulat dengan isi sildenafil 20 mg pertablet.
3. Keluhan sakit yang berhubungan dengan tempat yang tinggi. Sildenafil juga telah
terbukti efektif dalam pencegahan edema paru yang berhubungan dengan tempat
tinggi seperti yang dialami pendaki gunung.

Karena alasan efektivitasnya, kemudahan cara pemberian obat, dan rendahnya kejadian efek
merugikan dari obat golongan inhibitor fosfodiesterase ini, maka obat-obat ini dijadikan
terapi lini pertama untuk penanganan disfungsi ereksi terutama pada penderita muda.

Dosis 25-100 mg sildenafil mampu memperbaiki kemampuan ereksi pada 56-82% pasien.
Dosis yang sama akan menghasilkan efek 65-80% pasien pengguna vardenafil dan 62-77%
pasien pengguna tadalafil.

Sekitar 55% pasien disfungsi ereksi gagal merespon terapi sildenafil, pada kasus ini edukasi
diperlukan untuk memperbaiki responnya, diantaranya dengan:

1. Pasien harus terlibat dalam rangsangan seksual (foreplay)


2. Sildenafil harus dikonsumsi saat perut kosong, setidaknya 2 jam sebelum makan
untuk mendapatkan respon terbaik
3. Konsumsi sildenafil disertai makanan berlemak akan mengurangi absorpsinya
4. Seorang pasien yang gagal merespon terapi sildenafil pertama kali harus melanjutkan
terapi hingga 5-8 dosis sebelum terapi ini dapat benar-benar dinyatakan gagal
5. Beberapa pasien mungkin memerlukan titrasi (peningkatan bertahap) dosis sildenafil
hingga 100 mg

Sildenafil dan semua inhibitor fosfodiesterase lainnya tidak diperbolehkan digunakan pada
seseorang dengan fungsi ereksi normal dan tidak boleh dikombinasikan dengan agen
antidisfungsi ereksi lainnya karena dapat mengakibatkan ereksi berkepanjangan.

Farmakokinetik

Sildenafil dengan dosis harian yang direkomendasikan sebesar 25-100 mg/hari memberikan
onset sekitar 1 jam dengan durasi kerja yang pendek. Absorpsi sildenafil berkurang secara
signifikan dari saluran cerna dengan adanya bahan makanan berlemak. Dosis yang lebih
rendah dapat digunakan pada pasien dengan gagal ginjal atau gagal jantung berat, dosis yang
direkomendasikan hanya 25 mg/hari. Semua inhibitor fosfodiesterase dikatabolisme melalui
hati oleh enzim sitokrom P450 3A4 dan sebagian kecil melalui isoenzim lain pada enzim
sitokrom tersebut. Sildenafil diekskresikan terutama melalui feses dan sebagian kecil melalui
urin.

Penurunan dosis diperlukan pada pasien yang juga menerima terapi obat yang menghambat
kerja enzim sitokrom P450 seperti simetidin, eritromisin, klaritromisin, ketokonazole,
itrakonazole, ritonavir dan saquinavir.

Efek Merugikan
Efek merugikan sildenafil dapat bersifat ringan hingga sedang yang terbatas pada beberapa
individu. Penghentian penggunaan obat ini umumnya tidak memerlukan terapi khusus. Pada
dosis yang direkomendasikan efek samping yang sering terjadi adalah sakit kepala, wajah
pucat, dispepsia, hidung tersumbat dan pusing. Semua efek samping tersebut terjadi karena
adanya penghambatan isoenzim fosfodiesterase pada jaringan ekstra genital.

Sildenafil menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik sekitar 8-10 mmHg dan penurunan
tekanan diastolik sekitar 5-6 mmHg selama 1-4 jam setelah pemberian sildenafil. Maka perlu
diwaspadai kemungkinan adanya efek hipotensi pada pasien yang cenderung hipotensi atau
pasien dengan penggunaan beberapa antihipertensi.

Sildenafil dapat meningkatkan sensitivitas terhadap cahaya, kaburnya penglihatan, dan


kesulitan membedakan warna biru dan hijau yang terjadi pada sekitar 3-10% pasien. Hal ini
terjadi karena hasil penghambatan fosfodiesterase tipe 6 pada sel-sel fotoreseptor diretina,
efek ini terutama terjadi pada pasien yang menggunakan dosis lebih dari 100 mg/hari.
Sildenafil dikontraindikasikan pada pasien dengan resiko masalah opthalmologik seperti
Retinitis pigmentosa, yaitu suatu penyakit yang berhubungan dengan defisiensi
fosfodiesterse.

Sildenafil juga menghambat isoenzim fosfodiestearse tipe 5 di trombosit yang secara teoritis
dapat mengakibatkan penghambatan agregasi platelet. Meskipun sildenafil dalam kasus ini
tidak mengakibatkan perdarahan, tapi penggunaan sildenafil bersamaan dengan agen
antiplatelet harus diwaspadai kemungkinan terjadinya perdarahan.

Interaksi Obat

Penggunaan bersama senyawa nitrat organik dengan sildenafil dapat mengakibatkan


hipotensi berat, melalui 2 faktor berikut:

1. Dengan sendirinya senyawa nitrat organik berpotensi mengakibatkan hipotensi


2. Senyawa nitrat organik memasok oksida nitrat tambahan yang menyebabkan stimulasi
guanilat siklase dan meningkatkan level cGMP jaringan.

Atas kenyataan tersebut maka penggunaan sildenafil atau agen inhibitor fosfodiesterase
lainnya kontraindikasi untuk digunakan bersama dengan nitrat organik.

Jika hipotensi berat terjadi selama pasien terpapar nitrat organik dan inhibitor fosfodiesterase
maka pasien harus ditempatkan di Tredelenburg dan pemberian cairan secara agresif harus
segera dilakukan. Jika hipotensi terus berlanjut maka pemberian agonis adrenergik seperti
dopamin, levarterrenol, atau epinefrin dapat diberikan secara berhati-hati.

Menariknya, sumber makanan yang mengandung nitrat, nitrit atau L-arginin (suatu prekursor
senyawa nitrat) tidak berinteraksi dengan inhibitor fosfodiesterase. Hal ini karena sumber
makanan tersebut tidak meningkatkan kadar oksida nitrat dalam sirkulasi manusia.

Sildenafil tidak berinteraksi dengan obat antihipertensi. Metabolisme hepatik dari sildenafil
dapat terhambat dengan adanya senyawa-senyawa obat yang menghambat enzim sitokrom
P450 terutama pada isoenzim CYP 3A4 seperti simetidin, eritromisin, klaritromisin,
ketokonazole, itrakonazole, ritonavir dan saquinavir, sehingga pasien ini memerlukan inisiasi
dosis yang lebih rendah.

Anda mungkin juga menyukai