Anda di halaman 1dari 3

Mitomisin c

Mitomycin C pada awalnya diisolasi dari kultur Streptomyces caespitosus oleh Hata pada 1956
sebagai antibiotik genotoksik dikarenakan bersifat alkilatik, penggantian atom hidrogen pada
senyawa organic oleh golongan alkali, saat teraktivasi oleh enzim seperti cytochrome p450
reductase bisa menghasilkan penyilangan yang menghubungkan molekul DNA antara adenin
dan guanin, dengan itu bisa memblok sintesis DNA dan sekalian menghambat mitosis sel dan
menghasilkan penangkapan siklus sel. Walaupun pada awalnya selama fase G1 dan S bertindak
spesifik terhadap siklus non-sel. Sebagai akibat dari efek antimitosisnya, sel yang memiliki
tingkat mitosis lebih tinggi lebih sensitif terhadap tindakannya, dan secara luas digunakan
sebagai agen kemoterapi.

Efek pada kornea


Bagaimanapun, beberapa efek MMC tidak dapat dengan mudah dijelaskan oleh
mekanisme yang menghalangi pertumbuhan sel. MMC menunjukkan efek racun yang dapat
mempengaruhi sel tidak dengan lengkap dibenarkan oleh kemampuannya untuk mengikat DNA.
Mekanisme racun yang dapat mempengaruhi sel ini belum sepenuhnya dibenarkan. Beberapa
studi yang telah menganalisa mekanisme selular yang diaktifkan oleh MMC yang bisa
menjelaskan adanya racun yang dapat mempengaruhi sel adalah : bahwa MMC memproduksi
regulasi baru rona dari sitokin seperti IL-8 dan monosit chemoattractant protein-1 (MCP-1) yang
terjadi karena aktivasi protein kinase, hasil induksi dari Fesmediated apoptosils dan juga melalui
aktivasi dari caspase cascades dengan disfungsi mitokondria, T lymphocytes memperbaiki sel
lisis, penipisan intra selular glutathione, generasi dari reaktif radikal oksigen, dan sebagai
aplifikasi yang memproduksi faktor tumor nekrosis.
Titik lain perdebatan adalah kemungkinan efek jangka panjang selular terhadap obat
ini. Belum jelas apakan sel yang memperbaiki kerusakan pada DNA disebabkan oleh MMC atau
hal terubut mungkin efek permanen. Beberapa studi dengan kultur fibroblast menyebutkan
bahwa sel-sel tersebut tidak mengalami penghalangan secara permanen setelah pemaparan
tunggal terhadap MMC dan sel yang tidak terpapar namun berdampingan lah yang
menggantikannya.

Kabut pada kornea disebabkan oleh mekanisme penyembuhan luka pada kornea yang
teraktivasi setelah adanya ablasi permukaan hal ini berbeda dengan proses penyembuhan setelah
lasik (berdasarkan hasil observasi). Kerusakan pada epital dan interaksi sekunder epitel-stormal
yang sepertinya memberi perbedaan. Selama ablasi permukaan, baik pengangkatan sel epitel
maupun ablasi laser yang diikuti dengan proliferasi dan migrasi oleh hal-hal yang berada
disekeliling keratosit untuk mengisi kembali stroma yang gundul.

Sebagai respon kepada epitel yang berasal dari sitokin, khususnya TGFB, beberapa
keratosit dibedakan menjadi myofibroblast. Sel-sel tersebut merupakan dasar dari kabut pada
kornea, saat mereka menyebar cahaya lebih banyak daripada keratosit yang tidak bergerak,
bukan hanya dari inti mereka, tapi juga dari tubuh sel dan proses percabangan dendrik. Sebagai
tambahan mereka berpartisipasi dalam perombakan ulang matriks ekstraselular. Hal ini
menghasilkan matriks ekstraselular yang lebih padat dan kacau, dengan kelimpahan kolagen tipe
III, yang berkontribusi terhadap hilangnya transparansi kornea. Mekanisme penyembuhan stroma
ini membentuk menuju formasi bekas luka fibrotic dan hiperselular di stroma anterior.

MMC berguna pada ablasi permukaan laser karena memiliki kemampuan dalam
menghalangi proses penyembuhan luka pada stroma. MMC biasanya digunakan setelah
pengangkatan sel epitel, setelah ablasi laser dilakukan. Pengujian pada binatang menunjukkan
bahwa, dalam beberapa jam pertama setelah pengaplikasian, tingkat keratosid apoptosis yang
lebih tinggi. Setelah 24jam, adanya kabut pada subepitel kornea. Tiga bulan setelah ablasi
permukaan, titik panah pada kornea yang berkabut mereduksi repopulasi. Empat minggu
kemudian terdapat penurunan kepadatan keratosid dan myofiberblast dan lebih sedikit deposit
kolagen dan ekstraselular matriks apabila dibandingkan dengan mata yang tidak ditangani. Hal
ini berefek pada stroma kornea yang menghasilkan peningkatan transparansi kornea setelah
ablasi permukaan, pada uji coba untuk binatang pada manusia diawasi dengan vitro.

Terdeteksi pula lebih sedikit poliferasi keratosit setelah penggunaan MMC, walaupun
tanpa mengobservasi kenaikan awal pada apoptosis keratosit. Kenaikan awal dalam apoptosis
keratosit berhubungan dengan efek cytotoxic pada MMC, dimana efek antimitotic dari obat ini
bertanggung jawab dengan terhalangnya aktivasi keratosit dan pembedaan menjadi
myofibroblast. Kemudian mekanisme ini terlihat lebih efektif apabila dibandingkan dengan
eliminasi cytotoxic yang telah dibedakan menjadi myofibroblast, seperti yang sudah dilakukan
Netto et al pada kornea kelinci. Dimana Sadeghi et al telah menunjukkan bahwa konsentrasi dari
MMC dibutuhkan dalam vitro demi mencapai efek antiproliferatif nya lebih rendah dibanding
sebab dari cytotoxic nya. Bahkan, MMC menunjukkan bahwa lebih efektif apabila berperan
sebagai agen penangkal, untuk mencegah kabut, dibanding berperan sebagai agan terapi untuk
mengurangi kabut yang sudah ada sebelumnya. Bagaimanapun juga, belum ada persetujuan
umum yang telah dicapai, dan beberapa penulis mempertimbangkan aktivitas antimimotik
merupakan mekanisme yang lebih penting, dimana yang lainnya men-support efek cytotoxic.

Cara pemakaian

Menurut Theus et al, persiapan dan penggunaan nya adalah untuk mengencerkan MMC
dapat disiapkan dengan cara berikut: 5 ml balanced salt solution (BSS) atau air hasil
penyulingan ditambahkan dalam 2mg MMC, untuk memperoleh 0.4 mg/ml pelarutan MMC.
Dengan jarum suntik insulin, ambil 0.5 ml larutannya dan tambahkan 0.5 BSS atau air hasil
penyulingan, sehingga akan mendapatkan 1 ml dengan 0.2 mg MMC yang merupakan
kensentrasi MMC 0.2 mg/ml. Terdapat beberapa cara pengaplikasian MMC terhadap storma
yang terablasi. Cara termudah untuk menghindari kebocoran MMC terhadap yang berada
disekitar kornea atau limbusnya adalah dengan menggunakan spons selulosa dengan diameter
kira-kira 7-9 mm, kemudian di rendam dalam larutan MMc dan diletakkan dengan hati-hati
diatas storma yang terablasi. Teknik ini menghasilkan pelepasan jumlah MMC yang dapat
digandakan. Namun menurut Jain et al, lebih baik menggunakan ring dibandingkan disk lengkap,
demi mengurangi terpaparanya bagian tengan kornea terhadap MMC, dan bisa menghasilkan
hasil yang lebih baik. Sebagian kecil spons selulosa yang di rendam di dalam larutan MMC bisa
digunakan dengan segores kuas dengan MMC terhadap stroma yang terablasi.

kesimpulan

Kesimpulan yang di dapat dari Theus et al,(tahun?) bahwa bukti yang di dapatkan dari
hasil percobaan tentunya dibutuhkan ketetapan efisiensi dan keselamatan penggunaan MMC
pada operasi refraksi kornea. Bagaimanapun bukti yang sudah ada dapat mendukung
penggunakan obat ini terhadap prosedur ablasi permukaan kornea. Mytomicyn-C menunjukkan
dapat menurunkan luasnya pengaruh kabut setelah operasi refraksi ablasi permukaan.
Penggunaannya memungkinkan treatment dengan ablasi permukaan yang bukan hanya myopia
rendah tetapi juga bisa untuk myopia tinggi dengan visual yang sama. Terdapat kecendrungan
terhadap penurunan dosis dan waktu paparan MMC; beberapa studi menyarankan bahkan pada
saat konsentrasi rendah atau jangka waktu yang lebih sedikit efektif dalam mengurangi
kemungkinan berkabut. Bagaimanapun beberapa studi lain mengusulkan bahwa dengan
konsentrasi yang lebih rendah (0.002%) tidak memadai untuk bisa menghindari kekabutan
setelah ablasi permukaan pada myopia tinggi. Namun masih dibutuhkan studi jangka panjang
untuk menetapkan efisiensi dalam MMC kadar rendah dalam menghindari kabut pada myopia
rendah. Hingga saat ini bukti yang telah di dapatkan dirasa masih belum cukup untuk
menetapkan kriteria penggunaan sebagai obat penangkal.

Efek samping ???????

Anda mungkin juga menyukai